Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Skip to main content
Edison Aritonang

    Edison Aritonang

    Abstraksi " Soal pangan adalah soal hidup matinya bangsa " , kata Soekarno, Presiden Indonesia pertama. Demikianlah ungkapan Bung Karno untuk mendeskripsikan pentingnya peranan pangan dalam keberlangsungan hidup suatu bangsa di dunia ini.... more
    Abstraksi " Soal pangan adalah soal hidup matinya bangsa " , kata Soekarno, Presiden Indonesia pertama. Demikianlah ungkapan Bung Karno untuk mendeskripsikan pentingnya peranan pangan dalam keberlangsungan hidup suatu bangsa di dunia ini. Hampir seluruh negara di dunia ini memberikan atensi yang sangat serius untuk persoalan pangan, termasuk Indonesia yang secara defenitif melalui salah satu kementerian mendefenisikan cita-cita yang ingin dicapai, yaitu Kedaulatan Pangan melalui Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Beras sebagai salah satu komoditi pangan, menjadi salah satu tolok ukur dari keberhasilan kinerja pemerintah. Indonesia yang pernah berdaulat beras pada tahun 1984, menggiring nostalgia akan keberhasilan tersebut sehingga sedikit banyaknya turut mempengaruhi bentuk kebijakan pemerintahan saat ini, padahal kondisi sosial masyarakat pada konteks 1984 dengan saat ini, 2016 sudah jauh berubah. Fenomena-fenomena poltik pangan yang secara rutin masih terjadi dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan lemahnya kekuatan pemerintah, momen lebaran selalu menimbulkan instabilitas harga pangan, kekuatan kapitalisasi swasta (pedagang) selalu tampil sebagai pemenang walau tetap dilakukan operasi pasar secara besar-besaran, bahkan sering menjadikan kebijakan impor sebagai jawabannya. Kondisi instabilitas harga pangan tersebut juga tidak memberikan keuntungan berarti bagi petani yang melakukan kegiatan pada sisi hulunya, tetap saja cenderung nelangsa. M Husein Sawit, salah satu pendiri House of Rice, mendapatkan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang hanya cenderung pada upaya pemenuhan kapasitas produksi atau upaya pencapaian ketahanan pangan dari aspek angka-angka saja dan kebijakan tersebut tidak lagi sesuai karena adanya dinamika perubahan preferensi dari masyarakat perkotaan yang cenderung memilih beras kualitas premium. Tentu hal tersebut menarik untuk dikaji sehingga mampu memberikan rekomendasi konstrutif terhadap kebijakan beras sehingga perlu memperhatikan perilaku produsen dan konsumen dalam suatu kerangka pikir utama perubahan soisal struktur, proses dan kultur.
    Research Interests:
    Pra dan pasca pemeriksaan Basuki T. Purnama atau Ahok, sebagai gubernur yang dimintai keterangan perihal pembelian lahan RS Sumber Waras oleh KPK, 12 April 2016, dijadikan suatu momentum oleh para bidak politik membangun opini melalui... more
    Pra dan pasca pemeriksaan Basuki T. Purnama atau Ahok, sebagai gubernur yang dimintai
    keterangan perihal pembelian lahan RS Sumber Waras oleh KPK, 12 April 2016, dijadikan suatu
    momentum oleh para bidak politik membangun opini melalui media. Fenomena Ahok dan Teman Ahok
    dianggap sebagai bentuk deparpolisasi oleh sebagian elit politik yang mengusungnya pada Pemilihan
    Kepala Daerah atau Pilkada Jakarta 2012 lalu, menjadi polemik berkepanjangan karena Ahok lebih
    memilih jalur independen dan menetapkan Heru Budi Hartono, SE, MM atau Heru, Kepala Badan
    Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta sebagai wakilnya.
    Research Interests:
    Keberagaman budaya dalam suatu konstruksi sosial pada kehidupan bermasyarakat sering menjadi suatu sumber konflik yang berujung pada kisah-kisah anarkis yang mengharu pilu. Akibat dan dampak yang ditimbulkan terkadang tidak dapat... more
    Keberagaman budaya dalam suatu konstruksi sosial pada kehidupan bermasyarakat sering menjadi suatu sumber konflik yang berujung pada kisah-kisah anarkis yang mengharu pilu. Akibat dan dampak yang ditimbulkan terkadang tidak dapat terselesaikan dengan baik, bahkan meninggalkan rasa dendam pada penerus-penerus dari kelompok yang bertikai. Seorang kriminolog kawakan dunia, Thorsten Sellin mengemukakan tiga premis yang umum sebagai sumber dari konflik tersebut. Perspektif Sellin tersebut melalui premis yang dikemukakannya dapat dilihat pada konflik yang terjadi antara Suku Anak Dalam atau yang dikenal dengan Orang Rimbah dengan Warga Jambi di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin. 
    Konflik tersebut sudah lama terjadi, sejak 1999 sudah terdapat 14 orang yang meninggal, 13 dari Orang Rimbah dan 1 dari warga Desa Kungkai. Pada tahun 2000, terjadi kembali konflik yang sangat besar di Desa Kungkai tersebut, tindakan anarkis baik dari Suku Anak Dalam maupun warga Desa Kungkai mengakibatkan TNI/Polri turun untuk melakukan pengamanan secara khusus. Banyak senapan rakitan yang dimiliki oleh Suku Anak Dalam yang turut disita, pelaku yang ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Langkah pemerintah pusat yang langsung dipimpin oleh Presiden dengan melakukan kunjungan pasca konflik tersebut diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan secara tuntas.
    Research Interests:
    Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia akan digelar serentak pada tahun 2017 nanti. Begitu juga dengan Propinsi DKI Jakarta, akan diselenggarakan Pilkada pada tahun 2017 untuk pemilihan calon gubernur. Namun ada fenomena yang... more
    Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia akan digelar serentak pada tahun 2017 nanti. Begitu juga dengan Propinsi DKI Jakarta, akan diselenggarakan Pilkada pada tahun 2017 untuk pemilihan calon gubernur. Namun ada fenomena yang menarik pada persiapan pemilihan calon gubernur tersebut, sebab ada suatu kelompok non partai dari himpunan anggota masyarakat Jakarta yang mengatasnamakan Teman Ahok.
    Research Interests:
    Abstraksi Panglima Besar Jenderal Soedirman mewariskan landasan Kepribadian TNI jauh sebelum adanya reformasi 1998. Kepribadian TNI sebagai alat negara, bukan alat kekuasaan, bersikap profesional dan modern itu ditunjukkan oleh Jenderal... more
    Abstraksi Panglima Besar Jenderal Soedirman mewariskan landasan Kepribadian TNI jauh sebelum adanya reformasi 1998. Kepribadian TNI sebagai alat negara, bukan alat kekuasaan, bersikap profesional dan modern itu ditunjukkan oleh Jenderal Soedirman yang tetap tunduk pada keputusan politik walaupun keputusan itu dianggap kurang menguntungkan bagi strategi militer. TNI dibawah pimpinan Jenderal Sudirman tidak pernah tergelincir memasuki wilayah politik dan menyatakan loyalitas TNI kepada pemerintahan sipil, serta dukungannya terhadap garis kebijakan pemerintah yang menitikberatkan kepada diplomasi didukung oleh aksi militer. Politik TNI adalah (mengikuti) politik negara. Dalam perjalanannya pada pembangunan lembaga pertahanan ini, khususnya TNI, banyak penyimpangan dari cita-cita yang telah ditetapkan oleh Jenderal Soedirman, TNI pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto (dulu disebut ABRI) masuk dalam wilayah politik dan partai politik. Salah satu politik ABRI dengan terminologi Dwi Fungsi ABRI telah mengangkangi supremasi sipil. Selain itu, ABRI yang memiliki banyak unit bisnis menambah keterpurukan dalam pembangunan lembaga tersebut. Setelah Reformasi Bergulir, nasib ABRI seolah-olah tidak terpikirkan oleh elit politik, sehingga terbiarkan jalan sendiri. Namun Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono sebagai konseptor Program Reformasi ABRI, selaku Kepala Staf Sosial Politik Panglima ABRI, memaparkan dan menggulirkan Program Reformasi ABRI pada masa Pemerintahan B.J. Habibie. Proses reformasi tersebut terus bergulir sampai masa Presiden Joko Widodo saat ini, banyak transformasi yang telah berlangsung dan pergulatan TNI dalam mengukuhkan kepribadian dan jati dirinya sebagai Tentara Profesional dan Modern dalam demokrasi. Harapan besar seluruh Rakyat Indonesia terhadap pencapaian TNI Profesional dan Modern tersebut sama halnya dengan harapan menuju Indonesia Jaya. Kata Kunci : lembaga pertahanan, abri, tni, profesional, modern, demokrasi, reformasi sektor keamanan, reformasi tni, tni lembaga pertahanan.
