Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

. BAB IV

Penelitian ini dilakukan di Desa Cikoneng Kabupaten Ciamis dimulai dari tanggal 19 Mei 2019 sampai dengan 21 Juni 2019. Berikut akan dijelaskan mengenai gambaran objek penelitian mencakup kondisi fisik Desa Cikoneng yang akan memberikan gambaran mengenai keadaan penduduk, gambaran sumber daya alam yang tersedia untuk mengembangkan wilayah tersebut dan gambaran mengenai pola aktivitas penduduk setempat. 1. Sejarah Desa Nama Desa Cikoneng berasal dari kisah sebuah sumur tua yang diyakini oleh masyarakat sebagai bekas pemandian dari Eyang Bagus Solihin yang merupakan seorang tokoh masyarakat diwilayah tersebut. Sumur tua ini memiliki air yang berwarna kuning atau dalam Bahasa Sunda disebut dengan koneng, maka wilayah tersebut terkenal sampai sekarang dengan nama Desa Cikoneng. Berdiri sekitar tahun 1890 dengan kepala desa yang pertama M. Singawinata Demang Singamanggala dengan julukan Kuwu Bintang karena jasa-jasanya yang telah berhasil membangun saluran irigasi dari Desa Panaragan melewat Desa Kujang, Desa Cikoneng dan Gegempalan (Irigasi Sungai Ciloganti). Desa Cikoneng sampai saat ini telah dipimpin oleh 12 kepala desa. Selama berjalannya pemerintahan, Desa Cikoneng telah melakukan berbagai macam pembangunan demi menunjang kebutuhan masyarakat terutama dalam pembangunan sarana fasilitas umum di wilayah desa. Pembangunan ini dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah desa, lembaga perencana dan pelaksana pembangunan serta masyarakat baik dengan bergotong-royong maupun memanfaatkan pendanaan dari berbagai sumber yang diterima oleh desa seperti PAD, ADD, Dana Desa maupun pendapatan desa lainnya yang disahkan oleh perundang-undangan. Berikut ini merupakan sejarah pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah desa bersama masyarakat:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cikoneng Kabupaten Ciamis dimulai dari tanggal 19 Mei 2019 sampai dengan 21 Juni 2019. Berikut akan dijelaskan mengenai gambaran objek penelitian mencakup kondisi fisik Desa Cikoneng yang akan memberikan gambaran mengenai keadaan penduduk, gambaran sumber daya alam yang tersedia untuk mengembangkan wilayah tersebut dan gambaran mengenai pola aktivitas penduduk setempat. 1. Sejarah Desa Nama Desa Cikoneng berasal dari kisah sebuah sumur tua yang diyakini oleh masyarakat sebagai bekas pemandian dari Eyang Bagus Solihin yang merupakan seorang tokoh masyarakat diwilayah tersebut. Sumur tua ini memiliki air yang berwarna kuning atau dalam Bahasa Sunda disebut dengan koneng, maka wilayah tersebut terkenal sampai sekarang dengan nama Desa Cikoneng. Berdiri sekitar tahun 1890 dengan kepala desa yang pertama M. Singawinata Demang Singamanggala dengan julukan Kuwu Bintang karena jasa-jasanya yang telah berhasil membangun saluran irigasi dari Desa Panaragan melewat Desa Kujang, Desa Cikoneng dan Gegempalan (Irigasi Sungai Ciloganti). Desa Cikoneng sampai saat ini telah dipimpin oleh 12 kepala desa. Selama berjalannya pemerintahan, Desa Cikoneng telah melakukan berbagai macam pembangunan demi menunjang kebutuhan masyarakat terutama dalam pembangunan sarana fasilitas umum di wilayah desa. Pembangunan ini dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah desa, lembaga perencana dan pelaksana pembangunan serta masyarakat baik dengan bergotong-royong maupun memanfaatkan pendanaan dari berbagai sumber yang diterima oleh desa seperti PAD, ADD, Dana Desa maupun pendapatan desa lainnya yang disahkan oleh perundang-undangan. Berikut ini merupakan sejarah pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah desa bersama masyarakat: 62 63 Tabel 4.1 Sejarah Pembangunan Desa Cikoneng No Tahun Kegiatan Pembangunan Pembangunan Irigasi Cikoganti 1 1880-1900 dan SDN 1 Cikoneng, pada masa ini Kepala Desa Cikoneng dijuluki sebagai Kuwu Bintang 2 1900-1907 Pembersihan lahan untuk membuat jalan Keterangan Masa Kades M Singawinata Demang Singamanggala Masa Kades M Natayuda Singamanggala Masa Kades M 3 1907-1913 Menggagas pasar kagetan Suraitapura Demang Singamanggala 4 5 6 7 1913-1918 1918-1928 Pembangunan Balai Desa Masa Kades Cikoneng Kartasuanda Natayuda Rehab Pembangunan Balai Desa Cikoneng 1928-1938 Pembangunan Mesjid Al-Kautsar - Pembanguan Pasar Desa - Pembangunan SDN 2 1938-1958 - Masa Kades Suraitapura Singamanggala Masa Kades Murca Suraitapura Cikoneng Masa Kartasuanda Pembangunan Sentral Batik Natayuda Tulis 8 - Gerakan Pagar Betis DI/TII - Pelebaran dan Pengerasan 1958-1965 - Jalan Lingkar Selatan Masa Kades Pendirian Kecamatan Gandawijaya Cikoneng 64 No 9 Tahun Kegiatan Pembangunan 1965-1971 Pembangunan SDN 3 Cikoneng - Keterangan Masa Kades Oma Suhana Pembangunan Kantor Koramil 10 Pembangunan SDN 4 Cikoneng Masa Kades SH. - Renovasi Kantor/ Bale Desa Poniman - Era Kesenian Orkes Melayu 1971-1984 Sinar Purnama dan Layar Tancap 11 1984-1993 Pertama kali pengaspalan jalan Masa Kades Kiking desa Sadikin Poniman 12 1993-2001 desa - 13 Rehab pengaspalan jalan Pengerasan jalan gang 2001-2002 Rehab kantor desa - Masa Kades Koko.HS Masa PJS Kades M.Toha Pembuatan Jalan Penghubung antara Dusun Ciangini dan Dusun Garempai 14 2002-2008 - Pembangunan TK Nurusakinah dan Permata Masa Kades Jaja hati Martha Rehab dan pengerasan jalan desa - Pembangunan posyandu di 6 dusun - Rehab SDN 1,2,3,4 Desa 65 No Tahun Kegiatan Pembangunan Keterangan Cikoneng - Rehab madrasah - Mebeler posyandu - Pengaspalan jalan desa di Dusun Babakan-Ciangini 15 2008-2014 - Rehab kantor desa - Rehab kantor perpustakaan Masa Kades Jaja desa Martha - Pembangunan WC umum di 3 dusun - Pembangunan gedung Sekolah Luar Biasa (SLB) di Dusun Mandalika - Raehab/Pembangunan Aula Desa Cikoneng Tahun 20152017.( Selama Tiga Tahun ) Rp 300.000.000, 00 ( Banprov) Tahun 2015 16 2014-2020 - Renovasi kios pasar desa di Dusun Pasar Saptu, Rp. Masa Kades Elin 150.000.000 (DD). Herlina Rehab jalan desa Dusun Ciangini, Rp 82.640.000 (DD). - Perbaikan irigasi tersier Dusun Pasar Saptu, Rp 35.000.000 (DD) - Modal usaha KWT Desa 66 No Tahun Kegiatan Pembangunan Cikoneng, Rp 20.000.000 (DD) - Pelatihan GAPOKTAN Desa Cikoneng, Rp 3.721.176 (DD). - Perbaikan jalan gang Pasar Salasa, Rp 6.545.000 (ADD). - Perbaikan jalan gang Pasar Saptu, Rp 6.545.000 (ADD). - Perbaikan jalan gang Awisari, Rp 6.545.000 (ADD). - Pembangunan TPT Dusun Mandalika, Rp 6.545.000 (ADD). - Pembangunan jalan gang Dusun Babakan, Rp 6.545.000 (ADD). - Pembangunan tugu batas desa, Dusun Ciangini, Rp 6.545.000 (ADD). - Renovasi Aula Kantor Desa Cikoneng, Rp 100.000.000 (Banprov). Tahun 2016 - Perbaikan Posyandu Awisari, Rp. 5.500.000 (ADD). - Peningkatan Tembok Saluran Irigasi Awisari, Rp. Keterangan 67 No Tahun Kegiatan Pembangunan 17.000.000 (ADD). - Perbaikan gang Dusun Pasar Saptu, Rp 5.800.000 (ADD). - Perbaikan gang Dusun Mandalika, Rp 6.000.000 (ADD). - Perbaikan Dusun Pasar Salasa, Rp. 5.600.000 (ADD). - Perbaikan Posyandu Dusun Babakan, Rp. 3.000.000 (ADD). - Perbaikan jalan gang Pasar Salasa, Rp 15.000.000 (Bankeu Kab). - Perbaikan jalan gang Awisari, Rp 50.000.000 (Bankeu Kab). - Pembangunan gang Dusun Mandalika, Rp 20.000.000 (Bankeu Kab). - Pembangunan gang Dusun Babakan, Rp 20.000.000 (Bankeu Kab). - Pemeliharaan gang Dusun Ciangini, Rp 20.000.000 (Bankeu Kab). - Renovasi Aula Kantor Desa (Lanjutan), Rp 50.000.000 (Banprov). Keterangan 68 No Tahun Kegiatan Pembangunan Tahun 2017 - Renovasi kios pasar desa, Rp 149.344.000 (DD). - Pembangunan TPT dan pelebaran jalan, Rp 124.988.000,- (DD). - Pembangunan TPT Irigasi Tersier, Rp 27.420.000 (DD). - Pembangunan PAUD MATHLA’UL ANWAR, Rp 197.750.000 (DD). - Pembangunan saluran air kotor, Rp 13.350.000 (DD). - Pembangunan irigasi tersier, Rp 58.200.000 (DD). - Renovasi kios pasar desa, Rp 150.681.000 (DD). - Pengaspalan dan perbaikan saluran air, Rp 40.165.000 (DD). - Pembangunan TPT, Rp 52.370.000 (DD). Tahun 2018 - Saluran irigasi Pasar Salasa, Rp 79.682.000 (DD). - Saluran irigasi Pasar Saptu, Rp 35.793.000 (DD). - Pembangunan TPT Pasar Saptu, Rp 13.470.000 (DD). Keterangan 69 No Tahun Kegiatan Pembangunan - Peningkatan Jalan Gang Awisari, Rp 30.640.000 (DD). - Sosialisasi pembentukan dan pengembangan program potensi dan inovasi Desa Cikoneng. - Peningkatan Jalan Gang Awisari, Rp 246.741.000 (DD). - Insentif Guru PAUD dan DTA Desa Cikoneng, Rp 33.500.000 (DD). - Belanja matrial pembangunan sarana prasarana pendidikan non formal Desa Cikoneng, Rp 3.589.600 (DD). - Pembentukan dan pembangunan program potensi dan inovasi desa (Kegiatan pengenalan, pelatihan, dan input data lapangan desa) - Peningkatan jalan gang Dusun Pasar Salasa, Rp 45.309.600 (DD). - Peningkatan jalan Dusun Awisari dan Pasar Saptu, Rp Keterangan 70 No Tahun Kegiatan Pembangunan Keterangan 70.661.000 (DD). - Sarana prasarana pendidikan non formal, Rp 71.621.400 (DD). - Pembangunan jembatan Dusun Babakan, Rp 50.200.800 (DD). - Peningkatan jalan gang Dusun Babakan, Rp 52.820.000 (DD). - Alat GPS, Rp 6.000.000 (DD). - Hardisk, Rp 800.000 (DD) - Modal BUMDES, Rp 25.224.000 (DD). - Pembuatan jalan inspeksi dan pembuatan benteng penahan banjir Sungai Ciloganti Dusun Mandalika, Rp 30.000.000 (DD). - Pembangunan jalan gang Dusun Mandalika, Rp 2.000.000 (DD). Sumber: Arsip Desa Cikoneng, 2019 2. Keadaan Geografis Desa Cikoneng terletak di bagian barat Kabupaten Ciamis dan merupakan salah satu desa di Kecamatan Cikoneng. Adapun Kabupaten Ciamis berada pada koordinat 1080 20’ sampai dengan 1080 40’ Bujur Timur dan 70 40’ 20” sampai dengan 70 41’ 20” Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Desa Cikoneng secara geografis adalah sebagai berikut : 71 Sebelah utara : Desa Kujang Sebelah selatan : Sungai Citanduy dan Sungai Cigayam Sebelah barat : Desa Margaluyu Sebelah Timur : Desa Cimari dan Desa Gegempalan Berikut ini merupakan peta wilayah Desa Cikoneng: Sumber: Arsip Desa Cikoneng, 2019 Gambar 4.1 Peta Desa Cikoneng 72 Secara topografi wilayah Desa Cikoneng terdiri dari dataran rendah, daerah utara dengan bentuk daratan berbukit dan daerah selatan berbentuk dataran. Ketinggian pada bagian daerah dataran pada 50 meter diatas permukaan laut (dpl) dan pada perbukitan dengan ketinggian 100 meter dpl. Keadaan iklim di Desa Cikoneng menurut klasifikasi Scmidt-ferguson adalah iklim tipe C (agak basah). Suhu udara berkisar antara 200 C sampai dengan 300 C dan curah hujan rata-rata sebesar 114 ml per bulan dengan curah hujan tertinggi mencapai 2.987 ml per tahun. Secara keseluruhan luas wilayah Desa Cikoneng adalah 279,01 Ha dengan penggunaan sebagaimana pada tabel berikut ini: Tabel 4.2 Penggunaan Lahan di Desa Cikoneng No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Luas Tanah Sawah 106,10 38,03% 2 Luas Tanah Kering 129,10 46,27% 3 Luas Tanah Basah 0,00 0,00% 4 Luas Tanah Perkebunan 6,01 2,15% 5 Luas Fasilitas Umum 37,78 13,54% 6 Luas Tanah Hutan 0,02 0,01% 279,01 100,00% Jumlah Sumber: Arsip Desa Cikoneng, 2019 Wilayah Desa Cikoneng di dominasi oleh tanah kering yaitu sebesar 46,27% yang terdiri dari 59,00 Ha ladang, 68,00 Ha pemukiman, dan 2,10 Ha pekarangan. 3. Keadaan Demografis Jumlah keseluruhan penduduk Desa Cikoneng adalah 7.678 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.051 kepala keluarga. Berikut ini pengelompkan jumlah penduduk menurut jenis kelaminnya: 73 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Desa Cikoneng No Jenis Kelamin Jumlah 1 Laki-Laki 3.825 2 Perempuan 3.853 Jumlah Penduduk 7.678 Jumlah Kepala Keluarga 2.051 Sumber: Arsip Desa Cikoneng, 2019 Penduduk Desa Cikoneng tersebar kedalam enam dusun yaitu Dusun Pasar Saptu, Dusun Pasar Salasa, Dusun Awisari, Dusun Mandalika, Dusun Babakan dan Dusun Ciangini. Sedangkan untuk kepadatan penduduk di Desa Cikoneng mencapai 2.751,87/km. Selanjutnya tingkat pendidikan penduduk di Desa Cikoneng di dominasi oleh lulusan SLTA, berikut adalah data tingkat pendidikan penduduk Desa Cikoneng secara keseluruhan: Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Cikoneng No Tingkat Pendidikan Jumlah Laki-Laki Perempuan 1 Sekolah Dasar (SD) 932 956 2 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 1182 892 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 1671 1432 4 D1/sederajat 25 37 5 D3/sederajat 95 60 6 S1/sederajat 264 205 4169 3582 Jumlah Sumber: Arsip Desa Cikoneng, 2019 Sedangkan untuk lembaga pendidikan yang ada di Desa Cikoneng terdiri dari jenjang PAUD, Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Disamping itu juga ada Lembaga Pendidikan 74 Keagamaan yaitu Madrasah Diniyah. Berikut adalah data lembaga pendidikan yang berada di Desa Cikoneng: Tabel 4.5 Lembaga Pendidikan di Desa Cikoneng No Jenjang Sekolah Jumlah 1 SLTA 1 2 SLTP 2 3 SD 4 4 TK 7 5 PAUD 4 6 Lembaga Pendidikan Kursus 2 7 Lembaga Pendidikan Keagamaan (MD) 8 8 Sekolah Luar Biasa (SLB) 1 Sumber: Arsip Desa Cikoneng, 2019 1. Keadaan Ekonomi Keadaan ekonomi di Desa Cikoneng merupakan gambaran mengenai kemampuan masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhannya. Keadaan ekonomi di Desa Cikoneng dicerminkan oleh angka pengangguran, tingkat kesejahteraan masyarakat dan mata pencarian masyarakat. Berikut ini akan diuraikan mengenai angka pengangguran di Desa Cikoneng dimulai dari jumlah pencari kerja, jumlah pengangguran dan jumlah setengah pengangguran Tabel 4.6 Angka Pengangguran di Desa Cikoneng No Status Jumlah Persentase 1 Pencari Kerja 241 28,39% 2 Penganggur 352 41,46% 3 Setengah Penganggur 256 30,15% Jumlah 849 100,00% Sumber: Arsip Desa Cikoneng, 2019 75 Dari data diatas dapat diketahui bahwa jumlah pengangguran termasuk didalamnya para pencari kerja dan setengah pengangguran mencapai 849 orang yang jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penduduk desa, maka angka pengangguran tersebut mencapai 11,06%. Selanjutnya mengenai mata pencarian penduduk Desa Cikoneng, tabel berikut ini akan menyajikan data mata pencarian berdasarkan jenis pekerjaan dan jenis kelamin: Tabel 4.7 Mata Pencarian Penduduk Desa Cikoneng No Jenis Mata Pekerjaan Laki-laki Perempuan 1 Petani 17 3 2 Buruh Tani 71 34 3 Pegawai Negeri Sipil 55 60 4 Pengrajin 15 4 5 Peternak 6 - 6 Dokter Swasta 2 - 7 Perawat Swasta 4 2 8 Bidan Swasta - 4 9 Ahli Pengobatan Alternatif 3 2 10 TNI 3 - 11 POLRI 5 1 12 Pembantu Rumah Tangga - 4 13 Arsitektur/Desainer 2 - 14 Karyawan Perusahaan Swasta 1025 345 15 Perangkat Desa 12 2 16 Buruh Harian Lepas 1225 190 17 Pemilik Perusahaan 26 2 18 Pemilik Jasa Transportasi 7 - 19 Jasa penyewaan peralatan pesta - 6 20 Tukang Jahit 3 6 76 No Jenis Mata Pekerjaan Laki-laki Perempuan 21 Tukang Rias - 5 22 Juru Masak - 10 23 Karyawan honorer 15 14 24 Tukang Cukur 3 2 25 Tukang Las 3 - 26 Tukang Gigi 1 - 27 Tukang Listrik 6 - 28 Pemuka Agama 15 - 29 Satpam/Security 20 4 30 Ibu Rumah Tangga - 1150 31 Pensiunan 37 23 32 Belum Bekerja 625 450 3033 2214 Jumlah Sumber: Arsip Desa Cikoneng, 2019 4. Kondisi Pemerintahan Desa Desa Cikoneng merupakan salah satu desa dari sembilan desa yang ada di wilayah Kecamatan Cikoneng dan terdiri dari enam dusun, yaitu : a. Dusun Pasar Salasa b. Dusun Pasar Saptu c. Dusun Awisari d. Dusun Mandalika e. Dusun Babakan f. Dusun Ciangini Sedangkan untuk tata pemerintahan, Desa Cikoneng dipimpin oleh seorang kepala desa dengan struktur yang mengacu kepada Peraturan Bupati (Perbup) Ciamis Nomor 57 Tahun 2018 tentang Perubahan Peraturan Bupati Ciamis Nomor 80 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Adapun Struktur Organisasi Pemerintah Desa Cikoneng adalah sebagai berikut: 77 KEPALA DESA SEKRETARIS DESA KEPALA URUSAN TATA USAHA DAN UMUM KEPALA SEKSI KEPALA SEKSI PEMERINTAHAN KESEJAHTERAAN KEPALA DUSUN PASAR SALASA KEPALA URUSAN PERENCANAAN KEPALA SEKSI PELAYANAN KEPALA DUSUN PASAR SAPTU KEPALA DUSUN AWISARI KEPALA DUSUN MANDALIKA KEPALA DUSUN BABAKAN Gambar 4.2 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Selanjutnya akan diuraikan mengenai biodata perangkat desa yang bertugas di Desa Cikoneng untuk periode 2015-2020: Tabel 4.8 Biodata Perangkat Desa Cikoneng No Nama 1 Elin Herlina 2 Tedi Setiadi 3 Murni Mariani TTL Tasikmalaya, 16 Juli 1970 Ciamis, 14 November 1968 Tasikmalaya, 15 Maret 1984 KEPALA URUSAN KEUANGAN Pendidikan Jabatan SLTA Kepala Desa SLTA Sekretaris SLTA Kaur TU dan Umum KEPALA DUSUN CIANGINI 78 No Nama TTL Ciamis, 6 September Pendidikan 4 Maman Suratman 5 Irdan Maulana Ciamis, 30 Januari 1990 S1 6 Danni Daniana Ciamis, 5 Februari 1983 SLTA 7 Entis Sutisna 8 Aceng Apip 9 Iwan Mulyadi 10 Ferdi Mulyana 11 Yaya Kh Umam 12 Anas Nugraha 13 Kosim Ciamis, 22 Maret 1961 SLTA 14 Cecep Sujana Ciamis, 14 Juli 1969 SLTA 1973 Tasikmalaya, 8 Agustus 1967 Ciamis, 18 April 1975 Ciamis, 16 Desember 1983 Ciamis, 16 Desember 1983 Ciamis 14 Agustus 1972 Ciamis 14 Februari 1976 SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA Jabatan Kaur Keuangan Kaur Perencanaan Kasi Pemerintahan Kasi Pelayanan Kasi Kesejahteraan Kadus Pasar Salasa Kadus Pasar Saptu Kadus Awisari Kadus Mandalika Kadus Babakan Kadus Ciangini Sumber: Arsip Desa Cikoneng, 2019 Untuk periode 2015-2020 ini pemerintah Desa Cikoneng memiliki tujuan yang dicita-citakan besama melalui visi dan misinya sebagai berikut: 79 VISI BANGKIT BERSAMA MEMBANGUN DESA YANG LEBIH MAJU DITAHUN 2020 MISI 1. Mengsinerjikan semua lembaga yang ada di desa Cikoneng seperti BPD, LPMD, Karang Taruna dan MUI Desa sebagai perwujudan dari Visi diatas dalam rangka membangun desa dengan kebersamaan. 2. Menginventalisir asset-aset desa dalam bentuk Administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan 3. Menjadikan unsur-unsur keagamaan, senibudaya, dan olah raga sebagai perekat kehidupan Kemasyarakatan B. Karakteristik Informan Untuk mendapatkan data yang akurat dan valid, maka peneliti memanfaatkan beberapa informan sebagai sumber data. Teknik penetapan informan yang dilakukan menggunakan teknik purposive samplingn, yaitu pemilihan informan kunci yang dianggap mengetahui masalah yang sedang diteliti secara mendalam. Adapun karakteristik informan yang dijadikan sebagai narasumber dalam penelitian ini adalah seluruh perangkat desa mulai dari kepala desa, sekretaris desa, ketua urusan (kaur), ketua seksi (kasi) dan kepala dusun (kadus). Pemilihan informan tersebut didasarkan karena informan di anggap mengetahui semua hal yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan Dana Desa dimulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. Kemudian informan selanjutnya adalah masyarakat desa yang terdiri dari dua kategori yaitu masyarakat yang masih terkait dengan pemerintahan seperti RT dan RW serta masyarakat umum. Peneliti juga memilih informan dari pendamping desa serta DPMD Kabupaten Ciamis sebagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan Dana Desa. 80 C. Hasil Penelitian Akuntabilitas pengelolaan Dana Desa dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Pengelolaan Dana Desa sebagai bagian dari pengelolaan keuangan di desa, sudah seharusnya memegang teguh prinsip akuntabel yang merupakan indikator good governance. Oleh karena itu dalam menggambarkan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa, akan diuraikan lebih lanjut berdasarkan data tentang sejauh mana akuntabilitas pengelolaan Dana Desa dilaksanakan di wilayah penelitian. Akuntabilitas pengelolaan Dana Desa dilihat dari beberapa dimensi, yaitu akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum, akuntabilitas proses, akuntabilitas program serta akuntabilitas kebijakan. Seluruh dimensi tersebut akan dibahas secara mendalam berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan, observasi di lapangan serta telaah dokumen yang dilaksanakan di Desa Cikoneng sebagai wilayah penelitian. 1. Akuntabilitas Kejujuran dan Ketaatan Hukum Kejujuran dalam pengelolaan Dana Desa ditunjukan dengan usaha penghindaran penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh pemerintah desa sebagai pihak yang berwenang melakukan pengelolaan terhadap Dana Desa. Kejujuran sendiri secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan sifat jujur dan tidak berbohong dalam diri seseorang. Kejujuran mengacu pada aspek karakter dan moral yang bernilai positif dan berbudi luhur. Sedangkan ketaatan hukum dalam pengelolaan Dana Desa terkait dengan adanya kepatuhan pemerintah desa terhadap peraturan yang disyaratkan dalam pengelolaan Dana Desa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dimensi akuntabilitas kejujuran dan ketaatan hukum saling berhubungan, dimana pemerintah desa tidak boleh melakukan penyalahgunaan terhadap wewenang yang telah tercantum dalam peraturan sesuai jabatannya masing-masing. Landasan hukum yang berlaku di wilayah penelitian untuk mengatur pengelolaan Dana Desa tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 81 a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa b. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2016 tentang Dana Desa Yang bersumber dari APBN c. Peraturan Menteri Desa dan PDTT Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa h. Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan yang didanai oleh Dana Desa Kekuasaan terbesar pengelolaan keuangan desa termasuk Dana Desa dipegang oleh kepala desa, namun dalam pelaksanaannya kekuasaan tersebut sebagian dikuasakan kepada perangkat desa. Sehingga pelaksanaan pengelolaan Dana Desa dilaksanakan secara bersama-sama oleh kepala desa dan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Reduksi dari hasil wawancara dan observasi menyatakan bahwa dalam proses pengelolaan Dana Desa, kepala desa menjadi pihak yang memiliki pengaruh besar dalam pelaksanaan kegiatan yang didanai oleh Dana Desa. Sedangkan wewenang kepala desa sendiri dituangkan dalam Pemendagri No 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dimana wewenang kepala desa yang pertama adalah menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB Desa dan kebijakan mengenai pengelolaan barang milik desa. Dalam proses penetapan kebijakan diwilayah penelitian, kepala desa menuturkan bahwa: 82 “Pengelolaan keuangan desa dari segala macam penerimaan ditentukan melalui musyawarah. Dimulai dari musdus (musyawarah dusun) dan di musdes (musyawarah desa). Saya tidak bisa dan tidak berani menetapkan suatu kebijakan jika bukan hasil dari musyawarah.” (Hasil wawancara dengan kepala desa pada Selasa, 21 Mei 2019). Menurut keterangan tersebut meskipun ada wewenang untuk menentukan kebijakan mengenai pengelolaan keuangan desa, dirinya mengaku tidak berani sembarangan mengambil keputusan tetapi harus merupakan kesepakatan bersama masyarakat. Hal ini dikonfirmasi kepada para kepala dusun terkait pelaksanaan musdus yang di klaim kepala desa diatas. Dari keenam kepala dusun yang ada, semuanya mengkonfirmasi jika mereka rutin melaksanakan musdus minimalnya satu kali dalam satu tahun. Sedangkan untuk pelaksanaan musyawarah di tingkat desa sebagaimana diutarakan kepala desa sebelumnya, dilaksanakan secara rutin oleh pemerintah desa yang bekerjasama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk memfasilitasi aspirasi dari masyarakat desa. Hal ini sesuai dengan keterangan dari Ketua BPD, bahwa: “Sebenarnya BPD ini merangkap jabatan neng, kita ini berfungsi sebagai DPR nya juga sebagai MPR nya. Sebagai DPR kita mewakili masyarakat dan melakukan pengawasan sebagai MPR kita mengadakan musyawarah. musyawarah itu rutin neng, segala sesuatu kita bicarakan di musyawarah.” (Hasil Wawancara dengan BPD pada Senin, 27 Mei 2019). Sumber: https://www.instagram.com/officialdesacikoneng/ Gambar 4.3 Musyawarah Desa di Desa Cikoneng 83 Selanjutnya wewenang kepala desa dalam pengelolaan Dana Desa adalah menetapkan Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD). PTPKD merupakan unsur perangkat desa yang akan membantu kepala desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan yang terdiri dari sekretaris desa, kaur dan kasi. Salah-satu contoh penggunaan wewenang ini adalah saat pengangkatan kaur bidang perencanaan yang baru-baru ini dilakukan oleh kepala desa. “Beberapa bulan yang lalu saya melantik Pak I sebagai kaur perencanaan, bertempat di aula desa.” (Hasil wawancara dengan Kepala Desa pada Selasa, 21 Mei 2019) Pelantikan kaur perencanaan ini rupanya memiliki mekanisme yang menyiratkan bahwa tidak ada penyalahgunaan wewenang oleh kepala desa, sebab pengangkatan dilakukan melalui seleksi terlebih dahulu. Berikut ini reduksi wawancara dengan pihak terkait: “Ada seleksinya di kecamatan. Waktu itu dari Desa Cikoneng ada empat peserta, salah satunya saya. Kita di seleksi serentak di kecamatan dengan desa lain juga.” (Hasil Wawancara dengan kaur perencanaan pada Kamis, 23 Mei 2019) Sumber: https://www.instagram.com/officialdesacikoneng/ Gambar 4.4 Pelantikan Kaur Perencanaan oleh Kepala Desa Cikoneng Sistem seleksi kaur perencanaan yang dilaksanakan oleh kecamatan ini menunjukan adanya objektifitas dalam pemilihannya, meskipun setelah 84 diobservasi lebih lanjut ternyata sebelum pengangkatannya sebagai kaur perencanaan, informan ini merupakan staf kaur keuangan yang dalam aturan lama disebut dengan bendahara. Hal ini menjadi wajar karena berdasarkan pengamatan, ternyata muatan soal yang disajikan berisi kegiatan sehari-hari di pemerintahan desa, sedangkan tiga saingannya yang sama-sama berasal dari Desa Cikoneng bukan dari unsur pemerintahan desa dan tidak memiliki pengalaman bekerja di kantor kepala desa. Berikut keterangan dari informan: “...soal-soalnya mencakup kegiatan yang biasa dilakukan di desa, seperti apa itu mutasi, apa itu rekening dan sebagainya. Jadi menurut saya soalnya mudah-mudah karena memang pekerjaan saya sehari-hari.” (Hasil wawancara dengan kaur perencanaan pada Kamis, 23 Mei 2019) Wewenang kepala desa yang terakhir adalah menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa. Untuk mencairkan uang yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan yang didanai oleh Dana Desa, kaur keuangan perlu mengeluarkan Surat Perintah Pengeluaran (SPP) yang harus di tanda tangani oleh kepala desa sebagai bentuk persetujuan. Dalam pelaksanaan wewenangnya, kepala desa hanya akan menyetujui setiap pengeluaran jika telah di verifikasi oleh sekretaris desa dan jelas peruntukannya sesuai dengan yang tercantum didalam Rencana Anggaran dan Biaya (RAB). Hal tersebut diungkapkan oleh kaur keuangan sebagai berikut: “Ketika pembayaran, pembayaran dilakukan sesuai SPP yang dibuat dan diajukan oleh pelaksana program kepada sekdes (sekretaris desa) untuk diverifikasi kemudian baru diserahkan ke Ibu Kuwu (Kepala Desa) untuk ditanda-tangani.” (Hasil wawancara dengan kaur keuangan pada Senin, 27 Mei 2019). Sekretaris desa juga memberikan tanggapan serupa, bahwa dalam melakukan pengeluaran kas perlu di verifikasi terlebih dahulu sebelum akhirnya disetujui oleh kepala desa, berikut adalah tanggapan informan: “...kemudian khusus untuk pengelolaan keuangan desa termasuk Dana Desa, dibantu oleh kaur keuangan dan kaur perencanaan. Proses koordinasi dilakukan cukup mudah, karena masing-masing kaur sudah memiliki tupoksinya, dan sekdes hanya tinggal memverifikasi yaitu 85 pengecekan ulang pekerjaan kaur untuk kemudian diserahkan kepada kades untuk disetujui.” (Hasil wawancara dengan sekretaris desa pada Rabu, 22 Mei 2019). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa setiap pengeluaran yang disetujui oleh kepala desa tidak serta-merta disetujui, namun perlu diverifikasi terlebih dahulu kesesuaiannya dengan RAB yang telah ditentukan. Langkah-langkah diatas merupakan usaha-usaha penghindaran penyalahgunaan wewenang kepala desa sebagai pihak yang paling besar pengaruhnya dalam kaitannya untuk memenuhi prinsip akuntabel dalam dimensi akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum pengelolaan Dana Desa di Desa Cikoneng. 2. Akuntabilitas Proses Akuntabilitas proses ditunjukan dengan pelaksanakan prosedur pengelolaan keuangan dengan baik mencakup kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi. Prosedur pengelolaan Dana Desa sendiri dimulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Secara umum proses pengelolaan Dana Desa di Cikoneng dilaksanakan dengan pemantauan dan bimbingan penuh dari pendamping desa yang rutin mengunjungi desa setiap hari. Untuk lebih jelasnya, berikut akan diuraikan bagaimana pelaksanaan akuntabilitas proses di wilayah penelitian. a. Tahap Perencanaan 1) Proses Penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa Tahap perencanaan dalam pengelolaan Dana Desa dimulai dari penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang memuat rencana-rencana pembangunan yang akan dilaksanakan pada saat kepala desa dilantik sampai habis masa jabatannya. Desa Cikoneng telah menetapkan RPJMDes-nya sejak 16 April 2014 tepat dua hari setelah pelantikan kepala desa yaitu pada 14 April 2014. RPJMDes tersebut ditetapkan dalam Peraturan Desa 86 Cikoneng Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Periode Tahun 2014-2019. Rencana Pembangunan ini kemudian dilaksanakan mulai tanggal ditetapkan sampai tahun 2019. RPJMDes dirumuskan dan ditetapkan melalui musyawarah yang diikuti oleh seluruh masyarakat desa dari mulai musdus sampai ke musdes. Di dalam musdus, musyawarah di pimpin oleh pelaksana wilayah yaitu kepala dusun dan diikuti oleh masyarakat yang tinggal di dusun tersebut, BPD dari dusun tersebut, RT dan RW di dusun tersebut, LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), perwakilan pemuda dan perwakilan perempuan yang juga berasal dari dusun tersebut. Sedangkan dalam musdes, musyawarah dipimpin oleh kepala desa. Pelaksanaan musyawarah tersebut dipaparkan oleh salah-seorang informan sebagai berikut: “Waktu itu musyawarah dipimpin oleh kepala desa dan dihadiri oleh perwakilan masyarakat sekitar termasuk BPD, RT dan RW, LPM, tokoh masyarakat dan lain-lain. Ada tim pengaman dari kepolisian juga untuk menjaga ketertiban musyawarah. Kita mulai dari pagi-pagi sampai menjelang malam karena proses musyawarah begitu alot, kesel sebenernya tapi itu momen kita menyalurkan aspirasi.” (Hasil wawancara dengan kepala dusun pada Rabu, 29 Mei 2019) RPJMDes sendiri berisikan daftar pembangunan yang telah disesuaikan dengan visi dan misi yang diusung oleh kepala desa pada pemerintahan periode bersangkutan yang diharapkan dapat terlaksana sampai akhir periode mendatang. Periode pemerintahan ini ternyata bertepatan dengan disalurkannya Dana Desa, sehingga pada Bulan Oktober 2014 pemerintah desa telah merumuskan Anggran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang didalamnya telah memuat Dana Desa sebagai salah-satu sumber pendapatan transfer desa yang akan direalisasikan pada tahun 2015. Berikut adalah keterangan informan: “...2014-an kita masih menyusun RPJMDes untuk tahun anggaran 2015 sampai 2019. Dan Alhamdulillah, di Tahun 2015 bertepatan dengan disalurkannya Dana Desa. Manfaatnya sangat terasa, yang utama adalah pembangunan bisa selesai dengan cepat karena kalo mengandalkan dana yang lain seperti ADD yang dananya terbatas, kadang pembangunan tidak selalu rampung dalam satu periode.” (Hasil wawancara dengan kepala desa pada Selasa, 21 Mei 2019) 87 Pelaksanaan musyawarah desa ini juga dihadiri oleh BPD yang memiliki fungsi legislasi, aspirasi dan budgeting dilingkungan Desa Cikoneng. Menurut keterangan dari ketua BPD, bahwa musyawarah tersebut memang wajib dihadiri oleh seluruh anggota BPD, dengan keterangan sebagai berikut: “Titik tugas BPD terletak dipengajuan dan dipenganggaran. BPD berperan penting dalam mempertimbangkan program dalam perencanaan karena BPD lah yang menampung aspirasi atau istilahnya kemauan masyarakat.” (Hasil wawancara dengan BPD pada Senin, 27 Mei 2019). Setelah RPJMDes selesai, tahap perencanaan masih perlu dilakukan untuk membuat rincian dari RPJMDes dengan melaksanakan musyawarah desa setiap tahun untuk menentukan RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) yang berisikan program kerja pilihan dari keseluruhan program kerja yang tercantum dalam RPJMDes. Proses penyusunan RPK diawali kembali dengan musdus yang biasanya dilakukan pada Bulan Juni tahun bersangkutan, dalam musdus masyarakat dipersilahkan menentukan program mana yang terlebih dahulu akan dilaksanakan. Pelaksanaan musdus ini ternyata memiliki perbedaan disetiap dusunnya. Di Dusun Mandalika misalnya, pelaksanaan musdus dilaksanakan di madrasah atau tempat ibadan yang didatangi oleh berbagai elemen masyarakat. Salah-satu pendapat dari informan Dusun Mandalika mengenai pelaksanaan musdus adalah sebagai berikut: “Untuk musdus, yang diundang semua warga melalui RT, ada unsur kader, karang taruna, tokoh masyarakat dan BPD. Tempatnya biasanya di madrasah atau di mesjid, dan respon masyarakat Alhamdulillah pada kritis kan itukan yang diharapkan dari masyarakat yah?.” (Hasil wawancara dengan kepala dusun pada Rabu, 29 Mei 2019) Lain lagi di Dusun Awisari yang melaksanakan musdus tidak hanya dalam forum formal namun juga memanfaatkan aplikasi Whatsapp dan ngobrol di warung kopi bersama masyarakat. “Musdus dilaksanakan bukan ketika dana turun saja, tapi setiap ada hal-hal yang perlu dimusyawarahkan ya akan musdus. Bapak pendekatnnya lebih ke share grup WA. Minimal ada RT, RW dan BPD semuanya harus pada tahu. Di grup WA sekarang ada 104 anggota dan grup khusus pemuda ada 64 anggota. Jadikan kalau musdus secara resmi itu, kita ngundang 88 masyarakat, yang diundang mulai dari tokoh masyarakat, LPM, pemuda dan masyarakat umum. Dan kadang juga ada yang tidak bisa berdialog di forum karena malu, jadi bapak mengantisipasi hal seperti itu dengan cara ngobrol-ngobrol santai di warung kopi.” (Hasil wawancara dengan kepala dusun pada Rabu, 29 Mei 2019). Peneliti juga melakukan observasi terkait pelaksanaan musdus dari keterangan-keterangan para kepala dusun, bahwa kepala dusun yang baru menjabat cenderung masih menggunakan cara-cara formal dalam pelaksanaan musdus, sedangkan kepala dusun yang telah cukup lama menjabat menganggap musdus secara formal lebih dijadikan sebagai formalitas belaka, mereka lebih memilih langkah-langkah personal dengan suasana santai untuk mengumpulkan aspirasi masyarakat. Hal ini didasari oleh hasil catatan lapangan dimana Kadus Pasar Saptu yang baru menjabat selama enam bulan, kadus Pasar Salasa dan Kadus Mandalika masing-masing menjabat selama dua tahun menyatakan bahwa pengumpulan masyarakat perlu dilaksanakan dalam pelaksanaan musdus. Sedangkann sisanya yaitu kadus Awisari dan Kadus Ciangini yang masingmasing telah menjabat selama sepuluh tahun, menyatakan bahwa musdus tidak selalu dalam acara formal dan mengumpulkan seluruh masyarakat. Dalam RKP tahunan ini, setiap dusun biasanya dipersilahkan mengajukan tiga program unggulan baik itu program pembangunan maupun program pemberdayaan, yang nantinya akan diajukan di dalam musdes. Hal ini bertujuan agar teciptanya pemerataan pembangunan disetiap dusunnya. Dalam pelaksanaannya tidak semua dusun mengajukan tiga program unggulan setiap tahunnya. Seperti yang dilakukan oleh Dusun Ciangini, pada tahun 2019 ini Dusun Ciangini tidak mengambil jatah anggaran untuk wilayahnya, namun pada tahun selanjutnya meminta jatah dua kali lipat dengan alasan agar dana yang didapat berjumlah besar dan bisa melakukan pembangunan yang lebih besar juga. Selain itu pengajuan program yang akan dilaksanakan tiap tahunnya juga ternyata tidak selalu sama dengan apa yang sudah tercantum dalam RPJMDes. Meskipun pada dasarnya RPJMDes dibuat sebagai pedoman pembuatan RKP, nyatanya berdasarkan hasil telaah dokumen sampai periode 2018 baru sekitar 36% 89 saja program yang telah terealisasikan, dimana 21% program sesuai dengan RPJMDes dan 15% program tidak tercanutum sama sekali di RPJMDes. Keterbatasan dana serta urgensi program menjadi penyebab utama belum terealisasikannya seluruh program yang telah disepakati sebelumnya dalam RPJMDes. Hal tersebut diakui langsung oleh kepala desa, bahwa: “...kadang ada ajuan program dusun yang tidak bisa di ACC karena melihat keterbatasan anggaran.”(Hasil wawancara dengan kepala desa pada Selasa, 21 Mei 2019) Pengakuan juga diutarakan oleh sekretaris desa bahwa memang beberapa program harus didahulukan meskipun tidak ada dalam RPJMDes. “Pernah kok kita mengadakan program yang tidak ada di RPJMDes, waktu itu ada program BUMDES, kan itu ada intruksinya dari pusat. Tapi itu kan ada aturan dari atasnya, jadi ya kita laksanakan meskipun tidak ada di RPJMDes. Jadi sebenernya kita memperbolehkan program-program diluar RPJMDes asal ada aturan yang menaunginya khususnya aturan dari atas.”(Hasil wawancara dengan sekretaris desa pada Rabu, 22 Mei 2019) Namun ada yang menarik dari hasil catatan lapangan, dimana kebanyakan kadus mengaku tidak hafal betul isi dari RPJMDesa, bahkan ada yang terangterangan mengatakan lupa. Mereka mengaku bahwa dalam pengajuan program tahunan untuk RKP tidak berpatokan pada RPJMDesa sebab merasa bahwa RPJMDesa itu kaku sedangkan kebutuhan masyarakat terus-menerus berubah, dimana saat penyusunan RPJMDes suatu program dianggap penting, namun di tahun-tahun mendatang ternyata ada program yang lebih penting bahkan bisa mengancam keselamatan masyarakat. Hal seperti ini memang dilematik, kepala desa tidak bisa serta-merta menerima permintaan masyarakat begitu saja. Beliau mengaku perlu ketegasan dalam tahap perencanaan guna menlaksanakan RPJMDes sembari tetap memenuhi kebutuhan masyarakat. Berikut ini tanggapan dari kepala desa mengenai usulan program diluar RPJMDes: “Kalau ada pengajuan program diluar RPJMDes harus cerewed (cerewet/mengomel) neng.” (Hasil wawancara dengan kepala desa pada Selasa, 21 Mei 2019) 90 Jadi selain harus ada aturan yang menaungi supaya program yang diajukan berpayung hukum, pengajuan program diluar RPJMDes juga harus dikritisi terlebih dahulu oleh para pemegang wewenang terutama oleh kepala desa untuk dilihat seberapa mendesaknya program tersebut. Alih-alih mencapai pemerataan dana, yang bisa mengakibatkan suatu program tidak terlaksana secara maksimal, pencapaian kepuasan masyarakat lebih baik diutamakan. Meskipun tidak selalu sesuai dengan RPJMDes, namun jika memang mendesak serta merupakan usulan langsung dari masyarakat maka bukan masalah jika muatan RKP melenceng atau tidak sama dengan RPJMDes. Dari pemaparan diatas, proses penyusunan RPJMDes dan RKP Desa di Desa Cikoneng dapat diilustrasikan sebagai berikut: VISI DAN MISI KEPALA DESA RPJMDes MUSDUS DAN MUSDES RKP Desa MUSDUS DAN MUSDES Gambar 4.5 Proses Perencanaan Pengelolaan Dana Desa 2) Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan keuangan desa, termasuk didalamnya Dana Desa menjadi hal yang sangat penting sebab pada dasarnya tujuan dari adanya Dana Desa adalah untuk menyejahterakan masyarakat desa. Sejahtera sendiri dapat diartikan sebagai suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan masyarakat, maka sangat jelas bahwa segala program-program yang akan di danai oleh Dana Desa harus berdasarkan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Partisipasi dalam pengelolaan Dana Desa terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu partisipasi ide/pemikiran, partisipasi tenaga dan partisipasi dana. Hal 91 ini didasari atas hasil reduksi wawancara yang dinyatakan oleh salah satu informan sebagai berikut: “... kan partisipasi itu tidak hanya dengan dana, bisa dari pemikiran atau tenaga. Jadi itu bisa disebut sebagai partisipasi masyarakat juga.” (Hasil wawancara dengan kepala dusun pada Rabu, 29 Mei 2019) Partisipasi masyarakat dalam bentuk ide sangat diperlukan dalam proses perencanaan, sebab dengan mencurahkan ide artinya masyarakat mencurahkan kebutuhannya untuk menuju kesejahteraan. Ketika partisipasi ide ini tidak ada, baik itu karena kurangnya minat masyarakat untuk berpartisipasi maupun dibelenggu oleh pemerintahnya, maka akan sulit mencapai tujuan sejahtera yang digadang-gadang sebagai imbas dari adanya Dana Desa. Di Desa Cikoneng, partisipasi menjadi bagian yang patut dibanggakan sebab menurut pengakuan para perangkat desa, masyarakat sangat antusias jika diundang untuk musyawarah. “Dari awal masyarakat dilibatkan dalam musyawarah, antusiasnya sangat bagus. Berbagai lapisan hadir termasuk kaum difabel dan ibu-ibu juga ada yang hadir. Mereka menyampaikan keinginan mereka baik itu keinginan kelompok maupun individu. Seperti kaum difabel, dia membawa keinginan pribadi katanya di kantor desa itu harus ramah difabel, fasilitasnya harus diperhatikan.” (Hasil wawancara dengan kepala desa pada Selasa, 21 Mei 2019) Sedangkan ditingkat wilayah, berdasarkan hasil reduksi wawancara terhadap para kepala dusun, menyatakan bahwa masyarakat sangat antusias untuk memberikan ide mereka dan menyampaikan apa yang mereka butuhkan sehingga dapat diusulkan sebagai program yang akan di danai oleh Dana Desa. Selain itu masyarakat juga mengakui bahwa mereka sering datang ke acara musyawarah. Seperti yang diungkapkan salah-satu informan dari kalangan masyarakat sebagai berikut: “Pernah dan sering tiap tahun juga ikut, karena kita juga perempuan pengen tahu yah desa mau bangun apa-apanya.” (Hasil wawancara dengan masyarakat pada Rabu, 19 Juni 2019) Meskipun jika ditelisik lebih dalam dari hasil wawancara dengan masyarakat, ppeneliti menemukan bahwa peserta musyawarah hanya orang-orang 92 tertentu saja. Hal ini didapat keterangan salah-satu informan yang menyatakan bahwa: “Biasanya yang ikut pasti itu-itu saja orangnya. Secara umum ada RT, RW, kadus dan tokoh masyarakat.” (Hasil wawancara dengan masyarakat pada Selasa, 18 Juni 2019) Ketika peneliti menggali lebih jauh lagi, ada beberapa masyarakat yang rupanya tidak tertarik sama sekali untuk mengikuti musyawarah desa, seperti tanggapan salah-satu informan berikut ini: “Kalau di undang resmi ya datanglah, asal ada amplopnya (kiasan untuk menyatakan uang).” (Hasil wawancara dengan masyarakat pada Sabtu, 22 Juni 2019) Masih ada anggapan di masyarakat bahwa untuk hadir dalam musyawarah desa haruslah diundang secara resmi, sedangkan pada praktiknya pemerintah desa memang hanya mengundang orang-orang yang minimal disyaratkan dalam peraturan yaitu BPD, LPM (Lembaga Pemberdaya Masyarakat), Kadus, Tokoh Masyarakat, perwakilan perempuan dan perwakilan pemuda. Meskipun begitu pemerintah Desa Cikoneng mengaku tidak akan menolak kehadiran masyarakat yang tidak diundang justru akan merasa senang jika ada masyarakat yang tak diundang tapi berkenan hadir di musyawarah desa. Seperti yang disampaikan oleh salah-seorang perangkat desa sebagai berikut: “...senanglah kalau ada masyarakat yang sadar dan mau ikut musyawarah tanpa diundang.” (Hasil wawancara dengan kepala dusun pada Rabu, 29 Mei 2019). Memang secara aturan, partisipasi masyarakat tidak berarti diikuti oleh seluruh masyarakat namun bisa melalui wakil-wakilnya yang dalam lingkungan desa diwakili oleh BPD. Tahap perencanaan ini diakhiri dengan kesepakatan atas isi dari RPJMDes untuk lima tahun kedepan dan/atau RKP untuk programprogram selama satu tahun yang harus disahkan dalam peraturan kepala desa untuk kemudian menjadi pegangan bersama dalam pelaksanaan program yang akan didanai oleh Dana Desa. Dalam Permendesa No 2 Tahun 2015 disebutkan bahwa musyawarah desa dapat melibatkan unsur masyarakat yang sesuai dengan 93 kondisi sosial budaya masyarakat itu sendiri, sehingga tidak ada kewajiban untuk mengikutsertakan masyarakat secara keseluruhan. b. Tahap Penganggaran Tahap penganggaran merupakan tahap pengalokasian dana yang tersedia kedalam program-program yang telah disetujui oleh masyarakat desa. Dalam tahap ini setiap program yang ada dihitung volumenya, bahan-bahan yang diperlukan, dan sebagainya. Kemudian dikonversi kedalam rupiah. Pada tahap ini kaur perencanaan mulai berperan penting, karena menjadi wewenangnya untuk mengalokasikan dana-dana yang tersedia kedalam program kerja. Tahapannya sendiri dimulai dari mengklasifikasikan program-program yang diusulkan masyarakat kedalam dua kelompok besar yaitu program pembangunan dan program pemberdayaan masyarakat desa. Kemudian menentukan program-program apa saja yang akan didanai oleh Dana Desa. Mengingat terdapat sumber pendanaan lain bagi desa. Berikut penuturan dari salah satu informan: “Pastinya untuk program-program yang besar dulu ya, batasannya 50 juta ke atas, itu yang di prioritaskan. Supaya bisa selesai dalam satu periode tersebut. Soalnya kalo dana lain selain itu (baca:Dana Desa) kan tidak sebesar Dana Desa, jadi takutnya malah nanti programnya tidak selesai. Teu kaditu, teu kadie.” (Hasil wawancara dengan kaur perencanaan pada Kamis, 23 Mei 2019) Pada tahap ini APBDes sudah dapat terlihat namun belum lengkap, untuk melengkapinya maka RAB (Rencana Anggaran Biaya) harus dibuat. Setelah di kelompokan, kaur perencanaan akan dibantu oleh kasi kesejahteraan yang berperan sebagai PTPKD untuk bidang program pembangunan, dan kasi pelayanan yang berperan sebagai PTPKD untuk bidang program pemberdayaan masyarakat desa yang akan membantu kaur perencanaan dalam pembuatan RAB. Hal tersebut dituturkan oleh salah-satu informan sebagai berikut: “...jadi pada intinya gitu tugasnya membuat segala keperluan dalam perencanaan anggaran, seperti menyiapkan APBDes. Kemudian bertugas menampung hasil musdes dan membuat RAB bekerja sama dengan kesra (kasi kesejahteraan) yang menyediakan info volume dan sebagainya di nominalkan oleh perencanaan.” (Hasil wawancara dengan sekretaris desa pada Kamis, 23 Mei 2019) 94 Selain oleh PTPKD, penganggaran yang dilakukan oleh kaur perencanaan dibantu pula oleh tim sebelas, yang terdiri dari dua perangkat desa dan sembilan masyarakat umum. Tim sebelas ini pada dasarnya sudah ikut dalam tahap perencanaan sebagai peserta musyawarah, kepala desa berdasarkan hasil musyawarah tersebut kemudian menentukan tim sebelas ini dan mengeluarkan Surat Ketetapan (SK) resminya. “Tim Sebelas, diawal merekalah yang akan mengecek lapangan dan melihat volume, panjang serta lebar untuk target pembangunan, selain itu kan kalau pembangunan jalan ada kemungkinan untuk mebes (ambruk) ya karena berbagai kondisi, nah merekalah yang nanti akan membantu menentukan kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dilihat perdusun. Dan untuk meng-cover atau mengecek prioritas kebutuhan yang diajukan dusun, benar tidak program itu urgent atau malah tidak, dan ada yang lebih urgent lagi semuanya diverifikasi oleh tim sebelas sampai pada tahap penyesuaian dengan ketersediaan anggaran.” (Hasil wawancara dengan kaur pada Senin, 27 Mei 2019) Kaur perencanaan kemudian akan membuat estimasi biaya dengan berpedoman kepada Keputusan Bupati Ciamis mengenai standar harga yang berlaku di wilayah Kabupaten Ciamis. Berikut adalah keterangan salah-satu informan: “...ada yang namanya RAB, nanti perencanaan dengan tim pelaksana itu yang buat. RAB kan isinya rencana belanja kita, misal untuk pembangunan jalan kita perlu semen berapa sak, pasir berapa, tenaga kerja juga dan sebagainya. Nah pekiraan harganya kita yang buat dengan mengacu kepada standar harga yang dikeluarkan oleh kabupaten. Misal untuk semen dengan merek A harga standarnya 75 ribu. Nah maka dalam RAB kita tuliskan untuk membangun jalan butuh berapa sak semen merek A dikali harga yang 75 ribu itu.” (Hasil Wawancara dengan Pak Irdan Maulana pada Kamis, 23 Mei 2019) 95 Sumber: Dokumentasi Pribadi Gambar 4.6 Buku Standar Harga Satuan Tertinggi Kabupaten Ciamis Standar harga tersebut berisikan daftar produk lengkap dengan merek, tipe dan harga yang menjadi panduan bagi kaur perencanaan dalam memproyeksikan harga. Namun ternyata menurut pengakuan kaur perencanaan, dirinya tidak selalu berpatokan pada standar harga tersebut melainkan kembali melakukan survey lapangan ke toko-toko yang ada diwilayah desa. Hal ini dilakukan karena segala bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan program akan didapat dari toko-toko yang ada di desa dan terkadang ada harga yang berbeda. Bisa lebih mahal atau lebih murah dari yang tercantum dalam standar harga kabupaten. Setiap pembelian untuk kebutuhan yang diperlukan dalam pelaksanaan program Dana Desa, sengaja dilakukan ke toko-toko yang ada di dalam desa dengan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat desa, sebab dengan begitu toko-toko tersebut bisa memperoleh keuntungan dari hasil penjualan kepada pemerintah desa. 96 Ketepatan penganggaran sangatlah berpengaruh besar bagi pelaksanaan program, sebab RAB akan selalu menjadi patokan baik itu untuk pedoman kesesuaian waktu pengerjaan maupun kecukupan anggaran. Karena pada pelaksanaan program akan ditemukan banyak hal-hal yang tidak terduga baik itu bersifat alamiah maupun disengaja, sehingga pada tahap ini tim perlu membuat estimasi setepat mungkin, sedetail mungkin dan mempertimbangkan hal-hal tak terduga yang bisa terjadi selama proses pelaksanaan program. Ada hal yang menarik pada tahap ini, berdasarkan hasil catatan lapangan ternyata ada mekanisme yang sebenarnya tidak sesuai dengan ketentuan, yaitu pekerjaan kaur perencanaan yang dikerjakan oleh kaur keuangan dan sebaliknya. Ini disebabkan oleh karena kaur perencanaan baru dilantik dan belum terlalu paham terhadap tupoksinya sendiri, berikut keterangannya: “Jadi kalau dulukan pas zaman-zaman awal belum ada siskeudes, baru adanya mulai 2018 dan yang pegang kan sodara I, saya mengerjakan cuma diperencanaan bikin APBDes nya sih. Jadi sebenernya yang paham perencanaan itu saya sedangkan yang paham penatausahaan sodara I. Jadi kita sekarang juga kalau pekerjaan itu tertukar. Karena kalau saya pegang penatausahaan pasti telat. Jadi kita mah ngejar cepatnya aja dulu. Tahun depan mah kayaknya bakal di rolling.” (Hasil wawancara dengan kaur keuangan pada Senin, 27 Mei 2019) Selama ini pemerintah desa tidak mempermasalahkan hal ini, karena menurut mereka sebagian pekerjaan kaur keuangan dikerjakan juga oleh kaur perencanaan, sehingga ada pertukaran tugas dan saling melengkapi satu sama lain. Hasil akhir dari tahap penganggaran ini adalah terbentuknya APBDes yang didalamnya memuat sumber-sumber pendanaan desa serta pengalokasiannya terhadap program-program yang akan dikerjakan satu tahun kedepan. Selain itu dari tahap ini juga terbentuk RAB yang memuat rincian biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu program. APBDes dan RAB ini kemudian akan menjadi patokan dan pegangan bagi seluruh pelaksana keuangan desa dalam mengerjakan program-program yang telah disepakati pada tahap perencanaan. 97 c. Tahap Pelaksanaan 1) Transparasi Pelaksanaan Program Dana Desa Tahap pelaksanaan merupakan tahapan dimana program-program yang telah direncanakan kemudian direalisasikan menurut jadwal yang telah ditentukan. Pelaksanaan program ini sejatinya dilaksanakan secara bertahap mengikuti jadwal pencairan Dana Desa yang dilakukan secara bertahap, yaitu tiga kali dalam satu periode. Hal pertama yang dapat diperhatikan dalam proses pelaksanaan Dana Desa adalah bagaimana peran pemerintah desa dalam mendukung keterbukaan dan penyampaian informasi secara jelas kepada masyarakat dalam proses pelaksanaan program. Berdasarkan hasil reduksi hasil wawancara, usaha pemerintah desa untuk mendukung keterbukaan dalam penyampaian informasi adalah dengan menyebar luaskan APBDes dan membuat papan informasi di lokasi program dilaksanakan. Seperti yang diutarakan oleh informan sebagai berikut: “Selain diutarakan dalam musyawarah, transparasi Dana Desa juga dilaporkan dalam bentuk pamflet yang di fotocopy kemudian disebar dan ditempel di tempat-tempat umum seperti warung dan pos ronda. Penggunaan dana desa juga di print dalam banner dan diletakan di depan kantor kepala desa. Hanya yang tahun ini kemarin kebetulan jatuh karena kebesaran jadi belum ditempel lagi.” (Hasil wawancara dengan kepala desa pada Selasa, 21 Mei 2019) Menurut keterangan kepala desa, sebagai upaya pemenuhan transparasi pihaknya memasang banner yang memuat rincian APBDesa yang diletakan di depan kantor kepala desa dan dicetak dalam selembaran untuk ditempel di tempattempat umum. Namun saat diobservasi, banner tersebut tidak ditemukan di depan kantor kepala desa sehingga peneliti kemudian mengkonfirmasinya kembali kepada kepala desa. Hasilnya adalah sebagai berikut: “...tahun ini kemarin kebetulan jatuh karena kebesaran jadi belum ditempel lagi.” (Hasil wawancara dengan kepala desa pada Selasa, 21 Mei 2019) Peneliti juga melakukan observasi ke sekitar lingkungan desa, namun tidak menemukan selembaran yang memuat APBDesa seperti yang disebutkan oleh 98 kepala desa sebelumnya. Masyarakat juga pada umumnya tidak tahu-menahu perihal informasi APBDesa tersebut. Seperti yang diutarakan oleh salah seorang masyarakat sebagai berikut: “Tidak tahu, itu ke RT atau RW aja coba, pasti tahu. Saya mah masyarakat biasa disininya juga.”(Hasil wawancara dengan masyarakat pada Rabu, 19 Juni 2019) Saat di konfirmasi ke RW yang ada disekitar sana pun jawabannya tetap sama, mereka kurang begitu tahu akan rincian APBDesa. Tentu hal ini menjadi pertanyaan apakah pemerintah desa yang memang tidak terbuka dalam penyampaian infrormasi keuangan ini, ataukah masyarakat yang tidak peduli akan hal-hal seperti ini. Peneliti kemudian meminta konfirmasi untuk menjawab persoalan ini. Berdasarkan hasil reduksi data ditemukan bahwa transparasi rincian APBDesa sudah diinformasikan sebagai mestinya hanya saja banyak dari masyarakat yang tidak peduli dengan pengadministrasian. “Dengan dilaksanakannya semua program yang telah direncanakan dan dijanjikan kepada masyarakat. (wujud fisiknya) itulah usaha kami dalam memenuhi kewajiban transparasi. Karena masyarakat tidak terlalu memperdulikan laporan administrasi tapi bukti nyatanya.” (Hasil wawancara dengan sekretaris desa pada Selasa, 22 Mei 2019) Hal ini kembali dikonfirmasi kepada masyarakat sekitar guna menemukan tanggapan mereka terhadap penting atau tidaknya laporan administrasi dalam pelaksanaan Dana Desa di desa mereka. Hasilnya adalah sebagai berikut: “Kurang tahu masalah begituan, itu mah urusan orang-orang desa. Kita mah ikut di kerjanya saja dan nerima hasilnya” (Hasil wawancara dengan masyarakat pada Rabu, 19 Juni 2019) Tampak bahwa memang yang terpenting bagi masyarakat sementara ini adalah pelaksanaan program yang hasilnya dapat mereka nikmati secara langsung. Belum ada kesadaran bahwa mereka sebagai masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi serinci-rincinya terhadap pengelolaan keuangan di desa mereka sendiri. Selain itu masyarakat juga belum peduli akan kewajibannya untuk mengawasi dan mengkritisi segala pekerjaan pemerintah desa. 99 Sedangkan untuk informasi per-program dalam upaya pemenuhan asas transparasi, Desa Cikoneng selalu memasang banner dilokasi pengerjaan program yang minimalnya memuat nama kegiatan, lokasi, volume, biaya, sumber dana dan pelaksana. Berdasarkan observasi, peneliti menemukan beberapa banner yang memberikan informasi terkait program yang didanai oleh Dana Desa seperti berikut ini: Sumber: Dokumentasi Pribadi Gambar 4.7 Papan Informasi Program Dana Desa di Desa Cikoneng 2) Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Dana Desa Selanjutnya yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan program yang di danai oleh Dana Desa adalah partisipasi masyarakat dalam menyukseskan program-program tersebut. Partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan ada dalam bentuk tenaga dan pendanaan. a) Partisipasi dalam Bentuk Tenaga Tenaga sebagai bentuk partisipasi masyarakat dicerminkan melalui keikut sertaan masyarakat dalam proses pembangunan. Misal dalam program pembuatan TPT (Tembok Penahan Tanah), masyarakat ikut mengaduk semen, mengangkut pasir, mengangkut batu bata dan sebagainya. 100 Kebijakan penggunaan Dana Desa menyaratkan bahwa masyarakat yang ikut dalam proses pelaksanaan Dana Desa berhak mendapatkan upah, kebijakan ini disebut cash for work. Tujuannya supaya masyarakat desa ikut diberdayakan dan menerima manfaat langsung dari Dana Desa ini sehingga diharapkan akan berpengaruh kepada penurunan jumlah pengangguran di desa. Dari segi tujuan, kebijakan cash for work ini memang baik, namun dilapangan hal ini justru memudarkan budaya masyarakat desa. Berdasarkan pada hasil reduksi data wawancara para perangkat desa mengeluhkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga. Adanya kebijakan ini membuat semangat gotong royong masyarakat menjadi pudar karena untuk melakukan pembangunan, mereka menuntut bayaran kepada pemerintah. Terbatasnya dana juga mengakibatkan pemerintah harus mengatur jumlah tenaga kerja agar dana yang tersedia tetap mencukupi, yang mana menimbulkan polemik di masyarakat seperti iri hati karena si A diikut sertakan dalam proyek sedangkan si B tidak. Sehingga si B memilih untuk tidak ikut membantu karena ia tidak dibayar seperti si B. Disisi lain pekerjaan terus dikejar target waktu untuk segera diselesaikan namun karena kurangnya pekerja membuat program terkadang keluar dari target waktu yang telah ditentukan. hal ini diatasi oleh pemerintah setempat dengan terjun langsung kelapangan. Seperti yang dilakukan oleh salah satu informan berikut ini: “...ibu turun langsung itu mah. Kemarin saja pas pembangunan selokan ibu ngaduk semen. Tujuannya untuk memberi contoh kepada masyarakat karena mereka sangat sulit diajak gotong royong untuk pembangunan apa pun.” (Hasil wawancara dengan masyarakat pada Selasa, 18 Juni 2019) Padahal jika masyarakat tidak menuntut upah ada kemungkinan besar untuk mereka ikut serta secara swadaya dalam proses pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa. Hal ini diakui oleh masyarakat 101 desa bahwa dirinya tidak ikut pembangunan karena sudah ada yang diupah, jadi tidak perlu melakukan swadaya. “Ya sedikit-sedikit suka ikut, tapi tidak pernah fokus karena ada kerjaan lain, kan ada yang dibayar kan, jadi saya yang gak dibayar bantu kalo misal ada yang perlu dibantu saja.” (Hasil wawancara dengan masyarakat pada Rabu, 19 Juni 2019) Selain menimbulkan kecemburuan antar masyarakat, program cash for work ini berpotensi menurunkan kualitas dari hasil pembangunan ini. Sebab tidak setiap masyarakat mempunyai keahlian dalam pembuatan kontruksi bangunan atau jalan. b) Partisipasi dalam Bentuk Dana Sedangkan dalam segi pendanaan, partisipasi masyarakat cukup baik. Mengingat terkadang dana yang tersedia tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan program, maka masyarakat diminta untuk ikut berpartisipasi dalam segi pendanaan. Seperti pada tahun anggaran 2019 ini, tercatata dalam APBDes bahwa swadaya masyarakat mencapai Rp 36.625.000,00. Selain itu, swadaya dalam pendanaan ini diapresiasi oleh kepala desa khususnya kepada Dusun Ciangini karena telah bersama-sama membangun sebuah PAUD yang sebagian diperoleh dari swadaya masyarakat. Berikut penuturan dari salah-satu informan: “...dusun saya paling menonjol dalam segi swadaya pendanaan, silahkan konfirmasi ke sekdes dan kades. Contohnya tahun 2017 Ciangini mendapat dana 190 juta, membangun PAUD realisasinya yaitu hampir mencapai 400 juta. Sisanya dari masyarakat Ciangini.”(Hasil wawancara dengan kepala dusun pada Rabu, 29 Mei 2019) Pada tahap pelaksanaan ini pemerintah Desa Cikoneng melakukan pengawasan ketat dan mengatur penggunaan Dana Desa agar tetap sesuai dengan perencanaan, karena pada tahap inilah hal-hal yang diluar ekspektasi biasanya terjadi. Terutama dalam menjaga kecukupan anggaran dan ketepatan waktu pengerjaan. Seringkali PTPKD mengalami diungkapkan oleh kasi kesejahteraan berikut ini: kebingungan. Seperti yang 102 “Cuaca kadang tidak mendukung, pengerjaan terpaksa ditunda dan waktu jadi terbuang.” (Hasil wawancara dengan kasi kesejahteraan pada Rabu, 29 Mei 2019) Senada dengan kasi kesejahteraan, sekdes juga mengeluhkan hal yang sama seperti pendapatnya berikut ini: “Proses pelaksanan kebijakan kadang menemukan kendala karena ada halhal yang tidak bisa diprediksi seperti harga pasar, keadaan cuaca dan sebagainya. Jadi kebijakan diusahakan sefleksibel mungkin.” (Hasil wawancara dengan sekretaris desa pada Rabu, 22 Mei 2019) Dari segi pendanaan juga serupa, sebab diakui bahwa pengeluaran kadang susah dikontrol. Untuk mengatasinya, kaur keuangan dalam hal ini melakukan pengawasan yang lebih ketat dan tidak dengan mudah mengeluarkan uang untuk keperluan kegiatan. Seperti pendapatnya berikut ini: “Pasti kita kontrol pengeluaran-pengeluarannya, kita patokannya RAB. RAB itu menurut saya yang menentukan lancar dan tidaknya pelaksanaan dilapangan., jadi harus sesuailah diusahakan. Kalo ada kekurangan dana ya wajar sedikit-sedikit mah.” (Hasil wawancara dengan kaur keuangan pada Senin, 27 Mei 2019) d. Tahap Penatausahaan Dalam aturan lama tugas penatausanaan dipegang oleh bendahara sebagai staf kaur keuangan. Namun sejak dikeluarkannya aturan baru, tugas penatausahaan sepenuhnya dipegang oleh kaur keuangan tanpa bantuan staf bendahara. Mulai tahun 2018, proses penatausahaan di Desa Cikoneng sudah terakomodir dengan penggunaan aplikasi dengan nama Sistem Keuangan Desa atau SISKEUDES. Dalam praktiknya SISKEUDES ini memberikan keuntungan bagi kaur keuangan, terutama dengan telah tersedianya template untuk APBDes, RAB dan laporan keuangan. Namun disetiap kelebihan selalu muncul kekurangan, yang mana belum fleksibelnya sistem SISKEUDES. Hal ini diutarakan oleh kaur keuangan sebagai berikut: “...mudahnya format-formatnya sudah ada, kita tinggal memasukan angka dan akunnya saja. Terus sudah otomatis juga menjadi laporan. Pokoknya serba simpel gitu. Sulitnya, masih ada item atau akun yang dilapangan ada tapi di sistem siskeudes belum ada. Akhirnya kita bingung 103 mengkategorikan item yang ada. Terus Siskeudes juga harus sinkron dengan buku tabungan di bank. Kadang suka bikin pusing dan ribet, kalau misal di siskeudes kita lalai nulis 6 malah jadi 0 misalnya, nah itu tidak bisa di edit dibagian itu saja tapi harus dimulai lagi dari awal transaksi.”(Hasil wawancara dengan kaur keuangan pada Senin, 27 Mei 2019) Sistem siskeudes memang belum sempurna sepenuhnya, namun bisa terus dimaksimalkan manfaatnya untuk menjamin akuntabilitas pengelolaan Dana Desa. 1) Pencairan Dana Desa Penatausahaan Dana Desa mulai dilakukan ketika dana tersebut mulai dicairkan. Proses pencairan Dana Desa sendiri sangat tergantung pada persyaratan yang mesti dipenuhi oleh desa. Di tahap pertama, peraturan kepala desa tentang APBDes menjadi persyaratan cairnya dana desa. Persyaratan tersebut sejatinya diserahkan ke kabupaten, kemudian kabupaten melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) akan melakukan pencairan melalui bank. KPPN adalah instansi vertikal dari Direktorat Jendral Perbendaharaan (DJPB) yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara (BUN) untuk menjalankan fungsi kuasa BUN untuk menyalurkan dana dari kas negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. KPPN ini tersebar diseluruh kabupaten di Indonesia, namun untuk Kabupaten Ciamis sendiri belum ada sehingga untuk pencairan Dana Desa perlu mendatangi KPPN wilayah Tasikmalaya. Dari hasil observasi peneliti, Desa Cikoneng selalu sigap dalam penyediaan segala persyaratan yang diperlukan untuk pencairan dana desa. Kaur keuangan sudah menyicil laporan pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa meskipun program belum selesai sepenuhnya. 2) Penyimpanan Dana Desa Setelah Dana Desa dicairkan, pemerintah desa menyimpan uang tersebut di Rekening Kas Desa (RKD) yang ada di bank. Pada praktiknya Desa Cikoneng selalu berhati-hati dalam penyimpanan uang. Seperti yang dituturkan oleh kaur keuangan berikut ini: 104 “Untuk tunai yang disimpan di kantor paling besar atau maksimal Rp 10.000.000,00 kalau lebih dari itu tidak boleh. Dan paling lama penyimpanannya itu sehari saja. Tidak boleh pegang uang tunai lamalama, kan beresiko ya. Suka deg-degan dan tidak tenang kalau pegang uang itu. Kalau hilang jadi uang sendiri, kalau ada ya itu tetep jadi uang orang.” (Hasil wawancara dengan kaur keuangan pada Senin, 27 Mei 2019) Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya setiap uang yang ditarik dari bank pada hari itu, harus digunakan sesegera mungkin dan diusahakan dihari yang sama dengan hari pengambilan uang dari bank. Selanjutnya dalam penyimpanan Dana Desa, Setiap dana yang tersimpan di RKD diusahakan harus sama nominalnya dengan catatan yang ada di desa, utamanya di SISKEUDES. Hal ini mengharuskan kaur keuangan melakukan rekonsiliasi karena menurut pengakuannya, perbedaan satu rupiah saja tidak boleh. Walaupun cukup rigid namun hal tersebut dilakukan oleh kaur keuangan sebagai PTPKD untuk melaksanakan pengelolaan yang akuntabel. 3) Penarikan Dana Desa Dana Desa dapat ditarik menggunakan Surat Perintah Pembayaran (SPP) yang ditanda tangani oleh bagian keuangan, pelaksana teknis kegiatan, diverifikasi oleh sekdes kemudian disetujui oleh kepala desa. Untuk format SPP nya sendiri, kaur keuangan mengacu kepada Permen No 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. SPP yang biasa digunakan oleh kaur keuangan ada dua jenis yaitu, SPP definitif dan SPP panjar. Keduanya berfungsi untuk mengontrol dan menguji kebenaran akan ketersediaan dana. Biasanya digunakan oleh sekretaris desa untuk melakukan verifikasi. Selain itu, keduanya juga memiliki perbedaan. Dalam SPP definitif terdapat bukti transaksi yang telah dilaksanakan sedangkan dalam SPP panjar terdapat rencana pembelian yang akan dilakukan “Untuk SPP Definitif itu digunakan untuk pengeluaran yang harga setiap itemnya sudah diketahui dan ditetapkan. Misal mau membeli semen sepuluh sak dengan harga Rp 75.000,00 persaknya untuk membangun TPT di Dusun Pasar Saptu nah berarti untuk penarikan uangnya menggunakan 105 SPP Definitif.” (Hasil wawancara dengan kaur keuangan pada Senin, 27 Mei 2019) Sedangkan untuk SPP panjar, uang diberikan terlebih dahulu, sehingga dana yang telah dipersiapkan bisa kurang dan bisa juga lebih. Menurut pengakuan kaur keuangan, sejauh ini SPP Panjar dirasa lebih ribet, karena setelah melakukan pembelian dan ternyata dananya berlebih, harus dikembalikan lagi ke kaur keuangan. Jika ternyata dana yang sudah dipersiapkan kurang, maka harus melakukan pencairan kembali. Dari kedua jenis panjar diatas, kaur keuangan menuturkan jika SPP definitif lebih sering dipilih dari pada SPP panjar karena alasan kerigidan seperti yang telah dijelaskan diatas. Dalam satu tahap pencairan, penarikan uang ari RKD bisa dilakukan beberapa kali. Untuk Desa Cikoneng sendiri rata-rata sekitar tiga sampai lima kali penarikan. “Dana Desa kan bertahap ya pencairannya, pertahap bisa tiga kali, lima kai atau lebih. Semuanya tergantung kebutuhan di lapangan.” (Hasil wawancara dengan kaur keuangan pada Senin, 27 Mei 2019) Penarikan Dana Desa juga tidak bisa sembarangan, menurut pengakuan kaur keuangan biasanya Desa Cikoneng hanya melakukan penarikan ketika akan digunakan pada hari itu juga. Misalnya dalam pembayarah HOK (Hari Orang Kerja) yang rutin diberikan pada Hari Kamis, maka penarikan Dana Desa tersebut akan dilakukan pada hari Kamis. 4) Pencatatan Transaksi Dalam tahap pencatatan, beberapa dokumen yang diperlukan diantaranya adalah Buku Kas Umum (BKU), Buku Bank Desa, Buku Kas Pembantu Pajak, Buku Pembantu Rincian Pendapatan dan sebagainya yang pada praktiknya sudah tersedia dalam SISKEUDES. Untuk jenis transaksi yang didanai oleh Dana Desa sendiri terbatas pada bidang pelaksanaan pembangunan seperti belanja barang dan jasa, belanja honor tim panitia, belanja modal dan sebagainya; dan bidang pemberdayaan masyarakat seperti belanja modal, belanja makanan dan minuman, belanja pakaian dan sebagainya. 106 Pemerintah Desa Cikoneng, khususnya kaur keuangan sudah menggunakan SISKEUDES dalam penatausahaan keuangannya dari tahun 2018 sampai sekarang. Menurut pengakuan kaur keuangan, baginya cukup sulit untuk menggunakan SISKEUDES, namun beliau dibantu oleh kaur perencanaan yang sudah sangat lancar menggunakan aplikasi ini. Observasi yang peneliti lakukan selama diwilayah penelitian, pendidikan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh. Melihat dari biodata perangkat desa, kaur perencanaan merupakan lulusan S1 Ilmu Komputer sedangkan kaur keuangan lulusan SLTA. Hal ini tentu sangat berpengaruh positif bagi kelancaran penatausahaan Dana Desa. Selain mengikuti bimbingan teknis, kemampuan alami perangkat desa pun sangat berpengaruh. e. Tahap Pelaporan dan Pertanggungjawaban Dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan penggunaan Dana Desa, pemerintah desa harus menyampaikannya laporan realisasi Dana Desa yang memuat rincian penggunaan Dana Desa. Pemerintah Desa Cikoneng membuat laporan tersebut selama empat bulan sekali atau tiga kali per priode, hal ini dilakukan sebab selain untuk pertanggungjawaban kepada masyarakat dan pemerintah diatas desa, laporan juga menjadi syarat dicairkannya kembali Dana Desa oleh pusat. Sejatinya laporan realisasi penggunaan Dana Desa perlu disampakan ke masyarakat melalui BPD paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran menggunakan media informasi yang mudah diakses ke kecamatan dan terakhir ke kabupaten melalui DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa), hal ini sesuai dengan penuturan dari informan sebagai berikut: “LPJ atas program yang didanai oleh dana desa ke kecamatan untuk diverifikasi dan diarsipkan, kemudian masuk ke kabupaten melalui DPMD.” (Hasil wawancara dengan sekretaris desa pada Kamis, 23 Mei 2019) Banyak masyarakat yang ternyata tidak tahu akan pelaporan penggunaan dana desa secara menyeluruh, mereka hanya mengetahui sebatas pada program yang ada di lingkungan mereka. 107 “Ini kan ya yang di depan itu, yang dipajang, yang jalan gang.” (Hasil Wawancara dengan masyarakat pada Rabu, 19 Juni 2019) Dari keterangan BPD, dapat diketahui bahwa pertanggungjawaban ke masyarakat sudah cukup sampai BPD karena pada dasarnya masyarakat telah melimpahkan hak dan kewajibannya kepada mereka. 3. Akuntabilitas Program Berbicara mengenai akuntabilitas program, maka berbicara mengenai ketercapaian setiap tujuan program yang disepakati untuk dilaksanakan baik untuk jangka menengah maupun untuk kurun waktu satu tahun. Tujuan programprogram yang di danai oleh Dana Desa sendiri diuraikan oleh salah seorang informan sebagai berikut: “Meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian masyarakat desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa, dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.” (Hasil wawancara dengan Staf Ahli Dana Desa DJPB pada Rabu, 24 April 2019) Dari hasil reduksi data wawancara, baik dari pihak pemerintah desa maupun dari masyarakat sejauh ini program-program yang didanai oleh Dana Desa telah mampu meningkatkan pelayanan publik di desa. Seperti misalnya dalam infrastruktur di desa seperti yang diungkapkan oleh informan sebagai berikut: “...kita bisa bangun aula, sekarang apa-apa enak bahkan sering digunakan dari instansi lain kan karena besar dan sound nya bagus.”(Hasil wawancara dengan kepala desa pada Selasa, 21 Mei 2019). Masyarakat juga mengungkapkan hal yang sama, semua pembangunan infrastruktur sudah terlaksana dan terasa manfaatnya, seperti yang diutarakan oleh salah seorang masyarakat sebagai berikut: “Cukup memuaskan karena memang pembangunan dimana-mana. Di Cikoneng mah leubeut pisan pembangunannya itu, jadi terlihatlah ada fisiknya.” (Hasil wawancara dengan masyarakat pada Selasa, 18 Juni 2019) Selain aula desa, ada juga posyandu-posyandu di setiap dusun yang bahkan sampai ada yang menjadi posyandu percontohan dan sering dikunjungi 108 oleh desa-desa lain. Posyandu Kenanga yang ada di Dusun Ciangini,yang pembangunannya didanai oleh Dana Desa. “Posyandu kita juga Alhamdulillah bagus, bangunannya bagus dan sering dikunjungi orang dari mana-mana. Fungsinya juga kita gunakan untuk pelayanan masyarakat seperti pembayaran Kartu Ciangisi Sehat.” (Hasil wawancara dengan kepala dusun pada Rabu, 29 Mei 2019) Hal tersebut juga diungkapkan oleh masyarakat: “Di Ciangini ada kartu sehat yang kalo kita sakit, bisa gratis.” (Hasil wawancara dengan masyarakat, pada Rabu 19 Juni 2019) Sumber: https://www.instagram.com/officialdesacikoneng/ Gambar 4.8 Posyandu Kenanga di Dusun Ciangini Desa Cikoneng Kartu Ciangini Sehat (KCS) sendiri merupakan program yang digagas oleh kadus Ciangini dan berlaku untuk masyarakat Dusun Ciangini yang ingin berobat ke berbagai pusat kesehatan yang ada di Kabupaten Ciamis. Sistemnya satu KK wajib membayar iuran Rp 1000,00/minggu yang disetorkan ke petugas yang ada di posyandu. Setiap masyarakat membutuhkan pngobatan, maka mereka tinggal menunjukan KCS ke petugas, setelah itu seluruh biaya akan ditanggung oleh KCS. Dalam satu bulan, KCS tersebut hanya boleh digunakan selama dua kali oleh orang yang berbeda dalam satu keluarga. Tujuan kedua dari program yang didanai oleh dana desa adalah untuk mengentaskan kemiskinan, secara statistik pemerintah desa memang tidak melakukan pengecekan angka kemiskinan dari pertama kali adanya dana desa sampai saat ini. Sehingga tidak dapat terlihat perubahannya. Namun meskipun 109 begitu, berdasarkan hasil reduksi data wawancara peneliti memperoleh informasi bahwa program-program yang di danai Dana Desa di Desa Cikoneng telah menerapkan swakelola dan cash for work. Dimana setiap pekerjaan yang didanai oleh Dana Desa dilakukan oleh masyarakat sekitar dan tidak menggunakan tenaga kerja luar sehingga masyarakat bisa memperoleh pekerjaan tambahan atau sementara yang upahnya bisa dijadikan sebagai pemasukan bagi masyarakat. Selain dari penggunaan tenaga kerja, berbagai macam bahan material juga diperoleh dari sumber daya lokal artinya pelaksana program melakukan pembelian bahan-bahan yang diperlukan kepada masyarakat sekitar. Selain program di bidang pembangunan, Desa Cikoneng juga menyelenggarakan program-program yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar, salah-satunya adalah pembentukan BUMDES. BUMDES di Desa Cikoneng mulai beroperasi pada tahun 2018, saat ini BUMDES Desa Cikoneng bergerak dalam usaha ternak maggot. Sumber: https://www.instagram.com/officialdesacikoneng/ Gambar 4.9 Pengurus Desa di Tempat Peternakan Maggot Desa Cikoneng 110 Selain tercapainya tujuan-tujuan program, akuntabilitas program juga ditunjukan dengan optimalnya hasil program dengan biaya yang masuk akal dan minimal. Hal ini dapat diperoleh dengan seimbangnya kualitas dan kuantitas hasil program. Dalam pekmenuhan hal ini, pemerintah Desa Cikoneng khususnya PTPKD melakukan pengontrolan ketat terhadap pelaksanaan program dengan cara turun kelapangan secara rutin untuk melihat langsung proses pelaksanaan apakah sesuai dengan perencanaan atau tidak, serta responsif terhadap segala kemungkinan yang muncul diluar rencana. Status tipologi Desa Cikoneng sebagai desa mandiri juga berpengaruh pada jenis-jenis program yang harus dilaksanakan, berdasarkan Perbup No 3 Tahun 2017 untuk desa mandiri maka program-program yang harus dilaksanakannya mencakup: a. Bidang Pembangunan Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur ekonomi serta pengadaan sarana prasarana produksi, distribusi dan pemasaran untuk mendukung perluasan/ekspansi usaha ekonomi pertanian berskala produktif, usaha ekonomi untuk ketahanan pangan dan usaha ekonomi lainnya yang difokuskan pada kebijakan satu Desa satu produk unggulan; dan pembangunan, pemeliharaan infrastruktur serta pengadaan sarana prasarana sosial dasar dan lingkungan yang diarahkan pada upaya mendukung peningkatan kualitas pemenuhan akses masyarakat Desa terhadap pelayanan sosial dasar dan lingkungan. b. Bidang Pemberdayaan Masyarakat Perluasan/ekspansi usaha ekonomi warga/kelompok dan BUMDesa/BUMDesa Bersama melalui pemberian akses modal, pengelolaan produksi, distribusi dan pemasaran bagi usaha ekonomi pertanian berskala produktif, usaha ekonomi untuk ketahanan pangan, dan usaha ekonomi lainnya yang difokuskan kepada kebijakan satu Desa satu produk unggulan; Peningkatan kualitas dan kuantitas wirausahawan di Desa; Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kerja 111 ahli di Desa; Perluasan/ekspansi lapangan kerja untuk pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat Desa Setelah lima tahun fokus dan memprioritaskan pada bidang pembangunan, pemerintah desa berinisiatif untuk meningkatkan alokasi Dana Desa pada bidang pemberdayaan masyarakat, seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan: “Masyarakat banyak yang terjerat kosipa, harapannya di tahun anggaran selanjutnya ada program simpan-pinjam bagi masyarakat supaya tidak terjerat kosipa.” (Hasil wawancara dengan kepala dusun pada Rabu, 29 Mei 2019) Dari realita tersebutlah, pemerintah desa akan mencoba lebih menggencarkan program-program yang dapat membantu permasalah masyarakat terhadap utang kosipa tersebut, salah-satu yang akan diusulkan adalah pembuatan lembaga simpan-pinjam tanpa agunan dan tanpa bunga bagi masyarakat Desa Cikoneng. 4. Akuntabilitas Kebijakan Akuntabilitas kebijakan ini merupakan pertanggungjawaban para pemegang amanah dalam melaksanakan setiap kebijakan yang ada. Dari banyaknya peraturan yang ada, Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Ciamis menjadi landasan yang paling diperhatikan oleh pemerintah Desa Cikoneng. Hal ini diungkapkan oleh salah satu informan sebagai berikut: “...Perbup yang diacu. Karena kan yang diutamakan adalah kebutuhan di daerah masing-masing, kadang memang kalau aturan pusat kan jatuhnya terlalu umum, makannya diperjelas dan disesuaikan lagi oleh perbup, jadi ya kita baiknya mengacu memang pada perbup saja.” (Hasil wawancara dengan kaur pada Senin, 27 Mei 2019) Dari hasil reduksi data wawancara dan observasi, perangkat desa khususnya sekdes selaku kordinator PTPKD cukup menguasai kebijakankebijakan Dana Desa. Seringkali apa yang dikatakan ketika wawancara didasari oleh aturannya. Berdasarkan catatan lapangan yang diperoleh peneliti, rupanya Desa Cikoneng ini selalu diiringi oleh seorang penamping desa yang hampir setiap hari mengunjungi kantor desa. Disana pendamping desa mengarahkan dan 112 memberikan masukan-masukan kepada para perangkat desa dalam kaitannya penggunaan Dana Desa. Tidak jarang pendamping desa tersebut bersikap tegas dan sedikit membentak perangkat desa ketika sedang mengarahkan sesuatu. Hal ini peneliti simpulkan menajadi salah-satu alasan kenapa para perangkat desa cukup memahami kebijakna-kebijakan pengelolaan Dana Desa. Pemahaman akan kebijakan Dana Desa terutama oleh sekdes sebagai kordinator tentu menjadi keharusan, sebab beliau merupakan verifikator yang mengecek kebenaran data-data supaya tepat sasaran tanpa menyalahi aturan yang ada. Selanjutnya berdasarkan keterangan dari salah seorang informan DPMD Kabupaten Ciamis, menyatakan bahwa: “Sejauh ini Desa Cikoneng sudah bagus ya, kalau laporan ngumpulin tepat waktu, program-program juga dikerjakan tepat waktu.” (Hasil wawancara dengan DPMD Kabupaten Ciamis pada Jumat, 29 Maret 2019) Pernyataan tersebut mempertegas bahwa selama ini Desa Cikoneng telah menjalankan pengelolaan Dana Desa sesuai dengan kebijakan yang berlaku dengan ditandai dengan pertanggungjawaban yang selalu dilaporan tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan. D. Pembahasan Hasil Penelitian Dari pemaparan hasil penelitian di atas, Desa Cikoneng telah melaksanakan pengelolaan keuangan Dana Desa secara akuntabel. Hal ini ditunjukan dengan adanya kepatuhan kepala desa terhadap kebijakan-kebijakan yang mengatur wewenangnya sebagai pemegang kekuasaan utama dalam pengelolaan Dana Desa. Selain itu proses pengelolaan Dana Desa juga telah dilaksanakan dengan mengikut sertakan masyarakat desa mulai dari perencanaan sampai dengan pelaporan serta pertanggungjawaban. Pengelolaan Dana Desa sebagai bagian dari pengelolaan keuangan desa juga menjadi semakin baik karena didukung oleh kapasitas perangkat desa yang mumpuni sehingga tidak mengalami kesulitan dalam penggunaan SISKEUDES, selain itu adanya pendamping desa yang kompeten dalam melakukan pendampingan pengelolaan keuangan desa juga membantu terciptanya akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa. 113 Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan dibeberapa desa di Indonesia oleh Abidin (2015) pada tahun 2011 sampai dengan 2014 yang menujukan bahwa pengelolaan keuangan desa di Indonesia memang menunjukan perbaikan dari sisi sistem administrasi namun masih banyak kendala yang ditemukan terutama dari sisi kapasitas kepala desa dan perangkat desa sebagai penanggungjawab pengelolaan keuangan desa serta dalam hal kemandirian desa. Para perangkat desa belum sepenuhnya menguasai tata cara pengelolaan keuangan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pertanggungjawaban. Di tahun 2015 berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Dompas Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Provinsi Riau (Sulistia, 2017) serta pada delapan desa di Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur (Romantis, 2015) menunjukan bahwa pengelolaan keuangan desa masih tetap terhambat oleh rendahnya kemampuan perangkat desa dalam hal pelaporan keuangan desa. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan perangkat desa yang rata-rata hanya sampai tingkat SLTA, Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karyanto (2016) menyatakan bahwa tingkat pendidikan perangkat desa berpengaruh negatif terhadap laporan pertanggungjawaban keuangan desa, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan perangkat desa maka semakin seditik kesalahan-kesalahan dalam pelaporan pertanggungjawaban keuangan desa. Selain itu, kendala ini juga tidak diimbangi dengan pelatihan atau bimbingan teknis yang diadakan oleh pemerintah daerah setempat kepada para perangkat desa. Di tahun 2016 berdasarkan penelitian yang dilakukan pada enam desa di Kecamatan Kotamabagu Selatan Kota Kotamabagu Provinsi Sulawesi Utara (Makalalag, Nangoi & Karamoy, 2017) kemudian di Desa Kismoyoso Kecamatan Ngempak Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah (Ismail, Widagdo & Widodo, 2016) serta Desa Singopuran Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah (Riyani, 2016) mengemukakan bahwa pengelolaan keuangan desa sudah akuntabel kecuali pada tahap pelaporan yang disebabkan rendahnya pengetahuan perangkat desa dalam pelaporan keuangan 114 desa. Bahkan masih ditemukan bendahara desa yang tidak dapat mengoperasikan komputer dan menyebabkan terhambatnya pembuatan laporan keuangan desa. Kemudian pada tahun 2017 penelitian dilakukan di sembilan desa yang berada di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur (Wida, 2017), lima desa di Kecamatan Damau Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara (Salindeho, Kalangi & Warongan, 2017), di Desa Uekuli Kecamatan Tojo Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah (Azhar, 2017) dan di 26 desa di Kabupaten Ogan Llir Provinsi Sumatera Selatan (Meutia & Liliana, 2017) menunjukan bahwa pelaporan keuangan desa masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dari segi ketepatan waktu maupun ketepatan pelaporan. Penyebabnya masih tetap sama dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu masih rendahnya kemampuan perangkat desa dalam membuat pelaporan keuangan desa yang sesuai dengan ketentuan. Pada tahun 2018 berdasarkan penelitian yang dilakukan di dua desa Provinsi Jawa Timur yaitu di Desa Plosogeneng Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang dan di Desa Donowarih Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang (Triani & Handayani, 2018) menunjukan pengelolaan keuangan desa telah akuntabel karena telah dikerahkannya para pendamping desa kesetiap desa-desa untuk membantu perangkat desa dalam pengelolaan keuangan desa. Meskipun di tahun ini kinerja pendamping desa masih belum maksimal, sebab masih ditemukannya keluhan perangkat desa mengenai kinerja para pendamping desa. Kemudian mulai efektifnya penggunaan SISKEUDES yang memudahkan pengerjaan administrasi pengelolaan keuangan bagi bendahara desa juga membantu pemerintah desa untuk menciptakan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangannya. Sedangkan kendala baru muncul dalam tahap pencairan keuangan desa khususnya Dana Desa, beberapa desa harus mengalami keterlambatan pencairan disebabkan oleh adanya perubahan regulasi di tiga kementrian terkait (Kemendes PDTT, Kemenkeu dan Kemendagri) yang menyebabkan administrasi pelaporan harus disesuaikan kembali dengan regulasi yang baru. Pengelolaan keuangan desa di Indonesia dari tahun 2011 sampai dengan 2014 mulai melakukan perbaikan dalam sistem administrasi, hal ini menjadi bekal 115 bagi para pemerintah desa untuk melaksanakan program Dana Desa yang akan berlaku mulai tahun 2015. Namun disamping itu, adanya program Dana Desa ini dibarengi dengan masih rendahnya kapasitas kepala desa dan perangkat desa dalam melakukan pengelolaan keuangan yang pada akhirnya sepanjang tahun 2015 sampai 2017 pengelolaan keuangan desa yang akuntabel masih terhambat oleh masalah pelaporan dan pertanggungjawaban yang belum sesuai dengan peraturan-peraturan yang disyaratkan. Barulah mulai tahun 2018 akuntabilitas pengelolaan keuangan desa mulai dapat tercapai. Adanya pendamping desa yang melakukan pendampingan kepada perangkat desa mulai dari tahap perencanaan sampai pertanggungjawaban yang sedikitnya bisa membantu pengelolaan keuangan di desa-desa. Selain itu mulai tahun 2018, perangkat desa sudah mulai dapat menggunakan SISKEUDES ecara efektif setelah dilaksanakan bimbingan teknis yang dilakukan pada tahun sebelumnya, hal ini memudahkan dan menyeragamkan pengadministrasian keuangan desa mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pelaporan pertanggungjawaban. Kemudian hasil penelitian di Desa Cikoneng Kabupaten Ciamis yang menunjukan adanya akuntabilitas dalam pengelolaan Dana Desa ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian di Desa Pawindan Kabupaten Ciamis (Mulyadi, 2017) memiliki persamaan dalam aspek kejujuran dan kepatuhan terhadap hukum, dimana pengelolaan keuangan di Desa Pawindan telah sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Persamaan juga terdapat dalam partisipasi masyarakat dalam kegiatankegiatan desa, masyarakat yang belum terlalu paham dengan keuangan desa membuat mereka acuh terhadap kinerja pemerintah desa. Sedangkan dalam aspek proses pengelolaan Desa Pawindan mengalami kendala yaitu lemahnya kemampuan perangkat desa dalam perencanaan serta pelaporan keuangn desa, setiap laporan yang disampaikan ke kabupaten selalu perlu direvisi kembali sebelum disetujui oleh kabupaten. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa desa di Jawa Tengah yaitu Desa Aliyan, Desa Mangir, Desa Gintangan, Desa Bubuk, Desa 116 Kedaleman, Desa Lemah Bangdewo dan Desa Rogojampi (Wida, 2017) menunjukan bahwa akuntabilitas pengelolaan keuangan desa pada tahap perecanaan dan tahap pelaksanaan telah berlangsung dengan memuaskan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan akuntabilitas pada tahap pertanggungjawaban masih belum maksimal karena seringnya pemerintah desa terlambat dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban. Kemudian untuk penelitian yang dilakukan pada beberapa desa di Provinsi Jawa Timur seperti di Desa Kilensari, Desa Paowan, Desa Sumberkolak, Desa Wringinanom, Desa Peleyan, Desa Alasmalang, Desa Duwet dan Desa Gelung (Romantis, 2015) menunjukan bahwa tahap perencanaan telah dilakukan dengan transparan dan sudah adanya partisipasi masyarakat. Begitupun pada tahap pelaksanaan, program-program desa telah dilaksanakan sesuai perencanaan, namun ditahap pertanggungjawaban masih memerlukan bimbingan dari pemerintah kecamatan. Penelitian selanjutnya dilakukan di Desa Singopuran (Riyani, 2016) yang memaparkan bahwa pengelolaan keuangan desa dari mulai perencanaan telah melibatkan masyarakat dan akuntabel, namun program-program yang dilaksanakan berfokus hanya pada pembangunan saja. Rendahnya rasa kepedulian masyarakat untuk gotong-royong melaksanakan pembangunan di desa menjadi permasalahan di Desa Singopuran serta pertanggungjawaban keuangan desa yang belum dilaksanakan secara maksimal. Di Desa Plosogeneng, Desa Donowirih dan Desa Pesantren (Triani & Handayani, 2018), pengelolaan keuangan desa telah dilakukan sesuai peraturan yang ada dan melaksanakan prinsip transparansi dengan baik dengan bantuan dari pendamping desa, namun tidak semua pendamping desa memiliki kompetensi yang mumpuni dan dapat diandalkan oleh pemerintah desa. Hambatan yang dirasakan datang dari lambatnya pencairan Dana Desa karena adanya penyesuaian aturan pelaporan yang mengalami perubahan. Di Sulawesi Utara yaitu di Desa Peret, Desa Taduwale, Desa Damau, Desa Damau Bowone dan Desa Akas Balane (Salindeho, Kalangi & Warongan, 2017), hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pengelolaan dan pemanfaatan 117 Dana Desa mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban sudah mengacu pada Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Penelitian ini juga menemukan beberapa hambatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan Dana Desa, misalnya regulasi yang terus berubah menghambat birokrasi. Hambatan lainnya adalah keterbatasan pengetahuan dan pemahaman sumber daya manusia, komunikasi yang tidak efektif antara kepala desa dengan perangkat desa lainnya maupun antara kepala desa dengan masyarakat. Sedangkan di Desa Poyowa Besar Satu, Desa Poyowa Besar Dua, Desa Tabang, Desa Bungko, Desa Kopandakan I Dan Desa Poyowa Kecil (Makalalag, Nangoi & Karamoy, 2016) menunjukkan bahwa akuntabilitas pengelolan Dana Desa telah dilaksanakan berdasarkan prinsip transparan, akuntabel dan partisipatif. Dalam pelaporan dan pertanggungjawaban sudah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme berdasarkan ketentuan walaupun masih terdapat kelalaian dari aparat desa dan pengelola teknis kegiatan. Kompetensi sumber daya pengelola masih merupakan kendala utama, sehingga masih perlu pendampingan pemerintah daerah. Selanjutnya pada desa-desa di Kabupaten Ogan Llir Sumatera Selatan (Meutia & Liliana, 2017) menunjukan semakin banyak desa yang mampu serta patuh terhadap aturan penyusunan sistem keuangan desa sehingga dapat dikatakan memenuhi indikator pelaksnaan akuntabilitas kejujuran dan hukum. Dalam pelaksanaannya, seluruh pengeluaran dan penerimaan desa telah sesuai dengan prosedur yang berlaku, berkenaan dengan aspek pengelolaan keuangan secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pengelolaan keuangan yang dilakukan di desa yang menjadi objek penelitian telah mematuhi prinsip dasar pengelolaan keuangan. Pelaporan dan pertanggungjawaban masih menjadi masalah bagi beberapa desa, dikarenakan adanya keterbatasan yang berkaitan dengan sumber daya manusia yang menguasai aspek pelaporan dan pertanggungjawaban. Hasil penelitian di Desa Cikoneng rupanya memiliki perbedaan dengan beberapa desa lain di Indonesia. Sebagian besar desa mengalami kendala yang hampir serupa dalam pengelolaan keuangan desa yaitu pada tahap pelaporan dan petanggungjawaban. Kendala ini diakibatkan oleh rendahnya kompetensi kepala 118 desa dan perangkat desa dalam penyusunan laporan keuangan desa. Bimbingan serta pelatihan dianggap belum dilaksanakan secara maksimal, sehingga perlu adanya pelatihan terus-menerus dan dilakukan secara intens supaya perangkat desa dapat terus mengasah kemampuan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban. Perbedaan hasil penelitian di Desa Cikoneng dengan desa-desa lainnya terletak pada adanya pendamping desa yang intens melakukan bimbingan kepada perangkat desa dalam pengelolaan keuangan desa khususnya Dana Desa. Selain itu tingkat pendidikaan perangkat desa yang bertanggungjawab mengoperasikan SISKEUDES sudah bergelar sarjana ilmu komputer, sehingga pelaporan dan pertanggungjawaban secara administratif tidak menjadi kendala besar dalam pemenuhan akuntabilitas pengelolaan keuang desa. Pengaruh keberadaan pendamping desa serta tingkat pendidikan perangkat desa ini belum bisa diklaim sebagai faktor yang membuat suatu desa dapat memenuhi akuntabilitas pengelolaan keuangan. Hal ini menjadi kelemahan dalam penelitian ini karena penelitian baru dilaksanakan di satu desa saja sehingga kurang relevan untuk menggenealisasikan nemuan pengaruh keberadaan pendamping desa sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk mencari tahu bagaimana pengaruh keberadaan pendamping desa dalam menciptakan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa serta mengenai pengaruh tingkat pendidikan perangkat desa terhadap akuntabilitas pengelolaan Dana Desa. Kemudian ditemukan pula di beberapa desa di Indonesia permasalahan dalam pelaksanaan program-program desa yaitu adanya Dana Desa dengan jumlah besar disatu sisi memberikan kemudahan bagi desa untuk melakukan pembangunan-pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, namun disisi lainnya dana yang besar ini membuat budaya gotong-royong di desa mulai menurun. Hasil penelitian di Desa Singopuran menyebutkan bahwa rendahnya gotong-royong disebabkan karena tidak adanya kepedulian masyarakat terhadap pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah desa, mereka cenderung menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah desa. Sedangkan dari 119 hasil temuan peneliti di Desa Cikoneng disinyalir disebabkan oleh adanya kebijakan cash for work yang mewajibkan masyarakat desa diberi upah untuk setiap pekerjaannya dalam pembangunan-pembangunan di desa yang membuat masyarakat menjadi terbiasa enggan bekerja dalam pembangunan-pembangunan desa jika tidak dibayar. Fenomena menurunnya semangat gotong-royong di pedesaan ini perlu dikaji kembali, apakah memang kebijakan cash for work yang mempengaruhi fenomena tersebut ataukah memang dipengaruhi oleh tingkat kepedulian masyarakat. Secara keseluruhan pengelolaan keuangan desa termasuk didalamnya Dana Desa di Indonesia harus terus diperhatikan dan berusaha untuk mencapai akuntabilitas. Pencapaian akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa dapat dilakukan dengan memenuhi dimensi-dimensi akuntabilitas, yaitu dimensi kejujuran dan hukum, dimensi proses dimensi program serta dimensi kebijakan. Dalam akuntabilitas kejujuran dan hukum, perangkat desa dituntut untuk tidak menyalah gunakan wewenangnya terutama kepala desa sebagai pemegang kewenangan terbesar khususnya dalam pengelolaan Dana Desa serta keuangan desa secara keseluruhan. Sebab secara filosofis rakyatlah yang memegang wewenang tersebut, namun karena secara praktis tidak mungkin masyarakat untuk memerintah bersamaan mengingat jumlahnya yang tidak sedikit maka dilakukanlah pemilihan wakil-wakil rakyat untuk menjalankan mandat rakyat, wakil-wakil tersebut adalah Badan Permusyawaraktan Desa (BPD). BPD memiliki kewajiban untuk menggandeng pemerintah desa utamanya kepala desa dalam menentukan setiap kebijakan-kebijakan strategis. Hal ini jelas diatur dalam Permendes PDTT Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa, yang menyebutkan bahwa musyawarah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Salah-satu hal yang bersifat strategis tersebut adalah kebijakan mengenai perencanaan desa dalam pengelolaan Dana Desa. 120 Dengan wewenangnya, kepala desa memiliki keleluasaan yang dapat menjadi kesempatan untuk melakukan tindakan-tindakan kecurangan dan manipulatif yang dapat menguntungkan dirinya sendiri. Kesempatan ini tentu tidak dibenarkan untuk tindakan-tindakan seperti itu, sebab Dana Desa dan sumber-sumber pendapatan desa lainnya merupakan amanah yang dilimpahkan kepada kepala desa untuk digunakan sebaik-baiknya demi pencapaian tujuan bersama. Wewenang kepala desa harus dibarengi oleh nafas kebijaksanaan dan tidak ada unsur mementingkan diri sendiri, keluarganya, kerabatnya atau orang-orang yang ada disekitarnya saja. Namun harus mampu mengakomodir kepentingan masyarakat desa secara keseluruhan. Sehingga musyawarah menjadi jalan terbaik dan perlu dilaksanakan untuk menentukan hal-hal strategis utamanya kebijakan perencanaan pengelolaan keuangan desa. Kemudian dalam pemenuhan akuntabilitas proses yang dimulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan serta pertanggungjawaban, pelibatan masyarakat desa dan transparasi pengelolan keuangan desa menjadi hal yang penting. Suatu pemerintahan yang akuntabel tidak akan tercipta tanpa adanya partisipasi masyarakat dan transparansi pemerintah. Laporan keuangan desa sebagai produk dari proses akuntansi dalam kaitannya dengan penatausahaan keuangan desa yang di dalamnya termasuk Dana Desa, menjadi media akuntabilitas bagi pemerintah kepada masyarakat sehingga menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Pengelolaan keuangan desa terdiri dari beberapa tahap, yang semuanya memiliki peran masing-masing dalam terciptanya akuntabilitas proses. Tahaptahap tersebut merupakan prosedur yang saling berkaitan dan tidak bisa dihilangkan dalam pengelolaan keuangan desa. Pertama adalah tahap perencanaan yang merupakan pondasi awal dalam menopang seluruh program-program kegiatan pemerintah desa agar terciptanya kesesuaian terhadap kebutuhan masyarakat. Suatu perencanaan harus memuat program kerja yang diusulkan berdasarkan kebutuhan masyarakat bukan sekedar keinginan saja. Maka dari itu 121 penjaringan aspirasi dilakukan melalui jalan musyawarah yang dilakukan setiap jenjang pemerintahan mulai dari RT, RW, dusun dan kemudia desa. Partisipasi dan antusiasme masyarakatlah yang akan menentukan kualitas dari musyawarah ini, jika antusiasme masyarakat rendah maka aspirasi yang terjaring tidak akan mampu merepresentasikan kebutuhan masyarakat secara akurat, sebaliknya semakin banyak masyarakat, semakin variatif usulan masyarakat, maka semakin akurat juga informasi mengenai kebutuhan masyarakat tersebut. Untuk menciptakan masyarakat yang antusias, langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah desa tentu saja dengan memfasilitasi masyarakat sehingga bisa menyuarakan aspirasinya. Hal ini tidak selalu dengan cara mengadakan forum resmi, karena karakteristik masyarakat berbeda-beda dalam masalah komunikasi. Pemerintah desa, terutama perangkat-perangkat terdekat dengan masyarakat perlu mempunyai kemampuan komunikasi yang baik kepada individu maupun kepada suatu kelompok. Caranya adalah dengan mau mendengar aspirasi mereka dan menindak lanjuti aspirasi tersebut. Kedua adalah tahap penganggaran, kaur perencanaan menjadi pelaksana teknis dalam tahap penganggaran. Tugas ini kemudian akan dilimpahkan kepada pelaksana teknis lainnya yaitu kasi kesejahteraan sebagai penanggungjawab program pembangunan dan kasi pelayanan sebagai penanggungjawab program pemberdayaan masyarakat. Masing-masing memiliki tugas untuk merinci setiap kebutuhan program, supaya tepat maka diperlukan survey lapangan yang pada praktiknya dibantu oleh tim sebelas. Setelah penentuan kebutuhan program, langkah selanjutnya yang tak kalah penting adalah mengkonversikan segala kebutuhan tersebut kedalam nilai uang. Untuk tetap menjaga nafas akuntabel, penentuan harga haruslah berpedoman kepada acuan standar yang berlaku diwilayah tersebut. Ketiga adalah tahap pelaksanaan, dimana ancaman akuntabilitas pada tahap ini adalah segala kejadian yang akan mengakibatkan tidak terlaksananya program sesuai perencanaan. PTPKD perlu melakukan kontrol kelapangan secara berkala untuk menghindari perubahan-perubahan tak masuk akan atau kejadiankejadian diluar perencanaan. Beberapa kejadian yang bisa menghambat 122 pelaksanaan program sesuai perencanaan diantaranya adalah, pembelian bahanbahan yang tidak sesuai perencanaan seperti berbeda merek, berbeda harga dan berbeda kuantitas. Celah korupsi bisa terjadi disini dengan cara para pelaksana membeli bahan yang berkualitas rendah namun mencantumkan harga mengikuti bahan yang berkualitas tinggi. Akhirnya akan berpengaruh pada hasil yang berkualitas rendah. Cara yang bisa dilakukan adalah ketegasan dan kontrol dari para PTPKD. Keempat adalah penatausahaan, tahap ini berhubungan dengan penyediaan informasi administratif atas kegiatan-kegiatan yang menggunakan uang publik. Dokumen-dokumen yang perlu dibuat mulai dari proses pencairan, penyimpanan, pelaksanaan dan sampai pada pelaporan. Untuk mendukung akuntabilitas dalam tahap penatausahaan, pemerintah telah menyediakan dan mewajibkan seluruh desa untuk menggunakan SISKEUDES, yaitu sebuah aplikasi yang menyediakan informasi akuntansi khusus desa. Pengoperasiannya dilakukan oleh kaur keuangan sebagai penanggungjawab keuangan desa. Sehingga untuk menunjang penatausahaan yang baik, kemampuan mengoperasikan SISKEUDES sangatlah diperlukan. Kelima adalah tahap pelaporan dan pertanggungjawaban, setelah program selesai, pemerintah desa perlu membuat dokumen laporan dengan format yang telah tersedia di SISKEUDES. Laporan yang perlu dibuat diantaranya adalah laporan pertanggungjawaban (LPJ) setiap program, laporan realisasi penggunaan Dana Desa per tahap, dan laporan realisasi APBDes disetiap akhir periode yang memuat realisasi kegiatan secara keseluruhan. Laporan ini akan menjadi media bagi pemenuhan akuntabilitas pemerintah desa. Dari laporan, siapaun bisa menginterpretasikan kinerja pemerintah desa apakah sudah sesuai dengan aturan yang berlaku atau malah dari laporan tersebut terjadi penyimpangan-penyimpangan. Artinya, laporan digunakan untuk memonitor kinerja dan mengevaluasi manajemen pemerintah desa, memberikan informasi mengenai capaian tujaun yang telah ditetapkan dan sebagai media yang dapat dibandingkan dengan kinerja pemerintah desa lain. Sedangkan 123 bagi masyarakat laporan ini bisa dijadikan alat untuk menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan Dana Desa. Selanjutnya mengenai akuntabilitas program, setiap desa harus tahu tipologi dan kebutuhan desanya agar program yang dilaksanakan dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat desa. Saat ini arah kebijkan terkait program di desa diharapkan bisa mencptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa, kebijakan tersebut disebut dengan cash for work. Terakhir adalah akuntabilitas kebijakan, Pelaksanaan peraturan-peraturan yang ada menjadi salah-satu cerminan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa. Dalam pelaksanaannya, maka perlu ada pemahaman aturan baik itu oleh kepala desa sebagai penanggung jawab pengelolaan keuangan desa, sekretaris desa sebagai koordinator PTPKD dan oleh PTPKD itu sendiri. Pemahaman ini berfungsi untuk menciptakan kesepahaman diantara perangkat desa sehingga tidak ada hal yang menyimpang dari aturan. Sehingga kompetensi para perangkat desa perlu diperhatikan, pelatiha-pelatihan serta bimbingan oleh pendamping desa dalam pengelolaan keuangan desa harus dilaksanakan oleh para penanggungjawab mulai dari kecamatan, kabupaten dan para pendamping desa. Supaya perangkat desa mempunyai kemampuan pengelolaan keuangan desa yang mampu mengantarkan mereka menjadi desa yang akuntabel. Seluruh desa di Indonesia diharapkan bisa terus melaksakan pengelolaan keuangannya secara akuntabel, terutama kepala desa beserta perangkat desa lainnya sebagai pelaksana pengelolaan keuangan desa yang harus bisa memposisikan diri sebagai seorang steward. Desa sebagai salah satu lembaga sektor publik diharapkan mengimplementasikan teori stewardship dalam pengelolaan keuangannya. Dari hasil penelitian-penelitian diatas, di Indonesia dapat dilihat bahwa pengelolaan keuangan desa ecara bertahap dari tahun ketahun sudah mengimplementasikan teori stewardship. Ketika perangkat desa sebagai steward diberi pilihan untuk memilih antara perilaku mementingkan diri sendiri atau perilaku pro-organisasi, perilaku perangkat desa tidak menyimpang dari 124 kepentingan organisasinya, wewenangnya dijalankan dengan baik. Dengan demikian, ketika kepentingan perangkat desa dan masyarakt tidak selaras, perangkat desa tetap menempatkan diri mereka untuk menjunjung tinggi kerja sama daripada menentang sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak mereka. Implementasi konsep stewardship ini harus terus dilaksanakan bahkan dijaga supaya pemerintah desa dapat terus amanah dan belajar meningkatkan kapasitas diri mereka dalam mengelola keuangan desa sehingga kebutuhan masyarakat desa dapat terpenuhi dengan baik.