ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
Dari total pekerja di Indonesia yang
mencapai 110 juta orang, sekitar 107 juta
orang masuk dalam struktur Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM). Ini berarti porsi
orang yang bekerja sebagai UMKM mencapai
sekitar 97,3 persen. Jumlah yang banyak ini
tak aneh jika menjadikan UMKM sebagai unit
usaha terbanyak. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS), jumlah UMKM di
Indonesia mencapai 56,5 juta. Jika dirata-rata
maka satu unit UMKM memiliki dua pekerja.
(Marta, 2016)
Bukan hanya dalam pertumbuhan ekonomi
dan penyerapan tenaga kerja melainkan juga
dalam
mendistribusikan
hasil-hasil
pembangunan. Peran penting dan strategis
UMKM dalam pembangunan ekonomi
nasional telah terbukti tidak berpengaruh
terhadap krisis. Ketika krisis ekonomi
menerpa pada periode 1997-1998, hanya
UMKM yang mampu tetap berdiri kokoh.
(Bank Indonesia, 2015)
Pemerintahan Presiden Jokowi pun sangat
mendorong UMKM berkembang pesat. Salah
satu upayanya dengan menyiapkan payung
hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres)
yang akan memuat batasan mengenai pasar
swalayan dan ketentuan masuknya UMKM ke
dalam ritel modern. Menteri Perdagangan,
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
ibnu.khayath@gmail.com
Tanggal Penerbitan
23 April 2017
Pembelajaran
7
Enggartiasto Lukita, menyatakan, “Perpres
tidak akan mengatur mengenai satuan atau
angka tetapi sebagai cantolan payung hukum
dasar dari peraturan menteri mengenai
keberpihakan terhadap UMKM. Prinsipnya
toko modern harus memasok dari UMKM.”
(Daud, 2017)
Ini semakin ditegaskan dalam Pembukaan
Kongres Ekonomi Umat Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada 22 April 2017 bahwa
perusahaan besar harus menjalin kemitraan
yang saling menguntungkan. Saat ini baru
ada beberapa perusahaan besar yang
bersedia untuk bermitra dengan UMKM.
“Dalam sebuah kemitraan harus saling
menguntungkan. Ini akan saya paksakan.
Bukan saya ajak lagi.” kata Presiden Jokowi
(Wicaksono, 2017)
Untuk itulah, sebagai pembelajaran dalam
mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi,
tulisan ini akan mengungkap aturan hukum
dasar yang terkait dengan UMKM dan
Ekonomi
Kreatif.
Diharapkan
dari
pengetahuan ini dapat menjadi pengetahuan
hukum dasar para mahasiswa sebagai
generasi muda untuk berwirausaha melalui
UMKM, terutama dalam bidang ekonomi
kreatif, sehingga menjadi pencipta lapangan
kerja di masa depan.
1 / 10
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
23 April 2017
Pembelajaran
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
7
USAHA MIKRO, KECIL & MENENGAH
PENGERTIAN & KRITERIA
Pada awalnya hanya dikenal istilah “usaha
kecil” yang diatur dalam UU No. 9 Tahun
1995 tentang Usaha Kecil. Namun, sejak 4 Juli
2008, UU tersebut dinyatakan dicabut dan
tidak berlaku lagi, digantikan dengan UU No.
20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik
orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam UU No. 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi
kriteria sebagaimana diatur dalam UU No. 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan
atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil
atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
ibnu.khayath@gmail.com
Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif
yang dilakukan oleh badan usaha dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan lebih besar dari Usaha Menengah,
yang meliputi usaha nasional milik negara
atau swasta, usaha patungan, dan usaha
asing yang melakukan kegiatan ekonomi di
Indonesia.
Kriteria yang dimaksud dalam UU No. 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah diatur dalam Pasal 6 sebagai
berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a.
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a.
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banuak Rp 2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah)
Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a.
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)
Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat
(3) huruf a, huruf b nilai nominalnya dapat diubah
sesuai dengan perkembangan perekonomian yang
diatur dengan Peraturan Presiden.
2 / 10
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
Yang dimaksud dengan Kekayaan Bersih
adalah hasil pengurangan total nilai
kekayaan usaha (aset) dengan total nilai
kewajiban, tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha. Ini dapat dilihat dari
olah data Neraca Usaha dalam Laporan
Keuangannya. Adapun Hasil Penjualan
Tanggal Penerbitan
23 April 2017
Pembelajaran
7
Tahunan adalah hasil penjualan bersih (netto)
yang berasal dari penjualan barang dan jasa
usahanya dalam satu tahun buku. Ini dilihat
dari olah data Laporan Laba/Rugi dalam
Laporan Keuangannya.
KEMITRAAN
Dalam upaya meningkatkan kedudukan,
peran dan potensi UMKM dalam mewujudkan
pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan
peningkatan
pendapatan
masyarakat,
penciptaan lapangan kerja dan pengentasan
kemiskinan, UMKM dapat menjalankan
kemitraan baik antar-UMKM dan antara
UMKM dengan Usaha Besar. UU No. 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah telah mengatur hal ini dengan
perincian sebagai berikut:
Pasal 26
Kemitraan dilaksanakan dengan pola:
a.
inti-plasma;
b. subkontrak;
c.
waralaba;
d. perdagangan umum;
e.
distribusi dan keagenan; dan
f.
bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil,
kerjasama operasional, usaha patungan (joint
venture) dan penyumberluaran (outsourcing).
Pasal 27
Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, Usaha
Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah, yang menjadi plasmanya
dalam:
a.
penyediaan dan penyiapan lahan;
b. penyediaan sarana produksi;
c.
pemberian bimbingan teknis produksi dan
manajemen usaha;
d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi
yang diperlukan;
e.
pembiayaan;
f.
pemasaran;
g. penjaminan;
h. pemberian informasi; dan
i.
pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi
peningkatan efisiensi dan produktivitas dan
wawasan usaha.
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
ibnu.khayath@gmail.com
Pasal 28
Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak
sebagaimana dimaksud Pasal 26 huruf b, untuk
memproduksi barang dan/atau jasa, Usaha Besar
memberikan dukungan berupa:
a.
kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi
dan/atau komponennya;
b. kesempatan memperoleh bahan baku yang
diproduksi secara berkesinambungan dengan
jumlah dan harga yang wajar;
c.
bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau
manajemen;
d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi
yang diperlukan;
e.
pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran
yang tidak merugikan salah satu pihak; dan
f.
upaya untuk tidak melakukan pemutusan
hubungan sepihak.
Pasal 29
(1) Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan
cara waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 huruf c, memberikan kesempatan dan
mendahulukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
yang memiliki kemampuan.
(2) Pemberi waralaba dan penerima waralaba
mengutamakan penggunaan barang dan/atau
bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang
memenuhi standar mutu barang dan jasa yang
disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian
waralaba.
(3) Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan
dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional
manajemen,
pemasaran,
penelitian,
dan
pengembangan kepada penerima waralaba secara
berkesinambungan.
Pasal 30
(1) Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf d, dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama
pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau
penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan
3 / 10
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
(2)
(3)
Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan secara
terbuka.
Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang
diperlukan oleh Usaha Besar dilakukan dengan
mengutamakan pengadaan hasil produksi Usaha
Kecil atau Usaha
Mikro sepanjang memenuhi
standar mutu barang dan jasa yang diperlukan.
Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan
tidak merugikan salah satu pihak.
Pasal 31
Dalam pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi
dan keagenan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf e, Usaha Besar dan/atau Usaha Menengah
memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan
jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.
Pasal 32
Dalam hal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
menyelenggarakan usaha dengan modal patungan
dengan pihak asing, berlaku ketentuan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan
Pasal 33
Pelaksanaan kemitraan usaha yang berhasil, antara
Usaha Besar dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
dapat ditindaklanjuti dengan kesempatan pemilikan
saham Usaha Besar oleh Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Yang harus diingat, kemitraan yang dilakukan
harus
dituangkan
dalam
perjanjian
kemitraan. Ini diuraikan dalam Pasal 34 UU
No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
Perjanjian kemitraan dituangkan dalam perjanjian
tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur
kegiatan usaha, hak dan kewajiban masing-masing
pihak, bentuk pengembangan, jangka waktu, dan
penyelesaian perselisihan.
Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaporkan kepada pihak yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan prinsip
dasar kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah serta tidak menciptakan ketergantungan
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
ibnu.khayath@gmail.com
(4)
Tanggal Penerbitan
23 April 2017
Pembelajaran
7
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap Usaha
Besar.
Untuk
memantau
pelaksanaan
kemitraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2),
Menteri dapat membentuk lembaga koordinasi
kemitraan usaha nasional dan daerah.
Kemitraan
yang
dilakukan
haruslah
dilaksanakan dengan atas dasar prinsip saling
memerlukan, mempercayai, memperkuat dan
menguntungkan, sehingga usaha yang lebih
besar wajib melindungi usaha yang lebih
kecil, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
35 UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah sebagai berikut:
(1)
(2)
Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai
Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai
mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan
kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau
menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra
usahanya.
Setiap pelaku kemitraan memiliki kedudukan
yang sama di mata hukum (equality before
the law), dimana hukum menjadi satu entitas
yang tidak membedakan siapapun yang
meminta keadilan kepadanya ketika terjadi
penyimpangan dari perjanjian kemitraan
yang dilakukan. Hal ini ditegaskan dalam
Pasal 36 UU No. 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai
berikut:
(1)
(2)
Dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 para pihak mempunyai
kedudukan hukum yang setara dan terhadap
mereka berlaku hukum Indonesia.
Pelaksanaan kemitraan diawasi secara tertib dan
teratur oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas
untuk mengawasi persaingan usaha sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
4 / 10
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
23 April 2017
Pembelajaran
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
7
PERIZINAN
Pemerintah berusaha untuk meningkatkan
kesempatan, kemampuan dan perlindungan
UMKM melalui berbagai kebijakan. Kesadaran
bahwa UMKM merupakan salah satu pilar
utama ekonomi nasional yang harus
memperoleh kesempatan utama, dukungan,
perlindungan dan pengembangan seluasluasnya sebagai wujud keberpihakan yang
tegas kepada kelompok usaha ekonomi
rakyat terus dilakukan hingga saat ini.
Salah satu bukti nyata upaya pemerintah ini
adalah peringkat kemudahan melakukan
usaha (Ease of Doing Business/EoDB) 2017 di
Indonesia yang melejit 15 peringkat, dari
peringkat 106 ke 91. Namun ini, bagi
Presiden Joko Widodo belum memuaskan,
“Saya pastikan kita berada di atas peringkat
40 dalam EoDB dalam waktu segera
mungkin.” (Fauzi, 2016).
Sebagai entitas usaha yang menjalankan
kegiatan di negara hukum Indonesia, UMKM
harus memiliki bukti legalitas usaha. Hal ini
diatur dalam Pasal 36 PP No. 17 Tahun 2013
tentang Pelaksanaan UU No. 20 Tahun 2008
tentang UMKM sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah
dalam melakukan usahanya harus memiliki bukti
legalitas usaha.
Bukti legalitas usaha untuk Usaha Mikro, Usaha
Kecil, dan Usaha Menengah diberikan dalam
bentuk:
a.
Surat izin usaha;
b. Tanda bukti pendaftaran; atau
c.
Tanda bukti pendataan.
Surat izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a diberlakukan pada Usaha Kecil
nonperseorangan dan Usaha Menengah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tanda bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b diberlakukan pada Usaha
Kecil perseorangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Tanda bukti pendataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c diberlakukan pada Usaha
(6)
Mikro sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bukti legalitas berupa surat izin usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat diberlakukan
pada Usaha Mikro dan Usaha Kecil perseorangan
apabila berhubungan dengan kriteria kesehatan,
moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan
dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional
lainnya yang diatur dengan undang-undang.
Salah satu izin yang lazim diajukan adalah
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Ini
diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia, dengan beberapa
perubahannya sebagai berikut:
1. No.
36/M-DAG/PER/9/2007
tentang
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan
2. No.
46/M-DAG/PER/9/2009
tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No.
36/M-DAG/PER/9/2007
tentang
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan
3. No.
07/M-DAG/PER/2/2017
tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No.
36/M-DAG/PER/9/2007
tentang
Penerbitan
Surat
Izin
Usaha
Perdagangan.
Perdagangan yang dimaksud adalah kegiatan
usaha transaksi barang atau jasa seperti jualbeli, sewa beli, sewa menyewa yang
dilakukan secara berkelanjutan dengan
tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa
dengan disertai imbalan atau kompensasi.
Setiap perusahaan yang bergerak di bidang
perdagangan wajib memiliki SIUP. Ini
ditegaskan
dalam
Peraturan
Menteri
Perdagangan No. 46/M-DAG/PER/9/2009
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No. 36/MDAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat
Izin Usaha Perdagangan, sebagai berikut:
Pasal 2
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
ibnu.khayath@gmail.com
5 / 10
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
(1)
(2)
(3)
Setiap Perusahaan Perdagangan wajib memiliki
SIUP.
SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari:
a.
SIUP Kecil;
b. SIUP Menengah; dan
c.
SIUP Besar.
Selain SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat diberikan SIUP Mikro kepada Perusahaan
Perdagangan Mikro.
Pasal 3
(1) SIUP Kecil wajib dimiliki oleh perusahaan
perdagangan yang kekayaan bersihnya lebih dari
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyakRp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
(2) SIUP Menengah wajib dimiliki oleh perusahaan
perdagangan yang kekayaan bersihnya lebih dari
Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
(3) SIUP Besar wajib dimiliki oleh perusahaan
perdagangan yang kekayaan bersihnya lebih dari
Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Pasal 4
(1) Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1), dikecualikan terhadap:
a.
Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di
luar sektor perdagangan;
b. Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan;
c.
Perusahaan Perdagangan Mikro dengan
kriteria sebagai berikut:
1. usaha perseorangan atau persekutuan;
2. kegiatan usaha diurus, dijalankan, atau
dikelola oleh pemiliknya atau anggota
keluarga/kerabat terdekat; dan
3. memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
(2) Perusahaan Perdagangan Mikro sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat diberikan
SIUP
Mikro,
apabila
dikehendaki
yang
bersangkutan.
SIUP
harus
sesuai
dengan
usaha
perdagangan sesuai dengan kelembagaan
atau kegiatan usaha yang tercantum. Ini
ditegaskan dalam Pasal 5 Peraturan Menteri
Perdagangan No. 46/M-DAG/PER/9/2009
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
ibnu.khayath@gmail.com
Tanggal Penerbitan
23 April 2017
Pembelajaran
7
Perdagangan Republik Indonesia No. 36/MDAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat
Izin Usaha Perdagangan, sebagai berikut:
SIUP dilarang digunakan untuk melakukan kegiatan:
a.
usaha perdagangan yang tidak sesuai dengan
kelembagaan
dan/atau
kegiatan
usaha,
sebagaimana yang tercantum di dalam SIUP;
b. usaha yang mengaku kegiatan perdagangan, untuk
menghimpun dana dari masyarakat dengan
menawarkan janji keuntungan yang tidak wajar
(money game); atau
c.
usaha perdagangan lainnya yang telah diatur
melalui ketentuan peraturan perundang-undangan
tersendiri.
Yang harus dipahami bahwa SIUP berlaku
untuk melakukan usaha perdagangan di
seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 6 Peraturan Menteri
Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007
tentang Penerbitan Surat Izin Usaha
Perdagangan sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
SIUP diterbitkan berdasarkan tempat kedudukan
Perusahaan Perdagangan dan berlaku untuk
melakukan usaha perdagangan di seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia.
SIUP
diberikan
kepada
Pemilik/Pengurus/Penanggungjawab
Perusahaan
Perdagangan atas nama Perusahaan.
SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan kepada penanam modal dalam negeri
dan kepada penanaman modal asing sesuai dengan
peraturan
perundangundangan
dibidang
penanaman modal.
Pada awalnya, SIUP harus didaftar ulang
setiap 5 (lima) tahun di tempat penerbitan
SIUP. Namun dalam Peraturan Menteri
Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2017
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.
36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan
Surat Izin Usaha Perdagangan, aturan
tersebut dihapuskan. Dengan demikian SIUP
berlaku
selama
perusahaan
tersebut
menjalankan kegiatan usahanya, tanpa ada
kewajiban daftar ulang kembali.
Selain itu, pengurusan SIUP saat ini tidak
dikenakan retribusi sama sekali. Ini
6 / 10
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
ditegaskan dalam Pasal 16 Peraturan Menteri
Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2017
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.
36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan
Surat Izin Usaha Perdagangan sebagai
berikut:
Setiap Perusahaan Perdagangan yang mengajukan
permohonan
SIUP
baru,
perubahan
dan/atau
penggantian SIUP yang hilang atau rusak tidak
dikenakan retribusi.
