Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah PROSESI BAIAT JAMA’AH TAREKAT SATTARIYYAH, PAJU, PONOROGO (Sebuah Kajian Fenomenologi) Wahyudi Setiawan (Staf Pengajar Universitas Muhammadiyah Ponorogo) ABSTRACTS: In Sufism, the congregation became a tradition for people who have the intention of themselves to the path of spiritual cleansing. Each congregation has a tradition, the system, as well as its own technical dhikr different between one another congregation, is no exception congregation Syattariyyah or more precisely referred to as the Jamaat Tawhid. This study uses a model kualititatif study using a phenomenological paradigm. Data collection was done by observation pastisipan–active, in-depth interviews, and documentary, which will produce a valid field data and measurable. Tradition rooster slaughter committed by Jamaat Tawhid is a process for the exercise of sacrifice, that is to sacrifice what he loves, in this case everything other than God. Sacrifice aims to empty the heart of earthly things that can interfere with the spiritual pilgrims on their way to God. This procession contains a spiritual meaning associated with each individual pilgrims. Key Words ; Syattariyyah , Distri, Jamaat Tawhid, Spiritual PENDAHULUAN Di masyarakat muslim Indonesia saat ini, berkembang tarekat-tarekat muktabarah. Salah satunya adalah tarekat Syattariyyah . Keanggotaan jamaah tarekat Syattariyyah memiliki aturan, murid harus terlebih dahulu menempuh beberapa syarat yang wajib dilakukan, yaitu proses talqin dan proses baiat sebelum bergabung ke dalam jama’ah dan mengamalkan ajaran dzikir dari sang mursyid. Prosesi baiat di jama’ah Tarekat Syattariyyah Paju Ponorogo dengan lembaga Yayasan Baiturrahmah Paju di bawah pimpinan Kyai Asroni, calon murid diharuskan melakukan prosesi penyembelihan ayam jago. Ayam jago yang dikurbankan dilengkapi dengan bumbu masakan dan beras secukupnya dan kancing (uang yang dimasukkan ke dalam amplop). Prosesi penyembelihan ini menjadi simbol kondisi spiritual dan lahiriah calon murid, walaupun dalam perkembangannya ritual penyembelihan ayam jago ini masih menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan jama’ah tarekat Syattariyyah Paju Ponorogo. Hal ini dikarenakan dalam prosesi ritual penyembelihan tidak hanya ayam jago saja, tapi ada juga yang menyembelih kambing, bahkan ada yang menggunakan beberapa butir telur. Perbedaan pendapat tentang makna hewan ini terjadi dikalangan internal jama’ah tarekat dan masyarakat di luar tarekat. Dari peryataan diatas menggambarkan ragam pemahaman dari maksud dan tujuan dari penyembelihan ayam jago. Hal ini dikarenakan murid jama’ah AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 63 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah Syatariyyah Paju Ponorogo ini berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda dan tujuan yang berbeda pula. Ada yang ingin sembuh dari penyakit, ada yang bermaksud memperlancar urusan bisnis dan ada juga motif untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Namun patut dicatat, ada juga yang benar-benar tulus sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah. Berangkat dari permasalahn diatas, ada beberapa pertanyaan yang harus diuraikan dalam penelitian ini, diantaranya adalah; 1). Bagaimana prosesi baiat Jamaah Tarekat Syattariyyah Ponorogo? 2). Apa makna penyembelihan ayam jago sebelum prosesi baiat pada Tarekat Syattariyyah Ponorogo? 3). Bagaimana dampak dari penyembelihan ayam jago terhadap semangat keberagamaan, kedalaman rasa dan kematangan spiritual Jamaah Tarekat Syattariyyah Ponorogo? 4).Bagaimana metode dan konsep dzikir yang diamalkan pada Jamaah Tarekat Syattariyyah Ponorogo? 5). Bagaimana model perekrutan anggota Jamaah Tarekat Syattariyyah Paju Ponorogo? 6). Pengalaman spiritual seperti apa saja yang dialami jamaah setelah dilakukan prosesi baiat? METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan paradigma fenomenologi dengan model antropologi yaitu mencari informasi secara menyeluruh mengenai gejala dan sikap yang dimunculkan di jamaah Tarekat Syattariyyah Paju Ponorogo terkait dengan penyembelihan ayam jago. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ponorogo tepatnya di desa Paju Ponorogo serta 6 kecamatan di Kabupaten Ponorogo (Babadan, Ponorogo, Jenangan, Sukorejo, Slahung, dan Siman). Di Ponorogo ada beberapa kelompok jamaah tarekat Syattariyyah, namun penelitian ini di fokuskan pada jamaah Syattariyyah Paju yang memang dirasa mempunyai ciri khas tersendiri dalam proses pembaiatan yaitu salah satunya dengan melakukan prosesi penyembelihan ayam jago. Informan yang akan diwawancara dalam penelitian ini meliputi; Mursyid tarekat Syattariyyah Paju Ponorogo yaitu Kyai Asroni selaku pimpinan sentral jamaah ini. Selanjutnya juga beberapa jamaah di 6 kecamatan (Babadan, Ponorogo, Jenangan, Sukorejo, Slahung, dan Siman) yang aktif dalam jamaah Tarekat Syattariyyah Paju Ponorogo. Teknik penentuan informan dilakukan dengan AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 64 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah menggunakan teknik “secara sengaja” (Purposive Sampling), dengan pertimbangan bahwa subyek (informan) tersebut mampu memberikan informasi seluas-luasnya, komprehensif, sedalam-dalamnya, dan sedetail mungkin tentang makna, pesan, dan kesan yang ada pada tarekat Syattariyyah Paju Ponorogo. Pengumpulan data dilakukan dengan cara participant-observer, wawancara mendalam, dan dokumenter. Participant-observer berkaitan dengan prosesi baiat, majlis dzikir, prosesi rekruitmen anggota baru oleh jamaah Tarekat Syattariyyah Paju Ponorogo. Metode dokumenter digunakan untuk memperoleh data-data pendukung yang berkaitan dengan masalah dari berbagai bahan atau catatan tertulis, yang berkaitan dengan tarekat Syattariyyah Paju Ponorogo. Analisis di lapangan menggunakan teknik induksi analitik, dimana data yang telah terkumpul langsung dianalisis di lapangan untuk mengembangkan deskripsi atau hasil dari penelitian sementara. Sedangkan analisis setelah di lapangan akan dilakukan dengan mengkategori, menemukan konsep-konsep, dan menghubungkan antar konsep dari data yang diperoleh. Tahap berikutnya adalah memperkuat hasil analisis data dengan analisis tafsiriah. Sebagai usaha untuk menjamin keabsahan data, maka penelitian ini menggunakan standar kredibilitas data melalui beberapa aktifitas berikut; (1) Memperpanjang keterlibatan peneliti di lapangan; (2) Melakukan observasi terus-menerus dengan sungguh-sungguh dalam rangka untuk mendalami kasus yang sedang terjadi; (3) Melakukan trianggulasi, baik melalui metode, isi, maupun proses; (4) Melibatkan atau diskusi dengan teman sejawat; (5) Melakukan kajian atau analisis kasus negatif; (6) Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Diskursus Tarekat Syatariyyah dan Jamaah Tauhid Ponorogo Hipotesa awal adalah sebuah gambaran bahwa kelompok jamaah dzikir di Paju Ponorogo ini merupakan kelompok jamaah Tarekat Syattariyyah. Hal ini didasarkan pada kesamaan metode dan cara dzikir yang digunakan jika diamati dari luar jamaah. Tujuh tingkatan dzikir yang diawali dengan dzikir nafi isbat la illaha illaallah hingga dzikir ismu ghaib ini menjadi kunci utama yang diyakini oleh Jamaah Tauhid bisa mengantarkan seseorang dalam mamahami hakikat kehidupan dan kematian, memahami Tuhan dan hakikat manusia itu sendiri, yaitu sebuah AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 65 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah dzikir yang senantiasa awas terhadap nafas diri dengan rahasia-rahasianya dan mengisi keluar masuknya nafas dengan dzikir ismu ghaib bil ghaibi. Jamaah Tauhid menyerap metode dan bentuk dzikir yang digunakan dalam setiap kelompok jamaah tarekat, seperti pada tarekat Syattariyyah , Qadiriyyah, Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah, Siddiqiyyah, Sadziliyyah, Aqmalillayah dan tarekattarekat yang lain. Tepatnya bisa dikatakan juga bahwa jamaah Tauhid ini menggunakan medote Syariatul Islam, Tareqatul Islam, Hakikatul Islam, dan Makrifatul Islam. Mendekatkan diri kepada Allah dengan proses Iman, Islam, dan Ihsan dengan sebenar-benarnya. B. Prosesi Baiat dan Makna kurban Jamaah Tauhid Paju Ponorogo. Landasan kurban dalam jamaah Tauhid