Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP MOTIVASI DAN KINERJA PEGAWAI DI KEMENTRIAN DALAM NEGERI Dibuat Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Dosen Pengampu Dr. Sujono, S.T., M.M. . Disusun Oleh Zita Hapsari 223515516119 PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK FALKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS NASIONAL 2024 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan terhadap Motivasi dan Kinerja Pegawai di Kementerian Dalam Negeri”. Makalah ini disusun untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan yang diterapkan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap motivasi dan kinerja pegawai serta memberikan rekomendasi yang relevan dalam rangka meningkatkan efisiensi kerja di instansi tersebut. Dalam makalah ini, saya mengidentifikasi tiga pertanyaan penelitian utama yang menjadi fokus studi. Pertama, saya membahas “Bagaimana gaya kepemimpinan diterapkan di Kementerian Dalam Negeri?”. Kedua, makalah ini mengkaji “Bagaimana gaya kepemimpinan memengaruhi kinerja karyawan di Kementerian Dalam Negeri?”. Ketiga, makalah ini menawarkan “Rekomendasi untuk meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan berdasarkan gaya kepemimpinan yang diterapkan di Kementerian Dalam Negeri”, di mana saya mengusulkan beberapa strategi untuk meningkatkan dan memaksimalkan efektivitas gaya kepemimpinan guna menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan memotivasi. Saya berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan manajemen sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan juga dapat menjadi acuan bagi para pihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja dan motivasi pegawai di lingkungan lembaga negara. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Jakarta, 30 Juli 2024 Zita Hapsari i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..............................................................................................i DAFTAR ISI .............................................................................................................ii BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................1 1.2 Identifikasi Masalah...............................................................................4 1.3 Manfaat Penulisan .................................................................................4 BAB 2 REFRENSI TEORI MASALAH ................................................................5 2.1 Teori Kepemimpinan Situasional .........................................................5 2.2 Teori Motivasi Dua Faktor....................................................................7 2.3 Teori Harapan ........................................................................................8 BAB 3 PEMBAHASAN ...........................................................................................11 3.1 Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Di Kementerian Dalam Negeri (Kemendegri) ................................................................................................11 3.2 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Di Kementerian Dalam Negeri.........................................................................15 3.3 Rekomendasi Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Kinerja Pegawai Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Di Kementerian Dalam Negeri ................................................................................................18 BAB 4 PENUTUPAN ...............................................................................................21 4.1 Kesimpulan .............................................................................................21 4.2 Saran .......................................................................................................21 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................23 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemimpinan merupakan aspek penting dalam manajemen organisasi yang berdampak pada berbagai dimensi operasional termasuk motivasi dan kinerja pegawai di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kepemimpinan yang efektif tidak hanya berdampak pada produktivitas pegawai tetapi juga berperan dalam menentukan kualitas pelayanan publik dan pencapaian tujuan organisasi. Sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tanggung jawab besar dalam penyelenggaraan negara dan pelayanan publik, Kemendagri membutuhkan kepemimpinan yang mampu mendorong motivasi pegawai dan terus meningkatkan kinerjanya Gaya kepemimpinan suatu organisasi juga memegang peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam suatu organisasi pemerintahan, seorang pemimpin memegang peranan penting dalam mengembangkan reformasi birokrasi di Indonesia, dimana salah satu tujuan organisasi tersebut adalah untuk memperbaiki birokrasi. Kepemimpinan sering dikaitkan dengan keterampilan, kemampuan, dan tingkat pengaruh seseorang. Oleh karena itu, seorang “pemimpin” tidak selalu memiliki kualitas kepemimpinan. Bahkan orang yang tidak memegang jabatan pun dapat memiliki kemampuan kepemimpinan yang baik. Menurut Thoha (2013:49), gaya kepemimpinan merupakan suatu norma perilaku yang digunakan seseorang ketika berusaha mempengaruhi perilaku orang lain sesuai dengan keinginannya. Dengan kata lain, gaya kepemimpinan manajer adalah mempengaruhi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Dapat juga dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering digunakan dalam memimpin suatu organisasi. D. Katz & Kahn (Gary Yulk, 2009:4) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan pengaruh tambahan yang melampaui persyaratan mekanis manajemen rutin suatu organisasi. Setiap pemimpin pada dasarnya berperilaku berbeda ketika memimpin pengikutnya. Perilaku kepemimpinan disebut gaya kepemimpinan. 1 Kepemimpinan erat kaitannya dengan motivasi, karena keberhasilan seorang pemimpin dalam mengajak orang lain mencapai tujuan tertentu sangat bergantung pada wewenang, dan pemimpin itu sendiri juga mampu membangkitkan motivasi pada setiap bawahan, rekan kerja atau atasannya. Seorang pemimpin harus mempunyai gaya kepemimpinan untuk membimbing bawahannya karena seorang pemimpin mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Aspek motivasi kerja pegawai juga menjadi salah satu aspek penting dalam kinerja pegawai, karena pada era globalisasi saat ini, kebutuhan setiap individu pegawai dengan sendirinya akan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggunakan berbagai gaya kepemimpinan, dari otokratis, di mana para pemimpin membuat keputusan secara sepihak, hingga demokratis, di mana karyawan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan otokratis sering kali membuat karyawan merasa tidak terlibat dan tidak dihargai, yang dapat berdampak negatif pada motivasi dan kinerja mereka. Sebaliknya, gaya kepemimpinan demokratis dapat meningkatkan rasa memiliki dan keterlibatan karyawan, yang berpotensi meningkatkan kinerja mereka. Sumber daya manusia memegang peranan dan kedudukan yang sangat penting dalam transformasi suatu organisasi. Pegawai merupakan salah satu alat produktivitas untuk mencapai tujuan organisasi, karena tanpa pegawai suatu organisasi tidak akan dapat mencapai tujuannya dengan baik. Mengingat pentingnya karyawan, hal ini didukung oleh peran manajer yang harus mampu mengidentifikasi, mengamati dan memahami situasi dalam organisasi. Dari ketiga gaya kepemimpinan yang disebutkan di atas, gaya kepemimpinan otokratis merupakan gaya yang paling banyak ditemukan dalam birokrasi pemerintahan. Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya yang mempertimbangkan bakat/karakter orang yang bertugas memimpin. Gaya kepemimpinan otokratis ini bersifat terpusat dan memusatkan kekuasaan di tangan satu orang saja. Dalam gaya kepemimpinan otokratis, seorang pemimpin 2 adalah sosok yang mempunyai pengaruh besar terhadap para pengikutnya yang mendukungnya. Pengaruh ini menyebabkan pemimpin ditakuti dan diikuti, serta orang lain menuruti apa yang dikatakan pemimpin. Selain itu, pemimpin dengan gaya kepemimpinan otokratis membuat orang lain bergantung pada apa yang dimilikinya, karena tanpanya orang lain tidak dapat berbuat apa-apa. Hubungan ini berpotensi menjadi hubungan simbiosis mutualisme dimana kedua belah pihak merasa saling menguntungkan. Pemimpin otokratis mempunyai wewenang dalam kepemimpinannya yang dianggap tidak terbatas. Kewenangan disini dapat diartikan sebagai hak yang diberikan kepada pemimpin untuk mengambil keputusan dalam melaksanakan sesuatu/kebijakan, baik keputusan yang memberikan solusi maupun yang berpotensi merugikan kepentingan bawahan/organisasinya. Penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai Kementerian Dalam Negeri penting dilakukan mengingat upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. Dengan memahami pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi dan kinerja karyawan, kepemimpinan di kantor pusat dapat merumuskan strategi manajemen sumber daya manusia yang lebih baik. Hal ini penting karena karyawan yang termotivasi dan berkinerja tinggi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang digunakan di Kementerian Dalam Negeri, menganalisis pengaruhnya terhadap kinerja pegawai dan berdasarkan temuan yang diperoleh, memberikan rekomendasi untuk meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan manajemen sumber daya manusia di Kementerian Dalam Negeri dan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diberikan. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana gaya kepemimpinan yang diterapkan di Kementerian Dalam Negeri? 3 2. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Kementerian Dalam Negeri? 3. Apa rekomendasi untuk meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai berdasarkan gaya kepemimpinan yang diterapkan di Kementerian Dalam Negeri? 1.3 Manfaat Penulisan Makalah ini menawarkan manfaat yang signifikan dengan memberikan wawasan tentang gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan dampaknya terhadap kinerja karyawan. Dengan menganalisis berbagai gaya kepemimpinan dan dampaknya terhadap motivasi dan produktivitas staf, makalah ini membantu dalam memahami faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dan menawarkan rekomendasi praktis untuk meningkatkan gaya kepemimpinan. Rekomendasi ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan memotivasi, sehingga membantu para pembuat kebijakan dan manajer meningkatkan efektivitas organisasi dan kinerja staf di Kemendagri. 4 BAB II REFERENSI TEORI MASALAH 2.1 TEORI KEPEMIMPINAN SITUASIONAL Kepemimpinan situasional adalah teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard pada akhir tahun 1960an dan awal tahun 1970an. Teori ini menekankan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang paling efektif dalam segala situasi. Di sisi lain, efektivitas kepemimpinan tergantung pada kemampuan pemimpin dalam menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan kemauan dan kompetensi orang-orang yang dipimpinnya. Konsep ini mengharuskan pemimpin untuk fleksibel dan mudah beradaptasi, memahami kebutuhan pengikutnya dan memilih pendekatan yang paling tepat untuk membimbing dan mendukung mereka. Menurut Hersey dan Blanchard, ada empat gaya kepemimpinan utama dalam model kepemimpinan situasional: Telling, Selling, Participating, dan Delegate. Gaya naratif mencakup instruksi yang jelas dan pengawasan yang ketat serta cocok untuk pengikut dengan kompetensi rendah dan komitmen rendah. Gaya penjualan menggabungkan kepemimpinan dengan dukungan emosional dan cocok untuk pengikut dengan kompetensi rendah hingga menengah namun komitmen tinggi. Gaya partisipatif melibatkan lebih banyak dukungan dan keterlibatan pengikut dalam pengambilan keputusan dan cocok untuk pengikut dengan kompetensi tinggi tetapi komitmen rendah. Terakhir, gaya mendelegasikan memberikan tanggung jawab dan pengambilan keputusan kepada pengikut, yang cocok untuk pengikut dengan kompetensi tinggi dan komitmen tinggi. Tingkat kesiapan pengikut yang menjadi dasar adaptasi gaya kepemimpinan dibagi menjadi empat kategori: R1 (kompetensi rendah dan komitmen rendah), R2 (kompetensi rendah tetapi komitmen tinggi), R3 5 (kompetensi tinggi tetapi komitmen rendah). ). ) dan R4 (kompetensi tinggi dan komitmen tinggi). Pemimpin harus mampu menilai secara akurat tingkat kemauan pengikutnya untuk mengadopsi pendekatan kepemimpinan yang paling efektif. Misalnya, pengikut dengan tingkat kesiapan R1 memerlukan lebih banyak bimbingan dan pengawasan, sedangkan pengikut dengan tingkat kesiapan R4 memerlukan otonomi dan sedikit bimbingan.. Kepemimpinan situasional menawarkan banyak manfaat, khususnya dalam hal fleksibilitas dan pengembangan karyawan. Dengan mengadaptasi gaya kepemimpinan dengan situasi kerja nyata, manajer dapat membantu karyawannya mengembangkan dan meningkatkan kompetensi dan komitmen mereka. Pendekatan ini memungkinkan para pemimpin untuk mengatasi kebutuhan masing-masing anggota tim dengan lebih baik, menciptakan lingkungan kerja yang mendukung dan produktif. Namun, tantangan dalam menerapkan kepemimpinan situasional mencakup kemampuan menilai tingkat kesiapan pengikut secara akurat dan terus beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan tim. Secara keseluruhan, kepemimpinan situasional menekankan pentingnya fleksibilitas dan adaptasi dalam kepemimpinan. Dengan menggunakan gaya yang tepat untuk setiap situasi, pemimpin dapat meningkatkan motivasi, kinerja, dan pengembangan individu dalam tim. Teori ini memberikan para manajer panduan praktis tentang bagaimana memimpin tim yang beragam dan dinamis serta membantu mereka mencapai tujuan organisasi dengan lebih efektif. Pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip kepemimpinan situasional dapat membantu para pemimpin di berbagai tingkatan beradaptasi dengan tantangan yang mereka hadapi dan memaksimalkan potensi timnya. 6 2.2 TEORI MOTIVASI DUA FAKTOR Teori motivasi dua faktor yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg pada tahun 1959 merupakan teori yang mencoba menjelaskan apa yang memotivasi karyawan di tempat kerja. Herzberg membagi faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi karyawan menjadi dua kategori: faktor motivator dan faktor kebersihan. Faktor motivator merupakan unsur-unsur yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kepuasan kerja dan motivasi, seperti: B. Kinerja, pengakuan, tanggung jawab dan kesempatan pengembangan. Menurut Herzberg, faktor-faktor tersebut berkaitan dengan isi pekerjaan itu sendiri dan dapat meningkatkan kinerja karyawan ketika faktor-faktor tersebut hadir. Faktor kebersihan, juga dikenal sebagai faktor pemeliharaan, tidak mempunyai efek motivasi langsung pada karyawan, namun diperlukan untuk mencegah ketidakpuasan. Faktor-faktor ini termasuk kondisi kerja, gaji, kebijakan perusahaan, hubungan interpersonal dan keamanan kerja. Jika faktor higienitas ini tidak terpenuhi, karyawan mungkin akan merasa tidak puas, namun jika terpenuhi, mereka tidak serta merta menjadi lebih termotivasi. Dengan kata lain, adanya faktor higienitas hanya mencegah terjadinya ketidakpuasan namun tidak meningkatkan kepuasan kerja secara signifikan. Herzberg berpendapat bahwa perusahaan perlu fokus pada faktor motivator untuk meningkatkan motivasi karyawan dan kepuasan kerja. Motivasi intrinsik karyawan dapat ditingkatkan melalui tantangan profesional, tanggung jawab yang lebih besar, pengakuan atas prestasi dan peluang untuk maju. Misalnya, jika seorang karyawan diberi proyek yang menantang dan dihargai atas kinerjanya yang baik, hal ini dapat meningkatkan rasa pencapaian dan keterlibatannya dalam pekerjaan. Namun penting juga bagi perusahaan untuk memastikan pengelolaan faktor kebersihan yang baik agar tidak menimbulkan ketidakpuasan. Sekalipun 7 faktor-faktor ini tidak meningkatkan motivasi secara signifikan, lingkungan kerja yang tidak nyaman, upah yang tidak adil, atau hubungan kerja yang buruk dapat merugikan semangat kerja dan produktivitas karyawan. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan kondisi dasar kerja terpenuhi dan adil sebagai dasar penerapan strategi peningkatan motivasi melalui faktor motivator. Dalam praktiknya, teori motivasi dua faktor Herzberg menyarankan bahwa manajemen harus mengambil pendekatan ganda: pertama, mengatasi dan meminimalkan ketidakpuasan dengan meningkatkan faktor kebersihan, dan kedua, meningkatkan kepuasan dan motivasi dengan memperkenalkan atau memperkuat faktor motivator. Pendekatan ini membantu perusahaan menciptakan lingkungan kerja yang tidak hanya bebas dari ketidakpuasan tetapi juga mendorong karyawan untuk mencapai potensi maksimalnya. Kombinasi ini memungkinkan perusahaan mencapai kinerja yang lebih tinggi dan meningkatkan keterlibatan dan loyalitas karyawan. 2.3 TEORI HARAPAN Dikembangkan oleh Victor Vroom pada tahun 1964, teori ekspektasi adalah teori motivasi yang berfokus pada bagaimana individu mengambil keputusan berdasarkan ekspektasi mereka terhadap hasil tindakan tertentu. Menurut teori ini, motivasi seseorang untuk berperilaku tertentu ditentukan oleh tiga faktor utama: ekspektasi, instrumentalitas, dan valensi. Harapan mengacu pada keyakinan individu bahwa upaya yang dilakukannya akan menghasilkan kinerja yang diinginkan. Instrumentalisme adalah keyakinan bahwa kinerja yang baik akan menghasilkan hasil atau imbalan tertentu. Valensi adalah nilai atau kepentingan yang ditempatkan seseorang pada hasil atau imbalan. Harapan merupakan komponen pertama dari teori ini dan menggambarkan persepsi seseorang terhadap hubungan antara usaha dan kinerja. Ketika seseorang percaya bahwa usaha yang lebih banyak akan menghasilkan kinerja 8 yang lebih tinggi, ekspektasinya tinggi, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi untuk berusaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspektasi antara lain kepercayaan diri individu, keterampilan yang ada, dukungan dari atasan dan rekan kerja, serta ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas. Instrumentalisme, komponen kedua, mengacu pada keyakinan bahwa kinerja yang baik diikuti oleh hasil yang diinginkan. Ini berarti bahwa individu harus melihat hubungan yang jelas antara kinerja mereka dan imbalan yang diharapkan. Ketika seseorang merasa bahwa kinerja tinggi diakui dan dihargai, maka instrumentalisme tinggi, yang meningkatkan motivasi untuk bekerja dengan baik. Keterbukaan dan keadilan dalam sistem penghargaan dan kejelasan umpan balik kinerja merupakan faktor yang mempengaruhi instrumentalisme. Komponen ketiga, valensi, adalah nilai yang ditempatkan individu pada hasil atau imbalan yang mungkin mereka terima. Valensi mencerminkan seberapa diinginkan atau bernilai imbalan tersebut bagi individu. Jika hasil yang diharapkan sangat dihargai, maka valensinya tinggi, yang akan meningkatkan motivasi untuk mencapai hasil tersebut. Valensi bisa bervariasi berdasarkan kebutuhan, tujuan, dan preferensi individu. Sebagai contoh, seorang karyawan mungkin lebih termotivasi oleh peluang pengembangan karir daripada oleh bonus finansial jika pengembangan karir tersebut lebih sesuai dengan tujuan jangka panjangnya. Dalam konteks penerapan di tempat kerja, teori ekspektasi menyatakan bahwa untuk memotivasi karyawan secara efektif, manajer harus memastikan bahwa karyawan yakin bahwa upaya mereka akan meningkatkan kinerja (harapan), bahwa kinerja mereka akan diakui dan dihargai (instrumentalisme), dan bahwa imbalan tersebut bermanfaat. jika mereka bernilai bagi mereka 9 (valensi). Dengan memahami dan mengelola ketiga komponen tersebut, manajer dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih memotivasi dan produktif. Misalnya, memberikan pelatihan yang sesuai, memberikan umpan balik yang jelas dan adil, serta memberikan penghargaan yang sesuai dengan preferensi karyawan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja mereka. Secara keseluruhan, teori harapan memberikan kerangka komprehensif untuk memahami bagaimana motivasi bekerja dalam konteks organisasi. Teori ini menekankan pentingnya persepsi individu terhadap hubungan antara usaha, kinerja, dan hasil. Dengan mengelola ekspektasi karyawan secara efektif, perusahaan dapat meningkatkan keterlibatan, kepuasan, dan produktivitas karyawan. Teori harapan menyatakan bahwa motivasi adalah hasil dari proses kognitif yang kompleks di mana individu mempertimbangkan berbagai faktor sebelum memutuskan untuk bertindak, sehingga memberikan manajer panduan praktis untuk mengembangkan strategi motivasi yang efektif. 10 BAB III PEMBAHASAN 3.1 GAYA KEPEMIMPINAN YANG DITERAPKAN DI KEMENTERIAN DALAM NEGERI (KEMENDEGRI) Gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memegang peranan penting dalam keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di negara ini. Sebagai lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan dalam negeri, termasuk urusan kependudukan, pemerintahan daerah, dan penanggulangan bencana, Kemendagri menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Dalam konteks ini, gaya kepemimpinan yang diterapkan tidak hanya memengaruhi efisiensi internal organisasi, tetapi juga berdampak pada kualitas pelayanan publik dan kepuasan masyarakat. Gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk struktur organisasi, dinamika birokrasi, dan tuntutan eksternal yang terus berkembang. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri merupakan kombinasi dari berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks spesifik lembaga. Analisis gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri dapat memberikan wawasan berharga tentang bagaimana organisasi ini mengelola sumber daya manusia, beradaptasi dengan perubahan, dan mencapai tujuannya. Secara umum, gaya kepemimpinan yang digunakan di Kemendagri meliputi pendekatan transformasional, transaksional, dan partisipatif. Masingmasing pendekatan ini memiliki karakteristik unik yang memengaruhi cara pemimpin berinteraksi dengan karyawan dan cara mereka mengelola berbagai aspek organisasi. Dengan memahami gaya kepemimpinan ini, kita dapat mengidentifikasi kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan dalam manajemen di Kemendagri serta dampaknya terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan. 11 1. Kepemimpinan Transformasional Gaya kepemimpinan transformasional di Kementerian Dalam Negeri dicirikan oleh upaya untuk memotivasi dan menginspirasi pegawai guna mencapai tujuan organisasi yang lebih tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryana (2019), kepemimpinan transformasional di Kementerian Dalam Negeri melibatkan pemberian visi yang jelas dan inspiratif serta menekankan pentingnya inovasi dalam administrasi pemerintahan. Para pemimpin di Kementerian Dalam Negeri berupaya untuk meningkatkan antusiasme dan keterlibatan pegawai dengan memberikan dorongan dan dukungan yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama. 2. Kepemimpinan Transaksional Gaya kepemimpinan transaksional yang menekankan adanya pertukaran yang jelas antara pimpinan dan bawahan juga dapat diamati dalam praktik kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri. Penelitian Prabowo (2020) menunjukkan bahwa aspek kepemimpinan ini berfokus pada pengaturan dan pemantauan yang ketat terhadap kinerja pegawai, dengan menggunakan penghargaan dan hukuman sebagai alat untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kepemimpinan transaksional membantu menjaga standar kerja dan memastikan bahwa kebijakan dan prosedur dipatuhi dengan benar. 3. Kepemimpinan Partisipatif Gaya kepemimpinan partisipatif yang melibatkan staf dalam pengambilan keputusan juga menjadi ciri penting Kementerian Dalam Negeri. Penelitian Andriani (2018) menemukan bahwa pimpinan di Kementerian Dalam Negeri cenderung melibatkan staf dalam proses perencanaan dan evaluasi program. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rasa kepemilikan staf dan memperoleh perspektif berbeda yang berguna dalam perumusan kebijakan. 12 4. Pengaruh Konteks Organisasi Konteks organisasi di Kementerian Dalam Negeri yang meliputi struktur birokrasi yang kompleks dan berbagai fungsi pengelolaan, memengaruhi penerapan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Menurut penelitian Yuliana (2021), gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri cenderung adaptif, menyesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika internal maupun eksternal organisasi. Hal ini meliputi adaptasi terhadap perubahan politik, tuntutan masyarakat, serta kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. 5. Kepemimpinan Berbasis Nilai Penelitian Nugroho (2022) menunjukkan bahwa kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri juga menekankan penerapan nilai-nilai integritas dan etika dalam pemerintahan. Para pemimpin di Kementerian Dalam Negeri berupaya menanamkan nilai-nilai tersebut dalam setiap aspek pekerjaan, dengan tujuan menciptakan budaya kerja yang berorientasi pada kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas. Hal ini mencerminkan pendekatan yang menekankan pentingnya etika dan moralitas dalam melaksanakan tugas pemerintahan. 6. Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Gaya kepemimpinan di Kemendegri juga mencakup fokus pada pengembangan staf. Menurut penelitian Setiawan (2020), para pemimpin Kementerian Dalam Negeri berupaya meningkatkan keterampilan dan kompetensi pegawai melalui berbagai program pelatihan dan pembinaan untuk memastikan bahwa pegawai memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan tugasnya dan beradaptasi perkembangan terkini dalam penyelenggaraan pemerintahan. 7. Pengelolaan Perubahan 13 dengan Kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri juga mencakup manajemen perubahan yang efektif. Penelitian Lestari (2019) menemukan bahwa pemimpin Kementerian Dalam Negeri harus mampu mengelola perubahan dalam lingkungan politik dan sosial serta beradaptasi dengan perubahan kebijakan dan peraturan. Pendekatan ini membutuhkan keterampilan dalam komunikasi yang efektif dan kemampuan untuk menghadapi penolakan terhadap perubahan. 8. Komunikasi Efektif Komunikasi yang efektif merupakan salah satu elemen kunci gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri. Penelitian Hartanto (2021) menunjukkan bahwa para pemimpin di Kementerian Dalam Negeri berupaya untuk menjaga jalur komunikasi yang terbuka antara pimpinan dan pegawai. Hal ini termasuk memberikan informasi yang jelas dan transparan serta umpan balik yang membangun untuk mendukung pengembangan pegawai dan penyelesaian masalah. 9. Kolaborasi dan Kerjasama Gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri juga mencakup aspek kolaborasi dan kerja sama. Penelitian Wulandari (2020) menunjukkan bahwa pemimpin di Kementerian Dalam Negeri mendorong kolaborasi antar unit dan lembaga pemerintah untuk mencapai tujuan bersama. Pendekatan ini memerlukan kolaborasi yang erat dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, organisasi nonpemerintah, dan masyarakat. 10. Evaluasi dan Akuntabilitas Terakhir, gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri juga menekankan pada evaluasi dan akuntabilitas. Penelitian Hadi (2021) menemukan bahwa pimpinan di Kementerian Dalam Negeri menekankan 14 pentingnya evaluasi kinerja dan akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan. Hal ini meliputi pemantauan dan evaluasi hasil kerja secara berkala serta upaya memastikan kebijakan dan program dilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan. Secara keseluruhan, gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri Indonesia mencerminkan kombinasi pendekatan yang disesuaikan dengan konteks organisasi dan tantangan yang ada. Dengan menerapkan gaya kepemimpinan transformasional, transaksional, dan partisipatif serta mengedepankan nilai-nilai integritas dan pengembangan sumber daya manusia, Kementerian Dalam Negeri berupaya mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan dan administrasi publik. 3.2 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI KEMENTERIAN DALAM NEGERI Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Kementerian Dalam Negeri merupakan topik yang sangat relevan dalam konteks manajemen sumber daya manusia. Kajian mendalam mengenai topik ini menunjukkan bahwa berbagai dimensi gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Dimensi tersebut meliputi iklim saling percaya, menghargai gagasan bawahan, perhatian terhadap perasaan bawahan, kenyamanan kerja, dan pengakuan yang pantas dan profesional terhadap status bawahan. Iklim kepercayaan merupakan faktor kunci dalam hubungan antara pemimpin dan karyawan. Ketika pemimpin menciptakan lingkungan di mana kepercayaan menjadi dasar interaksi, karyawan merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk memberikan kinerja terbaik. Dalam konteks Home Office, kepercayaan ini mencakup transparansi dalam pengambilan keputusan, konsistensi dalam tindakan, dan komunikasi yang efektif. Hal ini 15 memungkinkan karyawan merasa aman dalam mengungkapkan ide dan umpan balik mereka, yang pada gilirannya meningkatkan inovasi dan produktivitas. Rasa hormat terhadap gagasan bawahan juga memegang peranan penting. Pemimpin yang menghargai dan mempertimbangkan gagasan bawahan menunjukkan penghargaan atas kontribusi mereka, yang dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan motivasi karyawan. Di Kementerian Dalam Negeri, tempat banyak keputusan strategis dibuat, melibatkan karyawan dalam proses berpikir dan perencanaan dapat menghasilkan solusi yang lebih efektif dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Perhatian terhadap perasaan bawahan mencerminkan kepedulian pemimpin terhadap kesejahteraan emosional karyawannya. Pemimpin yang peka terhadap perasaan dan kebutuhan bawahannya cenderung menciptakan lingkungan kerja yang positif dan mendukung. Di Kantor Pusat, perhatian ini dapat berupa dukungan dalam mengatasi tantangan pribadi dan profesional, yang berkontribusi pada motivasi dan kepuasan kerja karyawan yang lebih tinggi. Kenyamanan tempat kerja juga merupakan aspek penting dari gaya manajemen. Pemimpin yang memperhatikan kesejahteraan fisik dan mental karyawan, misalnya dengan menyediakan fasilitas yang memadai dan lingkungan kerja yang kondusif, dapat meningkatkan kinerja karyawan. Di kantor pusat, menciptakan tempat kerja yang nyaman dan bebas gangguan dapat membantu karyawan melakukan tugasnya dengan lebih efisien. Dimensi lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengakuan yang tepat dan profesional terhadap status bawahan. Pengakuan ini mencakup pengakuan formal dan informal atas prestasi dan kontribusi karyawan. Manajer yang memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat dapat memotivasi karyawan untuk terus bekerja keras dan mencapai hasil yang lebih baik. Di Kementerian Dalam Negeri, pengakuan atas prestasi karyawan dapat meningkatkan moral dan semangat kerja, yang berdampak positif pada kinerja. Akan tetapi, pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan hanya mencakup sebagian dari kinerja secara keseluruhan. Hasil penelitian 16 menunjukkan bahwa faktor-faktor lain juga memengaruhi kinerja karyawan secara signifikan. Faktor-faktor tersebut meliputi kecerdasan pemimpin, kedewasaan, hubungan sosial yang luas, motivasi diri, keinginan untuk berprestasi, dan sikap terhadap hubungan interpersonal. Kecerdasan kepemimpinan mengacu pada kemampuan untuk memahami dan mengelola situasi dan