Untuk menjaga agar data tetap valid, pemilik
SIUP wajib menyampaikan laporan secara
tertulis apabila tidak melakukan kegiatan
Tanggal Penerbitan
23 April 2017
Pembelajaran
7
usaha selama 6 (enam) bulan berturut-turut.
Ini diuraikan dalam Pasal 18 Peraturan
Menteri
Perdagangan
No.
36/MDAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat
Izin Usaha Perdagangan sebagai berikut:
(1)
(2)
Pemilik SIUP yang tidak melakukan kegiatan usaha
selama 6 (enam) bulan berturut-turut atau menutup
perusahaannya wajib menyampaikan laporan secara
tertulis kepada Pejabat Penerbit SIUP disertai alasan
penutupan dan mengembalikan SIUP asli.
Terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pejabat Penerbit SIUP mengeluarkan
Keputusan
Penutupan
Perusahaan
dengan
menggunakan Formulir sebagaimana tercantum
dalam Lampiran V Peraturan ini.
INFO TERKINI
Beginilah Jurus Ditjen AHU Genjot Kemudahan bagi UMKM
jpnn.com - Sabtu, 22 April 2017 – 12:32 WIB
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM
menggelar rapat koordinasi (rakor) tentang Strategi Kebijakan Ditjen AHU Pada Sektor Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Tujuan rakor yang digelar oleh Direktorat Perdata Ditjen AHU
itu dalam rangka mendukung peningkatan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia.
Rakor yang digelar di Grand Savero Hotel Bogor, Jumat (21/4) itu dihadiri langsung oleh Direktur
Jenderal AHU Freddy Harris dan Sekretaris Ditjen AHU Agus Nugroho Yusup. Ada 106 peserta rakor
yang terdiri dari 33 orang Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kementerian Hukum dan HAM, 71 orang
panitia pusat dan peserta pusat dan 2 orang perwakilan dari Kementerian koperasi dan UMKM.
Freddy Harris dalam sambutannya mengatakan, tujuan rakor itu adalah demi mewujudkan
persamaan persepsi dan pertukaran informasi yang berkelanjutan atas upaya dan kebijakan yang
telah dilakukan oleh Ditjen AHU, serta tersusunnya rekomendasi dalam rangka mendukung
peningkatan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia.
Lebih lanjut Freddy memaparkan Kebijakan Ekonomi jilid I-XIII yang telah dikeluarkan pemerintah.
Yakni terkait deregulasi, debirokratisasi melalui penyederhanaan prosedur, serta percepatan waktu
pelayanan perizinan melalui pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan perizinan
melalui sistem elektronik (online) yang dibarengi penegakan hukum guna mendorong kenaikan
peringkat kemudahan berusaha di Indonesia.
Freddy menuturkan, Bank Dunia melalui surveinya telah mengumumkan peringkat kemudahan
berusaha atau ease of doing business (EODB) untuk 190 negara. Merujuk survei itu, peringkat
kemudahan berusaha di Indonesia naik dari posisi 106 pada 2016 menjadi ke urutan 91 pada tahun
ini.
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
ibnu.khayath@gmail.com
7 / 10
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
Tanggal Penerbitan
23 April 2017
Pembelajaran
7
Menurut Freddy, lonjakan peringkat itu membuat Bank Dunia menempatkan Indonesia sebagai
salah satu negara yang masuk dalam kategori top performer.
“Presiden sudah menetapkan target ease of doing business di Indonesia pada tahun 2018 yaitu
naik ke peringkat 40. Saya selaku Dirjen AHU berharap kepada Direktorat Perdata, sebagai unit
yang memiliki layanan terkait dengan kemudahan berusaha di Indonesia, agar terus berinovasi dan
berkreasi dalam memberikan layanan jasa hukum, sehingga dapat berkontribusi menaikan
peringkat Indonesia dalam ease of doing business di tahun berikutnya yaitu menjadi peringkat 40
pada tahun 2018,” ucapnya.
Hanya saja, katanya, masih ada permasalahan. Yakni adalah pelaku usaha yang kurang memahami
regulasi atau aturan-aturan serta kebijakan baru Ditjen AHU yang sebenarnya justru untuk
memudahkan. Permasalah lain adalah minimnya dukungan perangkat regulasi yang bersifat teknis.
Karenanya rakor itu merekomendasikan kepada seluruh Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham
untuk mengadakan sosialisasi kepada pemangku kebijakan (pemda), pelaku usaha, hingga notaris
yang berpartisipasi dalam kebijakan UMKM. “Dan kantor wilayah akan melakukan koordinasi
dengan instansi-instansi terkait UMKM agar terjadi harmonisasi dan sinergi kebijakan,” sebutnya.
(Sumber: http://www.jpnn.com/news/beginilah-jurus-ditjen-ahu-genjot-kemudahan-bagi-umkm)
EKONOMI KREATIF
Istilah ekonomi kreatif pertama kali
diperkenalkan oleh John Howkins di tahun
2001. Diawali pada tahun 1997 dimana saat
itu Howkins menyadari akan adanya sebuah
perubahan industri ekonomi yang berdasar
pada kreativitas masyarakat. Hal yang terjadi
di Amerika saat itu adalah lahirnya Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI) senilai USD 414
Miliar, sebuah angka yang luar biasa
mengingat hal ini bukanlah sebuah
komoditas ekspor impor.
Ekonomi kreatif adalah gagasan baru sistem
ekonomi yang menempatkan informasi dan
kreativitas manusia sebagai faktor produksi
yang paling utama. Ide merupakan barang
mahal dalam ekonomi kreatif, karena ide-ide
yang kreatif inilah yang akan mendorong
terciptanya inovasi-inovasi yang kemudian
menjadi solusi baru dan produk baru, dimana
ini merupakan jawaban selama ini atas
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
ibnu.khayath@gmail.com
masalah minimnya kualitas produk yang
sesuai dengan kebutuhan pasar. Ini
diharapkan mampu menjadi kekuatan baru
ekonomi nasional di masa mendatang,
seiring dengan kondisi alam yang semakin
terdegradasi setiap tahunnya.
Ekonomi kreatif menjadi perhatian serius
pemerintah. Di era Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dibentuk kementerian khusus
yang mengelola ini, Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif. Kini di era Presiden
Joko Widodo, dibentuk lembaga non
kementerian
yang
langsung
dibawah
pengawasan Presiden, Badan Ekonomi Kreatif
Indonesia, berdasarkan Peraturan Presiden
No. 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi
Kreatif, yang kemudian diubah Peraturan
Presiden No. 72 Tahun 2015 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden No. 6
Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif.
8 / 10
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
23 April 2017
Pembelajaran
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
Yang menjadi subsektor dalam ekonomi
kreatif yaitu:
1. Aplikasi dan game developer,
2. Arsitektur,
3. Desain interior,
4. Desain komunikasi visual,
5. Desain produk,
6. Fashion,
7. Film, animasi dan video,
8. Fotografi,
9. Kriya,
10. Kuliner,
11. Musik,
12. Penerbitan,
13. Periklanan,
14. Seni pertunjukan,
15. Seni rupa, dan
16. Televisi dan radio.
Hasil survei khusus yang dilakukan Badan
Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan Badan
Pusat Statistik pada tahun 2016 memuat
beberapa informasi Data Indikator Makro
Ekonomi
Kreatif
2010-2015
(2017),
diantaranya:
1. Produk Domestik Bruto (PDB) yang
tercipta di tahun 2015 adalah sebesar Rp
852 T, meningkat sebesar 4,38% dari
tahun 2014, sebesar Rp 784, 82 T. Ini
memberikan kontribusi 7,38% terhadap
total perekonomian nasional.
2. Kuliner merupakan subsektor yang
menyumbang
kontribusi
terbesar,
sebanyak 41,69%, disusul Fashion
sebanyak 18,15% dan Kriya sebanyak
15,70%.
3. Ekspor ekonomi kreatif di tahun 2015
sebesar US$ 19,4 M, meningkat 6,60%
dari tahun 2014 sebesar US$ 18,2 M.
4. Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten
merupakan tiga provinsi penyumbang
ekspor ekonomi kreatif terbesar.
5. Sayangnya, 83,32% perusahaan ekonomi
kreatif belum berbadan hukum. Ini
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
ibnu.khayath@gmail.com
6.
7
menjadikan permodalan yang digunakan
92,37% berasal dari modal sendiri.
Dalam melakukan promosi, media sosial
menempati urutan pertama sebagai
media yang digunakan, mencapai
53,72%, disusul laman internet (website)
sebanyak 28,25% dan brosur sebanyak
28,04%.
Lebih
lanjut
secara
perdagangan
internasional, ekonomi kreatif menunjukkan
pertumbuhan yang stabil selama satu dekade
terakhir. Total perdagangan barang dan jasa
mencatai US$ 547 T di tahun 2012, bila
dibandingkan di tahun 2003 yang hanya US$
302 T. Nilai pendapatan ekspor yang
diperoleh meningkat dari US$ 134 T di tahun
2003 menjadi US$ 197 T di tahun 2012,
dengan negara berkembang sebagai pemain
kunci dalam perdagangan internasional
ekonomi kreatif ini. (United Nations
Conference on Trade and Development
(UNCTAD), 2015)
Dengan demikian, ekonomi kreatif menjadi
penting di masa depan karena mampu
memberikan keuntungan keuangan dengan
biaya produksi dan distribusi minimal,
mengentaskan
kemiskinan,
dan
meningkatkan pertukaran dan pemahaman
lintas budaya. Terlebih dengan peningkatan
penggunaan
internet
akan
semakin
memperluas pertumbuhan pasar ekonomi
kreatif ini.
Yang terpenting, sebagaimana dipaparkan
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika
Kementerian Komunikasi dan Informasi,
Samuel A. Pangerapan dalam kegiatan
Rembuk Republik yang digelar Republika, 30
Maret 2017, “Memang, kita tidak punya
modal untuk industri digital. Tapi, untuk
ekonomi kreatif, kita memiliki banyak potensi
dari anak muda. Itu keuntungan kita.”
(Astungkoro & Murdaningsih, 2017)
9 / 10
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
Tanggal Penerbitan
23 April 2017
Pembelajaran
7
DAFTAR BACAAN
Astungkoro, Ronggo & Murdaningsih, Dwi. Ekonomi Kreatif Jadi Modal Indonesia Hadapi Era
Digital. www.republika.co.id, 30 Maret 2017, 23.21 WIB. < http://nasional.republika.co.id/
berita/nasional/umum/17/03/30/onm6zd368-ekonomi-kreatif-jadi-modal-indonesia-hadapiera-digital diakses 24 April 2017, 16.50 WITA>
Badan Ekonomi Kreatif Indonesia. Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif. Badan Ekonomi
Kreatif Indonesia bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik. Maret 2017. Jakarta: Badan
Ekonomi Kreatif Indonesia
Bank Indonesia. Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Bank Indonesia bekerja sama
dengan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). September 2015. Jakarta: Bank
Indonesia
Daud, Ameidyo. Jokowi akan buat Perpres agar UMKM Bisa Masuk Ritel Modern. katadata.co.id,
17/04/2017, 16.51 WIB. <http://katadata.co.id/berita/2017/04/17/jokowi-akan-buat-perpresagar-umkm-bisa-masuk-ritel-modern diakses 18/04/2017, 19.02 WITA>
Fauzi, Yuliyanna. Jokowi Pamer Lonjakan Rekor Doing Business RI. CNN Indonesia. Rabu,
30/11/2016, 08.33 WIB < http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161130081740-92176212/jokowi-pamer-lonjakan-rekor-doing-business-ri/ diakses 23/04/2017, 01.31 WITA>
Marta, Muhammad Fajar. UMKM dan Ketidakberdayaannya. Kompas.com, 09/06/2016, 08.40 WIB.
<http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/06/09/084045026/umkm.dan.ketidakberday
aannya diakses 18/04/2017, 18.37 WITA>
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). Creative Economy Outlook and
Country Profiles: Trends in International Trade in Creative Industries. http://unctad.org/
creative-economy <http://unctad.org/en/PublicationsLibrary/webditcted2016d5_en.pdf
diakses 24 April 2017, 16.09 WITA>
Wicaksono, Pebrianto Eko. Pemerintah akan Paksa Perusahaan Besar Bermitra dengan UMKM.
www.liputan6.com, 22 April 2017, 20.00 WIB <http://bisnis.liputan6.com/read/2929018/
pemerintah-akan-paksa-perusahaan-besar-bermitra-dengan-umkm diakses 23 April 2017,
21.26 WITA>
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
ibnu.khayath@gmail.com
10 / 10