Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Skip to main content

Amin Mudzakkir

STF Driyarkara, Philosophy, Graduate Student
This paper discusses the experience of Indonesian exiles in the Netherlands. Presented in a chronological order from their departure to foreign countries until the post-Suharto era. This paper shows a strong interaction between... more
This paper discusses the experience of Indonesian exiles in the Netherlands. Presented in a chronological order from their departure to foreign countries until the post-Suharto era. This paper shows a strong interaction between international and domestic political battles as the context of their origin. Organized based on interviews and observations of the Indonesian exiles in the Netherlands, in addition to related literature review, this paper points out the effort by the exiles to maintain their nasionalist commitment by creating a counter narrative to Indonesian historiography that neglected them. Keywords: 1965 tragedy, exile, citizenship, nationalism
This paper observes Islamic conservatism and religious intolerance in Tasikmalaya. Based on historical analysis on the development and existence of Islam in Tasikmalaya, this paper looks at the symptoms of Islamic conservatism growing up... more
This paper observes Islamic conservatism and religious intolerance in Tasikmalaya. Based on historical analysis on the development and existence of Islam in Tasikmalaya, this paper looks at the
symptoms of Islamic conservatism growing up at the end of 1990s which severely affected to the existence of Ahmadi and
Shi‘i as minority groups. Mainly relying on deep interviews with local actors, this paper argues that intolerance towards
religious minority has been facilitated by the policy of the state which tends to give privilege to majority groups.
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Tulisan singkat ini tidak bermaksud mengkritisi teks pemikiran ISP baik yang ditulis oleh Kuntowijoyo maupun tanggapannya yang disusun oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra secara langsung. Tulisan ini justru ingin menegaskan pernyataan... more
Tulisan singkat ini tidak bermaksud  mengkritisi teks pemikiran ISP baik yang ditulis oleh Kuntowijoyo maupun tanggapannya yang disusun oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra secara langsung. Tulisan ini justru ingin menegaskan pernyataan Kuntowijoyo bahwa ISP bukan “Islamisasi pengetahuan”, melainkan “pengilmuan Islam”. Oleh karena itu, tulisan ini mempertanyakan pandangan yang menilai bahwa ISP merupakan bentuk “pribumisasi ilmu sosial” (misalnya, Nasiwan & Grendi Hendrastomo, 2011). Sebaliknya, ISP justru ditawarkan sebagai usaha universalisasi Islam dalam kerangka ilmu sosial yang telah berkembang sebelumnya dalam tradisi kelimuan Barat. Dengan kata lain, alih-alih antipati terhadap paradigma-paradigma dalam tradisi keilmuan Barat, Kuntowijoyo justru ingin menyejajarkan Islam dan Barat. Mencermati klaim-klaimnya, terlihat sekali Kuntowijoyo adalah seorang universalis yang dalam tradisi keilmuan Barat berdiri di atas pundak besar positivisme. Dia ingin mereorientasi positivisme ke arah yang sesuai dengan keyakinan religiusnya sebagai seorang Muslim. Namun apakah ijtihadnya berhasil?
Research Interests:
Tulisan ini akan mendiskusikan tegangan antara globalisasi dan demokrasi dalam konteks dunia kontemporer. Secara normatif keduanya memang berseberangan. Sementara globalisasi berpijak pada aspirasi hak asasi manusia universal, demokrasi... more
Tulisan ini akan mendiskusikan tegangan antara globalisasi dan demokrasi dalam konteks dunia kontemporer. Secara normatif keduanya memang berseberangan. Sementara globalisasi berpijak pada aspirasi hak asasi manusia universal, demokrasi menyandarkan diri pada prinsip kedaulatan. Tegangan antara dua tarikan teoritis dan politis ini belakangan semakin mengemuka di tengah pergesaran fokus dari teori politik kontemporer dari apa yang disebut sebagai ‘politik redistribusi’ ke ‘politik rekognisi’. Untuk mengatasi tegangan ini, kalangan Teori Kritis yang diinspirasi terutama oleh pemikiran Jurgen Habermas mencoba menawarkan jalan keluar. Berpijak pada rekonstruksi pemikiran salah seorang eksponen Teori Kritis terkemuka, Seyla Benhabib, tulisan ini akan memaparkan bagaimana jalan keluar di antara tegangan globalisasi dan demokrasi itu dilakukan dengan mencoba melihat relevansinya dengan masalah-masalah kongkret, termasuk kasus-kasus yang terjadi di Indonesia.
Research Interests: