PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab
Latin
Arab
Latin
ا
=
a
ف
=
f
ب
=
b
ق
=
q
ث
=
ts
ك
=
k
ج
=
j
ل
=
l
ح
=
h
م
=
m
خ
=
kh
ن
=
n
د
=
d
و
=
w
ذ
=
dz
ه
=
h
ر
=
r
ء
=
’
ز
=
z
ي
=
y
س
=
s
ش
=
sy
ص
=
sh
Untuk Madd
dan Diftong
ض
=
dl
آ
=
â (a panjang)
ط
=
th
ْاِي
=
î (i panjang)
ظ
=
zh
ْاُو
=
û (u panjang)
ع
=
‘
اَ ْو
=
aw
غ
=
gh
ْاَي
=
ay
ISI
TRANSLITERASI
ANTARAN
UTAMA
Ahmad Choirul Rofiq Fenomena Kelompok Sempalan (Islam)
di Indonesia 217-236
Mutawalli
Pergulatan Pemikiran Melawan Arus:
Penyempalan dalam Tubuh Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah 237-264
Moch. Muwaffiqillah Gerakan Islam Sempalan:
Mitos Disintegrasi dan Dialog Intraagama
265-282
Yusuf Hanafi
Islam, Ekskomunikasi, dan Persoalan
Penyesatan: Kajian Teo-Sosio-Analisis atas
Vonis Bid‘ah, Riddah, dan Kufr 283-306
Choirul Mahfud
Aliran Sesat, Toleransi Agama, dan
Pribumisasi Islam Humanis 307-332
LEPAS
L. Turjuman Ahmad قصيدة ”أمن أم أوفى“ لزهير بن أبي سلمى
) (دراسة نقدية في عناصرها األدبية 333-350
Sembodo A. Widodo Analisis Struktural dalam Kajian al-Qur’an
Surat Yûsuf (12) 351-372
Nurul Hidayat
Bantahan Ibnu Rusyd
terhadap Kritik al-Ghazâlî
tentang Keqadiman Alam 373-388
Muhammad Taufik Konsep Belajar Mengajar dalam al-Qur’an:
Telaah Implikasi Edukatif
Qs. al-‘Alaq (96): 1-5 389-412
ULAS BUKU
Adi Fadli
Ahmadiyah:
Titik yang Diabaikan 413-424
INDEKS
AHMADIYAH:
SEBUAH TITIK YANG DIABAIKAN
Adi Fadli*
__________________________________________________
Judul Buku: Gerakan Ahmadiyah di Indonesia
Penulis: Iskandar Zulkarnain
Penerbit: LKiS, Yogyakarta, 2005
Tebal: 362
______________
Abdul Mukti Ali mengatakan bahwa Ahmadiyah sebagai
salah satu gerakan keagamaan belum memberikan sumbangan
yang berarti terhadap pemikiran Islam modern di Indonesia.
Deliar Noer, pakar sejarah Islam modern Indonesia, menyatakan
bahwa Ahmadiyah merupakan kelompok kecil yang tidak berarti
bagi pemikiran modern di Indonesia.1 Pernyataan kedua tokoh
besar tersebut memberi kesan bahwa Ahmadiyah bukan
merupakan titik yang memberi arti menjadi garis sehingga dapat
bermakna bagi semesta. Ia seakan ditiadakan, bahkan dengan
sengaja dinafikan setelah pada periode awal di Indonesia dengan
tokoh-tokoh intelektualnya yang militan2 telah dapat
memberikan pengaruh terhadap intelektual muda Islam.
Jika sedemikian tidak pentingnya eksistensi Ahmadiyah,
maka ada apa dengannya sehingga belakangan ini kelompok
keagamaan itu mendapat sorotan banyak pihak?
*
Penulis adalah mahasiswa S3 (Doktor) Program Pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta. e-mail: rakha3@yahoo.com
1Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia (Yogyakarta:
LKiS, 2005), 12 dan 37.
2Ibid., 8-255.
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
413
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
Ahmadiyah Sebagai Sebuah Gerakan
Ahmadiyah adalah gerakan mesianik dalam Islam modern.
Gerakan ini merupakan salah satu gerakan paling aktif dan
paling kontroversial sejak kelahirannya di India pada 1888. Ia
berhasil mempertahankan kegiatannya selama lebih dari seabad
dan tidak tersaingi dedikasinya dalam menyebarkan keyakinan.
Masjid dan pusat misi Ahmadiyah didirikan tidak hanya di Anak
Benua India, tetapi juga di banyak kota besar dunia di Barat,
Afrika, dan Asia.
Inti3 pemikiran Ahmadiyah adalah profetologi, yang
inspirasinya berasal dari sufi besar Abad Pertengahan, Muhyîdin
ibn al-„Arabî, (1165-1240), yang mengemukakan dalil tentang
suksesi berkesinambungan “nabi-nabi tak bersyari’at”
sepeninggal Nabi Muhammad. Dengan menyebut pendirinya
berstatus jurus selamat dan nabi, gerakan Ahmadiyah
membangkitkan pertentangan sengit dari kaum muslim Sunni. Ia
dituduh telah mengingkari dogma bahwa Muhammad
merupakan nabi terakhir.
Sebagaimana suatu agama atau ajaran lainnya yang lahir dari
realitas yang statis, bahkan terbelakang,4 Ahmadiyah, menurut
Wilfred Cantwell Smith, lahir di India menjelang akhir abad
XIX, yaitu tepatnya pada tahun 1888. Pada saat itu tengah
berlangsung huru-hara yang menandai runtuhnya masyarakat
Islam lama dan digantikan dengan sikap yang baru karena
infiltrasi budaya, serangan gencar kaum misionaris Kristen, dan
berdirinya universitas Aligarh. Ahmadiyah lahir sebagai protes
terhadap keberhasilan kaum misionaris Kristen memperoleh
Friedman, “Ahmadiyah”, dalam John L. Esposito, et.al.,
Dunia Islam Modern, jilid I (Bandung: Mizan, 2001), 80.
4Nur Syam, “Islam Wetu Telu: Islam dan Lokalitas di Tengah
Perubahan”, dalam M. Ahyar Fadli, Islam Lokal: Akulturasi Islam di Bumi
Sasak (Bagu: STAIIQ Press, 2008), xiii; Baca Komaruddin Hidayat,
“Ketika Agama Menyejarah”, Republika, 15 Januari 2002.
3Yohanan
414
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
pengikut-pengikut baru dan sebagai protes terhadap paham
rasionalis dan westernisasi yang dibawa oleh Sayyid Ahmad
Khan (1817-1898) dengan Aligarhnya.5 Smith menambahkan
bahwa kelahiran Ahmadiyah adalah sebagai protes atas
kemerosotan Islam pada umumnya.6
Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908),7 berusaha memperbaiki
keadaan umat Islam India melalui perubahan pola pikir dalam
memahami ajaran Islam yang disesuaikan dengan perubahan dan
perkembangan zaman; dalam bahasa Iqbal, menampilkan ajaran
agama menurut pandangan-pandangan modern. B. J. Esser
menyatakan bahwa pemikiran Mirza Ghulam Ahmad dapat
memuaskan dahaga emosi keagamaan umat Islam di India.8
Ahmadiyah dalam konteks gerakan Islam di India dapat
dipetakan menjadi dua model: (1) gerakan teologi, yang
dinyatakan oleh Wilfred Cantwell Smith dan (2) gerakan
intelektual, sebagaimana yang diistilahkan oleh H. A. R. Gibb.
Namun, Azyumardi Azra kurang sepakat dengan pandangan
Gibb di atas, karena aspek intelektual Ahmadiyah hanya al-masîh,
5Aligarh
adalah gerakan lanjutan usaha pembaruan Sayyid Ahmad
Khan di bidang pendidikan. Ia mendirikan gerakan ini pada tahun 1875 di
Aligarh, India, untuk meningkatkan pendidikan umat Islam. Gerakan ini
muncul setelah Sayyid Ahmad Khan wafat dan berkembang menjadi
institusi Mohammedan Anglo-Oriental College (MAOC), kemudian Muslim
University of Aligarh. Lihat Ahmad Isa, “Aligarh”, dalam Azyumardi Azra,
et.al., Ensiklopedi Islam, jilid I (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),
154.
6Zulkarnain, Gerakan…, 9, 11-58.
7Gelar “Mirza” menunjukkan bahwa Mirza Ghulam Ahmad merupakan
keturunan Dinasti Mughal. Ayahnya seorang hakim pemerintah kolonial
Inggris di India dan nenek moyangnya mempunyai hubungan keluarga
dengan Zahiruddin Muhammad Babur, pendiri Dinasti Mughal (15261530). Lihat Kusaeri dan Atjeng Ahmah, “Mirza Ghulam Ahmad”, dalam
Azyumardi Azra, et. al., Ensiklopedi Islam, jilid V (Jakarta: PT Ichtiar Baru
van Hoeve, 2005), 36-7.
8Zulkarnain, Gerakan..., x, 76, dan 251.
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
415
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
al-mahdi, kenabian, dan wahyu. Dalam empat permasalahan itu,
Ahmadiyah mengemukakan tafsiran-tafsiran liberal yang berbeda
dengan pemahaman baku (qath‘î al-dlalâlah) kaum muslim
ortodoks.9
Tentang kenabian, misalnya, Ahmadiyah merumuskan
definisi nabi sebagai seorang yang dipilih Tuhan di antara
hamba-hamba-Nya untuk diberi tugas memimpin umat manusia
karena kecintaan dan kesetiaannya dengan Tuhan. Penafsiran
inilah yang membawa Ahmadiyah membuka ruang bagi
munculnya nabi atau rasul “baru” Tuhan. Seperti Krisna yang
merupakan inkarnasi dari Dewa Wisnu dalam kepercayaan
Hindu adalah nabi pada zamannya.
Dalam masalah wahyu, Ahmadiyah mendefinisikan wahyu
sebagai pembicaraan Allah swt. secara langsung dengan hambaNya sehingga hamba itu dapat memastikan tanpa ragu bahwa
dirinya sedang berbicara atau menerima wahyu dari Allah.
Rumusan ini menjadikan pintu penerima wahyu itu tidak
terbatas pada nabi dan rasul saja, tetapi juga pada para wali atau
mujaddid.10
Dalam konteks keindonesiaan, menurut Azra, Ahmadiyah
sebagai organisasi keagamaan digolongkan ke dalam aliran
pemikiran dan gerakan. Semaraknya paham kebangsaan pada
paruh pertama awal abad XX menjadikan Ahmadiyah ikut dalam
arus masuk ke Indonesia. Pada tahun 1924, Ahmadiyah
Lahore(berpusat di Lahore, Pakistan) yang mengakui Mirza
Ghulam Ahmad sebagai mujaddid dibawa ke Jawa oleh Mirza
Ahmad Baiq. Tahun berikutnya, yakni tahun 1925, disusul
Ahmadiyah Qadian (berpusat di Qadian, India) yang
berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai “nabi”.
Keyakinan ini dibawa oleh Maulana Rahmat Ali H.A.O.T dan
., ix, x, dan 75.
9Ibid
10Ibid.,
416
3-251.
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
masuk ke Indonesia lewat Tapaktuan, Aceh. Ahmadiyah Qadian
lebih dikenal dengan nama Jema‟at Ahmadiyah Indonesia,
sedangkan Ahmadiyah Lahore dikenal dengan sebutan Gerakan
Ahmadiyah Lahore Indonesia (GAI).11
Jema‟at Ahmadiyah Qadian bertujuan menyebarkan agama
Islam menurut Mirza Ghulam Ahmad dan para khalifahnya ke
seluruh Indonesia dan membantu Jema‟at Ahmadiyah di luar
Indonesia. Misinya adalah dakwah dengan lisan, tulisan, dan
amal baik menurut al-Qur‟an dan hadis, serta mendirikan badanbadan sosial untuk memajukan pendidikan.12
Adapun asas dari Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia
adalah )1( al-Qur‟an, dengan kepercayaan bahwa al-Qur‟an
merupakan kitab suci yang sempurna dan terakhir, (2) al-Sunnah
, dengan keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir
dan tidak ada nabi setelahnya, dan (3) pengakuan bahwa
sepeninggal Nabi Muhammad akan ada para mujaddid (pembaru)
dan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad
XIV H sebagai al-Masih dan al-Mahdi yang dijanjikan.13
xi, 1-4, 12, 139, 255, 270, dan 289. Lihat Kusaeri dan Atjeng
Ahmad, “Ahmadiyah”, dalam Azyumardi Azra, et.al., Ensiklopedi Islam, jilid
I (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), 118-20.
12Ibid., 1-270.
13Urutan mujaddid setiap abad yang diyakini oleh Ahmadiyah adalah
sebagaimana yang ditulis oleh Nawab Shiddiq Hasan Khan dalam kitabnya
Hujaj al-Kirāmat. Urutannya adalah mujaddid abad I (Umar bin Abd al„Azîz), abad II (al-Imâm al-Syâfi‟î dan al-Imâm Ahmad bin Hanbal, abad
III (Al-Imâm Abû Syarh dan Abû Hasan al-Asy‟ârî, abad IV (al-Imâm Abû
Ubaid al-Lâh dan al-Imâm al-Qâdlî Abû Bakr), abad V (Al-Imâm alGhazâlî), abad VI (Al-Syaikh „Abd al-Qâdir al-Jaylânî), abad VII (Ibn
Taymiyah dan Kwajah Mu‟inuddin Kh, abad VIII (Ibn al-Hajr al„-Asqalânî
dan Shalih bin „Umar, abad IX (Sayyid Ahmad Jonpuri), abad X (Al-Imâm
al-Suyûthî), abad XI (Syaikh Ahmad Sirhind Alfi Tsani), abad XII (Syaikh
Waliyullah ad-Dahlawi), abad XIII (Sayyid Ahmad Barelvi), dan abad XIV
(Imam Mahdi dan Masih Mau‟ud [Mirza Ghulam Ahmad]). Lihat Ibid., 270.
11Ibid.,
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
417
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
Ahmadiyah versus Muslim Ortodoks
Ada tiga hal paling pokok yang menyebabkan Ahmadiyah
mendapatkan stempel “sesat” atau menyimpang dari ajaran
Islam sebenarnya oleh kalangan muslim ortodoks,14 yaitu (1)
penyaliban Nabi Isa a.s.,15 (2) al-Mahdi (Imam Mahdi) yang
dijanjikan akan muncul di akhir zaman,16 dan (3) kewajiban
berjihad.17 Untuk melihat perbedaan ini secara nyata dan jelas,
berikut pemetaannya:18
ASPEK
Nabi
Isa
AHMADIYAH
Nabi Isa tidak
meninggal di kayu
salib. Setelah
kebangkitannya
kembali, ia
berhijrah ke
Kasymir untuk
mengajar Injil. Ia
meninggal di
Kasymir dalam
usia lebih dari 120
MUSLIM
ORTODOKS
Nabi Isa masih
hidup dan Allah
akan
menurunkannya
pada akhir zaman
bersama Imam
Mahdi. Nabi Isa
dan Imam Mahdi
bukan satu
kesatuan.
ANALISIS
Dalam kitab hadis
Sunni juga dimuat
hadis tentang almahdi. Akan
tetapi, Ahmadiyah
mengabaikannya.
Seharusnya mereka
juga
mengemukakan
hadis kemahdian
14Dalam
Musyawarah Nasional II yang berlangsung di Jakarta tanggal
26 Mei sampai dengan 1 Juni 1980, MUI telah mengeluarkan fatwa yang
isinya, antara lain, adalah bahwa Ahmadiyah merupakan jama‟ah di luar
Islam, sesat dan menyesatkan. Selanjutnya, pada era Gus Dur, sikap
pemerintah, termasuk MUI, tidak melarang keberadaan Ahmadiyah. Ibid.,
3-292.
15Lihat Nasaruddin Umar, “Nabi Isa”, dalam Azyumardi Azra, et.al.,
Ensiklopedi Islam, jilid III (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), 219-20.
16Lihat Umar Shahab, “Imam Mahdi”, dalam Azyumardi Azra, et.al.,
Ensiklopedi Islam, jilid IV (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), 212-3.
17Lihat Nasrun Haroen, “Jihad”, dalam Azyumardi Azra, et.al.,
Ensiklopedi Islam, jilid IV (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), 314-6.
18Untuk lebih jelas dan lengkapnya tentang pemetaan ini, lihat
Zulkarnain, Gerakan…, 2, 3, 83-137.
418
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
ASPEK
Imam
Mahdi
Jihad
AHMADIYAH
tahun dan
makamnya masih
ada di Srinagar.
Mirza Ghulam
Ahmad adalah
Imam Mahdi yang
dijanjikan, bahkan
sebagai penjelmaan
Isa ibn Maryam
dan Muhammad
bagi umat muslim,
di samping sebagai
penjelmaan Krisna
bagi umat Hindu.
Kepercayaan
terhadap Mirza
Ghulam Ahmad
sebagai al-Mahdi
merupakan salah
satu rukun iman
Ahmadiyah.
Jihad dengan jalan
perang (jihâd
ashghar) itu tidak
penting. Yang
terpenting adalah
jihâd akbar, yakni
memerangi hawa
nafsu dan
menyebarluaskan
al-Qur‟an kepada
umat manusia,
termasuk kaum
kafir.
MUSLIM
ORTODOKS
ANALISIS
lainnya yang
kemudian
diklasifikasikan
Imam Mahdi akan sehingga terkesan
seimbang.
turun pada akhir
Walaupun dengan
zaman dan bukan
sebagai penjelmaan penekanan dan
penafsiran yang
dari Nabi Isa.
berbeda, Ibnu
Khaldun
mengatakan bahwa
hadis tentang
mahdiyyah adalah
lemah dan tidak
bisa dijadikan
dasar bagi akidah
Islam. Azra
mengungkapkan
bahwa boleh jadi
adalah hasil
rekayasa semata
untuk kepentingan
politik.
Jihad tidak identik Konsep jihad
dengan qitâl
Ahmadiyah
(perang). Jihad
membawa
mempunyai arti
konsekuensi, yakni
yang lebih luas
keharusan untuk
daripada qitâl. Jihâd setia dan loyal
ashghar dan jihâd
pada pemerintah
akbar mempunyai
yang berkuasa,
porsinya tersendiri. baik pemerintah
kolonial (penjajah)
maupun bukan,
dengan syarat
tidak mengganggu
dakwahnya.
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
419
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
Ahmadiyah di antara Gerakan Keagamaan Lain
Untuk melihat dan menjadikan Ahmadiyah sebagai sebuah
titik yang tidak terlupakan di antara gerakan keagamaan lain,
paling tidak akan dilihat dengan menggunakan empat sudut
pandang, yaitu dari segi fokus perhatian, penyebaran agama,
pembaruan pemikiran, dan organisasi.
Fokus Perhatian. Nahdlatul Ulama menekankan pada masalah
ibadah; Muhammadiyah memusatkan perhatian pada bidang
sosial, termasuk pendirian sekolah dan rumah sakit; PERSIS
lebih mengutamakan penerbitan majalah; sedangkan Ahmadiyah
lebih memfokuskan pada bidang keagamaan. Menurut Azra,
aspek keagamaan yang ditekankan Ahmadiyah bersifat ideologiseskatologis. Gerakan Ahmadiyah lebih bersifat mahdiistik, yakni
dengan keyakinan bahwa Imam Mahdi dipandang sebagai
“hakim peng-ishlâh” atau sebagai “juru damai”. Tugas utama alMahdi adalah mempersatukan perpecahan umat Islam, baik di
bidang akidah maupun syariat. Lebih dari itu, al-Mahdi
diharapkan mampu menyatukan kembali semua agama, terutama
agama Nasrani dan Hindu, agar melebur ke dalam Islam.19
Dalam doktrin, Ahmadiyah Lahore yang meyakini Mirza
Ghulam Ahmad sebagai mujaddid dapat dikatakan lebih dekat
dengan pemahaman muslim Sunni.
Penyebaran Agama. Ahmadiyah lebih menekankan bidang
dakwah dengan penyebaran melalui pengajian-pengajian,
penerbitan, dan debat. Dalam hal metode debat (mujâdalah)
Ahmadiyah Qadian mempunyai kesamaan dengan PERSIS.
Hanya saja agama Islam yang disiarkan Ahmadiyah adalah Islam
menurut Mirza Ghulam Ahmad, sedangkan organisasi
keagamaan lainnya tidak demikian.20
19Ibid.,
.
x dan 271.
20Ibid
420
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
Pembaruan Pemikiran. Pembaruan pemikiran yang diusung
oleh Ahmadiyah cenderung bercorak liberal dan rasional.
Ahmadiyah dikenal dengan tafsir al-Qur‟annya yang ilmiah dan
historis sehingga dapat digunakan ber-hujjah dengan orang
Kristen dan Yahudi. Bentuk penafsiran ini berhasil menarik
minat kaum terpelajar Indonesia dan dunia. Seringkali
Ahmadiyah disebut sebagai gerakan pemikiran yang melahirkan
teologi baru.21
Berbeda halnya dengan Muhammadiyah yang lebih
menekankan amal konkret dan dikenal sebagai gerakan yang
menitikberatkan
amal
usaha
daripada
pemikiran.
Muhammadiyah dikenal dengan keberhasilannya membangun
jaringan pendidikan umum dan agama. Sementara dalam
pemikiran, menurut Dawam Raharjo, Muhammadiyah hanyalah
pelaksana dari doktrin Wahabi.22
Begitu pula dengan realitas NU sekarang dengan Jaringan
Islam Liberalnya (JIL) yang telah mampu memberikan suasana
baru dalam wacana pemikiran keagamaan. Namun, NU berpikir
liberal dan sekuler hanya dalam tingkat pemikiran sebagai sebuah
implementasi dari kebebasan berpikir saja, sedangkan
Ahmadiyah berpikir liberal dan sekuler serta membumikannya
sebagai sebuah gerakan nyata.
Organisasi. Secara organisatoris, Ahmadiyah tidak mempunyai
hubungan apa pun dengan organisasi keagamaan lainnya. H. O.
S. Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim, tokoh PSII, misalnya,
walaupun terkesan erat hubungannya dengan Ahmadiyah sampai
menerjemahkan tafsir The Holy Qur‟an karangan Maulana
Muhammad Ali, tetap tidak memiliki hubungan secara
organisatoris, selain hubungan pribadi.23
21Ibid.,
2-271.
22Ibid.
23Ibid.,
3-272.
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
421
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
Catatan Akhir
Buku ini merupakan reproduksi dari disertasi yang
dipertahankan pada Program Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta awal tahun 2000 yang berjudul “Gerakan
Ahmadiyah di Indonesia 1920-1942.” Pembatasan tahun (hanya
22 tahun) membuat kajian buku ini menjadi sempit. Sebenarnya
pembatasan ini bukan tanpa alasan karena luasnya kajian tentang
Ahmadiyah akan membuat penelitian dalam bentuk disertasi
tidak akan fokus pada pokok persoalan dan sulit mendapatkan
ketajaman analisis. Dengan pembatasan waktu ini pokok
persoalan akan mudah dipetakan dan diurai. Di samping itu,
pada rentang masa itulah Ahmadiyah muncul di Indonesia dan
menjadi titik yang berarti bagi gerakan modern di Indonesia.
Kekurangan ini sudah berusaha ditutupi dengan
disuguhkannya satu bab tambahan khusus mengenai
“Ahmadiyah di Indonesia Dewasa Ini” dengan tiga subbab,
yakni bidang pendidikan, organisasi, dan hubungan Ahmadiyah
dengan pemerintah. Ditambah satu sub bab lagi yang ada dalam
pembahasan, tetapi tidak ditulis dalam daftar isi, yaitu terobosan
melalui seminar, dialog, kajian buku, penerjemahan al-Qur‟an
dalam 100 bahasa, dan Muslim Television Ahmadiyah (MTA).
Dari sudut pandang pasar, buku ini termasuk dalam kategori
buku berat karena sebagai hasil dari reproduksi karya ilmiah
akademik tertinggi (disertasi), buku ini dihiasi oleh banyaknya
catatan kaki (footnote) dan ditambah lagi dengan penggunaan
bahasa Indonesia baku. Untuk kalangan masyarakat awam dan
orang-orang yang menyukai komik, buku ini sangat menjemukan
dan memusingkan. Akan tetapi, bagi kaum terpelajar yang gerah
dan senang dengan rasionalitas pemikiran dan gerakan
Ahmadiyah, buku ini dapat menjadi inspirasi mereka.
Penjelasan komprehensif yang diketengahkan oleh buku ini
menjadikannya berbeda sekaligus menjadi nilai plus dibanding
dari buku tentang Ahmadiyah lainnya. Komprehensivitas
422
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
kajiannya mencakup aspek historis, doktrin, organisasi,
kontribusi, dan posisinya dalam wacana keislaman di Indonesia.
Komprehensivitas buku ini didukung dengan referensi
(marâji’) yang kaya dan kuat. Terdapat sekitar 62 lebih referensi
tentang Ahmadiyah, baik dari buku yang ditulis oleh orang
Ahmadiyah sendiri maupun oleh non-Ahmadiyah, karya ilmiah,
laporan penelitian, majalah, dan surat kabar. Di antara karya
tersebut adalah (1) Gerakan Pembaruan Dalam Islam yang ditulis S.
Ali Yasir, Ketua Pengurus Besar Gerakan Ahmadiyah Lahore
Indonesia (GAI) periode 1996-2000, (2) Hazrat Mirza Ghulam
Ahmad Bukan Nabi Hakiki yang ditulis oleh Susmojo
Djojosugito, salah satu putra Minhadjurrahman Djojosugito,
Pendiri Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia, (3) Ahmadiyah
Apa dan Mengapa karya R. Batuah, (4) Tafsir The Holy Qur‟an
Maulana Muhammad Ali yang diterjemahkan dalam Bahasa Jawa
dengan judul Tafsir Qur‟an Sutji Jarwa Jawi, (5) Melenyapkan
Kesalahfahaman antara Jema‟at Ahmadiyah Indonesia dengan Gerakan
Ahmadiyah Lahore yang diterbitkan oleh GAI cabang Yogyakarta
tahun 1980, (6) Ahmadiyah dalam Persoalan karya Faqzy Sa‟ied
Thaha, (7) Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah karya
Abdullah Hasan Alhadar, (8) Koreksi Total Terhadap Ahmadiyah
karya Hamka Haq al-Badri, (9) De Ahmadiyah in Indonesia in
Bingkisan Budi karya G.F. Pijper, (10) Ahmadiyah: A Study in
Contemporary Islam on the West African Coast disertasi Humphrey J.
Fisher di Universitas Oxford, London, (11) The Ahmadiyah
Movement: A History and Perspective Disertasi Spencer Lavan di
Universitas Tuft, dan (12) The Ahmadiyah Movement in Indoensia: Its
Early History and Contribution to Islam in Archipelago tesis Margaret
Blood asal Australia, dan masih banyak lainnya.24
Untuk mengapresiasi buku ini Azra menyatakan bahwa
“inilah buku pertama dalam bahasa Indonesia yang secara
lengkap membahas gerakan Ahmadiyah di Indonesia, terutama
24Ibid.,
19-43.
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227
423
Adi Fadli, Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Terabaikan
___________________________________________________________
dari sudut pandang sejarah.”25 Sebagai hasil karya ilmiah, buku
ini telah berhasil menampilkan objektivitasnya, yaitu dengan
mendudukkan secara proporsional pemikiran dan gerakan
Ahmadiyah dalam peta pemikiran dan gerakan keislaman di
Indonesia pada umumnya. Karena itu apresiasi patut diberikan
kepada penulisnya.●
Daftar Pustaka
M. Ahyar Fadli, Islam Lokal: Akulturasi Islam di Bumi Sasak
(Yogyakarta: LKiS, 2008).
Ahmad Isa, “Aligarh”, dalam Azyumardi Azra, et.al., Ensiklopedi
Islam, jilid I (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005).
Ahmad Kusaeri dan Atjeng, “Ahmadiyah”, dalam Azyumardi
Azra, et.al., Ensiklopedi Islam, jilid I (Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 2005).
_________, “Mirza Ghulam Ahmad”, dalam Azyumardi Azra,
et.al., Ensiklopedi Islam, jilid V (Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 2005).
Umar Shahab, “Imam Mahdi”, dalam Azyumardi Azra, et.al.,
Ensiklopedi Islam, jilid IV (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
2005).
Tanpa Pengarang, Teologi Ahmadiyah, ter. Syafi R. Batuah (t.t.p.:
t.n.p., t.t.).
Nasaruddin Umar, “Nabi Isa”, dalam Azyumardi Azra, et.al.,
Ensiklopedi Islam, jilid III (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
2005).
Yohanan Friedman, “Ahmadiyah”, dalam John L. Esposito,
et.al., Dunia Islam Modern, jilid I (Bandung: Mizan, 2001).
,. xii.
25Ibid
424
Ulumuna, Volume XI Nomor 2 Desember 2227