orang-orang di sekitarnya. Pemimpin yang cerdas secara emosional lebih mampu beradaptasi dengan perubahan dan mengatasi tantangan, yang pada akhirnya berdampak positif pada kinerja karyawan. Kedewasaan pemimpin, yang mencakup pengalaman dan kebijaksanaan, juga memainkan peran penting dalam cara mereka memimpin dan menginspirasi bawahan. Kontak sosial yang luas memungkinkan para pemimpin membangun jaringan yang dapat mendukung dan memperluas sumber daya karyawan. Di sisi lain, motivasi diri dan keinginan untuk berprestasi mencerminkan kemampuan para manajer untuk memotivasi diri mereka sendiri dan karyawan mereka untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Sikap interpersonal seperti empati dan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif juga merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan harmonis. Meskipun gaya kepemimpinan memiliki dampak signifikan terhadap kinerja karyawan, kinerja karyawan secara keseluruhan juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor lainnya. Untuk mencapai hasil optimal di Kantor Pusat, penting bagi para pemimpin untuk mempertimbangkan semua dimensi ini dan menerapkan gaya kepemimpinan komprehensif yang dapat memotivasi, mendukung, dan memberdayakan karyawan mereka. Hal ini melibatkan kombinasi antara pemenuhan kebutuhan individu, pemberian pengakuan yang tepat, dan penciptaan lingkungan kerja yang mendukung dan produktif. 17 3.3 REKOMENDASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KINERJA PEGAWAI BERDASARKAN GAYA KEPEMIMPINAN YANG DITERAPKAN DI KEMENTERIAN DALAM NEGERI Untuk meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai di Kementerian Dalam Negeri, ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan berdasarkan gaya kepemimpinan yang ada. Dalam konteks ini, gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional sering digunakan. Masing-masing gaya ini menawarkan strategi khusus yang dapat disesuaikan untuk memotivasi pegawai dan meningkatkan kinerja mereka. Pertama, gaya kepemimpinan transaksional yang menitikberatkan pada pertukaran atau transaksi antara atasan dan bawahan dapat meningkatkan motivasi pegawai melalui sistem reward dan punishment. Untuk memanfaatkan pendekatan ini, penting bagi pemimpin kantor pusat untuk menetapkan sistem penghargaan yang jelas dan konsisten. Misalnya, pencapaian tujuan kerja atau kinerja luar biasa harus diberi penghargaan dengan bonus atau pengakuan formal, sedangkan kegagalan mencapai tujuan harus diikuti dengan umpan balik yang konstruktif dan rencana perbaikan. Dengan cara ini, karyawan merasa lebih termotivasi untuk mencapai hasil yang diharapkan karena mereka tahu ada imbalan yang sepadan dengan usahanya. Selain itu, dalam gaya kepemimpinan transformasional yang mengedepankan inspirasi dan perubahan, pemimpin diharapkan dapat menginspirasi karyawan dengan visi dan misi yang jelas. Untuk meningkatkan motivasi karyawan, pemimpin harus mengkomunikasikan visi perusahaan secara efektif dan memotivasi karyawan untuk melihat bagaimana kontribusi mereka berkontribusi dalam mencapai tujuan yang lebih besar. Komunikasi yang kuat dan tepat sasaran membuat karyawan merasa lebih terlibat dan antusias dengan pekerjaan mereka karena mereka memahami bagaimana upaya mereka berkontribusi terhadap kesuksesan perusahaan secara keseluruhan. 18 Selain itu, pemimpin harus mendukung karyawan dan memungkinkan mereka untuk berkembang secara pribadi. Hal ini termasuk memberikan kesempatan pelatihan dan pengembangan yang disesuaikan dengan kebutuhan karyawan dan tidak hanya meningkatkan keterampilan mereka tetapi juga menunjukkan bahwa perusahaan menghargai investasi dalam pengembangan profesional mereka. Dengan meningkatkan kompetensi karyawan melalui pelatihan, mereka merasa lebih percaya diri dan lebih mampu menghadapi tantangan pekerjaan, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja mereka. Pemimpin juga perlu membangun hubungan yang baik dan saling percaya dengan karyawannya. Hubungan yang baik antara pemimpin dan karyawan dapat menciptakan lingkungan kerja yang positif dan mendukung. Pemimpin yang secara aktif mendengarkan karyawannya dan menanggapi kebutuhan dan kekhawatiran mereka menyampaikan rasa kepedulian dan koneksi membuat para karyawan dapat meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja. Selain itu, umpan balik yang teratur dan membangun merupakan aspek penting dari kedua gaya kepemimpinan tersebut. Pemimpin perlu memberikan umpan balik yang spesifik dan berguna kepada karyawan, baik dalam hal kinerja maupun bidang yang perlu ditingkatkan. Umpan balik yang jelas dan terarah membantu karyawan memahami cara meningkatkan kinerja mereka dan memenuhi harapan yang ditetapkan. Sistem penghargaan dan pengakuan juga berperan penting dalam meningkatkan motivasi karyawan. Pengakuan atas prestasi, baik besar maupun kecil, dapat meningkatkan moral karyawan. Program penghargaan yang transparan dan adil akan mendorong karyawan untuk terus bekerja keras dan meraih hasil yang baik. Menerapkan kebijakan kerja yang fleksibel juga dapat meningkatkan motivasi. Kebijakan seperti jam kerja yang fleksibel atau kemampuan untuk bekerja dari rumah dapat membantu karyawan mencapai keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan. Hal