Dangdut

Dangdut is one of kind of musik which have erotic dance in each presence on the stage. The erotic dance have ever cause sit-in  Indonesia’s peoplewhich come from all aspects, because the act is dangerous for morality of the Indonesia’s peple. All of representation act have done massively when Inul got high popularity in that time because of her erotic dance, its called Goyang Ngebor. In this time, there is a lot of erotic dance which done by dangdut singer, but there in an alteration in intensity on protest act. This paper will examine the representation of woman body which reputed as carrier for amoral act to Indonesia’s people. This paper also analyze the intensity alteration towards erotic dance  in dangdut music. In analyzing of the paper use some postmodernism theories as a tool of analysis.

Intro : Em....... C D Em (2x)

Em
Bila tiada mendalam..
C
Cinta dan Kerinduan...
Em
tak kan terlalu dalam..
C
luka yang kurasakan..
Am
bila saja kutahu bahwa Kesetiaanmu ..
D                      C
begitu dalam padaku..
Am B                  C      B        Em
takkan aku mengingkari janjiku

Int : Em..C D Em

Em
Sesal kian mendera
C
akhir sudah cerita
Em
kini kau telah berdua
C
itu kenyataannya
Am
bila saja kutahu bahwa kesetiaanmu
D                    C
begitu dalam padaku
Am B        C        B            Em
takkan aku mengingkari janjiku
www.maingitardulu.com 

Int : Em Am D C
      D C...Am C Em
      Em C C#m C Em

Reff:

Em          D    A            Em
Sekian lama kucari dirimu kasih
C                                  Em
dari waktu ke waktu kucari
C                Em                          Em C C#m C Em
hingga putus asa diri ini.....
Em            D          A                  Em
Dan betapa kusesali yang telah terjadi
C                    Em              C              Em
kekasih yang paling kucintai.... kini terluka hati
Em
Bila tiada mendalam
C
Cinta dan kerinduan
Em
tak kan terlalu dalam
C          C  D              Em
luka yang kurasakan.....Ho..ho..

Int : Em Am D C
      D C...Am C Em
      Em C C#m C Em

Source: http://www.maingitardulu.com/2014/09/kandas-evie-tamala-imron-sadewo.html

Dangdut, sebuah musik yang lahir dari proses dialektis berbagai unsur budaya. Kemunculannya ditujukan sebagai sebuah kesenian populer ‘asli’ pribumi untuk menandingi bentuk-bentuk kesenian luar. Pengaruh politik, sosial, ekonomi dan teknologi di Indonesia berperan besar membentuk musik ini. Dalam pergaulan musik Indonesia selanjutnya, dangdut selalu terletak pada posisi inferior jika dibandingkan dengan musik populer lainnya. Sedikit banyak ini dikarenakan basis sosial penggemar dangdut adalah masyarakat menengah ke bawah dan membedakan diri dengan musik-musik populer yang mempunyai penggemar kalangan menengah ke atas. Sebagai musik yang tersubordinasi, dangdut menyuarakan hal-hal yang dapat dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi musik atau kelas sosial di atasnya. Perlawanan ini bisa dilihat dari berbagai macam bentuk, mulai dari repertoar sampai penampilan panggungnya. Walaupun begitu, dangdut yang dianggap sebagai musik masyarakat pinggiran ini ternyata juga mempunyai kelas bawahnya sendiri. Tidak lain ia adalah aliran dangdut pinggiran, di mana bisa dibedakan dengan aliran dangdut golongan atas atau arus ‘nasional’ yang dikenal masyarakat luas melalui media massa dan televisi. Salah satu dangdut pinggiran dengan efek penyebaran begitu luas di masyarakat ialah dangdut koplo, yang menjadi fokus pada tulisan ini. Dangdut koplo mempunyai bentuk revolusioner pada musik maupun penampilannya. Tidak seperti dangdut konvensional yang terkesan lamban dan mendayu-dayu, musik ini menawarkan beat yang lebih cepat, hentakkan gendang khas koplo, dan tak ketinggalan atraksi erotis penyanyinya. Sehingga dangdut ini tidak lagi menjual kesyahduan nada cengkok maupun ritme chalte, namun juga keseksian tubuh penyanyi yang bergoyang enerjik mengikuti irama koplo. Jika sebelumnya dikatakan bahwa dangdut adalah musik perlawanan terhadap dominasi lain, maka perombakan aspek musikal dan visual pada dangdut koplo ini dapat dilihat sebagai bentuk resistensi terhadap dangdut mainstream yang telah mapan secara nasional. Tak hanya itu, dangdut koplo juga berupaya meleburkan batas-batas antara pusat-pinggiran dengan cara-cara mereka sendiri. Bagaimanakah fenomena itu terjadi dalam sebuah panggung pertunjukan dangdut Purawisata Yogyakarta? Bagaimana musik ini mewakili bentuk kesenian masyarakat pinggiran?

Her Muslim name is Ainur Rokhimah, meaning “eyes of blessed love”. Her stage name is Inul Daratista, meaning “the girl with breasts”. Before she ever recorded an album, her music and concerts were in high demand, and an estimated three million pirated VCD’s circulated throughout the region. But what made this young star so popular, and controversial, is her style of musical performance, which includes skin-tight outfits and her signature goyang ngebor (“drill dance”). Goyang ngebor consists of intense gyration of the hips, which many associate with decidedly sexual implications. Although this style of dancing is typical for many from her region in East Java, Indonesian conservatives have condemned her performances...

This research aims to (1) to find women body construction on popular dangdut stories on 2000-2013 and (2) to understand the meaning and discourse on popular dangdut stories on 2000-2013. This study applied Sara Mills discourse analysis which focuses on subject-object position, audience position and gender on the texts.This research uses qualitative-descriptive methods and aims to understand phenomena, discourse and description which is shown by words and language on popular dangdut stories. The result of this research shows women body on dangdut stories become viewing objects and sexual objects. Popular dangdut stories from 2000-2013 shows that women still become second position and object for men. The changing and shifting on women body construction can't be released from men position and domination. As object viewing, parts of women body which constructed are hip and butt. Meanwhile, as sexual object, parts of women body which constructed are " vagina " with neglecting of virginity. Even though, ideology and discourse on dangdut stories also served as a mechanism to explain the involvement of women on the oppression of themselves.

The Indonesian popular music genre called dangdut , is a unique hybrid mixture of Western, Indian and Malay musical elements. This chapter offers some general thoughts about the socially mediated cultural aesthetics that may be at work in making dangdut such a pleasure to its fans, and at the same time such a contested subject in the official public sphere of both late New Order Indonesia and the first decade after its demise in 1998. The main focus is on the song lyrics and their relationship to common consumption practices. The emphasis in the chapter is especially on the sad lyrics. The chapter proposes that dangdut's dangerously seductive powers vis-a-vis both New Order developmental discourses as well as current Islamic discourses might be related to highly ambiguous feelings about a surrender to the power of an inclusive femininity. It compares dangdut with two similar musical genres, Turkish arabesk and Algeria's rai. Keywords: Algeria's rai; dangdut ; Indonesia; ...

This article deals with the relationship between construction and reproduction in dangdut music, particularly Rhoma Irama. The impact of Rhoma Irama's dangdut construction stimulates the reproduction space of listeners with various creativity through the medium of the body. Power became the main capital in perpetuating construction and reproducing the figure of Rhoma Irama. I would like to discuss the 'fake' body or fake singer phenomena to read construction and body relations. In my opinion, the phenomenon of the fake body in music practice is not just a fandom pattern or for purely economic reasons, but an intertwined form of construction and power. This reproduction makes the construction scheme even more attractive. To disclose the problem, I refer to Michel Foucault for power relations in discussing this practice. This article uses a literature study and ethnography to provide a holistic analysis of the constellation of culture through musical practice. The findings of this article articulate the pattern and power negotiation between Rhoma Irama and the agents-such as listeners, fans, or other dangdut musicians. This article provides an important concern for body reading in the anthropological world of popular music.

