Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022
EISSN: 2443-0218
Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional
pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Khairun
(Correlation of Risk Factors with The Incidence Of Functional Dyspepsia
Syndrome in Medical Faculty Students, Universitas Khairun)
Muhammad S.F. Syah1*, Abdul A. Manaf2, Fera The3
1
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Khairun, Ternate, Indonesia
2
Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Kahirun, Ternate, Indonesia
3
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Kahirun, Ternate, Indonesia
*
Corresponding author e-mail: msultanfs@gmail.com
ABSTRACT
Background: Dyspepsia is a collection of discomfort, epigastric pain, bloating, nausea, vomiting,
belching and a feeling of fullness. Stress, diet, irritating food/drink, non-steroidal anti-inflammatory
drugs, Helicobacter pylori bacteria, alcohol and smoking are risk factors for dyspepsia. Although it is
ranked 8th out of 10 specific diseases in North Maluku, there has been no research regarding the
association of risk factors with incidence in this group, especially in young people at Khairun
University. Purpose: Knowing the relationship of risk factors with the incidence of functional
dyspepsia syndrome in students of the Faculty of Medicine Khairun University. Methods:
Observational and analytic case control study with Total Ramdom Sampling at Medical Faculty
students 2018-2021.Results: In 136 samples, a statistically significant relationship (<0.05) was found
between gender, stress level, consumption of irritating food or drink, consumption of non-steroidal
anti-inflammatory drugs, smoking degree and the incidence of functional dyspepsia syndrome in
students of the Faculty of Medicine, Khairun University, while diet and alcohol consumption did not
have a significant relationship. Conclusion: Most of the risk factors affected the incidence of
functional dyspepsia syndrome in students of the Faculty of Medicine, Universitas Khairun.
Keywords: dyspepsia, risk factors, medical students
ABSTRAK
Latar belakang: Dispepsia merupakan kumpulan rasa tidak nyaman, nyeri epigastrium, kembung,
mual muntah, sendawa dan rasa penuh. Stres, pola makan, makanan/minuman iritatif, obat anti
inflamasi non-steroid, bakteri Helicobacter pylori, alkohol dan merokok merupakan faktor risiko
dispepsia. Meski berada di urutan ke-8 dari 10 penyakit spesifik di Maluku Utara, belum ada
penelitian terkait hubungan faktor risiko dengan kejadian pada kelompok ini, khususnya pada kaum
muda di Universitas Khairun. Tujuan: Mengetahui hubungan faktor risiko dengan kejadian sindrom
dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Khairun. Metode: Penelitian
observasional dan analitik case control dengan Random Sampling pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Angkatan 2018-2021. Hasil: Pada 136 sampel, didapati hubungan yang bermakna statistis
(<0,05) antara jenis kelamin, tingkat stres, konsumsi makanan atau minuman iritatif, konsumsi obat
anti inflamasi non-steroid, derajat merokok dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Khairun, sementara pola makan dan konsumsi alkohol
tidak memperlihatkan hubungan bermakna. Simpulan: Sebagian besar faktor risiko mempengaruhi
kejadian sindrom dispepsia fungsioanl pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Khairun.
Kata Kunci: Dispepsia, faktor risiko, mahasiswa fakultas kedokteran
9
Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022
PENDAHULUAN
Dispepsia adalah keluhan atau
kumpulan gejala yang berupa rasa nyeri
atau tidak nyaman di epigastrium,
sendawa, mual, kembung, muntah, rasa
penuh dan cepat kenyang (Djojoningrat,
2017). Kasus dispepsia dijumpai berkisar
20-40% secara global (Harer & Hasler,
2020). Di Amerika Serikat didapatkan
prevalensi dispepsia sebanyak 23-25,8%,
New Zealand 34,2%, di India 30,4%,
Inggris 38-41%, dan Hongkong 18,4%
(Rahmadyah, et al., 2019). Sedangkan
beberapa negara di Asia angka dispepsia
fungsional sekitar 43-79,5% (Syam et al.,
2017). Di Indonesia angka dispepsia
mencapai 40% (Bayupurnama, 2021).