    Research Interests:
    Fenomena asap yang sedang sedang terjadi mulai dari akhir Agustus 2015 sampai saat ini telah menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kesehatan warga terdampak dan mengganggu beberapa sektor ekonomi dengan adanya penutupan bandara hingga 2... more
    Fenomena asap yang sedang sedang terjadi mulai dari akhir Agustus 2015 sampai saat ini telah menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kesehatan warga terdampak dan mengganggu beberapa sektor ekonomi dengan adanya penutupan bandara hingga 2 sampai 3 hari dalam seminggu. Selain itu, aspek pendidikan juga terganggu dengan adanya keputusan untuk meliburkan sekolah di luar hari libur nasional.
    Permasalahan ini diangkat terus di berbagai media masa, baik media televisi, cetak dan online secara rutin dan menjadi topik utama. Bahkan beberapa acara talk show seperti Indonesia Lawyers Club – TV One, Mata Najwa – Metro TV yang sering mengangkat isu nasional dengan rating prioritas utama, mengupas dengan melibatkan beberapa pihak terkait, mulai dari pihak pemerintah pusat dan daerah (eksekutif), anggota DPR (legislatif), pemerhati lingkungan dari beberapa NGO seperti WALHI, bahkan mantan pelaku atau aktor pembakar lahan itu sendiri.
    Penulis dalam konteks mempelajari teori ketahanan nasional, mencoba melakukan analisa mulai dari bentuk fenomena sampai analisa masalah dengan pendekatan metode kepner-tragoe dan metode analisa hirarki proses. Penulis memiliki banyak keterbatasan dalam pemahaman tentang metode penghitungan derajat ketahanan nasional, khususnya dalam penentuan jenis variabel yang menjadi kriteria dan penetapan bobot atas kriteria yang diperoleh, seharusnya bobot tersebut didapat dari para pakar. Sebagai esai, penulis mencoba melakukan proses belajar dalam pengenalan konsep ketahanan nasional dalam uraian masalah dari fenomena berdasarkan himpunan data yang diperoleh secara online.
    Research Interests:
    Ian Bremmer melalui Teori J Curve dalam buku “The J Curve: A New Way to Understand Why Nations Rise and Fall” menggambarkan bagaimana kondisi dinamis suatu bangsa untuk melanjutkan keberlangsungannya, terlepas dari bentuk ideologi politik... more
    Ian Bremmer melalui Teori J Curve dalam buku “The J Curve: A New Way to Understand Why Nations Rise and Fall” menggambarkan bagaimana kondisi dinamis suatu bangsa untuk melanjutkan keberlangsungannya, terlepas dari bentuk ideologi politik negara yang dianutnya. Tentu jika hal tersebut sudah menjadi suatu teori maka dapat dipergunakan untuk mengukur atau melihat kondisi dinamis Indonesia sebagai suatu negara, sebab berlaku secara umum. Sedangkan James A Robinson dan Daron Acemoglu melalui buku “Why Nations Fail: The Origins of Power, Properity and Poverty” menggambarkan bagaimana kondisi dinamis suatu bangsa tersebut dapat bernilai ke arah positif atau negatif memiliki faktor kontrol pada institusi politik ekstraktif, institusi ekonomi ekstraktif, institusi politik inklusif dan institusi ekonomi inklusif. Pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran selalu berawal dari institusi ekonomi dan politik inklusif, sedangkan institusi-institusi ekstraktif umumnya menimbulkan kemandekan dan kemiskinan.