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SAHID JAKARTA PROGRAM DOKTOR ILMU KOMUNIKASI KONSTRUKSI HABITUS DAN ARENA AKTOR DALAM INDUSTRI BUDAYA xv, 221 halaman, 4 tabel, 6 bagan, 8 gambar, lampiran 42 halaman, 30 buku ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap konstruksi habitus dan arena aktor dalam industri budaya di Indonesia. Pemikiran Pierre Bourdieu tentang Teori Arena Produksi Kultural, digunakan peneliti untuk menganalisis praktik sosial, habitus, arena, strategi, dan lintasan Inul Daratista sebagai aktor, yang berjuang melawan dominasi dangdut mainstream diwakili oleh Rhoma Irama sang 'Raja Dangdut'. Melalui pemikiran Pierre Bourdieu, Industri budaya lokal peneliti kelompokan menjadi arena produksi kultural skala terbatas. Sedangkan industri budaya modern termasuk dalam arena produksi kultural skala besar. Peneliti menggunakan paradigma kritis dengan metodologi intrinsic case study dengan model kasus tunggal multilevel analysis Hasil penelitian menunjukan bahwa aktor meraih posisi dan legitimasi di kedua arena produksi kultural. Praktik sosial aktor di arena terbatas untuk mendapatkan laba simbolis. Sedangkan di arena skala besar, aktor mendapatkan laba ekonomi. Konstruksi habitus aktor sebagai penyanyi dangdut dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan sosialnya. Habitus ini mengalami perubahan-perubahan, karena adanya kompetisi dan perjuangan dalam arena. Habitus aktor tercermin dalam penampilan, tutur kata, dan pengetahuannya, ketika melakukan praktik sosial. Sedangkan konstruksi arena dipengaruhi oleh habitus aktor dengan menggunakan modal-modal, dan strategi dalam lintasan. Kedua konsep kunci ini saling mempengaruhi sebagai bentuk dialektika internalisasi eksternalitas dan eksternalisasi internalitas. Bourdieu mengatakan modal kultural dan modal simbolik merupakan modal-modal penting dalam arena produksi kultural. Adapun, temuan peneliti terhadap modal-modal penting yang digunakan aktor, yaitu: modal kultural, modal simbolik, dan modal sosialnya. Dalam strategi reproduksi, aktor menggunakan sejumlah modal kultural, simbolik, sosial, dan ekonomi di kedua arena produksi kultural. Namun pada arena produksi kultural skala terbatas modal ekonomi sedikit digunakan oleh

d u t k o p l o. wa p q u e. c o ma d a l a hd o wn l o a dl a g ub a r a t t e r b a r u , n e wp a l l a p a , mo n a t a , s e r a , r o ma n s a , d o wn l o a dl a g up o pt e r b a r u , d o wn l o a dd a n g d u t k o p l ot e r b a r u , b a n di n d i e , d o wn l o a d l a g uk p o pt e r b a r u .

Download Lagu Via Vallen planetlagu wapka - Laptop atau komputer jinjing adalah barang elektronik yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan sehari-hari. Seperti bisa digunakan untuk membuat tugas sekolah atau kuliah maupun untuk melakukan pekerjaan.

Tidak hanya itu, laptop juga bisa kita gunakan untuk main games maupun browsing yang tentunya harus memiliki sambungan internet yang memadai. Selain itu, laptop juga bisa kita gunakan untuk menonton film-film favorit yang sudah kita download dari internet. Nah, kali kami dari Via Vallen-Teman Rasa Pacar Mp3 akan sedikit membahas tentang perbedaan pertanyaan yang biasanya ditanyakan cewek dan cowok saat mereka akan membeli sebuah laptop. Kalau kalian mau tau perbedaannya, silahkan simak dengan baik-baik meme berikut ini. Image: Nella Kharisma - Teman Rasa Pacar Mp3 Planetlagu wapka

I am not a BIPA (Indonesian for foreign learners) teacher. I am an English teacher. However, once a BIPA teacher in the institution I work had to travel somewhere for and I was asked to substitute her class. I was confused and thrilled at the same time. I was glad to have new experience in another foreign language classroom, though at the same time I was confused whether I could teach them as well as when I teach English for my Indonesian students. The topic at the time was parts of body. So, in the beginning of the class, as the very first input for the topic, I introduced them the vocabulary through pictures. To deal with the pronunciation, I introduced them several Indonesian songs as authentic materials from various genres; Children songs, Pop songs, and Dangdut songs and let them fill the missing lyric. I selected some songs that have parts of body in their lyric and invited them to sing along together in order to make them comfortable in the class. I also designed some follow-up activities which one of them is identifying some verbs related to the parts of body. “Gantengnya pacarku”, which is composed by Eddy Lestahulu and sung by Nini Karlina, became their first Dangdut song they listened to. This also bore a discussion about how Dangdut plays some roles in Indonesian culture.

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SAHID JAKARTA PROGRAM DOKTOR ILMU KOMUNIKASI KONSTRUKSI HABITUS DAN ARENA AKTOR DALAM INDUSTRI BUDAYA xv, 221 halaman, 4 tabel, 6 bagan, 8 gambar, lampiran 42 halaman, 30 buku ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap konstruksi habitus dan arena aktor dalam industri budaya di Indonesia. Pemikiran Pierre Bourdieu tentang Teori Arena Produksi Kultural, digunakan peneliti untuk menganalisis praktik sosial, habitus, arena, strategi, dan lintasan Inul Daratista sebagai aktor, yang berjuang melawan dominasi dangdut mainstream diwakili oleh Rhoma Irama sang 'Raja Dangdut'. Melalui pemikiran Pierre Bourdieu, Industri budaya lokal peneliti kelompokan menjadi arena produksi kultural skala terbatas. Sedangkan industri budaya modern termasuk dalam arena produksi kultural skala besar. Peneliti menggunakan paradigma kritis dengan metodologi intrinsic case study dengan model kasus tunggal multilevel analysis Hasil penelitian menunjukan bahwa aktor meraih posisi dan legitimasi di kedua arena produksi kultural. Praktik sosial aktor di arena terbatas untuk mendapatkan laba simbolis. Sedangkan di arena skala besar, aktor mendapatkan laba ekonomi. Konstruksi habitus aktor sebagai penyanyi dangdut dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan sosialnya. Habitus ini mengalami perubahan-perubahan, karena adanya kompetisi dan perjuangan dalam arena. Habitus aktor tercermin dalam penampilan, tutur kata, dan pengetahuannya, ketika melakukan praktik sosial. Sedangkan konstruksi arena dipengaruhi oleh habitus aktor dengan menggunakan modal-modal, dan strategi dalam lintasan. Kedua konsep kunci ini saling mempengaruhi sebagai bentuk dialektika internalisasi eksternalitas dan eksternalisasi internalitas. Bourdieu mengatakan modal kultural dan modal simbolik merupakan modal-modal penting dalam arena produksi kultural. Adapun, temuan peneliti terhadap modal-modal penting yang digunakan aktor, yaitu: modal kultural, modal simbolik, dan modal sosialnya. Dalam strategi reproduksi, aktor menggunakan sejumlah modal kultural, simbolik, sosial, dan ekonomi di kedua arena produksi kultural. Namun pada arena produksi kultural skala terbatas modal ekonomi sedikit digunakan oleh

Ini adalah teks drama lokal yang menceritakan tentang perjuangan seorang penyanyi dangdut. Teks drama ini terinspirasi dari salah satu acara pencarian bakat di salah satu tv swasta. Drama ini menggunakan logat juga bahasa daerah Gorontalo.
Drama ini telah dipentaskan di pementasan drama "More Than Just A Story" English Department, Universitas Negeri Gorontalo.