Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
RANGKUMAN PERPAJAKAN By: Sofi Nurhani Konsep Dasar Perpajakan Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 167 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 [3], tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemudian terdapat beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai definisi pajak yang diantaranya sebagai berikut: Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H dalam Siti Resmi (2019:1) [2], pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjdukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Prof. Edwin R. A. Seligman dalam Santoso Brotodiharjo (2010:4) [1], pajak adalah suatu sumbangan paksaan dari perorangan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang bertalian dengan kepentingan orang banyak (umum) tanpa dapat ditunjukkan adanya keuntungan khusus terhadapnya. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan pajak adalah iuran wajib dari perorangan atau badan kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan untuk kepentingan umum. Fungsi Pajak Fungsi pajak menurut Siti Resmi (2019:3) [2] ada dua, yaitu: Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak merupakan salah satu sumber dana bagi pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan baik itu secara rutin ataupun untuk pembangunan. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak, yaitu dengan melakukan penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak yang ada diantaranya seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak merupakan alat yang digunakan untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi, serta untuk mencapai tujuan tertentu lainnya di luar bidang keuangan. Salah satu contoh penerapannya, yaitu pengenaan tarif pajak ekspor sebesar 0% untuk mendorong para pengusaha untuk mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara. Jenis-Jenis Pajak Siti Resmi (2019:7-8) [2], jenis-jenis pajak dapat dikelompokkan berdasarkan: Menurut lembaga pemungut Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Pajak Pusat, pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contohnya, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota), dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Contoh Pajak Provinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Sedangkan Pajak Kabupaten/Kota meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir, Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan, Serta Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan. Menurut Golongan Pajak dikelompokkan menjadi dua: Pajak Langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contohnya, PPh, PPh atau tanggungan oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. Pajak Tidak Langsung, pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contohnya, PPN. Menurut Sifat Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan subjek pajaknya. Contohnya, PPh. Pajak Objektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya, baik berupa benda, keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) dan tempat tinggal. Contohnya, PPN, PPnBM, serta PBB. Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Siti Resmi (2019:8-11) [2], tata cara pemungutan pajak terdiri dari stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak. Berikut penjelasannya. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel pajak, yaitu: Stelsel Nyata (Riil) Pengenaan pajaknya didasarkan pada objek yang sesungguhnya terjadi seperti PPh dimana objeknya adalah penghasilan. Pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua penghasilan yang sesunggunya diketahui dalam satu tahun pajak. Contohnya, PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 4 ayat (2), dan Pasal 26. Stelsel Anggapan (Fiktif) Pengenaan pajaknya didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Contohnya, penghasilan satu tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya sehingga pajak yang terutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak yang terutang pada tahun sebelumnya. Stelsel Campuran Stelsel Campuran merupakan kombinasi dari stelsel nyata dan stelsel anggapan, dimana pada perhitungan pajaknya pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan (fiktif). Sedangkan, pada akhir tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan keadaan yang sesungguhnya (riil). Jika besarnya pajak menurut keadaan yang sesungguhnya lebih besar dari pada besarnya pajak menurut anggapan maka Wajib Pajak wajib membayar kekurangan tersebut (PPh Pasal 29), sedangkan jika sebaliknya lebih kecil maka Wajib pajak dapat meminta kembali kelebihan pajaknya (restitusi) atau dikompensasikan pada tahun berikutnya, setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya (PPh Pasal 28 (a)). Asas Pemungutan Pajak Terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu: Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu: Official Assessment System Self Assessment System With Holding System R. Santoso Brotodihardjo. Pengantar Ilmu Hukum Pajak Edisi Keempat. Bandung: PT. Refika Aditama. 2010. Hlm 4. Resmi, Siti. 2019. Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983, Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan