Dokumen
Dokumen
Dokumen
Nabi yang berasal dari nenek moyangku merupakan seorang yang mempunyai kedudukan. Ia berasal
dari kaum yang merupakan kalangan raja. Kaum adalah bangsa yang mengikuti garis keturunan ibu
dan aku hanyalah keturunan dari kaum Nabi tersebut.
Puluhan tahun silam saat itu waktu ibuku di jodohkan dengan ayahku oleh kakak ibuku. Orang tuaku
pun menikah. Kulihat poto yang di simpan di lemari terlihat orang tuaku melakukan pernikahan
secara adat. Saat itu ibuku usianya masih muda sedangkan ayahku sebelas tahun lebih tua dari
ibuku. Ayahku telah mempunyai pekerjaan tetap sebagai pegawai negeri sipil.
Dua tahun pernikahan antara ibu dan ayahku lahirlah kakakku. Ia adalah seorang laki-laki. Ia lahir di
sebuah kota yang mana tak jauh dari kampung halamanku. Kota tersebut tempat dimana orang
tuaku menetap dan bekerja. Tahun demi tahun berlalu hingga dirikupun lahir selang berjarak lima
tahun dari kelahiran kakakku. Empat bulan di dalam kandungan, Tuhan meniupkan ruh ke tubuhku
hingga sampai waktunya akupun muncul ke dunia sebagai seorang manusia. Aku lahir di rumah
bidan dekat dengan tempat tinggal orang tuaku saat itu, nenekku menyaksikan aku lahir pada saat
itu karena ayahku menjemputnya ke kampung.
Menginjak umurku dua tahun kami sekeluarga pindah dan menetap di kota lain, lebih dekat dengan
kampung halamanku. Karena ayahku pindah tugas kerja. Begitulah memang, tak ada ingatan yang
tersimpan dalam kepala ini tentang apa yang terjadi pada masa balita. Aku hanya mendapatkan
kabar dari ibuku tentang apa yang terjadi di masa kecilku.
Sekarang aku sudah beranjak dewasa. Ingatan tentang masa kecilku melintas di kepala ini di saat aku
berusia kurang lebih lima tahun. Aku tinggal di sebuah rumah kontrakan yang berdempetan dengan
rumah pemilik kontrakan tersebut. Pemilik kontrakan tersebut mempunyai anak yang seumuran
denganku. Yang ku ingat aku pernah bermain bersamanya di sekitaran tempat tinggal kami.
Kami berlarian keluar dari rumah menyusuri halaman ke pinggir jalan dan tanpa aku duga salah
seorang diantara kami memegang batu besar yang akan ia hempaskan ke papan kayu yang ku rasa
sengaja di letakkan untuk bisa di mainkan. Ia pun menghempaskan batu besar tersebut ke papan dan
pada papan tersebut terdapat sebuah paku. Paku tersebut mengenai kakiku. Kakiku luka cukup
dalam dan mengeluarkan banyak darah. Akupun terdiam.
Seseorang menggendongku masuk ke dalam rumah saat itu. Kakiku akan dijahit tapi rencana
tersebut tidak di lakukan. Kakiku hanya di obati dengan obat penyembuh luka saja. Setelah sembuh
sakit yang berasa linu masih ku rasakan hingga membuatku berjalan agak kesusahan. Tak berapa
lama dari kesembuhan punggung telapak kakikulah yang mengalami luka akibat masuk kedalam
lubang wc yang pecah. Untuk luka yang satu ini kakiku di jahit sebanyak dua buah jahitan.
.
Berjalan pincang karena cacat yang dimulai saat kecelakaan kecil yang ku alami sungguh merupakan
kejadian yang sulit sekali aku untuk melupakaannya. Mungkin jika aku berpikir tentang takdir,
rasanya diri ini tidak akan sanggup untuk menempuh pendidikan kanak-kanak. Namun itulah yang
terjadi, aku memasuki sebuah lembaga pendidikan untuk memperoleh pengajaran. Pada umumnya
anak-anak bersekolah di umur 5 tahun sedangkan diriku pada saat itu berumur 6 tahun. Walaupun
tua, akupun merasa gugup dalam menjalani pendidikan yang ku tempuh di masa kanak-kanak itu
karena perbedaan umur dengan anak-anak lainnya membuatku agak merasa terasing.
Belajar di dalam kelas seperti mengenal huruf dan angka serta bernyanyi dan bermain dan kegiatan
menari yang ku jalani di saat itu adalah kenangan. Kenangan untukku saat ini bahwa betapa kuatnya
anak menjalani kehidupan dengan adanya pendidikan sekolah yang bertujuan untuk mendapatkan
pengajaran. Semua itu demi menjauhi kebodohan dalam hidup di masa yang akan datang dan
sebagai bekal untuk menjalani hidup di tengah zaman yang serba cepat ini.
Betapa beraninya diri anak-anak hidup di tengah kehidupan serba praktis dan membahayakan. Sebut
saja sebuah benda bernama motor. Sebuah besi bermesin bertenaga bahan bakar minyak bumi lalu
lalang di sekitaran mereka tanpa takut akan ditimpa benda tersebut. Belum lagi ada mobil, pesawat,
tank baja dan peralatan tempur. Anak-anak pada masaku bukannya acuh terhadap yang demikian
hanya saja mereka tidak bisa berbuat banyak dan berkata apa-apa selain meluapkan perasaan dari
keadan sekitar tersebut ke dalam sebuah gambar di atas kertas.
Ya, masa sekolah kanak-kanakku mendapatkan pendidikan berupa pengajaran tentang menggambar.
Yang aku gambar saat itu adalah keadaan di sekitar lingkungan berupa gunung, matahari, sawah,
jalan dan kendaraan. Itulah luapan perasaan yang kurasakan pada saat itu. Aku menduduki peringkat
tiga dalam menggambar. Pringkat satu, dua dan tiga di hadiahi sebuah piala sebagai bentuk
penghargaan atas apa yang telah dia buat. Peringkat dua diduduki oleh perempuan, ia berparas
cantik namun aku lupa namanya siapa. Sedangkan untuk peringkat pertama diduduki oleh
perempuan berparas cantik juga, namanya Dina dan aku jatuh cinta padanya. Sebagai wujud
ketertarikanku pada lawan jenis, akupun mencium pipinya di saat pulang sekolah.
Setelah menyelesaikan pendidikan kanak-kanak, akupun di masukkan ke Sekolah Dasar yang tidak
beberapa jauh dari rumahku. Disana aku memperoleh peringkat tiga di kelas untuk tahun pertama.
Namun kami harus pindah untuk tinggal di kampung halaman, maka sekolahpun aku harus ikut
pindah karena jarak rumah di kampung halaman dengan sekolahku tidak memungkinkan untuk ku
tempuh pada masa itu.
Hari-hari pertamaku di sekolahku yang baru ketika itu aku di ajak berkeliling area sekolah oleh
seorang murid disana. Ia mengenalkan perihal keadaan sekolah yang kami diami. Sekolah baruku ini
merupakan sekolah negri yang berbasis agama Islam. Sekolahnyapun baru berdiri, yang mana aku
adalah angkatan kedua yang menempuh pendidikan disana.
Aku bersama orang tuaku tinggal di rumah kakek dan nenekku. Di usia itulah aku mulai mengenal
kakek dan nenek. Kehidupan di usia tua yang mereka jalani adalah dengan sering berada di rumah
saja. Mereka pernah menceritakan tentang kehidupan disaat mereka muda dulu. Namun karena aku
yang sedang melaksanakan pendidikan dasar tak banyak waktu yang aku lalui bersama mereka
sehingga cerita kehidupan mereka yang dahulu alami tak banyak mereka ceritakan padaku.
Di Sekolah dasar aku mempunyai beberapa teman dekat. Sepulang sekolah kami sering bermain di
sekitaran kampung. Suasana sekolah yang serius membuat kami ingin bermain selepas proses
belajar usai. Beberapa aktifitas kami lakukan bersama seperti menangkap ikan di selokan,
memancing belut di sawah, membawa nasi dari rumah dan memakannya di rumah teman, mencari
durian di hutan dan aktifitas-aktifitas lain yang dapat menyenangkan hati kami pada saat itu.
Waktu cepat berlalu. Hingga tiba masanya aku memasuki sekolah menengah pertama. Pada masa itu
aku telah memikirkan tentang nasib seorang manusia di muka bumi. Di satu sisi perasaan ini sedih
ketika meninggalkan rumah untuk pergi bersekolah yang tempat dan jaraknya jauh dari rumah.
Namun di sisi lain beginilah Tuhan menakdirkan seorang manusia harus menjalani kehidupannya.
Takdir yang ku terima tidaklah sama dengan takdir yang orang lain terima. Entah itu berat atau
ringan untuk di jalani, tetapi Tuhan memberikan kabar melalui kalimatnya bahwa Ia adalah Yang
Maha Adil.
Seperti lembaga pendidikan lainnya, di SMP aku mendapatkan pengajaran. Kami belajar Bahasa,
berhitung, ilmu alam, serta pelajaran lainnya yang menjadi kewajiban untuk kami pelajari. Di saat
jam istirahat kami pun membeli makanan dan bercerita satu dengan yang lainnya. Tiga tahun yang
ku tempuh untuk pendidikan SMP dan satu hal yang ku ingat sampai saat ini adalah pada masa SMP
inilah aku mengenal minuman berakohol dan tumbuhan ganja.
Pernah dulu waktu duduk di SD kami di beri pengetahuan tentang minuman yang memabukkan.
Dengar dari beberapa lisan orang bahwasanya ada terdapat minuman memabukkan di jual di sekitar
tempat tinggal kami. Dirikupun penasaran. Karena aku dengan orang lain berteman sangatlah
mudah maka aku pun memperoleh minuman berakohol yang katanya bisa memabukkan. Pada
kenyataannya aku tidak tahu apa itu memabukkan, tapi karena rasa ingin tahu aku pun meminum
minuman tersebut.
Kepala ini pusing dan diri ini berjalan sempoyongan. Rasa dari minumannya tidak begitu enak dan
membuat perut terasa mual. Entah perasaan apa yang menghinggapiku saat itu hingga aku
meminumnya lagi dan lagi. Pemahaman tentang memabukkan dan hilang akal yang aku peroleh dari
pendidikan sekolah tak ku temui di saat minuman tersebut bereaksi di dalam tubuhku karena aku
tidak tahu apa itu memabukkan.
Berbeda dengan minuman berakohol, ganja yang merupakan tumbuhan hijau mempunyai daun dan
bercabang juga menjadi perhatianku saat itu. Orang-orang bilang bahwa daun ganja apabila di hisap
seperti rokok akan mendapatkan nikmat berupa mabuk. Daun ganja yang sudah kering di linting atau
di gulung menggunakan kertas dan asapnya dihisap memang membuat kepala menjadi pening dan
menjadikan orang yang menghisapnya sering untuk tertawa geli. Disaat itu aku dan teman
menghisap satu batang rokok ganja secara bergiliran dan kamipun memperoleh nikmat tertawa yang
kami jadikan momen tersebut untuk menceritakan lelucon.
Karena diriku yang telah merasakan dampak dari minuman beralkohol dan ganja ternyata
mengakibatkan pendidikan yang ku tempuh mengalami gangguan. Pendidikan sekolah menengah
atas yang aku ikuti saat itu mulai terasa membosankan. Aku mulai bolos sekolah. Aku merasa
sekolah tak lain hanyalah sebuah penjara dan tempat pemaksaan pembelajaran terhadap
kebodohan yang ada dalam diriku. Diriku saat itu merasa tidak bebas. Di sekolah aku harus belajar
dan belajar agar lulus dan mendapatkan ijazah untuk bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat atas
lagi atau universitas. Sebuah tantangan dalam hidup dengan aturan yang memenjarakan. Yang di
kejar hanyalah kehidupan dunia. Sebuah ketidak abadian yang mengekang sendi-sendi kehidupan.
Dirikupun berontak dan itulah yang terjadi hingga pihak sekolah mengabarka kepada orang tuaku
bahwasanya aku tidak mengikuti proses belajar selama sebulan lamanya. Orang tuaku pun
memberikan pilihan kepadaku, tetap bersekolah atau berhenti. Akupun memilih berhenti.
Aku memutuskan berhenti sekolah. Aku memikirkan lingkungan sekitar. Anak-anak yang sebaya
denganku tampak senang menyusuri jalan pulang setelah bersekolah. Perasaan gembira ketika
proses pengajaran telah selesai. Untuk di hari-hari awal aku berhenti sekolah terasa sepi. Tidak
sepeti mereka yang merasa senang menyusuri jalan sepulang sekolah itu.
Sebulan kemudian orang tuaku bertanya padaku apakah aku masih mempunyai keinginan untuk
bersekolah. Menurutnya apabila masih ada maka bersekolahlah di sebuah kota di seberang pulau
tempat kami tinggal, dimana kakakku sedang berkuliah disana, tinggallah bersamanya disana dan
beri perhatian penuh terhadap pendidikan.
Ku renungkan usul dari orang tuaku itu di kamar. Lalu akupun membuat keputusan untuk mengikuti
usulan orang tuaku tersebut.
Bulan ketiga pada tahun itu akupun berangkat menuju kota dimana aku akan bersekolah. Tahap
pertama adalah menetap untuk beberapa waktu di kota tersebut karena pendaftaran untuk
memasuki sekolah saat itu menunggu beberapa bulan lagi. Tahap kedua akupun mengikuti
bimbingan belajar sebagai syarat masuk bersekolah. Tahap tiga aku menunggu keputusan sekolah
mana yang akan aku masuki nanti.
Keluargaku belum memberi keputusan lansung dimanakah aku akan disekolahkan. Ada dua pilihan
sekolah saat itu yang akan aku masuki. Pertama sekolah negeri dan yang kedua sekolah agama.
Karena kondisi masa lalu yang aku alami tidak mendukung aku disekolahkan ke sekolah negeri maka
orang tuakupun memutuskan aku untuk bersekolah di sekolah agama.
Setelah mengikuti tahap-tahap proses masuk sekolah maka tibalah saatnya aku bersekolah di
sekolah agama yang aku masuki tersebut. Perasaanku bercampur aduk. Jauh dari rumah, jauh dari
orang tua, jauh dari kampung halaman, dan pertama kalinya untuk hidup merantau jauh ke negeri
orang. Terlintas lagi dalam benakku beginilah hidup. Tercipta menjadi manusia seorang diri dan
berjuang seorang diri. Berat memang hidup ini untuk dijalani. Namun daya dan upaya tak ada, hanya
nasib yang menentukan apa yang terjadi selanjutnya.
Terlepas dari perasaan yang bercampur aduk itu, di sekolah aku mengikuti proses belajar
sebagaimana mestinya. Mendengarkan penjelasan guru, belajar, mempunyai teman, makan
bersama disaat istirahat, bercengkrama satu dengan yang lainnya, bahkan kami saling bercerita
tentang pengalaman hidup dan keluarga yang kami punya. Disaat umurku masih muda dan dunia ini
terbentang luas untuk di tempuh kemanapun aku hendak inginkan, dan akhirnya aku berlabuh di
negeri orang. Begitulah yang terjadi, perasaan mengiringi perjalanan hidup ini, baik senang maupun
tidak hidup harus diperjuangkan walau tubuh ini lelah untuk melakukannya.
Pada bulan awal kegiatan sekolah aku menderita demam tinggi. Aku pun di rawat di rumah sakit di
daerah sekitaran adik ayahku menetap. Demamku sangat tinggi yang membuat aku berhalusinasi.
Aku di diagnosa radang paru-paru oleh dokter. Selama sebulan aku di rawat hingga aku dinyatakan
sembuh.
Selanjutnya aku mengikuti kegiatan sekolah. Aku berkenalan dengan kawan-kawan disana saat
kegiatan masa orientasi siswa berlansung dan aku merasa senang berada di dekat mereka.
Aku mengikuti proses belajar di kelas XC di lantai dasar dari tiga lantai yang ada sekolahku. Terdapat
tiga kelas di angkatanku pada waktu itu, yang dua kelas berada di lantai tiga, untuk mencapainya kita
perlu menaiki anak tangga. Di lantai tiga juga terdapat aula untuk melaksanakan dua shalat, dzuhur
dan ashar. Untuk makanan kami boleh membeli jajanan di saat istirahat pertama dan untuk istirahat
kedua kami memperoleh catering.
Aku tinggal di sebuah kosan beberapa blok dari sekolah. Ke sekolah aku berjalan kaki, menyebrangi
jalan besar. Jika pagi tiba segala yang diperlukan untuk sekolah telah tersiapkan dengan baik.