Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Resume Akidah Akhlak

2021, Elva Elfira

Nama : Elva Elfira Dosen Pengampu : Muhammad Arsyam, S.Pd.I., M.Pd NIM : 70200121061 Kelas : KSM C Mata Kuliah : Akidah Akhlak

TUGAS RESUME MATERI AKIDAH AKHLAK KELOMPOK 1 – 12 DISUSUN OLEH : NAMA : ELVA ELFIRA NIM : 70200121061 KELAS : KSM C UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN KESEHATAN MASYARAKAT 2021/2022 Pengertian Akidah Menurut Para Ahli (I) Akidah secara bahasa itu berarti mengikat. Kata akidah yang berasal dari kata al-aqdu memiliki berbagai macam pengartian seperti ikatan, pengesahan, penguatan, menjadi kokok, mengikat dengan kuat, dan juga penetapan. Sedangkan menurut istilah disebut sebagai iman yang kokoh atau kuat yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist yang berhubungan 3 sendi akidah islam. Apa saja yang termasuk dalam 3 sendi akidah islam itu? Yah, yang termasuk dalam 3 sendi tersebut yakni pertama, berhubungan dengan segala prinsip Ketuhan baik dari sifatsifat maupun asma-Nya. Kedua, berkaitan dengan prinsip-prinsip kenabian. Dan yang terakhir yakni berkaitan dengan rangkaian perjalan manusia pada alam kebangkitan. Adapun pengertian akidah menurut para ahli, disini saya mengambil 2 ilmuwan yakni Imam Al-Ghazali dan Abu Bakar Jabir al-Jazairy. Menurut Imam Al-Ghazali, akidah kepercayaan yang tertanam dalam diri seseorang bahwasanya Allah lah penguasa tertinggi dalam kehidupan ini tidak ada yang dapat mengalahkannya. Sedangkan menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy ialah suatu kebenaran yang dapat diterima oleh manusia berdasarkan akal dan hati yang berupa wahyu dan fitrah. Sumber Cara Menerapkan Akidah Menurut Al-Qur’an (II) Akidah dalam pandangan islam yakni sesuatu yang seharusnya dimiliki oleh umat muslim Ketika hendak melakukan suatu ibadah. Dalam buku “Intisari Akidah Ahlusunnah Wal Jama’ah” AA. Hamid al- Atsari menyebutkan bahwa akidah islam ketetapan yang diwujudkan berupa keyakinan sebab keberadaan Allah SWT dan juga Rasul-Nya. Akidah islam hendaklah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik secara individu, berkeluarga, dan bermasyarakat. Salah satu contoh penerapan akidah islam secara individu yaitu dengan senantiasa mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarangNya. Dalam kehidupan berkeluarga bisa dalam hal solat berjamaah dengan keluarga. Serta dalam kehidupan bermasyarakat yakni hidup damai dan tentram dengan masyarakat tanpa adanya perselisihan. Terdapat banyak keutamaan orang yang berakidah. Diantaranya, orang yang berakidah akan mendapat petunjuk hidup agar tidak tersesat, akan dilindungi segala perbuatannya dari maksiat, jiwanya akan segalu diberikan ketenangan, terciptanya niat yang tulus saat hendak beribadah, serta akan memunculkan semangat untuk melakukan suatu ibadah. Dengan memperkokoh aqidah islam kita, kita akan menjadi seorang muslim yang baik dan akan menjadi hamba Allah SWT yang disayangi oleh-Nya serta dirahmati oleh-Nya. Maka dari itu, hendaklah kita sebagai hamba-Nya untuk menjaga akidah islam kita di saat apapun, kapanpun, dan dimanapun kita berada dengan senantiasa mempelajari sumbersumber hukum yang pasti yakni Al-Qur’an dan Hadist. Pengertian dan Tingkatan Tauhid Dalam Ajaran Islam (III) Tauhid secara etimologi yang berasal dari Bahasa arab yang berarti satu atau tunggal. Sedangkan secara terminologi tauhid diartikan sebagai sebuah keyakinan yang menganggap Tuhan itu satu yakni Allah SWT. Keyakinan tersebut dapat dikatakan sebagai tauhid rububiyyah. Ada juga yang dikatakan tauhid uluhiyyah, yakni berupa keyakinan bahwa yang berhak untuk kita sembah yakni Allah SWT. Kedua macam tauhid tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak boleh dipisahkan dalam menghadapi suatu permasalahan dalam kehidupan kita. Dalam kitab “Ihya Ulumuddin” karya Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwasanya tauhid itu dibagi menjadi 4 tingkatan. Pertama, orang yang mengucapkan kalimat “laa ilaaha illaAllah” namun hatinya tidak meyakini akan arti dari kalimat tersebut. Kedua, orang yang meyakini dalam lubuk hatinya makna dari tauhid yang banyak diakui oleh umat muslim secara umum. Ketiga, orang yang diberikan mukjizat dalam melihat atau menyaksikan bentuk keesaan Allah SWT melalui cahaya al-Haq. Biasanya hal tersebut dimiliki oleh para Muqarrobin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT). Tingkatan keempat, orang-orang yang melihat dalam dunia ini hanya satu yakni Yang Maha Esa, bahkan dirinya sendiri tidak dapat ia lihat karena sudah menyatu dengan lautan tauhid. Manfaat dari kita mempelajari ilmu tauhid yaitu agar kita dapat mengenal dengan baik Allah SWT dan Rasul-Nya baik itu dari sifat-sifat, kekuasaan, maupun ajaran yang dibawanya melalui dalil-dalil tertentu. Dan juga keadaan hati kita akan menjadi tentram apabila kita mempelajari ilmu taudih ini. Konsekuensi Syahadat Dalam Ajaran Islam (IV) Kata syahadat berasal dari kata Bahasa arab “syahida” yang berarti menyaksikan. Secara terminologi syadahat berarti bentuk kesaksian akan kebenaran dan kekuasaan Allah SWT dan juga kepada Rasul-Nya. Syahadat terdiri dari dua kalimat yang masing-masingnya memiliki pengertian dan maksud yang berbeda. Kalimat pertama yakni “laa ilaaha illaAllah” yang merupakan pondasi dalam beragama dalam bentuk keyakinan bahwasanya tidak ada dzat yang petut kita sembah selain kepada Allah SWT. Sedangkan kalimat kedua “muhammadarRasulullah” berarti memercayai bahwa Muhammad adalah utusan-Nya yang sabda dan syariatnya harus kita ikuti. Adapun syarat-syarat dikatakan syahadat itu sah diantaranya, mengetahui ilmu dari syahadat itu sendiri, yakin dengan makna yang terkandung dalam syahadat, menerima segala konsekuensi syahadat, jujur dalam hal keimanan kepada Allah SWT dan membenarkan segala perkataan Nabi-Nya, ikhlas dalam melakukan segala perintah-Nya, dan mencintai dua kalimat syahadat tersebut. Konsekuensi dari syahadat dalam pandangan islam itu ialah menghindarkan kita dari sifat kesyirikan sebab yang harus kita sembah hanyalah Allah SWT. Rahmat Allah Sebagai Tujuan Tauhid (V) Dalam ajaran islam, tauhid dikaitkan dengan sifat keesaan Allah SWT bahwa Allah itu satu dan mempercayai bahwa tiada Tuhan selain Allah sebagai Sang Pencipta alam semesta dan sebagai pemilik segala kesempurnaan. Ilmu tauhid dapat juga dikatakan ilmu ushul (dasar agama) atau ilmu akidah. Yang mana ilmu ini menjadi pedoman utama seluruh umat islam dalam menjalankan kewajiban sebagai umat beragama. Mempelajari ilmu tauhid itu sangat penting untuk memahami kedudukan kita sebagai umat beragama. Cara untuk menanamkan tauhid dalam diri kita yakni dengan memenuhi beberapa aspek seperti meyakini keberadaan Allah SWT, menetapkan keesaan Allah SWT, meyakini bahwa tidak aka ada sesuatu sebelum Allah menciptakannya, serta menetapkan bahwa Allah Maha Pengatur. Adapun keutamaan dari mempelajari tauhid diantaranya dapat menjauhkan diri dari kemusyirikan, mendudukkan soal wasilah, dan agar terhindar dari pikiran ataupun prasangka buruk terhadap Allah SWT. Implementasi tauhid itu dibagi atas 3 bagian yaitu iman, islam, dan ihsan. Ketiga poin tersebut telah direalisasikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari beliau. Yang mana kita sebagai umatnya diminta untuk meneladani segala perkataan, perbuatan, serta takrir yang merujuk kepadanya. Cinta dan Ridha Allah Sebagai Tujuan Hidup (VI) Kata ridha berasal dari Bahasa arab yakni “radhiya-Yardha-ridwaan” yang berarti suka, senang, rela, puas, dan menyetujui. Kata tersebutpun diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia. Dalam Al-Qur’an kata ridha diulang sebanyak kurang lebih 73 kali dengan berbagai tashrifan kata seperti kata “radhaau” dalam QS. Yunus ayat 7 dan QS. Al-Bayinnah ayat 8, kata “tardhauhaa” dalam QS. At-Taubah ayat 24, dan masih banyak lainnya. Ridha adalah sesuatu yang harus dikaitkan saat hendak melaksanakan suatu ibadah. Seperti halnya dalam pelaksanaan solat yang tiap waktu, tiap hari kita kerjakan, hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan solat yakni untuk mencapai ridha ilaaih dengan harapan amalan solat yang dilaksakan diterima disisi-Nya. Adapun hikmah dari dilaksankannya solat diantaranya, meningkatkan ketakwaan kepada-Nya, mencegah dari perbuatan keji, mempererat hubungan kita dengan Allah, meningkatkan kedisiplinan, kesabaran, dan kekhusyukan. Cinta dan ridha Allah SWT merupakan hal yang perlu kita dapatkan atau miliki. Lantas bagaimana cara untuk menggapai keduanya? Diantaranya menjaga dan merawat kesucian akidah dan keimanan kita dengan senantiasa membaca Al-Qur’an dan menyeru orang-orang kepada kebaikan, tulus dan ikhlas saat beramal, dan mengendalikan hawa nafsu. Yang mana, jaminan bagi orang yang mampu menjaga hawa nafsunya sangatlah luar biasa ialah baginya tempat tertinggi di syurga kelak, sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. An-Naziat ayat 41. Pengertian dan Pola Pelaksanaan Ibadah dalam Ajaran Islam (VII) Kata ibadah berasal dari Bahasa arab “abd” yang berarti hamba atau budak. Secara istilah ibadah dapat diartikan sebagai bentuk penghambaan diri terhadap Allah SWT yang dilakukan dengan sepenuh hati demi untuk mengharap pahala dan memperoleh ridha-Nya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Dzariyat ayat 56, “wa maa kholaqtul jinna wal insa illa liya’buduun” bahwasanya Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain agar mereka menyembah-Nya. Dari segi sifatnya ibadah dikelompokkan menjadi 4 bagian. Pertama, ibadah yang berupa perkataan yang dapat menghasilkan pahala seperti membaca Al-Qur’an, dzikir, berdoa, takbir, tahlil, tahmid, azan, dan lain sebagainya. Kedua, ibadah yang berupa perbuatan, seperti solat, berzakat, menolong orang, dan lain-lain. Ketiga, ibadah dalam bentuk menahan diri seperti ibadah pusa dan wukuf di Arafah. Keempat, ibadah yang dapat menggugurkan hak dan kewajiban seseorang, misalnya mengurus pengurusan jenazah, membayar hutang, dan lain sebagainya. Sedangkan berdasarkan ruang lingkupnya, ibadah dibedajan menjadi 2 bagian saja. Yakni ibadah mahdha yang meliputi solat, zakat, haji, puasa. Dan ibadah ghairu mahdha yang meliputi kegiataan muamalah seperti tolongmenolong dan lain sebagainya. Adapun syarat diterimanya suatu ibadah yakni poin pentingnya dengan berniat yang tulus dan ikhlas dalam pelaksanaannya dan dalam pelaksanaannya mengikuti ajaran atau pedoman yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Ibadah sebagai Landasan Dasar Menjadi Khalifah (VIII) Kembali lagi kita membahas mengenai ibadah. Yah karena ibadah adalah suatu rangkaian yang tidak boleh terabaikan dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai umat beragama. Ibadah merupakan bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT dengan cara mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta mengikuti pedoman Nabi-Nya. Dalam konteks ini, ibadah dibagi atas 4 macam yaitu pertama, ibadah qolbiyyah (ibadah yang berikatan erat dengan hati dalam pelaksanaannya) seperti kecintaan kepada Allah SWT. Kedua, ibadah qouliyah (ibadah yang berkaitan dengan lisan atau perkataan) seperti tadarus Al-Qur’an. Ketiga, ibadah amaliyyah (ibadah dalam bentuk perbuatan) seperti ibadah solat. Keempat, ibadah maaliyah (ibadah yang barkaitan dengan harta) yang mana ibadah ini berfungsi sebagai pembersih dari harta-harta yang dititipkan kepada kita, dalam bentuk pengeluaran zakat ataupun bersedekah. Kata khalifah sudahlah tidak asing bagi kita, yang mana khalifah itu memiliki arti sebagai pengganti atau penerus. Siapa yang ia ganti? Yah yang ia ganti ialah Nabi Muhammad SAW. Khalifah berperan penting dalam penerus tongkat estafet islam oleh Nabi Muhammad SAW. Manusia diutus menjadi khalifah di muka bumi ini sebab manusialah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki dua kelebihan yakni memiliki akal dan juga memiliki hawa nafsu. Yang mana dua hal tersebut tidak dapat dimiliki secara sekaligus oleh ciptaan Allah lainnya. Kehidupan Dunia Sebagai Jalan Menuju Akhirat (IX) Dunia dan akhirat adalah dua komponen yang tidak boleh dipisahkan. Karena keduanya merupakan rangkaian perjalanan manusia yang pasti dilewati. Dunia merupakan jembatan kita menuju kepada akhirat. Dunia juga sekaligus sebagai penentu kita akan dikemanakan kelak di akhirat. Di dunia kita akan diuji dengan berbagai macam ujian baik itu dari segi keyakinan, kelaparan, harta, keturunan, dan banyak lagi. Sebab di dunialah Allah ingin mengetahui seberapa sabar hamba-Nya. Sebagaimana yang Ia janjikan kepada orang yang sabar “innaAllaha maa’ shobiriin” sesungguhnya Allah akan selalu bersama dengannya yakni orang-orang yang senantiasa bersabar ketika ditimpahi suatu musibah. Di dunia jugalah tempat untuk kita sebagai manusia untuk menanam amal sebanyak-banyaknya untuk kita petik di akhirat kelak. Apabila dunia kita baik, maka insyaAllah akhirat kita juga ikut baik. Dunia dan akhirat haruslah kita seimbangkan agar keduanya setara. Adapun cara untuk menyeimbangkan keduanya yaitu diantaranya, mendahulukan ibadah wajib di atas segala urusan, tetap menjalankan ibadah-ibadah sunnah, bertekad yang tinggi saat hendak melakukan suatu pekerjaan, menyibukkan diri dengan sesuatu yang bermanfaat, dan yang tak kalah penting yaitu Bahagia dan sedih secukupnya. Jangan terlalu berlebihan sehingga menyebabkan kita menjadi orang yang gila ataupun orang yang frustasi. Akhlak Kepada Allah SWT, Manusia, dan Alam Semesta (X) Apa itu akhlak ? akhlak ialah perilaku sesorang yang secara spontan terjadi sebab suatu kebiasaan. Akhlak itu terbagi menjadi dua yakni akhlak mahmudah (baik) dan akhlak madzmumah (tercela). Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, At-tirmidi, dan Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda : “ Betakwalah kepada Allah dan berakhlaklah dengan akhlak yang baik.”. Akhlak yang diperintahkan kepada kita sebagai umat muslim yakni akhlak mahmudah. Berakhlak yang baik kepada Allah SAW maksudnya yaitu mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya tanpa pemikiran panjang lagi atau dengan kata lain perbuatan yang spontan terjadi. Akhlak kepada Allah SWT menjadi pondasi dari kesempurnaan akhlak seseorang. Tidak akan sempurna akhlak seseorang apabila akhlak kepada Allah saja belum baik. Setelah berakhlak baik kepada Allah SWT, hendaklah kita juga berakhlak kepada sesama manusia agar tercipta suasana yang damai dan tentram. Caranya ialah dengan berprasangka baik kepada orang lain, senantiasa menghargai orang lain, serta saling menolong antar sesama ketika salah seorang tertimpa musibah. Setelah kedua di atas telah terealisasikan, kita juga hendaknya berakhlak baik kepada alam semesta. Alam semesta disini meliputi hewan, tumbuh- tumbuhan, benda, pemandangan, dan seluruh yang terdapat di muka bumi ini. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 30, manusia diperintahkan sebagai khalifah di muka bumi ini. Pengertian dan Macam-macam Kufur Dalam Al- Qur’an (XI) Kufur merupakan tashrifan kata dari kata “ka-fa-ra” yang berarti ingkar, menutupi, tidak percaya. Secara syara’nya kufur diartikan sebagai perbuatan yang menutup diri dari suatu kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, baik itu dengan mendustakannya maupun tidak mendustakannya. Kufur dibedakan atas 2 jenis, kufur kabiir (besar) dan kufur shogiir (kecil). Kufur kabiir ialah perbuatan yang menutup diri dari kebenaran yang dalam konteks ini dapat mengeluarkan seseorang dari agama islam seperti, mendustakan Allah, sombong dengan kempuannya sehingga tidak percaya akan kuasa Allah, meragukan isi-isi dari ayat Al-Qur’an, serta enggan mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Sedangkan kufur shagiir ialah perbuatan yang tidak sampai menyebabkan seseorang keluar dari agama islam, hanya saja mendapatkan dosa. Seperti, mengingkari nikmat Allah. Perbuatan kufur merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT, oleh karena itu kita sebagai ummat-Nya hendaklah menghindari perilaku tersebut. Cara agar kita tehindar dari perilaku kufur tersebut yaitu dengan cara selalu mengingat nikmat-Nya, mengingat janjiNya, senantiasa berbagi kepada orang yang membutuhkan, selalu bersyukur dan merasa cukup. Dan tidak kalah penting, senantiasa membaca doa-doa agar terhindar dari pembuatan kufur. Ancaman dan Hukum Bagi Orang Murtad (XII) Kata murtad merupakan kata Bahasa Arab yang dibentuk dari fiil madhi “irtadda” yang berarti Kembali atau berpaling. Secara istilahnya murtad diartikan sebagai perilaku seseorang yang keluar dari agama islam sehingga menyebabkannya menjadi kafir atau tidak beragama sama sekali. Sedangkan menurut pandangan islam, murtad diartikan sebagai Kembali kepada kekafiran sehingga terputuslah hubungannya dengan Allah SWT. Dikatakan murtad apabila orang tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Keyakinannya berubah dari ajaran yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW, mengingkari kebenaran Al-Qur’an, tidak memercayai kenabian Nabi Muhammad SAW, menghina Allah SWT, menghina Para Nabi beserta kerabat-kerabatnya, menyembah berhala, enggan berzakat atau bersedekah, dan menghina mushaf Al-Qur’an. Sebab dari kemurtadan seseorang itu dijelaskan dalam QS. Muhammad ayat 25, dijelaskan bahwasanya setanlah yang merayu mereka dan memanjangkan angan-angan mereka. Nabi Muhammad dalam hadistnya bersabda “ Barang siapa yang mengganti agamanya (dari agama islam), maka bunuhlah dia” diriwayatkan oleh Bukhari. Itulah ancaman nyata bagi mereka yang keluar dari agama islam. Mengapa harus hukuman bunuh? Yah karena Rasulullah langsunglah yang memerintahkan hal demikian dan bukan dari hasil ijtihad manusia. Islam menetapkan hukuman demikian sebab perbutaan murtad sangatlah berbahaya dan sangat dibenci oleh Allah SWT. Dan bahkan Allah sendiri yang mengancam orang yang murtad kelak masuk ke neraka dan kekal di dalamnya (QS. Al-Baqarah ayat 217).