    Sepuluh tahun dari waktu saat ini, 2015, sebagai acuan batas periode pengukuran dari kondisi dinamis Indonesia dilihat dari perspektif Ian Bremmer dan Acemoglu - Robinson, melalui indikator-indikator yang ada untuk menjawab hipotesa kenapa sejak reformasi 1998, keinginan untuk merubah nasib bangsa dari masa post otoritarian ke alam keterbukaan atau demokrasi belum menunjukkan keberhasilan Bangsa Indonesia untuk mencapai apa yang telah menjadi cita-cita nasional kita sebagai suatu bangsa.
    Terusan gelombang reformasi yang menjadi catastrophe pada organ politik di Indonesia, mulai dari adanya Amandemen UUD 1945 sampai pada terselenggaranya sistem presiden, pemilihan kepala daerah dan calon legislatif secara langsung menimbulkan berbagai resonansi pada sektor ekonomi yang berujung pada peningkatan angka kemiskinan dan turunnya indeks kesejahteraan penduduk dan parameter lainnya seperti yang digunakan oleh Robinson – Acemoglu. Hal tersebut secara masif dan sistemik terjadi di seluruh wilayah Indonesia, tidak adanya sinergitas antara lembaga politik dan lembaga eksekutif sebagai lokomotif pembangunan ekonomi, baik pada tataran Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional. Seolah-olah gerakan pendulum dengan kepentingan adalah bandul yang ditengah, maka bandul yang disebelah kiri adalah lembaga legislatif dan lembaga eksekutif adalah bandul yang disebelah kanan. Tidak pernah bersatu, selalu menabrak dan ingin menguasai bandul yang ditengah.
    Research Interests:
    Abstraksi Ideologi diperkenalkan pertama kali oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 sebagai science of ideas, telah memberikan banyak inspirasi bagi para pemikir. Saat ini banyak negara yang mengadopsi buah dari pemikiran konsep... more
    Abstraksi Ideologi diperkenalkan pertama kali oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 sebagai science of ideas, telah memberikan banyak inspirasi bagi para pemikir. Saat ini banyak negara yang mengadopsi buah dari pemikiran konsep ideologi tersebut dan dijadikan sebagai panduan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara. Begitu juga dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Soekarno pada masa pembuangannya di Ende, Nusa Tenggara Timur, dengan pengalaman langsung di lapangan, melihat kemajemukan budaya dan nilai-nilai sosial di masyarakat nusantara, mencoba merumuskan nilai-nilai dasar tersebut untuk menyatukan nusantara dalam suatu harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Rumusan lima mutiara yang akhirnya disebut sebagai Pancasila menjadi alat pemersatu dalam kehidupan bernegara sampai detik ini. Pancasila sebagai ideologi yang dituangkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945, menjadi roh bagi seluruh produk hukum di bawah Undang-Undang Dasar 1945, menjelma menjadi aturan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara. Keberlangsungan penyelenggaraan tersebut melalui Wawasan Nusantara sebagai geopolitik dan Ketahanan Nasional sebagai geostrategi tidak terlepas dari Pancasila sebagai falsafah dasarnya. Bagaimana keterkaitan ideologi dengan ketahanan nasional dan hal apa yang menjadi faktor-faktor penentu yang mempengaruhi keberadaan ideologi sebagai salah satu gatra dinamis ketahanan nasional. Tentu hal tersebut tidak terlepas dari proses peranan pendidikan dalam memelihara dan meneruskan penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi dan hal apa yang terkait dan bagaimana tingkat pengaruhnya sebagai bagian dari pembangunan karakter bangsa, penulis mencoba melihat dan melakukan kajian singkat pada kelompok usia 7 sampai dengan 24 dalam perspektif partisipasi sebagai peserta didik. Penulis dalam konteks mempelajari teori ketahanan nasional, mencoba melakukan analisa dan penerapan metode pengukuran. Sebagai esai, penulis mencoba melakukan proses belajar dalam pengenalan konsep ketahanan nasional dari salah satu aspek kriteria, yaitu gatra ideologi sebagai salah satu gatra dinamis dalam pengukuran Ketahanan Nasional. Kata Kunci : ideologi, pancasila, gatra, ketahanan nasional, pendidikan ideologi, daya serap, pengenalan ideologi, pemahaman ideologi dan pengamalan ideologi.
    Research Interests: