Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022 EISSN: 2443-0218 Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Khairun (Correlation of Risk Factors with The Incidence Of Functional Dyspepsia Syndrome in Medical Faculty Students, Universitas Khairun) Muhammad S.F. Syah1*, Abdul A. Manaf2, Fera The3 1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Khairun, Ternate, Indonesia 2 Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Kahirun, Ternate, Indonesia 3 Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Kahirun, Ternate, Indonesia * Corresponding author e-mail: msultanfs@gmail.com ABSTRACT Background: Dyspepsia is a collection of discomfort, epigastric pain, bloating, nausea, vomiting, belching and a feeling of fullness. Stress, diet, irritating food/drink, non-steroidal anti-inflammatory drugs, Helicobacter pylori bacteria, alcohol and smoking are risk factors for dyspepsia. Although it is ranked 8th out of 10 specific diseases in North Maluku, there has been no research regarding the association of risk factors with incidence in this group, especially in young people at Khairun University. Purpose: Knowing the relationship of risk factors with the incidence of functional dyspepsia syndrome in students of the Faculty of Medicine Khairun University. Methods: Observational and analytic case control study with Total Ramdom Sampling at Medical Faculty students 2018-2021.Results: In 136 samples, a statistically significant relationship (<0.05) was found between gender, stress level, consumption of irritating food or drink, consumption of non-steroidal anti-inflammatory drugs, smoking degree and the incidence of functional dyspepsia syndrome in students of the Faculty of Medicine, Khairun University, while diet and alcohol consumption did not have a significant relationship. Conclusion: Most of the risk factors affected the incidence of functional dyspepsia syndrome in students of the Faculty of Medicine, Universitas Khairun. Keywords: dyspepsia, risk factors, medical students ABSTRAK Latar belakang: Dispepsia merupakan kumpulan rasa tidak nyaman, nyeri epigastrium, kembung, mual muntah, sendawa dan rasa penuh. Stres, pola makan, makanan/minuman iritatif, obat anti inflamasi non-steroid, bakteri Helicobacter pylori, alkohol dan merokok merupakan faktor risiko dispepsia. Meski berada di urutan ke-8 dari 10 penyakit spesifik di Maluku Utara, belum ada penelitian terkait hubungan faktor risiko dengan kejadian pada kelompok ini, khususnya pada kaum muda di Universitas Khairun. Tujuan: Mengetahui hubungan faktor risiko dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Khairun. Metode: Penelitian observasional dan analitik case control dengan Random Sampling pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Angkatan 2018-2021. Hasil: Pada 136 sampel, didapati hubungan yang bermakna statistis (<0,05) antara jenis kelamin, tingkat stres, konsumsi makanan atau minuman iritatif, konsumsi obat anti inflamasi non-steroid, derajat merokok dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Khairun, sementara pola makan dan konsumsi alkohol tidak memperlihatkan hubungan bermakna. Simpulan: Sebagian besar faktor risiko mempengaruhi kejadian sindrom dispepsia fungsioanl pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Khairun. Kata Kunci: Dispepsia, faktor risiko, mahasiswa fakultas kedokteran 9 Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022 PENDAHULUAN Dispepsia adalah keluhan atau kumpulan gejala yang berupa rasa nyeri atau tidak nyaman di epigastrium, sendawa, mual, kembung, muntah, rasa penuh dan cepat kenyang (Djojoningrat, 2017). Kasus dispepsia dijumpai berkisar 20-40% secara global (Harer & Hasler, 2020). Di Amerika Serikat didapatkan prevalensi dispepsia sebanyak 23-25,8%, New Zealand 34,2%, di India 30,4%, Inggris 38-41%, dan Hongkong 18,4% (Rahmadyah, et al., 2019). Sedangkan beberapa negara di Asia angka dispepsia fungsional sekitar 43-79,5% (Syam et al., 2017). Di Indonesia angka dispepsia mencapai 40% (Bayupurnama, 2021). Dispepsia masuk ke dalam 10 besar penyakit spesifik dan berada pada ururtan ke-8 di Maluku Utara (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes, 2018). Untuk Kota Ternate angka dispepsia mencapai 2,17 % dari total penduduk pada tahun 2019 (Dinas Kesehatan, 2019). Stres, pola makan, makanan atau minuman iritatif, Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), alkohol, merokok dan Helicobacter pylori merupakan faktor risiko dispepsia. Usia lebih dari 50 tahun merupakan faktor resiko dari dispepsia organic (Purnamasari, 2017). Hal ini diduga karena berkaitan dengan peningkatan penyakit kronis pada usia tua (Hantoro & Syam, 2018). Sedangkan dispepsia fungsional secara signifikan lebih tinggi terjadi pada usia antara 18-34 tahun daripada golongan usia 35-49 tahun dan golongan usia 50-64 tahun, dengan angka dispepsia terendah pada umur lebih dari 65 tahun (Kim & Kim, 2020). Dispepsia dapat ditimbulkan akibat rangsangan sekresi asam lambung yang EISSN: 2443-0218 berlebih. Hal ini dapat disebabkan oleh makan makanan pedas dan asam, seperti cabai, merica dan bumbu-bumbu tajam (Wijaya et al., 2020), mengkonsumi minuman iritatif seperti minuman beralkohol, kopi, dan soda juga dapat mengikis dan mengiritasi mukosa lambung sehingga menyebabkan timbul gejala dispepsia (Zakiyah, et al., 2021). Prevalensi stres pada mahasiswa kedokteran sangat tinggi terutama pada mahasiswa tahun pertama (Maulina & Sari, 2018). Mahasiswa akan dihadapkan dengan aktivitas akademik dan nonakademik yang akan menyibukkan dan menyita waktu tidur, sementara waktu tidur yang relatif dibutuhkan untuk menstabilkan psikis (Aryadi et al., 2018). Selain tak jarang mengalami stres, mahasiswa juga mempunyai pola makan dan kebiasaan makan yang tidak sehat lantaran dipengaruhi beberapa faktor seperti aktivitas akademik, pilihan makanan disekitar kampus yang terbatas, dan pilihan makanan yang murah yang tidak sesuai gizi (Cholidah et al., 2020). METODE PENELITIAN Penelitian ini ialah penelitian analitik dengan metode observasional dengan pengambilan sampel dilakukan secara case control yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Khairun dari Desember 2021-Januari 2022 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan dokter tahun 2018-2021 yang berjumlah 195 mahasiswa. Dari populasi tersebut, diambil sampel dengan teknik random sampling dan didapatkan sampel sebanyak 136 mahasiswa. Dalam analisis, sebagai variabel terikat adalah kejadian sindrom dispepsia fungsional, dan 10 Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022 variabel bebas adalah jenis kelamin, tingkat stres, pola makan, konsumsi makanan atau minuman iritatif, konsumsi OAINS, derajat merokok, dan konsumsi alkohol. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang dikumpulkan secara langsung menggunakan kuesioner DASS-21, kriteria ROME IV, Indeks Brinkman dan kuesioner yang sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas menggunakan 34 responden dari Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kota Ternate yang uji reliabilitasnya diuji menggunakan Cronbach’s Alpha, dinyatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,7 dan didapatkan nilai Cronbach’s Alpha 0,707 untuk tingkat stres, sedangkan untuk pola makan 0,81, konsumsi makanan atau minuman iritatif 0,718, dan dispepsia fungsional 0,725. Hasil uji validitasnya didapatkan nilai lebih dari 0,339 di setiap pertanyaan kuesioner tingkat stres, pola makan, konsumsi makanan atau minuman iritatif dan dispepsia fungsional (kuesioner dikatakan valid karena r hitung> r tabel, nilai r tabel adalah 0,339). Metode analisis data yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan bantuan program komputer yaitu SPSS. Untuk kuesioner merokok diadopsi dari kuesioner Indeks Brinkman, dan untuk kuesioner konsumsi alkohol dan OAINS berupa riwayat konsumsi selama 3 bulan terakhir. HASIL Dari hasil penelitian menggunakan kuesioner kriteria ROME IV, didapatkan sebanyak 55,9% mahasiswa mengalami sindrom dispepsia fungsional. Data dapat dilihat pada Tabel 1. EISSN: 2443-0218 Berdasarkan Tabel 2 didapatkan jenis kelamin (0,001), stres (0,000), konsumsi makanan atau minuman iritatif (0,015), konsumsi OAINS (0,013) dan perokok (0,49) memperlihatkan terdapat hubungan bermakna dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional karena didapatkan nilai p value < 0,05, sebaliknya pola makan (0,432) dan konsumsi alkohol (0,171) tidak memperlihatkan adanya hubungan bermakna karena didapatkan nilai p value > 0,05. PEMBAHASAN Sindrom Dispepsia Fungsional Dari hasil penelitian didapatkan angka kejadian dispepsia fungsional sebesar 55,9% pada mahasiswa FK Unkhair. Angka tersebut cukup tinggi di FK Unkhair. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tiana (2017) pada mahasiswa FK Ukrida didapatkan angka sebesar 57,7% (Tiana et al., 2017). Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional Dari hasil penelitian didapatkan 63 responden berjenis kelamin perempuan dan 13 responden berjenis kelamin lakilaki mengalami kejadian sindrom dispepsia fungsional. Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional karena didapatkan nilai p <0,05 yaitu 0,001. Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian yang laksanakan oleh Kim et al. (2018) menggunakan uji Chi-Square menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian sindrom dispepsia fungsional dan jenis kelamin (p=0,002) (Kim et al., 2018). 11 Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022 Hal ini dikaitkan dengan adanya perbedaan kadar hormon antara laki-laki dan perempuan. Kadar hormon estrogen dan progesteron lebih banyak pada perempuan sedangkan hormon testosteron lebih banyak pada pria. Estrogen berinteraksi dengan neurotransmiter untuk memodulasi respon nyeri pada jalur pengenalan nyeri. Estrogen juga memengaruhi emosi dan suasana hati wanita. Ketika kadar estrogen terganggu atau berfluktuasi pada wanita selama menstruasi, wanita mengalami perubahan suasana hati yang parah. Hal ini mungkin mempengaruhi nyeri viseral dan motilitas lambung. Sedangkan hormon testosteron dapat memberikan efek analgesik pada nyeri, baik laki-laki maupun perempuan. Keadaan ini mendukung bahwa jenis kelamin adalah faktor risiko dari dispepsia (Kim & Kim, 2020; Mulak, et al., 2014). Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat stres dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional karena didapatkan nilai p <0,05 yaitu 0,000. Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Ashari (2021) menggunakan metode analisis data dengan uji Chi Square menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres dan kejadian sindrom dispepsia (p=0,000) (Ashari, et al., 2021). Rangsangan psikologis atau emosional secara ilmu faal bisa mempengaruhi gaster dengan 2 cara, yaitu jalur neurogen yang akan mempengaruhi gaster dan jalur neurohumoral yang akan merangsang produksi asam lambung. Gangguan motilitas dan vaskularisasi EISSN: 2443-0218 mukosa lambung, perubahan sekresi asam lambung dan menurunkan ambang rangsang nyeri dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis dan emosional (Mudjaddid, 2017). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pola makan dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional karena didapatkan nilai p >0,05 yaitu 0,432. Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian yang laksanakan oleh Khair (2019) memakai metode analisis statistik dengan uji Chi Square menunjukan analisis antara pola makan dan kejadian sindrom dispepsia tidak terdapat hubungan bermakna (p=0,216) (Khair, et al., 2019). Dispepsia dapat ditimbulkan oleh faktor diet. Kasus dispepsia fungsional kebanyakan diakibatkan karena kebiasaan makan yang tidak sehat seperti makan tidak teratur, ngemil dimalam hari, melewatkan sarapan dan makan makanan fast food (Djojoningrat, 2017; Xu et al., 2017). Hubungan Konsumsi Makanan atau Minuman Iritatif dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara konsumsi makanan atau minuman iritatif dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional karena didapatkan nilai p <0,05 yaitu 0,015. Hasil penelitian ini tidak searah dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Khair et al.,(2019) memakai metode analisis statistik dengan uji Chi Square menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara 12 Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022 diet iritatif dan kejadian sindrom dispepsia (p=0,239) (Khair, et al.,2019). Contoh makanan dan minuman iritatif ialah makanan pedas, teh, kopi, cokelat, makanan atau minuman yang mengandung alkohol, minuman bersoda, makanan berlemak, dan makanan atau minuman asam. Makanan atau minuman tersebut dapat meningkatkan sekresi gastrin yang mengakibatkan produksi asam lambung meningkat. Asam lambung yang tinggi tersebut akan menyebabkan erosi dan peradangan pada mukosa lambung, sehingga akan menyebabkan gejala dispepsia (Wijaya, et al., 2020; Cozma-Petrut et al., 2017). Hubungan Konsumsi OAINS dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara konsumsi OAINS dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional karena didapatkan nilai p <0,05 yaitu 0,013. Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian yang dilaksanakan Fithriyana (2017) memakai metode analisis dengan uji Chi Square menunjukan terdapat hubungan yang bermakna antara Konsumsi OAINS dan kejadian sindrom dispepsia (p=0,000) (Fithriyana, 2018). OAINS juga dapat mengakibatkan efek samping, Selain mempunyai efek terapi. OAINS dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada lambung. Mekanisme iritasi pada lambung ada 2, yaitu: 1) Difusi kembali ke mukosa dari asam lambung dan menyebabkan kerusakan atau peradangan jaringan; 2) Hambatan prostaglandin yang berfungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang mukus usus halus yang EISSN: 2443-0218 memiliki sifat sitoprotektif (Wilmana & Gan, 2016). Hubungan Derajat Merokok dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara derajat merokok dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional karena didapatkan nilai p <0,05 yaitu 0,49. Hasil penelitian ini tidak searah dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Wijaya (2020) dengan metode analitik menggunkan uji Chi Square menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara merokok dan kejadian sindrom dispepsia (p=0,919) (Wijaya, et al., 2020). Merokok kronis atau merokok lebih dari 2 tahun dapat mengakibatkan penurunan pH lambung dan peningkatan sekresi asam lambung. Selain itu, merokok kronis dapat mengubah produksi lendir oleh lambung dan mukosa usus , dan mengubah perbaikan mukosa di usus. Merokok kronis juga mengubah mikrosirkulasi dan secara signifikan mengurangi aliran darah ke mukosa gastrointestinal, yang mungkin mendukung perkembangan penyakit inflamasi (Berkowitz et al., 2018). Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional karena didapatkan nilai p >0,05 yaitu 0,171. Hasil penelitian ini tidak searah dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Wijaya (2020) dengan metode analitik menggunkan uji Chi Square menyatakan 13 Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022 terdapat hubungan yang bermakna antara merokok dan kejadian sindrom dispepsia (p=0,040) (Wijaya, et al., 2020). Mengkonsumsi alkohol akan mengakibatkan peningkatan produksi asam lambung, mual dan nafsu makan berkurang walau mengonsumsi dalam jumlah yang sedikit dan akan mengakibatkan kerusakan pada mukosa lambung jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak. Alkohol juga dapat menyebabkan menurunnya kemampuan mencerna dan mengabsorbsi makanan akibat enzim pancreas tidak cukup (Purbaningsih, 2020). SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpukan bahwa jenis kelamin perempuan, tingkat stress, konsumsi makanan atau minuman iritatif, dan konsumsi obat OAINS memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universita Khairun SARAN Berdasarkan penelitian diatas, diharapkan masyarakat dapat mengubah kebiasaan hidup yang kurang sehat dengan menghindari faktor risiko dispepsia agar terhindar dari kejadian sindrom dispepsia fungsional dan disarankan kepada masyarakat yang memiliki gejala dispepsia untuk pergi memeriksa diri ke fasilitas kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang agar dapat didiagnosis secara pasti apakah mengidap dispepsia fungsional atau organik atau penyakit lainnya. DAFTAR PUSTAKA Aryadi, H. I. P. Yusari, I. G.A.A.a., Dhyani, I.a.D., Kusmadana, I.PE., dan Sudira, P.G 2018. Korelasi EISSN: 2443-0218 Kualitas Tidur Terhadap Tingkat Depresi, Cemas, Dan Stres Mahasiswa Kedokteran Universitas Udayana Bali. Callosum Neurology, 1(1): 20–31. doi: 10.29342/cnj.v1i1.4. Ashari, A. N., Yuniati, dan Murti, I. S. 2021. Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sindroma Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan Tambusui, 2: 6–9. Available at: http://scholar.unand.ac.id/34930/. Bayupurnama, P. 2021. Dispepsia & Penyakit Refluks Gastroesofageal. Edited by Y. J. Suyono. Jakarta: EGC. Berkowitz, L., Schultz, B.M., Salazar, G.A., Pardo-Roa, C., Sebastian, V.P., Alvarez-Lobos, M.M., Bueno, S.M.. 2018. Impact of cigarette smoking on the gastrointestinal tract inflammation: Opposing effects in Crohn’s disease and ulcerative colitis. Frontiers in Immunology, 1–10. doi: 10.3389/fimmu.2018.00074. Cholidah, R., Widiastuti, I.A., Nurbaiti, L., dan Priyambodo, S. 2020. Gambaran pola makan, kecukupan gizi, dan status gizi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat. Intisari Sains Medis, 11(2): 416. doi: 10.15562/ism.v11i2.589. Cozma-Petrut, A., Loghin, F., Miere, D., dan Dumitrascu, D.L. 201. Diet in irritable bowel syndrome: What to recommend, not what to forbid to patients!. World Journal of Gastroenterology, 23(21): 3771– 3783. doi: 10.3748/wjg.v23.i21.3771. Dinas Kesehatan. 2019. Profil Kesehatan Kota Ternate 2019. Ternate: Dinas Kesehatan Kota Ternate Djojoningrat, D. 2017. Dispepsia Fungsional’, in Setiati, S. et al. 14 Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022 (eds) Ilmu Penyakit Dalam. 6th edn. Jakarta: InternaPublishing, pp. 1807–1812. Fithriyana, R. 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Pasien Di Willayah Kerja Puskesmas Bangkinang Kota. PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(2). Available at: https://journal.universitaspahlawan. ac.id/index.php/prepotif/article/vie w/79. Hantoro, I. F. and Syam, A. F. 2018. Measurement of Health-Related Quality of Life in Patients with Functional Dyspepsia. Acta medica Indonesiana, 50(1): 88–92. Harer, K. N. dan Hasler, W. L. 2020. Functional dyspepsia: A review of the symptoms, evaluation, and treatment options. Gastroenterology and Hepatology, 16(2):. 66–74. Khair, U., Asmara, I.G.Y., dan Cholidah, R. 2019. Hubungan Diet Iritatif dan Ketidakteraturan Makan dengan Sindrom Dispepsia pada Remaja Santri Madrasah Aliyah AlAziziyah Putri Kapek Gunungsari Lombok Barat Nusa Tenggara Bara. Unram Medical Journal, 8(2): 34. doi: 10.29303/jku.v8i2.341. Kim, S. E., Kim, N., Lee, J.Y., Park, K.S., et al. 2018. Prevalence and risk factors of functional dyspepsia in health check-up population: A nationwide multicenter prospective study’, Journal of Neurogastroenterology and Motility, 24(4): 603–613. doi: 10.5056/jnm18068. Kim, Y. S. dan Kim, N. 2020. Functional dyspepsia: A narrative review with a focus on sex-gender differences’, Journal of Neurogastroenterology and Motility. 26(3): 322–334. doi: 10.5056/jnm20026. EISSN: 2443-0218 Maulina, B. dan Sari, D. R. 2018. Derajat Stres Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Ditinjau Dari Tingkat Penyesuaian Diri Terhadap Tuntutan Akademik. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling: Jurnal Kajian Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Konseling, 4(1): 1. doi: 10.26858/jpkk.v4i1.4753. Mudjaddid, M. 2017. Dispepsia Fungsional’, in Setiati, S. et al. (eds) Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th edn. Jakarta, p. 3595. Available at: InternaPublishing. Mulak, A., Taché, Y. and Larauche, M. 2014. Sex hormones in the modulation of irritable bowel syndrome’, World Journal of Gastroenterology. 20(10): 2433– 2448. doi: 10.3748/wjg.v20.i10.2433. Purbaningsih, E. S. 2020. ‘Analisis Faktor Gaya yang Berhubungan dengan Risiko Kejadian Gastritis Berulang. Syntax Idea, 2(5): 50–60. Purnamasari, L. 2017. Faktor Risiko , Klasifikasi, dan Terapi Sindrom Dispepsia. Continuing Medical Education, 44(12): 870–873. Rahmadyah, I., Rozalina, dan Handini, M. 2019. Hubungan Kecemasan dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan DOkter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura’, Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura, 5. Available at: https://jurnal.untan.ac.id/index.php/ jfk/article/view/31210. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2018. Analisis Beban Penyakit Nasional dan Sub Nasional Indonesia 2017. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. Syam, A. F., Simadibrata, M., Makmun, D., Abdullah, M., Fauzi, A., et al. 2017. National Consensus on 15 Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022 EISSN: 2443-0218 Management of Dyspepsia and Helicobacter pylori Infection. Acta medica Indonesiana, 49(3): 279– 287. Tiana, A., Susanto, S., Elena, I. M., dan Hudyono, J. 2017. Hubungan antara Sindroma Dispepsia dengan Pola Makan dan Jenis Kelamin pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wancana Angkatan 2013. Meditek, 23(63): 1–6. Wijaya, I., Nur, N. H. dan Sari, H. 2020. Hubungan Gaya Hidup Dan Pola Makan Terhadap Kejadian Syndrom Dispepsia Di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Makassar. Jurnal Promotif Preventif. 3(1): 58–68. doi: 10.47650/jpp.v3i1.149. Wilmana, p. F. dan Gan, S. 2016. Farmakologi dan Terapi. 6th edn. Edited by S. G. Gunawan et al. Jakarta: Badan Penenerbit FKUI. Xu, J. H., Lai, Y., Zhuang, L., Huang, C., Li, C., Chen, Q., dam Yu, T. 2017. Certain dietary habits contribute to the functional dyspepsia in South China rural area. Medical Science Monitor, 23: 3942–3951. doi: 10.12659/MSM.902705. Zakiyah W, Agustin AE, Fauziah A, Sa’diyyah N, M. G. 2021. Definisi, Penyebab, dan Terapi Sindrom Dispepsia. Health Sains, 2(7): 979. 16 Medula, Volume 10 Nomor 1 Bulan Oktober 2022 EISSN: 2443-0218 Tabel 1. Distribusi Gambaran sindrom Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Khairun Sindrom Dispepsia Fungsional Jumlah Presentase Negatif 60 44,1% Positif 76 55,9% Total 136 100% Tabel 2. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional Variabel Dispepsia Fungsional (-) Dispepsia Fungsional (+) n = 60 (%) n = 76 (%) Jenis Kelamin Laki-laki 26 (43,3) 13 (17,10 Perempuan 34 (56,7) 63 (82,9) Tingkat stress Stres 15 (25) 51 (67,1) Tidak stress 45 (75) 25 (32,9) Pola makan Pola makan teratur 41 (68,3) 47 (61,8) Pola makan tidak teratur 19 (31,7) 29 (38,2) Pola konsumsi makanan iritatif Konsumsi makanan atau 27 (45) 50 (65,8) minuman iritatif Tidak konsumsi makanan 33 (55) 26 (34,2) atau minuman iritatif OAINS Tidak Konsumsi OAINS 52 (86,7) 52 (68,4) Konsumsi OAINS 8 (13,3) 24 (31,6) Kebiasaan merokok Merokok 3 (5) 0 (0) Tidak merokok 57 (95) 76 (100) Alkohol Konsumsi alkohol 2 (3,3) 7 (9,2) Tidak konsumsi alkohol 58 (96,7) 69 (90,8) p value* 0,001 0,000 0,432 0,015 0,013 0,49 0,171 Keterangan: * Uji Chi Square , bermakna jika p < 0.05 17