Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
MUNCULNYA FILSAFAT Ketika di awal perkuliahan semester satu program pasca sarjana doktoral saya mendapat materi perkuliahan Filsafat Manajemen Pendidikan, saya berfikir saya ingin sekali mampu berfikir kritis seperti Pak Rocky Gerung, yang sering saya lihat di layar TV. Seorang dosen Filsafat sohor di Universitas Indonesia. Buah pikirannya yang kadang kontradiktif dan berani melawan arus lawan bicaranya hanya karena cara dia memaknai setiap masalah dengan cara berlogika yang berbeda dengan orang kebanyakan. Saya berfikir : apakah pemikiran saya akan seradikal Rocky gerung jika saya mempelajari Filsafat? Apakah cara berlogika saya akan setajam logikanya? Atau bahkan kemungkinan saya malah akan terjerembab pada pola fikir sendiri yang membingungkan atau sulit diterjemahkan oleh orang lain? Saya ingin mencari tahu seberapa besar kemampuan diri saya dalam memahami filsafat. Disinilah awal kali saya menilai : Filsafat itu menarik, dan saya harus mencari tahu lebih banyak tentang Filsafat. Belajar filsafat ngeri-ngeri sedap dan perlu kehati-hatian, sulit dipahami tapi seharusnya tidak sulit karena filsafat itu pemikiran dan setiap orang mempunyai alat untuk berpikir. Belajar filsafat menyenangkan dan memacu adrenalin pemikiran tentang Tuhan, alam dan manusia yang dikemukakan oleh filosof-filosof yang tidak percaya pada Tuhan (Atheis), filosof skeptis hingga filosof yang percaya adanya Tuhan. Namun walau bagaimanapun harus di akui bahwa mempelajari filsafat bukanlah perkara mudah dan gampang. Khususnya bagi saya 😊 Pemikiran filsafat bermula ketika orang Yunani mulai mempertanyakan tentang asal mula alam semesta. Apalagi pada waktu itu, ritual dan penyembahan dewa-dewi sangat berkembang pesat. Penyembahan ini tidak dapat dianalisa menggunakkan nalar dan akal semata. Perenungan filsafat bukan hanya berkutat dengan alam semesta. (padahal menurut saya jika merujuk kepada pernyataan ini, jauh abad kebelakang Nabi Ibrahim Alaihisalam (AS) yang lahir di kota Ur Kasdim Babilon, Babilonia, sebuah negara kuno yang terletak di kawasan Mesopotamia, yang sekarang bernama Irak sekitar 2295 SM. (Ibnu Katsir “Bidayah wa’l inayah) telah mengemukakan pertanyaan : “Mengapa berhala yang tidak dapat berbuat apa-apa itu disembah? Lalu dimanakah Tuhan yang sebenarnya?” “Mengapa berhala yang tidak dapat berbuat apa-apa itu disembah? Lalu dimanakah Tuhan yang sebenarnya?”. Bukankah pertanyaan seperti ini yang juga dilontarkan Thales dalam memulai debutnya menjadi seorang filsuf?...) Munculnya filsafat dikarenakan ada sebabnya dengan cerita menghayal (Takhayul). Sebab munculnya filsafat dapat dikatakan sebagai bahan pertanyaan manusia, pada zaman modern. Jadi sebab munculnya dalam kehidupan manusia menjadi bahan pertanyaan yang harus dijawab dengan jelas dan secara objektif Kelahiran pemikiran filsafat di dunia barat diawali pada abad ke-6 sebelum masehi dengan ditandai runtuhnya mite-mite dan dongeng-dongeng yang selama ini menjadi konsep pembenaran terhadap setiap gejala alam. Siapa yang pertama kali menemukan filsafat? Thales dari Miletos adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat Barat pada abad ke-6 SM. Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai cara berpikir mitologis dalam menjelaskan segala sesuatu. Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan berfilsafat pertama dan disebut sebagai bapak filsafat. Karena mencoba menjelaskan dunia dan gejala-gejala di dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada rasio manusia. Ia juga dikenal sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana (dalam bahasa Yunani hoi hepta sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar 'filsuf yang pertama'. Selain sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli geometri, astronomi, dan politik. Bersama dengan Anaximandros dan Anaximenes, Thales digolongkan ke dalam Mazhab Miletos. Thales tidak meninggalkan bukti-bukti tertulis mengenai pemikiran filsafatnya. Pemikiran Thales terutama didapatkan melalui tulisan Aristoteles tentang dirinya. Aristoteles mengatakan bahwa Thales adalah orang yang pertama kali memikirkan tentang asal mula terjadinya alam semesta. Karena itulah, Thales juga dianggap sebagai perintis filsafat alam (natural philosophy). Setiap kejadian atau peristiwa pada dasarnya tidak dapat terlepas dari peristiwa-peristiwa lain yang mendahuluinya. Jadi, sesuatu itu bisa terjadi karena ada hubungan dengan peristiwa sebelumnya. Oleh karena itu kejadian demi kejadian atau peristiwa demi peristiwa haruslah selalu diperhatikan kehadirannya. Demikian pula dengan apa yang disebut filsafat dan ilmu, ia muncul dan berkembang bukan karena ia sendiri, melainkan adanya sesuatu (peristiwa) yang memicu muncul dan berkembangnya. Menurut Aristoteles dalam Rapar, J. H. (1996: 14-16), ketakjuban dianggap sebagai salah satu asal muasal filsafat. Pada awalnya manusia merasa takjub terhadap hal-hal yang ada disekitarnya, lama-kelamaan ketakjubannya semakin terarah kepada hal-hal yang lebih luas dan besar, seperti perubahan dan peredaran bulan, matahari, bintang-bintang, asal mula alam semesta, dan seterusnya. Ketakjuban macam ini hakikatnya hanya mungkin dirasakan dan dimiliki oleh mahluk yang selain memiliki perasaan juga mempunyai akal budi. Sebelum lahirnya filsafat, kehidupan manusia dikuasai dan diatur oleh berbagai macam mitos dan mistis. Berbagai macam mitos dan mistis tersebut berupaya menjelaskan tentang asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam alam semesta, yang terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sayangnya, ternyata penjelasan-penjelasan yang berasal dari mitos dan mistis tersebut makin lama makin tidak memuaskan manusia. Ketidakpuasan itu pada nantinya mendorong manusia untuk terus menerus mencari penjelasan dan keterangan yang lebih meyakinkan bagi dirinya, dan yang lebih akurat. Pada diri manusia melekat kehausan intelektual (intelektual curiosity), yang menjelma dalam wujud beragam pertanyaan. Bertanya adalah berpikir, dan berpikir dimanifestasikan dalam bentuk pertanyaan. Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan-pertanyaan, dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-pertanyaan itu tidak kunjung habisnya. Dengan bekal hasrat bertanya maka kehidupan manusia serta pengetahuan semakin berkembang dan maju. Hasrat bertanyalah yang mendorong manusia untuk melakukan pengamatan, penelitian, serta penyelidikan. Ketiga hal tersebut yang menghasilkan pelbagai penemuan baru yang semakin memperkaya manusia dengan pengetahuan baru yang terus bertambah. Manusia sendiri ketika mempertanyakan segala sesuatu dengan maksud untuk memperoleh kejelasan dan keterangan mengenai hal yang dipertanyakan tersebut, itu berarti dia sedang mengalami keraguan. Keraguan ini dilandasi bahwa sesuatu yang dipertanyakan tersebut belum terang dan belum jelas. Karena itu manusia perlu dan harus bertanya. Manusia bertanya karena masih meragukan kejelasan dan kebenaran dari apa yang telah diketahuinya. Jadi, dapat kita lihat bahwa keraguanlah yang ikut serta mendorong manusia untuk bertanya dan terus bertanya, yang kemudian menggiring manusia untuk berfilsafat. Jadi, secara umum filsafat dan ilmu timbul dan berkembang karena faktor berikut: 1. Manusia merupakan makhluk berakal budi Dengan akal budinya manusia dapat berpikir abstrak dan konseptual sehingga disebut sebagai homo sapiens. Pada diri manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiosity), yang ditandai dengan munculnya berbagai macam pertanyaan karena bertanya adalah berpikir dan berpikir dimanifestasikan dalam bentuk pertanyaan. 2. Manusia memiliki rasa kagum (thauma) pada alam semesta dan segala isinya Manusia merupakan makhluk yang memiliki rasa kagum pada apa yang diciptakan oleh Sang Pencipta. Rasa kekaguman tersebut mendorong manusia untuk lebih lagi mengetahui alam semesta itu apa, bagaimana asal usulnya (masalah kosmologis). Ia juga berusaha mengetahui dirinya sendiri, mengenai eksistensi, hakikat dan tujuan hidupnya. 3. Manusia senantiasa menghadapi masalah Masalah yang dihadapi manusia (aporia) merupakan faktor yang mendorong timbulnya filsafat dan ilmu. Masalah mendorong manusia untuk berbuat dan mencari jalan keluar yang tidak jarang menghasilkan temuan yang sangat berharga (necessity is the mother of science). HAKIKAT FILSAFAT a. Pengertian Filsafat Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia (philos dan sophia). Kata philos memiliki arti kekasih atau sahabat, sedangkan kata sophia memiliki makna kebijaksanaan atau pengetahuan. Jadi, secara harfiah philosohia dapat diartikan sebagai yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan. Menurut Rapar, J. H. (1996: 14-16) para filsuf pra-Socratik menyebutkan bahwa filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dan realitas ada dengan mengandalkan akal budi. Plato, menyebutkan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Selain itu, Plato juga menyebutkan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Ada beberapa definisi yang telah diberikan oleh pemikir atau filosof, yaitu: 1. Plato (427 SM – 348 SM) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.” 2. Aristoteles (382 SM – 322 SM) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu – ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.” 3. Descartes (1590 M – 1650 M) “Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.” 4. Immanuel Kant (1724 M – 1804 M) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan”, yang tercakup di dalamnya beberapa persoalan seperti: Apakah yang dapat kita ketahui?; Apakah yang harus kita kerjakan?; Sampai dimanakah harapan kita?; Apakah yang dinamakan manusia? 2. Objek Filsafat Seperti ilmu pengetahuan lainnya, filsafat juga mempunyai objek kajian yang meliputi objek materi dan objek forma. Dalam kaitan ini, Louis O. Kattsoff menulis bahwa : “Lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu, apa saja yang ingin diketahui manusia”. Objek Filsafat terbagi 2, yaitu: 1. Objek Material Filsafat, yaitu hal atau bahan yang diselidiki (hal yang dijadikan sasaran penyelidikan) atau segala sesuatu yang ada. “Ada” di sini mempunyai tiga pengertian, yaitu ada dalam kenyataan, pikiran, dan kemungkinan. Pengertian lain adalah segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat, segala sesuatu yang dipermasalahkan oleh atau dalam filsafat yang terdapat tiga persoalan pokok, yaitu Hakikat Tuhan, Manusia, dan Alam. 2. Objek Formal Filsafat, yaitu sudut pandang (point of view), dari mana hal atau bahan tersebut dipandang atau menyeluruh secara umum. Menyeluruh di sini berarti bahwa filsafat dalam memandangnya dapat mencapai hakikat (mendalam), atau tidak ada satu pun yang berada di luar jangkauan pembahasan filsafat. Pengertian lain menyebutkan bahwa Objek Formal Filsafat adalah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam – dalamnya sampai ke akar – akarnya) tentang objek materi filsafat. Obyek material filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Objek material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya dengan realisasi praktis yang sebenarnya. Sedangkan Obyek formal filsafat menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of everything). 3. Sistematika Filsafat Sistematika filsafat adalah hasil berpikir tentang segala sesuatu yang ada dan mungkin ada yang telah tersusun secara sistematis. Sistematika filsafat bisa disebut juga dengan struktur filsafat. Sebagaimana pengetahuan yang lain, filsafat telah mengalami perkembangan yang pesat yang ditandai dengan bermacam-macam aliran dan cabang. 1. Aliran-aliran Filsafat. Ada beberapa aliran filsafat diantaranya adalah:  Materialisme adalah paham yang memahami bahwa esensi kenyataan termasuk esensi manusia bersifat material atau fisik.  Idealisme adalah kebalikan dari materialisme yaitu lebih menekankan pada “idea” dunia roh. Menurut aliran ini, kenyataan sejati adalah bersifat spiritual.  Dualisme adalah ajaran yang menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang berlainan dan bertolak belakang. Masing-masing bersifat unik dan tidak dapat direduksi, misalnya Tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi.  Eksistensialisme aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. 1. Cabang-cabang Filsafat. Filsafat memiliki cabang-cabang yang cukup banyak dinataranya adalah : metafisika, epistemologi, logika, etika, estetika, filsafat sejarah, filsafat politik, dan lain-lain. Bidang-bidang kajian Filsafat, apabila digambarkan adalah sebagaimana bagan berikut: Sumber: Noerhadi T. H. (1998)  HAKIKAT ILMU 1. Pengertian Ilmu Menurut etimologinya, ilmu berasal dari bahasa Arab (ilm), bahasa Latin (science) yang berarti tahu atau mengetahui atau memahami. Ilmu diartikan juga sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode ilmiah digunakan untuk menerangkan kondisi tertentu dalam bidang pengetahuan. Ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena yang merupakan hasil analisis secara objektif dan empiris yang berkaitan dengan materi dan sifat, yang diperoleh manusia melalui proses berfikir yang sistematis dan memiliki motodologi. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait yang melewati metodologi sehingga menghasilkan kesimpulan dan kepastian. Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli diantaranya ialah: 1. Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum yanga kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, 2. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional ,umum dan sistematik. 3. Ashley Montagu, ilmu adalah pengetahuan yang disausun dalam suatu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji. Dari keterangan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematik rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka dan kumulatif. 2. Perbedaannya dengan Pengetahuan Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia yang merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk tahu. Setiap ilmu (sains) adalah pengetahuan (knowledge), tetapi tidak setiap pengetahuan adalah ilmu. Untuk bepengetahuan seseorang cukup buka mata, buka telinga, pahami realitas, hafalkan, sampaikan. Adapun untuk berilmu, maka metodenya menjadi lebih serius. Tidak sekedar buka mata, buka telinga, pahami realitas, hafalkan, sampaikan, secara serampangan. Seseorang yang ingin berilmu, pertama kali ia harus membaca langkah terakhir manusia berilmu, menangkap masalah, membuat hipotesis berdasarkan pembacaan langkah terakhir manusia berilmu, kemudian mengadakan penelitian lapangan, membuat pembahasan secara kritis dan akhirnya barulah ia mencapai suatu ilmu. Ilmu yang ditemukannya sendiri. Namun ada beberapa perbedaan mendasar antara Ilmu dan Pengetahuan, yaitu: 1. Perbedaan dari asal kata, Ilmu berasal dari kata science sedangkan pengetahuan berasal dari kata knowledge. 1. Ilmu memiliki sistem yang telah terukur dari sebuah pengetahuan yang telah terklasifikasi dan dapat dipertanggungjawabkan akan kebenarannya. Sedangkan pengetahuan merupakan sebuah pengetahuan yang belum tersusun sistematis seperti layaknya ilmu, baik pengetahuan mengenai fisik ataupun metafisika. 2. Pengetahuan memiliki informasi yang bersifat dan berdasarkan akan akal sehat atau commonsense, sedangkan sebuah ilmu tahapannya lebih tinggi dari sebuah akal sehat. Karena ilmu telah memiliki metode serta mekanisme untuk membuktikan informasi yang berdasarkan akal sehat tersebut 3. Ilmu telah memiliki metode dalam membuktikan kebenarannya sehingga ilmu bersifat lebih objektif, berbanding terbalik dengan pengetahuan yang bersifat subjektif karena masih berdasarkan dari akal sehat manusia. 1. HAKIKAT FILSAFAT ILMU a. Pengertian Filsafat Ilmu Definisi filsafat ilmu tidak terlepas dari kata filsafat dan ilmu. Filsafat adalah berfikir secara mendalam tentang sesuatu tanpa melihat dogma dan agama dalam mencari kebenaran sedangkan ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang(pengetahuan) yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejalagejala tertentu dibidang itu. Dengan demikian, filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, baik ditinjau dari segi ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu. Jujun S, Suriasumantri menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu pengetahuan atau epistemologi yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala ala miah tak lagi merupakan misteri, secara garis besar, Jujun menggolongkan pengetahuan menjadi tiga kategori umum, yakni 1) pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk yang disebut juga dengan etika 2) pengetahuan tentang indah dan jelek, yang disebut dengan estetika atau seni 3) pengetahuan tentang yang benar dan salah, yang disebut dengan logika. 2. Karakteristik Filsafat Ilmu Berikut ini merupakan karakteristik dari filsafat ilmu: 1. Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat. 2. Filsafat ilmu berusaha menelaah ilmu secara filosofis dari berbagai sudut pandang dengan sikap kritis dan evaluatif terhadap kriteria-kriteria ilmiah, sitematis berpangkal pada metode ilmiah , analisis obyektif, etis dan falsafi atas landasan ilmiah dan sikap konsisten dalam membangun teori serta tindakan ilmiah 3. Objek Filsafat Ilmu Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan. Objek material adalah objek yang di jadikan sasaran menyelidiki oleh suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh ilmu itu. Objek material filsafat illmu adalah pengetahuan itu sendiri, yakni pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) pengetahuan yang telah di susun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya secara umum. Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat ilmu. Jadi, dapat dikatakan bahwa Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Yang menyangkut asal usul, struktur, metode, dan validitas ilmu. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. 4. Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu Cara kerja filsafat ilmu memiliki pola dan model-model yang spesifik dalam menggali dan meneliti dalam menggali pengetahuan melalui sebab musabab pertama dari gejala ilmu pengetahuan. Di dalamnya mencakup paham tentang kepastian , kebenaran, dan obyektifitas. Cara kerjanya bertitik tolak pada gejala – gejala pengetahuan mengadakan reduksi ke arah intuisi para ilmuwan, sehingga kegiatan ilmu – ilmu itu dapat dimengerti sesuai dengan kekhasannya masingmasing disinilah akhirnya kita dapat mengerti fungsi dari filsafat ilmu. Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni : 1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada. 2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya. 3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia. 4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan 5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Jadi, Fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana. Manfaat lain mengkaji filsafat ilmu adalah 1. Tidak terjebak dalam bahaya arogansi intelektual 2. Kritis terhadap aktivitas ilmu/keilmuan 3. Mempertanggungjawabkan metode keilmuan secara logis-rasional 4. Memecahkan masalah keilmuan secara cerdas dan valid 5. Berpikir sintetis-aplikatif (lintas ilmu-kontesktual). TERIMAKASIH.