Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya kasus penyuapan jaksa Pinangki oleh Djoko Tjandra.Kasus ini menunjukkan bahwa masih adanya penyuapan yang dilakukan oleh penegak hukum di Indonesia.Ada beberapa bentuk tindak pidana korupsi... more
Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya kasus penyuapan jaksa Pinangki oleh Djoko Tjandra.Kasus ini menunjukkan bahwa masih adanya penyuapan yang dilakukan oleh penegak hukum di Indonesia.Ada beberapa bentuk tindak pidana korupsi selain penyuapan,yaitu kerugian keuangan negara,penggelapan dalam jabatan,pemerasan,perbuatan curang,benturan kepentingan dalam pengadaan,dan gratifikasi.Selain itu,penyuapan merupakan perbuatan yang sangat buruk sehingga dampak yang ditimbulkan pun dapat merusak nilai-nilai moralitas,merugikan negara,serta melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.Dengan demikian,kita harus mengetahui bahwa apa saja yang harus kita lakukan dalam menerapkan perilaku jujur dan anti suap bagi para penegak hukum di Indonesia di tengah banyaknya peristiwa penyuapan yang sudah meluas di Indonesia.Sehingga kasus penyuapan yang ada di Indonesia dapat dihapuskan. Kata kunci:penyuapan jaksa Pinangki,tindak pidana korupsi,perilaku jujur dan anti suap Pendahuluan
Penegakan hukum yang akuntabel dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, bangsa dan negara yang menyangkut adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku,... more
Penegakan hukum yang akuntabel dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, bangsa dan negara yang menyangkut adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat.
Jaksa adalah sebuah profesi hukum dan sekaligus penegak hukum. Karena Jaksa merupakan sebuah profesi hukum, maka tentulah memiliki kode etik profesi atau kode perilaku. Dalam pengertian formal disebutkan, bahwa Jaksa adalah pejabat... more
Jaksa adalah sebuah profesi hukum dan sekaligus penegak hukum. Karena Jaksa merupakan sebuah profesi hukum, maka tentulah memiliki kode etik profesi atau kode perilaku. Dalam pengertian formal disebutkan, bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dalam pelaksana putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Sama halnya dengan profesi hukum lainnya seperti hakim, advokad/pengacara atau notaris, Jaksa dalam menjalankan profesinya memiliki kode etik profesi yang dalam institusi kejaksaan dikenal dengan istilah Kode Perilaku Jaksa (C.O.C) disamping adanya Standar Minimum Profesi Jaksa.
Sebagai mahasiswa hukum tentunya harus memahami mengenai hukum acara termaksud hukum acara pidana. Dalam slide ini diberikan pokok" secara padat khususnya mekanisme secara real dari perspeketif jaksa. Semoga bermanfaat
Kejaksaan Republik Indonesia berdasarkan kewenangannya merupakan lembaga yang berada pada posisi sentral dalam sistem peradilan pidana. Penuntut Umum sebagai perwakilan Kejaksaan didalam setiap perkara pidana merupakan pihak yang... more
Kejaksaan Republik Indonesia berdasarkan kewenangannya merupakan lembaga yang berada pada posisi sentral dalam sistem peradilan pidana. Penuntut Umum sebagai perwakilan Kejaksaan didalam setiap perkara pidana merupakan pihak yang paling mengetahui ketercelaan seorang terdakwa karena mengikuti dinamika selama persidangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal atau yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan yang menunjukkan saat ini tuntutan pidana berasal dari petunjuk atau pendapat pimpinan Kejaksaan di setiap jenjang karena adanya kebijakan rencana tuntutan berjenjang. Dengan kebijkan rencana tuntutan berjenjang tersebut dapat juga menyebabkan kultur korup pada lembaga Kejaksaan karena ditengarai kebijakan tersebut digunakan untuk wadah tawar menawar oleh Penuntut Umum dengan terdakwa dan kemudian menyetor pada atasannya. Konkuensi dari adanya kebijakan rencana tuntutan berjenjang ini juga akan membuat terhambatnya proses peradilan yang pada dasarnya harus dijalanlan dengan cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Terhadap kondisi ini diperlukan penataan ulang sistem penentuan tuntutan pidana demi independensi Penuntut Umum dan tercapainya peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.