Dispepsia masuk ke dalam 10 besar
penyakit spesifik dan berada pada ururtan
ke-8 di Maluku Utara (Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes,
2018). Untuk Kota Ternate angka
dispepsia mencapai 2,17 % dari total
penduduk pada tahun 2019 (Dinas
Kesehatan, 2019).
Stres, pola makan, makanan atau
minuman iritatif, Obat Anti Inflamasi
Non-Steroid (OAINS), alkohol, merokok
dan Helicobacter pylori merupakan faktor
risiko dispepsia. Usia lebih dari 50 tahun
merupakan faktor resiko dari dispepsia
organic (Purnamasari, 2017). Hal ini
diduga
karena
berkaitan
dengan
peningkatan penyakit kronis pada usia tua
(Hantoro & Syam, 2018). Sedangkan
dispepsia fungsional secara signifikan
lebih tinggi terjadi pada usia antara 18-34
tahun daripada golongan usia 35-49 tahun
dan golongan usia 50-64 tahun, dengan
angka dispepsia terendah pada umur lebih
dari 65 tahun (Kim & Kim, 2020).
Dispepsia dapat ditimbulkan akibat
rangsangan sekresi asam lambung yang
EISSN: 2443-0218
berlebih. Hal ini dapat disebabkan oleh
makan makanan pedas dan asam, seperti
cabai, merica dan bumbu-bumbu tajam
(Wijaya et al., 2020), mengkonsumi
minuman
iritatif
seperti
minuman
beralkohol, kopi, dan soda juga dapat
mengikis dan mengiritasi mukosa lambung
sehingga menyebabkan timbul gejala
dispepsia (Zakiyah, et al., 2021).
Prevalensi stres pada mahasiswa
kedokteran sangat tinggi terutama pada
mahasiswa tahun pertama (Maulina &
Sari, 2018). Mahasiswa akan dihadapkan
dengan aktivitas akademik dan nonakademik yang akan menyibukkan dan
menyita waktu tidur, sementara waktu
tidur yang relatif dibutuhkan untuk
menstabilkan psikis (Aryadi et al., 2018).
Selain tak jarang mengalami stres,
mahasiswa juga mempunyai pola makan
dan kebiasaan makan yang tidak sehat
lantaran dipengaruhi beberapa faktor
seperti aktivitas akademik, pilihan
makanan disekitar kampus yang terbatas,
dan pilihan makanan yang murah yang
tidak sesuai gizi (Cholidah et al., 2020).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini ialah penelitian
analitik dengan metode observasional
dengan pengambilan sampel dilakukan
secara case control yang dilaksanakan di
Fakultas Kedokteran Universitas Khairun
dari Desember 2021-Januari 2022
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh
mahasiswa program studi
pendidikan dokter tahun 2018-2021 yang
berjumlah 195 mahasiswa. Dari populasi
tersebut, diambil sampel dengan teknik
random sampling dan didapatkan sampel
sebanyak 136 mahasiswa. Dalam analisis,
sebagai variabel terikat adalah kejadian
sindrom dispepsia fungsional, dan
10
Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022
variabel bebas adalah jenis kelamin,
tingkat stres, pola makan, konsumsi
makanan atau minuman iritatif, konsumsi
OAINS, derajat merokok, dan konsumsi
alkohol. Jenis data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah data
primer, yaitu data yang dikumpulkan
secara langsung menggunakan kuesioner
DASS-21, kriteria ROME IV, Indeks
Brinkman dan kuesioner yang sudah
dilakukan uji validitas dan reliabilitas
menggunakan
34
responden
dari
Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kota
Ternate yang uji reliabilitasnya diuji
menggunakan
Cronbach’s
Alpha,
dinyatakan reliabel jika nilai Cronbach’s
Alpha lebih dari 0,7 dan didapatkan nilai
Cronbach’s Alpha 0,707 untuk tingkat
stres, sedangkan untuk pola makan 0,81,
konsumsi makanan atau minuman iritatif
0,718, dan dispepsia fungsional 0,725.
Hasil uji validitasnya didapatkan nilai
lebih dari 0,339 di setiap pertanyaan
kuesioner tingkat stres, pola makan,
konsumsi makanan atau minuman iritatif
dan dispepsia fungsional (kuesioner
dikatakan valid karena r hitung> r tabel,
nilai r tabel adalah 0,339). Metode analisis
data yang digunakan adalah uji Chi-Square
dengan bantuan program komputer yaitu
SPSS. Untuk kuesioner merokok diadopsi
dari kuesioner Indeks Brinkman, dan
untuk kuesioner konsumsi alkohol dan
OAINS berupa riwayat konsumsi selama 3
bulan terakhir.
HASIL
Dari hasil penelitian menggunakan
kuesioner kriteria ROME IV, didapatkan
sebanyak 55,9% mahasiswa mengalami
sindrom dispepsia fungsional. Data dapat
dilihat pada Tabel 1.
EISSN: 2443-0218
Berdasarkan Tabel 2 didapatkan
jenis kelamin (0,001), stres (0,000),
konsumsi makanan atau minuman iritatif
(0,015), konsumsi OAINS (0,013) dan
perokok (0,49) memperlihatkan terdapat
hubungan bermakna dengan kejadian
sindrom dispepsia fungsional karena
didapatkan nilai p value < 0,05, sebaliknya
pola makan (0,432) dan konsumsi alkohol
(0,171) tidak memperlihatkan adanya
hubungan bermakna karena didapatkan
nilai p value > 0,05.
PEMBAHASAN
Sindrom Dispepsia Fungsional
Dari hasil penelitian didapatkan
angka kejadian dispepsia fungsional
sebesar 55,9% pada mahasiswa FK
Unkhair. Angka tersebut cukup tinggi di
FK Unkhair. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Tiana (2017) pada
mahasiswa FK Ukrida didapatkan angka
sebesar 57,7% (Tiana et al., 2017).
Hubungan Jenis Kelamin Dengan
Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional
Dari hasil penelitian didapatkan 63
responden berjenis kelamin perempuan
dan 13 responden berjenis kelamin lakilaki
mengalami
kejadian
sindrom
dispepsia fungsional. Dari hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa terdapat
hubungan bermakna antara jenis kelamin
dengan kejadian sindrom dispepsia
fungsional karena didapatkan nilai p <0,05
yaitu 0,001.
Hasil penelitian ini searah
dengan hasil penelitian yang laksanakan
oleh Kim et al. (2018) menggunakan uji
Chi-Square menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara kejadian
sindrom dispepsia fungsional dan jenis
kelamin (p=0,002) (Kim et al., 2018).
11
Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022
Hal ini dikaitkan dengan adanya
perbedaan kadar hormon antara laki-laki
dan perempuan. Kadar hormon estrogen
dan progesteron lebih banyak pada
perempuan sedangkan hormon testosteron
lebih banyak pada pria. Estrogen
berinteraksi dengan neurotransmiter untuk
memodulasi respon nyeri pada jalur
pengenalan
nyeri.
Estrogen
juga
memengaruhi emosi dan suasana hati
wanita. Ketika kadar estrogen terganggu
atau berfluktuasi pada wanita selama
menstruasi, wanita mengalami perubahan
suasana hati yang parah. Hal ini mungkin
mempengaruhi nyeri viseral dan motilitas
lambung. Sedangkan hormon testosteron
dapat memberikan efek analgesik pada
nyeri, baik laki-laki maupun perempuan.
Keadaan ini mendukung bahwa jenis
kelamin adalah faktor risiko dari dispepsia
(Kim & Kim, 2020; Mulak, et al., 2014).
Hubungan Tingkat Stres dengan
Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional
Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara
tingkat stres dengan kejadian sindrom
dispepsia fungsional karena didapatkan
nilai p <0,05 yaitu 0,000. Hasil penelitian
ini searah dengan hasil penelitian yang
dilaksanakan
oleh
Ashari
(2021)
menggunakan metode analisis data dengan
uji Chi Square
menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat stres dan kejadian sindrom
dispepsia (p=0,000) (Ashari, et al., 2021).
Rangsangan
psikologis
atau
emosional secara ilmu faal bisa
mempengaruhi gaster dengan 2 cara, yaitu
jalur neurogen yang akan mempengaruhi
gaster dan jalur neurohumoral yang akan
merangsang produksi asam lambung.
Gangguan motilitas dan vaskularisasi
EISSN: 2443-0218
mukosa lambung, perubahan sekresi asam
lambung dan menurunkan ambang
rangsang nyeri dapat dipengaruhi oleh
faktor
psikologis
dan
emosional
(Mudjaddid, 2017).
Hubungan
Pola
Makan
dengan
Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional
Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna
antara pola makan dengan kejadian
sindrom dispepsia fungsional karena
didapatkan nilai p >0,05 yaitu 0,432. Hasil
penelitian ini searah dengan hasil
penelitian yang laksanakan oleh Khair
(2019) memakai metode analisis statistik
dengan uji Chi Square
menunjukan
analisis antara pola makan dan kejadian
sindrom dispepsia tidak terdapat hubungan
bermakna (p=0,216) (Khair, et al., 2019).
Dispepsia dapat ditimbulkan oleh
faktor diet. Kasus dispepsia fungsional
kebanyakan diakibatkan karena kebiasaan
makan yang tidak sehat seperti makan
tidak teratur, ngemil dimalam hari,
melewatkan sarapan dan makan makanan
fast food (Djojoningrat, 2017; Xu et al.,
2017).
Hubungan Konsumsi Makanan atau
Minuman Iritatif dengan Kejadian
Sindrom Dispepsia Fungsional
Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa
terdapat hubungan bermakna
antara konsumsi makanan atau minuman
iritatif dengan kejadian sindrom dispepsia
fungsional karena didapatkan nilai p <0,05
yaitu 0,015. Hasil penelitian ini tidak
searah dengan hasil penelitian yang
dilaksanakan oleh Khair et al.,(2019)
memakai metode analisis statistik dengan
uji Chi Square menunjukan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara
12
Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022
diet iritatif dan kejadian sindrom dispepsia
(p=0,239) (Khair, et al.,2019).
Contoh makanan dan minuman
iritatif ialah makanan pedas, teh, kopi,
cokelat, makanan atau minuman yang
mengandung alkohol, minuman bersoda,
makanan berlemak, dan makanan atau
minuman asam. Makanan atau minuman
tersebut dapat meningkatkan sekresi
gastrin yang mengakibatkan produksi
asam lambung meningkat. Asam lambung
yang tinggi tersebut akan menyebabkan
erosi dan peradangan pada mukosa
lambung, sehingga akan menyebabkan
gejala dispepsia (Wijaya, et al., 2020;
Cozma-Petrut et al., 2017).
Hubungan Konsumsi OAINS dengan
Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional
Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa
terdapat hubungan bermakna
antara konsumsi OAINS dengan kejadian
sindrom dispepsia fungsional karena
didapatkan nilai p <0,05 yaitu 0,013.
Hasil penelitian ini searah dengan hasil
penelitian yang dilaksanakan Fithriyana
(2017) memakai metode analisis dengan
uji Chi Square
menunjukan terdapat
hubungan
yang
bermakna
antara
Konsumsi OAINS dan kejadian sindrom
dispepsia (p=0,000) (Fithriyana, 2018).
OAINS juga dapat mengakibatkan
efek samping, Selain mempunyai efek
terapi. OAINS dapat mengakibatkan
terjadinya
iritasi
pada
lambung.
Mekanisme iritasi pada lambung ada 2,
yaitu: 1) Difusi kembali ke mukosa dari
asam
lambung
dan
menyebabkan
kerusakan atau peradangan jaringan; 2)
Hambatan prostaglandin yang berfungsi
menghambat sekresi asam lambung dan
merangsang mukus usus halus yang
EISSN: 2443-0218
memiliki sifat sitoprotektif (Wilmana &
Gan, 2016).
Hubungan Derajat Merokok dengan
Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional
Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa
terdapat hubungan bermakna
antara derajat merokok dengan kejadian
sindrom dispepsia fungsional karena
didapatkan nilai p <0,05 yaitu 0,49. Hasil
penelitian ini tidak searah dengan hasil
penelitian yang dilaksanakan oleh Wijaya
(2020)
dengan
metode
analitik
menggunkan uji Chi Square menunjukan
bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara merokok dan kejadian
sindrom dispepsia (p=0,919) (Wijaya, et
al., 2020).
Merokok kronis atau merokok
lebih dari 2 tahun dapat mengakibatkan
penurunan pH lambung dan peningkatan
sekresi asam lambung. Selain itu, merokok
kronis dapat mengubah produksi lendir
oleh lambung dan mukosa usus , dan
mengubah perbaikan mukosa di usus.
Merokok
kronis
juga
mengubah
mikrosirkulasi dan secara signifikan
mengurangi aliran darah ke mukosa
gastrointestinal,
yang
mungkin
mendukung
perkembangan
penyakit
inflamasi (Berkowitz et al., 2018).
Hubungan Konsumsi Alkohol dengan
Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional
Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna
antara konsumsi alkohol dengan kejadian
sindrom dispepsia fungsional karena
didapatkan nilai p >0,05 yaitu 0,171. Hasil
penelitian ini tidak searah dengan hasil
penelitian yang dilaksanakan oleh Wijaya
(2020)
dengan
metode
analitik
menggunkan uji Chi Square menyatakan
13
Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022
terdapat hubungan yang bermakna antara
merokok dan kejadian sindrom dispepsia
(p=0,040) (Wijaya, et al., 2020).
Mengkonsumsi
alkohol
akan
mengakibatkan peningkatan produksi asam
lambung, mual dan nafsu makan
berkurang walau mengonsumsi dalam
jumlah
yang
sedikit
dan
akan
mengakibatkan kerusakan pada mukosa
lambung jika dikonsumsi dalam jumlah
yang banyak. Alkohol juga dapat
menyebabkan menurunnya kemampuan
mencerna dan mengabsorbsi makanan
akibat enzim pancreas tidak cukup
(Purbaningsih, 2020).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpukan
bahwa
jenis
kelamin
perempuan, tingkat stress, konsumsi
makanan atau minuman iritatif, dan
konsumsi obat OAINS memiliki hubungan
yang bermakna dengan kejadian dispepsia
fungsional pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universita Khairun
SARAN
Berdasarkan penelitian diatas,
diharapkan masyarakat dapat mengubah
kebiasaan hidup yang kurang sehat dengan
menghindari faktor risiko dispepsia agar
terhindar dari kejadian sindrom dispepsia
fungsional dan disarankan
kepada
masyarakat yang memiliki gejala dispepsia
untuk pergi memeriksa diri ke fasilitas
kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang agar dapat didiagnosis secara
pasti
apakah
mengidap
dispepsia
fungsional atau organik atau penyakit
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aryadi, H. I. P. Yusari, I. G.A.A.a.,
Dhyani, I.a.D., Kusmadana, I.PE.,
dan Sudira, P.G 2018. Korelasi
EISSN: 2443-0218
Kualitas Tidur Terhadap Tingkat
Depresi, Cemas, Dan Stres
Mahasiswa Kedokteran Universitas
Udayana
Bali.
Callosum
Neurology, 1(1): 20–31. doi:
10.29342/cnj.v1i1.4.
Ashari, A. N., Yuniati, dan Murti, I. S.
2021. Hubungan Tingkat Stres
dengan
Kejadian
Sindroma
Dispepsia
pada
Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Jurnal
Kesehatan
Tambusui, 2: 6–9. Available at:
http://scholar.unand.ac.id/34930/.
Bayupurnama, P. 2021. Dispepsia &
Penyakit Refluks Gastroesofageal.
Edited by Y. J. Suyono. Jakarta:
EGC.
Berkowitz, L., Schultz, B.M., Salazar,
G.A., Pardo-Roa, C., Sebastian,
V.P.,
Alvarez-Lobos,
M.M.,
Bueno, S.M.. 2018. Impact of
cigarette
smoking
on
the
gastrointestinal tract inflammation:
Opposing effects in Crohn’s
disease and ulcerative colitis.