mengacu pada QS. Al- Maidah ayat 27, yang berbunyi; “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". Pada Jamaah Tauhid, sebelum jamaah melakukan baiat, diwajibkan berpuasa. Dalam pelaksanaannya, berapa jumlah hari berpuasa berbeda-beda. Ada yang berpuasa 40 hari, 7 hari, dan 4 hari. Berpuasa selama 4 hari yang paling banyak dilakukan calon jamaah. Selanjutnya jamaah melakukan prosesi penyembelihan ayam jago di halaman rumah Kyai Asroni tepatnya dipekarangan barat rumah yang dilakukan pada pagi hari. Proses penyembelihan ayam jago ini sebagai bentuk latihan berkurban bagi seorang muslim. Selain melakukan penyembelihan ayam jago ini, bagi seorang jamaah yang kurang mampu dari segi materi juga bisa berkurban dengan menggunakan telur ayam. Jika memang tidak punya sama sekali, jamaah bisa melakukan baiat dengan tanpa syarat apapun kecuali berpuasa. Penyembelihan ayam jago ini adalah bentuk latihan dari berkurban yang ada dalam ajaran Islam. Berkurban minimal harus dilakukan dengan menyembelih hewan kambing, unta, atau sapi. Jika hal ini diterapkan dalam proses pembaiatan dalam Jamaah Tauhid, maka perkembangan dalam jamaah Tauhid ini bisa dipastikan berjalan lambat. Berikut petikan wawancara dengan Kyai Asroni terkait penjelasan penyembelihan kurban ayam jago: AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 66 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah “Mbeleh pitek iku tujuane iki jane kurban, iki mengkono dinggo latihan kurban. Sejatine bait mbeleh pitek iku ora enek, sing enek iku kurban wedhus. Wiki mbiyen ngene ceritane. Sesungguhnya Tauhid iku merindukan Tuhan. La manusia seluruh dunia iku sing dadi conto wong kang merindukan Tuhan iku sopo? Yoiku Nabiullah Ibrahim dalam mencari Tuhan. Apakah Tuhan seperti bintang, bulan, dan matahari?, Ikulah proses perjalanan Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan. Akhire malaikat turun, nggowo wahyu, “inni wajahtu wajhiya lillahi fatorosyamawati wal ardlo”. Hadapkanlah wajahmu ke wajah Tuhanmu, Tuhannya langit dan bumi.”1 C. Penyembelihan dan Intensitas Spiritual Jamaah Tauhid Ponorogo Hubungan antara ayam jago atau kambing yang telah dijadikan kurban oleh jamaah terhadap peningkatan spiritual dan kedalaman rasa jamaah menjadi sebuah hal menarik. Dalam penjelasannya Kyai Asroni menyampaikan bahwa semua urusan spiritual dan peningkatan iman seorang jamaah tergantung pada pribadi masing-masing. Jamaah Tauhid dalam hal ini Mursyid hanya membukakan pintu gerbang jalan menuju Tuhan. Permasalahan pribadi jamaah dalam peningkatan iman dan pengetahuan tentang masalah-masalah gaib menjadi jalan perjuangan sendiri bagi setiap jamaah.. Namun ada beberapa jamaah yang berpendapat bahwa ayam jago ataupun kambing yang disembelih untuk kurban ini menjadi simbol dan cerminan jamaah sendiri. Misalkan jika secara fisik ayam jago ini bagus, maka itu wujud dari cermin bahwa secara syar’i lahiriah yang bersangkutan bagus, atau ilmu syariatnya baik. Ayam jago yang memiliki fisik kurang baik, maka calon jamaah mempunyai kepribadian yang kurang baik. Jika darah sembelihannya berwarna merah tua, menjadi perlambang dosa yang bersangkutan sangat banyak. Banyak dosa kecil maupun dosa besar yang telah dilakukan sehingga darah sembelihan ayam berwarna merah tua. Bagi jamaah yang sudah masuk dalam wilayah rasa, ayam dan darahnya berbau busuk, sama sekali tidak mengenakkan. Sebaliknya, jika calon “Tujuan sebenarnya itu adalah untuk berkurban, dan dalam penyembelihan ayam jago itu hanya sebatas pada tahapan latihan berkurban. Hakikatnya menyembelihan ayam itu dalam baiat tidak ada, melainkan yang ada adalah menyembelih kambing. Saat itu sejarahnya begini. Sesungguhnya tauhid itu adalah merindukan Tuhan. Manusia di seluruh dunia ini yang menjadi contoh dalam hal merindukan Tuhan siapa? Yaitu Nabi Ibrahim as. Dalam mencari Tuhan. Apakah Tuhan itu seperti bintang, bulan, ataukah matahari?, Itulah proses perjalanan spiritual Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan. Hingga pada akhirnya turunlah malaikat dari langit dengan membawa wahyu, “inni wajahtu wajhiya lillahi fatorosyamawati wal