ini dapat mengurangi stres dan meningkatkan 19 kepuasan kerja, yang pada akhirnya berdampak positif pada kinerja karyawan. Dalam konteks manajemen, para pemimpin harus berperan aktif dalam menetapkan tujuan yang jelas dan menantang bagi para karyawan. Sasaran yang Spesifik, Terukur, Dapat Dicapai, Relevan, dan Terikat Waktu (SMART) dapat membantu para karyawan tetap fokus dan termotivasi untuk mencapainya. Para pemimpin yang dapat menetapkan tujuan yang menantang tetapi realistis mendorong para karyawan untuk bekerja lebih keras dan meningkatkan kinerja mereka. Terakhir, penting bagi para pemimpin untuk menciptakan budaya perusahaan yang inklusif dan mendukung. Lingkungan kerja yang positif di mana setiap karyawan merasa dihargai dan memiliki kesempatan pengembangan yang setara dapat meningkatkan motivasi dan kinerja secara keseluruhan. Pemimpin yang mengedepankan nilai-nilai seperti inklusi dan kolaborasi akan menciptakan tim yang lebih kuat dan lebih terlibat. Dengan menerapkan strategi ini secara konsisten, Home Office dapat meningkatkan motivasi dan kinerja karyawannya. Gaya kepemimpinan yang adaptif, dukungan pengembangan, komunikasi yang efektif, dan pengakuan atas prestasi merupakan kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang produktif. 20 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan gaya kepemimpinan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang digunakan pada lembaga ini merupakan perpaduan antara pendekatan transformasional, transaksional, dan partisipatif. Kepemimpinan transformasional di kantor pusat berfokus pada pemberian visi dan inspirasi yang jelas untuk mendorong karyawan mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan transaksional berfokus pada komunikasi yang jelas antara manajer dan karyawan melalui sistem penghargaan dan hukuman. Melalui kepemimpinan partisipatif, karyawan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk memperkuat rasa kepemilikan dan tanggung jawab mereka. Pengaruh gaya kepemimpinan ini terhadap kinerja pegawai adalah signifikan. Faktor-faktor seperti iklim saling percaya, menghargai gagasan bawahan, kepedulian terhadap perasaan bawahan, kenyamanan kerja dan pengakuan yang pantas mempengaruhi motivasi dan kinerja karyawan. Pemimpin yang mampu menciptakan lingkungan yang mendukung, memberikan feedback yang konstruktif dan mengakui prestasi pegawai berpotensi meningkatkan motivasi dan hasil kerja. Namun kinerja pegawai tidak hanya dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan saja. Faktor lain seperti kecerdasan kepemimpinan, kedewasaan, hubungan sosial, motivasi diri dan sikap interpersonal juga memegang peranan penting. Untuk mencapai hasil yang optimal, gaya kepemimpinan harus mempertimbangkan dimensi-dimensi tersebut dan melakukan pendekatan holistik terhadap pengembangan karyawan. 4.2 Saran Untuk meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai di lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), beberapa strategi utama perlu dilakukan. Pertama, sistem 21 penghargaan dan reward perlu diperkuat dengan kriteria yang jelas agar pegawai termotivasi untuk mencapai tujuan. Komunikasi yang efektif juga penting agar visi dan misi organisasi tersampaikan dengan jelas dan tidak terjadi kesalahpahaman. Dukungan berupa pelatihan dan pengembangan profesional akan meningkatkan keterampilan pegawai, sedangkan perhatian terhadap kesejahteraan emosional mereka akan meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas. Pengaturan kerja yang fleksibel seperti jam kerja yang ditentukan sendiri atau kemampuan untuk bekerja dari rumah dapat berkontribusi pada keseimbangan kehidupan kerja yang sehat. Pada saat yang sama, kolaborasi lintas departemen harus dipromosikan untuk meningkatkan efisiensi kerja. Menetapkan tujuan SMART dapat memfokuskan upaya karyawan, dan menciptakan budaya tempat kerja yang inklusif memastikan setiap karyawan merasa dihargai dan memiliki peluang yang sama untuk berkembang. Tinjauan kinerja secara berkala dan kepemimpinan yang berintegritas juga penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan transparan. 22 DAFTAR PUSTAKA Dicky. (n.d.). Pengaruh Motivasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada Biro Umum Kementerian Dalam Negeri. Tesis. [PDF] Alwi, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia Keunggulan, BPFEUGM, Yogyakara. Anwar Prabu Mangkunegara, 2006, Evaluasi Kinerja SDM, Refika Aditama,Bandung. Ardana, Mujiati dan Utama, 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia, GrahaIlmu, Yogyakarta. Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktik, Jakarta : PT Rineka Cipta Effendy, O. U. (1993). Analisa Gaya Kepemimpinan Otokratis, Demokratis, dan Laissez-Faire dalam Birokrasi Pemerintahan. Permendagri No. 38 Tahun 2020. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Indeks Kepemimpinan Kepala Daerah. BSI. (n.d.). Pelaksanaan Gaya Kepemimpinan Pada Kasubag Kepegawaian Di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri Jakarta. ResearchGate. (2018). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi, dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri. Foster Bill, 2001, Pembinaan Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan, PPM,Jakarta. 23