Frontiers in Immunology, 1–10.
doi: 10.3389/fimmu.2018.00074.
Cholidah, R., Widiastuti, I.A., Nurbaiti, L.,
dan
Priyambodo,
S.
2020.
Gambaran pola makan, kecukupan
gizi, dan status gizi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Intisari Sains Medis, 11(2): 416.
doi: 10.15562/ism.v11i2.589.
Cozma-Petrut, A., Loghin, F., Miere, D.,
dan Dumitrascu, D.L. 201. Diet in
irritable bowel syndrome: What to
recommend, not what to forbid to
patients!. World Journal of
Gastroenterology, 23(21): 3771–
3783.
doi:
10.3748/wjg.v23.i21.3771.
Dinas Kesehatan. 2019. Profil Kesehatan
Kota Ternate 2019. Ternate: Dinas
Kesehatan Kota Ternate
Djojoningrat,
D.
2017.
Dispepsia
Fungsional’, in Setiati, S. et al.
14
Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022
(eds) Ilmu Penyakit Dalam. 6th
edn. Jakarta: InternaPublishing, pp.
1807–1812.
Fithriyana, R. 2018. Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian
Dispepsia Pada Pasien Di Willayah
Kerja Puskesmas Bangkinang
Kota.
PREPOTIF
Jurnal
Kesehatan
Masyarakat,
2(2).
Available
at:
https://journal.universitaspahlawan.
ac.id/index.php/prepotif/article/vie
w/79.
Hantoro, I. F. and Syam, A. F. 2018.
Measurement of Health-Related
Quality of Life in Patients with
Functional Dyspepsia. Acta medica
Indonesiana, 50(1): 88–92.
Harer, K. N. dan Hasler, W. L. 2020.
Functional dyspepsia: A review of
the symptoms, evaluation, and
treatment
options.
Gastroenterology and Hepatology,
16(2):. 66–74.
Khair, U., Asmara, I.G.Y., dan Cholidah,
R. 2019. Hubungan Diet Iritatif dan
Ketidakteraturan Makan dengan
Sindrom Dispepsia pada Remaja
Santri Madrasah Aliyah AlAziziyah Putri Kapek Gunungsari
Lombok Barat Nusa Tenggara
Bara. Unram Medical Journal,
8(2):
34.
doi:
10.29303/jku.v8i2.341.
Kim, S. E., Kim, N., Lee, J.Y., Park, K.S.,
et al. 2018. Prevalence and risk
factors of functional dyspepsia in
health check-up population: A
nationwide multicenter prospective
study’,
Journal
of
Neurogastroenterology
and
Motility, 24(4): 603–613. doi:
10.5056/jnm18068.
Kim, Y. S. dan Kim, N. 2020. Functional
dyspepsia: A narrative review with
a focus on sex-gender differences’,
Journal of Neurogastroenterology
and Motility. 26(3): 322–334. doi:
10.5056/jnm20026.
EISSN: 2443-0218
Maulina, B. dan Sari, D. R. 2018. Derajat
Stres Mahasiswa Baru Fakultas
Kedokteran Ditinjau Dari Tingkat
Penyesuaian
Diri
Terhadap
Tuntutan
Akademik.
Jurnal
Psikologi
Pendidikan
dan
Konseling: Jurnal Kajian Psikologi
Pendidikan
dan
Bimbingan
Konseling,
4(1):
1.
doi:
10.26858/jpkk.v4i1.4753.
Mudjaddid,
M.
2017.
Dispepsia
Fungsional’, in Setiati, S. et al.
(eds) Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6th edn. Jakarta, p. 3595.
Available at: InternaPublishing.
Mulak, A., Taché, Y. and Larauche, M.
2014. Sex hormones in the
modulation of irritable bowel
syndrome’, World Journal of
Gastroenterology. 20(10): 2433–
2448.
doi:
10.3748/wjg.v20.i10.2433.
Purbaningsih, E. S. 2020. ‘Analisis Faktor
Gaya yang Berhubungan dengan
Risiko Kejadian Gastritis Berulang.
Syntax Idea, 2(5): 50–60.
Purnamasari, L. 2017. Faktor Risiko ,
Klasifikasi, dan Terapi Sindrom
Dispepsia. Continuing Medical
Education, 44(12): 870–873.
Rahmadyah, I., Rozalina, dan Handini, M.
2019.
Hubungan
Kecemasan
dengan
Kejadian
Sindrom
Dispepsia
pada
Mahasiswa
Program Studi Pendidikan DOkter
Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura’, Jurnal Mahasiswa
PSPD
FK
Universitas
Tanjungpura, 5. Available at:
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/
jfk/article/view/31210.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemenkes RI. 2018.
Analisis Beban Penyakit Nasional
dan Sub Nasional Indonesia 2017.
Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
Syam, A. F., Simadibrata, M., Makmun,
D., Abdullah, M., Fauzi, A., et al.
2017. National Consensus on
15
Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022
EISSN: 2443-0218
Management of Dyspepsia and
Helicobacter pylori Infection. Acta
medica Indonesiana, 49(3): 279–
287.
Tiana, A., Susanto, S., Elena, I. M., dan
Hudyono, J. 2017. Hubungan
antara Sindroma Dispepsia dengan
Pola Makan dan Jenis Kelamin
pada
Mahasiswa
Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wancana Angkatan 2013.
Meditek, 23(63): 1–6.
Wijaya, I., Nur, N. H. dan Sari, H. 2020.
Hubungan Gaya Hidup Dan Pola
Makan
Terhadap
Kejadian
Syndrom Dispepsia Di Rumah
Sakit Bhayangkara Kota Makassar.
Jurnal Promotif Preventif. 3(1):
58–68. doi: 10.47650/jpp.v3i1.149.
Wilmana,
p. F. dan Gan, S. 2016.
Farmakologi dan Terapi. 6th edn.
Edited by S. G. Gunawan et al.
Jakarta: Badan Penenerbit FKUI.
Xu, J. H., Lai, Y., Zhuang, L., Huang, C.,
Li, C., Chen, Q., dam Yu, T. 2017.
Certain dietary habits contribute to
the functional dyspepsia in South
China rural area. Medical Science
Monitor, 23: 3942–3951. doi:
10.12659/MSM.902705.
Zakiyah W, Agustin AE, Fauziah A,
Sa’diyyah N, M. G. 2021. Definisi,
Penyebab, dan Terapi Sindrom
Dispepsia.
Health Sains, 2(7):
979.
16
Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022
EISSN: 2443-0218
Tabel 1. Distribusi Gambaran sindrom Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Khairun
Sindrom Dispepsia Fungsional
Jumlah
Presentase
Negatif
60
44,1%
Positif
76
55,9%
Total
136
100%
Tabel 2. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional
Variabel
Dispepsia Fungsional (-) Dispepsia Fungsional (+)
n = 60 (%)
n = 76 (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki
26 (43,3)
13 (17,10
Perempuan
34 (56,7)
63 (82,9)
Tingkat stress
Stres
15 (25)
51 (67,1)
Tidak stress
45 (75)
25 (32,9)
Pola makan
Pola makan teratur
41 (68,3)
47 (61,8)
Pola makan tidak teratur
19 (31,7)
29 (38,2)
Pola konsumsi makanan iritatif
Konsumsi makanan atau
27 (45)
50 (65,8)
minuman iritatif
Tidak konsumsi makanan
33 (55)
26 (34,2)
atau minuman iritatif
OAINS
Tidak Konsumsi OAINS
52 (86,7)
52 (68,4)
Konsumsi OAINS
8 (13,3)
24 (31,6)
Kebiasaan merokok
Merokok
3 (5)
0 (0)
Tidak merokok
57 (95)
76 (100)
Alkohol
Konsumsi alkohol
2 (3,3)
7 (9,2)
Tidak konsumsi alkohol
58 (96,7)
69 (90,8)
p value*
0,001
0,000
0,432
0,015
0,013
0,49
0,171
Keterangan: * Uji Chi Square , bermakna jika p < 0.05
17