ardlo”. Hadapkanlah wajahmu ke wajah Allah, Tuhannya langit dan bumi.” 1 AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 67 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah jamaah orangnya baik dan bersih, maka biasanya postur ayam jagonya baik dan bersih. Saat disembelih tidak banyak gerak. Darahnya berwarna merah segar, begitu cerah, berbau harum dan wangi. Sebagaimana diungkapkan Johan. Salah seorang jamaah Tauhid diyakini keturunan keraton Solo. Memiliki kemampuan rasa batin yang peka dan ketajaman spiritual yang tinggi. Ia sering membantu Kyai Asroni dalam menyembuhkan penyakit calon jamaah serta membaca dimensi-dimensi gaib beberapa masalah yang dihadapi oleh sebagian jamaah dan masyarakat. “Sejatine, pitek jago iku mung dinggo belajar kurban. Tapi yo iso kanggo perlambang wong sing arep baiat. Masalahe pitek iku ono hubungane karo sing bersangkutan. Ono pitek sing sewengi utuh sak durunge dibeleh pas dino Kemis esuk iku mbengok-mbengok nyuwun tulung. Wedi arep dibeleh. Masalahe batine wong sing nduwe pitek iku uwis manteb taubat, tapi setan lan iblis sing ono njerone wong mau ora gelem ngaleh. Wedi dibaiat mergone rasane loro lan panas. Tapi delok en jare pitek sing manut-manut iku, iku mergane sing nduwe uwonge yo manut, apik, jarang dumindak doso. Mangkane ambune pitek lan getihe wangi.”2 Penjelasan Johan di atas menunjukkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan masalah spiritual dan aspek mistis adalah sesuatu yang subjektif. Mungkin satu objek bisa dilihat bagi orang tertentu, tapi bisa tidak terlihat bagi yang lain. D. Konsep dan Metode Dzikir Jamaah Tauhid Ponorogo Proses dzikir jamaah Tauhid terdiri atas beberapa tahap dan wajib dilakukan secara tertib dalam laku lahir dan batin jamaah. Aspek penyempurnaan lahir dan batin menjadi perhatian utama dalam segala aktivitas setiap anggota Jamaah Tauhid. Dzikir berfungsi sebagai alat untuk membuka beberapa pintu dan urusan rahasia hati. Hati manusia itu bertingkat-tingkat dengan berbagai penutupnya. Dimulai dari hati nurani, dan rasa. Hati nurani bisa terbuka dengan menggunakan dzikir laa illaaha illalah. Terbukanya arwah dengan menggunakan dzikir Allah...Allah. sedangkan untuk “Pada hakikatnya, ayam jago itu hanya sebatas untuk simbol dan sebagai media untuk belajar berkurban. Akan tetapi juga bisa menjadi perlambang bagi orang yang akan melaksanakan baiat. Permasalahannya adalah ayam jago tersebut ada hubungannya dengan orang yang bersangkutan. Ada ayam yang semalaman sebelum dilakukan penyembelihan pada hari Kamis pagi hanya berteriak-teriak minta tolong karena takut untuk disembelih. Hal ini disebabkan oleh kemantaban hati orang yang memiliki ayam jago tersebut dalam bretaubat dan kembali di jalan Allah, tetapi setan dan iblis yang ada di dalam diri orang yang bersangkutan tidak mau meninggalkan badannya. Setan dan iblis merasakan ketakutan karena rasanya sakit dan panas. Sedangkan kamu bisa melihat beberapa ayam yang tenang dan tidak takut. Hal itu dikarenakan yang bersangkutan sikapnya santun, baik, dan jarang berbuat dosa. Makanya ayam jago dan darahnya berbau wangi’. 2 AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 68 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah membuka rasa itu dengan menggunakan dzikir Hu...Hu.... Bersamaan dengan kalimah Hu ini dibarengi dengan “Isi dari kalimat Hu” khusus hal ini dijelaskan disaat baiat bersama guru atau mursyid. Tiga macam atau pembagian dzikir yaitu Laa Ilaaha Illallah, Allah..Allah, dan Hu...Hu ini adalah isi pokok dari dzikir. Maka dari itu bisa diartikan bahwa dzikir Laa Ilaaha Illallah bertempat di hati nurani. Dzikir Allah...Allah bertempat pada ruh, dan dzikir Hu...Hu bertempat pada rasa. Gambaran besar urutan dzikir Jamaah Tauhid dari awal hingga akhir adalah sebagai berikut: Pertama, Dzikir Thowaf; Thowaf itu memutar kepala dengan mengarahkan ujung dagu dan menahan nafas kearah dada kiri kearah kanan dengan memutari pusar hingga ujung dagu berada diposisi dada bagian kanan dibarengi mengucapkan kalimat “Laa Ilaaha”.3 Selanjutnya disaat ujung dagu berada pada dada bagian kanan, maka dilanjutkan dengan mengambil nafas. Posisi dada kanan ini disebut dengan istilah “Maqom Firoq”. Ini ada tempat dimana pisahnya seorang hamba dengan Tuhan. Hal ini dikarenakan dimana selama berada dalam alam manusiawi itu bisa menahan diri dengan maksimal, bisa menahan nafsunya sehingga bisa berada dibawah kendali hati, ruh dan rasa. Maka dari itu semua bisa menjadi bukti bahwa seorang hamba bisa dan siap untuk masuk ke dalam wilayah keTuhanan. Kedua, Dzikir Nafi Isbat; Dzikir Nafi Isbat adalah mengucapkan kalimat laa illaaha illallah dengan menggerakkan dagu ke arah dada kanan dengan dzikir nafi “laa illaha” dan ke arah dada kiri tepatnya di jantung dengan dzikir isbat “illalah”. Dzikir nafi isbat ini diucapkan sebanyak-banyaknya dengan terus menata hati dan pikiran untuk menghilangkan segala aspek duniawi termasuk diri sendiri dan yang ada hanyalah Allah. Dzikir nafi isbat bertujuan untuk membuka hati dengan tujuan akhir menghilangkan kesadaran akan adanya hati. Tahapan pertama ini menjadi modal untuk mencapai dan masuk pada tangga berikutnya. Dalam diri manusia terdapat banyak rahasia dan hal-hal yang samar. Hal inilah yang menjadikan kewajiban bagi seseorang untuk mencari dan menemukan ahli hikmah untuk Pengertian pusar ini adalah simbol ka’bah pribadi, dan ini merupakan kiblat diri kita secara pribadi. Alam raya ini pada hakikatnya merupakan bayang-bayang dari alam raya pribadi. Maka jika sudah bisa meredam alam raya pribadi ini, maksudnya adalah tenangnya gerak lahir dan batin, murni bersih dari Allah dan kehendak Allah, maka jagad alam raya ini bisa berjalan dengan tenang dan baik serta tertata dengan sempurna. Hal ini sesuai dengan ayat 41 dalam surat Ar Rum, 41. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. 3 AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 69 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah menuntunnya dan membimbingnya dalam menempuh jalan spiritual untuk menemukan kesejatian Allah. Ketiga, Dzikir Isbat Blaka; Dzikir Isbat Blaka ini adalah dzikir “Illallah....Illallah”. Gerak dzikir ini adalah bacaan “Illallah....Illallah” yang diiringi gerak dagu dengan mengambil rasa dari tengah dada dan dipukulkan kepada dada bagian kiri tepatnya ke arah jantung. Nafsu syahwat yang terus menguat membuat diri manusia sering melupakan Allah. Syahwat kecintaan terhadap makan dan minum, perhiasan dan harta benda, pangkat dan kedudukan, berhias dan wanita, semuanya menjadi penyebab manusia lalai dari berdzikir. Dzikir Isbat Blaka dimaksudkan agar manusia bisa melupakan segalanya, yang ada hanya Allah yang Maha Rahman Rahim, Tuhan dari segala sesembahan, Penguasa dari segala penguasa. Keempat, Dzikir Ismu Dzat; Dzikir ini dengan berucap “Allah...Allah”. Allah adalah Nama Dzat yang wajib wujudnya dan tetap tidak berubah pada kondisi siang dan malam. Pada hakikatnya Allah itu adalah Nama Dzat. Tidak akan bisa memberikan manfaat dan mudharat apapun melainkan semuanya atas kehendak Allah, yang bisa memberikan keanugerahan dan rahmat adalah yang mempunyai Nama Allah itu sendiri. Yaitu yang biasa disebut dengan sebutan dalam dzikir “Hu...Hu”. Dzikir Ismu Dzat memberikan pengajaran kepada manusia untuk mengenal hakikat yang punya Nama. Nama Tuhan orang Islam adalah Allah. Karena pada hakikatnya Allah itu sendiri adalah nama dari Dzat yang Maha Agung lagi Maha Suci. Dzikir ini dilakukan dengan cara menganggukkan kepala ke arah ulu hati atau tengah dada diiringi ucapan “Allah...Allah”. Kelima, Dzikir Syahadah Fi Ghoib (Dzikir Taroqi); Dzikir Syahadah Fi Ghoib ini dengan mengucapkan kalimat “Allah...Hu”. Gerakannya dari dada tengah atau ulu hati diangkat dan dimasukkan ke dalam Baitul Makmur (otak atau alam pikiran). Dzikir ini bertujuan agar otak/pikiran senantiasa digunakan untuk memikirkan keagungan dan kebesaran Allah, serta kecerdasannya digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kecerdasannya dikendalikan oleh sucinya hati sehingga bisa bermanfaat untuk alam raya, bukan sebaliknya, merusak dan menghinakan. Keenam, Dzikir Tanazul (Dzikir Ghoibin Fisyahadah); Dzikir Tanazul (Dzikir Ghoibin Fisyahadah) ini dengan mengucapkan kalimat “Hu...Allah”. kebalikan dari AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 70 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah dzikir syahadah fi ghoib. Dzikir ini diucapkan dengan diiringi gerakan kepala sebagai bentuk simbol otak atau pikiran yang dibawa turun ke arah dada tengah, yaitu rasa. Hal ini adalah simbol bahwa segala sesuatu akan kembali dan berakhir kepada Allah. Ketujuh, Dzikir Isim Ghoib (Dzikir Ghoibun Fi Ghoib); Dzikir Isim Ghoib (Dzikir Ghoibun Fi Ghoib) ini diucapkan dengan kalimat “Hu...Hu..”. Dzikir ini dilakukan dengan cara menancapkan kalimat dzikir ke arah tengah dada dengan gerakan kepala mengangguk ke arah bawah. (Affandi, dalam “Buku Tuntunan Lan Pedoman Nggayuh Derajad Muqorrobin” , tanpa tahun tanpa penerbit). Diyakini bahwa dzikir ini ditujukan pada hati nurani yang paling dalam hingga mencapai kedalam ruh dan rasa. Kedepalan, Dzikir Ghaib bil Ghaibi; Dzikir ini menjadi dzikir rahasia dari segala rahasia, rasa dari segala rasa, ruh dari segala ruh. Dzikir rahasia yang hanya diberikan oleh sang guru atau mursyid disaat pelaksanaan baiat. Dijelaskan dengan jelas apa-apa yang menjadi rahasia. Kunci segala kunci yang bisa membuka tabir segala tabir. Barang siapa membuka dan membahas serta menjelaskan dzikir ini, maka rusaklah ia. Karena ia telah membuka aibnya sendiri. Diyakini bahwa saat baiat itu turunlah wahyu dari malaikat untuk kesempurnaan Islam orang yang berbaiat. Allah menjamin keselamatannya disaat orang sudah melakukan baiat di Jamaat Tauhid. Namun jika orang tersebut melakukan dosa, maka Allah akan mendatangkan siksa dan murkanya secara langsung di dunia, dan pastinya nanti juga di akhirat jika orang tersebut tidak mau bertaubat. “Sopo wonge ora gelem baiat, mongko saktemene wong iku ora ngerti sejatine awake dhewe. Luwih-luwih ngerteni sopo sejatine Pengeran Allah, kadoan. Allah iku sejatine ghaib, neng ghaibe ora koyo ghaibe malaikat, suargo, setan, iblis, neroko, lan liyo liyane sing ketoke ghoib. Ghaibe Allah kui ngijeni, biso dingerteni yen wong kui gelem nyemplong neng wilayahe Allah. La piye carane? Yo iku sejatine sing dadi masalah....golek o guru sing biso nuntun awakmu teko marang Alloh. Nek kowe yakin, manuto guru Tauhid. Dijamin selamet, sing penting ora tumindak doso. Mergane akeh uwong sing apik jaman uripe, neng ora slamet pas matine lan neng akhirate. Iku mergane wong kui gak ngerti carane bali marang Gusti Allah. Orang ngerti sejatine opo kui inna lilahi wa inna ilaihi rajiaun.”4 4 Rekaman wawancara dengan Kyai Asroni pada Sabtu, 06 September 2014 bertempat di dalem Paju Ponorogo pukul 22.15 WIB. AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 71 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah Teori Tauhid Jamaah Tauhid Paju Ponorogo E. Model Perekrutan Anggota Baru Jamaah Tauhid Ponorogo Kegiatan perekrutan Jamaah tauhid dilakukan dengan model dakwah dari orang ke orang. Selain itu setiap orang yang datang kepada Kyai Asroni mengadukan permasalahan hidup, dianjurkan Kyai Asroni untuk bergabung jamaah Tauhid. Karena salah satu syarat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan melaksanakan ritual baiat. Berikut gambar rekruitmen anggota baru dalam jamaah Tauhid; Pola rekruitmen Jamaah Tauhid F. Pengalaman Spiritual Jamaah Tauhid Ponorogo Berikut di bawah ini adalah uraian tentang kisah pengalaman spiritual para jamaah disaat proses sebelum bergabung dalam jamaah Tauhid maupun setelah bergabung ke jamaah Tauhid yang ditandai dengan melakukan prosesi pembaiatan. Pertama adalah Awan. Dalam perjalanan hidupnya, Awan yang berusia 27 tahun senantiasa mencari guru spiritual yang bisa menjawab pertanyaanpertanyaan batin yang selama ini membuatnya gelisah. Namun setelah bertemu dengan beberapa guru spiritual, ternyata masih ada beberapa pertanyaan batin yang belum terjawab. Dari perjalanan yang panjang itulah akhirnya ia kemudian diajak temannya (yang lebih dahulu bergabung ke dalam jamaah Tauhid) untuk AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 72 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah bercerita pengalaman spiritual masing-masing. Dengan pengalaman spiritual temannya ini, ternyata ada satu hal yang belum pernah ia alami, yaitu pengalaman mukasyafah (terbukanya mata batin dengan melihat hal ghaib, semuanya bertujuan utuk senantiasa menambah keyakinan dan iman kepada Allah). Dari situlah Awan meminta temannya untuk silaturahim ke Kyai Asroni dan bergabung ke dalam jamaah Tauhid. Selama pelaksanaan dalam pengamalan dzikir Tauhid, Awan merasa hidupnya semakin tenang. Ia mulai bisa merasakan makna-makna spiritual baru. Misalnya dalam hal pemaknaan dan pemahaman terhadap hakikat dunia. Dalam dzikirnya pada waktu Dhuha Awan merasakan terbang ke tingkatan-tingkatan langit tertinggi. Dari langit ke satu hingga langit ketujuh. Ia merasa kakinya masih berada dan menginjak bumi, sedangkan badan dan kepalanya berada di puncak langit tertinggi. Di sanalah ia melihat dengan sebenar-benarnya bahwa sesungguhnya dunia itu sangat hina. Tidak sebading dengan rahmat dan kebesaran Allah. Hal ini terulang dua kali, setelah itu tidak pernah terjadi lagi. Kedua adalah Harianto, Ia sudah bergabung sekitar 4 tahun. Usianya sekitar 31 tahun. Ia merupakan teman akrab sekaligus sahabat perjalanan spiritual Awan selama ini. Dalam sebuah dzikirnya, Harianto pernah mengalami pengalaman spiritual yang dasyat. Disaat ia istighfar dan terus memohon ampun kepada Allah dengan diiringi puasa disiang harinya, malam harinya ia merasa bahwa dari beberapa anggota tubuhnya mengeluarkan darah dan nanah yang berbau sangat busuk. Padahal secara lahiriah selama ini ia bersikap baik dan santun, rajin beribadah dan taat kepada orangtua dan agama. Ia kemudian menceritakan kejadian ini kepada Kyai Asroni. Beliau menjelaskan bahwa itulah hakikat dosa. Dosa yang sesungguhnya itu menakutkan dan mengerikan. Namun kebanyakan orang tidak mampu melihat hakikat dosa. Mata batinnya tertutup oleh nafsu, syahwat, dan segala penyakit-penyakitnya. Sehingga dosa dirasakan sesuatu yang biasa tanpa akibat. Bahkan terkadang terasa begitu indah dan nikmat. padahal secara lahiriah selama ini ia bersikap baik dan santun, rajin beribadah dan taat kepada orangtua dan agama. Ketiga adalah Mulyadi atau akrab dipanggil dengan sebutan Mbah Modin, beliau adalah pencari guru spiritual dan ahli hikmah. Mulyadi, Akrab dengan AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 73 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah panggilan Mbah Modin karena beliau adalah Modin Desa Semanding Jenangan, Ponorogo. Perjalanan spiritualnya berguru ke beberapa mursyid Tarekat belum mampu menenangkan batinnya, hingga akhirnya ia menemukan hikmah setelah bergabung dengan jamaah Tauhid. Saat beliau dengan kemauan yang kuat berdoa kepada Allah supaya ditunjukkan jalan yang benar, guru sejati, dan kebenaran tauhid, maka disaat akhir itulah ia mengalami sebuah mimpi dan isyarat bahwa tanaman tebu (dalam pemaknaan muslim Jawa tanaman tebu dimaknai sebagai qalbu atau hati) di tengah-tengah sawah semuanya bersuara dengan suara yang berbunyi hu...hu.... Makna ini ia yakini bahwa kata atau dzikir hu...hu... ini belum pernah ia ketahui sebelumnya. Dzikir HU dalam tulisannya adalah HUWA yang bermakna Dia yaitu penunjukkan kepada Dzatnya Allah. Ia terus mencari makna atas mimpinya hingga pada akhirnya ia bertemu teman yang mengajaknya bergabung dengan Jamaah Tauhid. Selama bergabung dengan Jamaah Tauhid, Mulyadi sering mengalami kejadian-kejadian spiritual yang terkadang ia sendiri tidak bisa memahaminya kenapa hal ini harus terjadi. Namuan ia terus berusaha untuk meyakini bahwa sesungguhnya Islam dan Jamaah Tauhid ini adalah benar, sebagaimana pemahaman dalam Jamaah Tauhid bahwa Ilmu tertinggi adalah bagaimana seorang harus memahami dirinya sendiri, Allah serta segala makhluk. Keempat adalah Mbah Karto yang mempunyai semangat luar biasa dalam perbaikan diri, khususnya masalah spiritual. Mbah Karto adalah orang sepuh (tua) yang sudah berusia 82 tahun. Usia beliau yang sudah lanjut ternyata tidak mempengaruhi semangatnya untuk melakukan perbaikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Semangat bermujahadah secara berjamaah dengan cara berpindah-pindah tempat, bergantian diantara sesama jamaah satu. Dalam sebuah kesempatan mimpinya Mbah Karto pernah berada dalam sebuah wadah seperti danau yang airnya begitu jernih. Beliau minum air itu dan hilanglah dahaga yang selama ini dirasakannya. Mbah Karto merasakan nikmat yang luar biasa, dan nikmat itu belum pernah dirasakannya selama ini. “Sakjuke aku neng nggone pak Kyai As kui, aku kerep mbanget ngalami ngipi sing aneh-aneh. Bedo karo aku sakdurunge neng Paju. Ngipi ku kui tak ngerteni kadang koyo simbol-simbol lan kedadean-kedaean sing genah mbanget. Neng kerono ngipi kui akhire aku tambah manteb lek nggone pak Kyai As kui haq. Bener sak benere ngilmu. Neng aku yo kadang ngroso aneh, masalahe nggolek i sing siji kui lo, kok angel eram. Kadang ora disengojo teko lan rasane kui enak nganggo banget, la neng tak baleni kok ora kenek. AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 74 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah Karepku ngono yo ben iso ajeg, dadi ora munggah medhon, anteng. La neng yo piye, nyatane koyo ngene. Neng yo tetap tak syukuri wae kabeh kui”5 KESIMPULAN Dalam setiap organisasi tarekat, apapun tarekatnya, semuanya mempunyai cara dan tradisi tersendiri dalam melakukan perekrutan anggota baru, baik teknis tata cara dan prosesi pembaiatan serta metode dzikirnya. Hal ini terjadi karena perbedaan latar belakang masing-masing dari organisasi tarekat itu sendiri. Demikian juga yang terjadi pada Jamaah Tauhid Paju Ponorogo. Secara teknis dan medote dzikirnya, jamaah Tauhid ini sama dengan Tarekat Syattariyyah pada umumnya. Namun dalam beberapa hal ada perbedaan, yaitu dalam hal prosesi pembaiatan. Termasuk di dalamnya terdapat ritual berkurban yang dilakukan oleh para calon anggota jamaah baru. Para jamaah menyakini bahwa jika bersungguhsungguh dalam mengamalkan seluruh ajaran Islam dengan panduan teknis oleh Jamaah Tauhid, maka bisa mereka akan mengalami pengalaman peningkatan spiritual. Peningkatan spiritual inilah yang menjadi wahana bagi jamaah untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. DAFTAR PUSTAKA Berger, Arthur Asa, 2005. Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer; Suatu Pengantar Semiotika, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, h. 23 ......................................, 1999, “Kitab Kuning; Pesantren dan Tarekat, Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia”, Mizan Bandung. ......................................, 1989, “Rakyat Kecil, Islam, dan Politik”, Bintang, Yogyakarta. Mulyati Sri, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2011. Geertz, Cliffort, “Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa”, Jakarta: Pustaka Jaya, 1981. “Setelah saya begabung dengan Jamaah Tauhid Kyai Asroni, saya sering sekali mengalami mimpi yang aneh. Berbeda disaat saya belum ke Paju. Mimpi saya itu saya pahami terkadang seperti simbol-simbol dan kejadian-kejadian yang nampak begitu nyata. Dengan kejadian itu akhirnya bisa membuat saya semakin mantab bahwa ilmu ditempatnya Kyai Asroni itu adalah benar. Benar dengan sebenarnya ilmu. Akan tetapi saya juga merasa agak aneh, yaitu mencari yang satu itu, betapa sulit untuk bisa menemukannya. Terkadang secara tidak sengaja ia datang dengan rasa yang begitu nikmat, namun kejadian seperti itu tidak bisa dengan sengaja untuk diulangi. Saya sebenarnya sangat mengingikan bahwa kejadian seperti ini bisa terjadi secara rutin dan teratur, jadi tidak terjadi pasang surut, biar tenang. Namun saya juga idak bisa berbuat apa-apa, memang kenyataannya demikian. Akan tetapi semua itu tetap saya syukuri.” (Rekaman wawancara dengan Mbah Karto pada Senin 08 September 2014 pukul 19.25 WIB di masjid Baitul Hikmah Ngepos Ngrupit Jenangan Ponorogo). 5 AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 75 Wahyudi Setiawan, Prosesi Baiat Jama’ah Tarekat Sattariyyah Trimingham, J.S., 1998, “The Sufi Orders in Islam”, cetakan kedua, London: Oxford University Press KH. Moh. Munawwar Affandi, “Buku Tuntunan Lan Pedoman Nggayuh DerajadMuqorrobin” Khusus Warga Syathoriyah, tanpa tahun dan penerbit. AL MURABBI Vol. 01 No. 02 Januari-Juni 2015 ISSN 2406-775X 76