Math is taught with the aim to prepare students to be able to use mathematics and mathematical mindset in everyday life. In studying mathematics, many students both men and women consider mathematics as a boring subject. Based on this,... more
Math is taught with the aim to prepare students to be able to use mathematics and mathematical mindset in everyday life. In studying mathematics, many students both men and women consider mathematics as a boring subject. Based on this, the gender aspect in learning mathematics become educators concern. Gender differences not only result in differences in mathematical ability, but also a way of gaining knowledge of mathematics. Some of the notion that women are not quite managed to learn math than men. In addition, women almost never have a thorough interest in theoretical questions such as the male. Women are more interested in practical matters than the theoretical. But on the other hand, not a few female students who have success in math skills. Writing this article aims to analyze some of the results of research on gender differences in mathematics learning. The methodology used is a literature study. This study found evidence of differences in the strategies used boys and girls, even to solve the spatial. Abstrak: Matematika diajarkan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mempelajari matematika, masih banyak siswa baik laki-laki maupun perempuan yang memandang matematika sebagai suatu mata pelajaran yang membosankan. Berdasarkan hal tersebut, aspek gender dalam pembelajaran matematika menjadi perhatian kalangan pendidik. Perbedaan gender bukan hanya berakibat pada perbedaan kemampuan dalam matematika, tetapi juga cara memperoleh pengetahuan matematika. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa perempuan tidak cukup berhasil mempelajari matematika dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu perempuan hampir tidak pernah mempunyai ketertarikan yang menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti laki-laki. Perempuan lebih tertarik pada hal-hal yang praktis dari pada yang teoritis. Namun di lain pihak, tidak sedikit siswa perempuan yang memiliki keberhasilan dalam kemampuan matematika. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menganalisis beberapa hasil penelitian tentang perbedaan gender dalam pembelajaran matematika. Metodologi yang digunakan adalah studi kepustakaan. Penelitian ini menemukan bukti perbedaan strategi yang digunakan anak laki-laki dan anak perempuan, bahkan untuk menyelesaikan soal spatial.
Masih lemahnya pemahaman aparat penegak hukum mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis jender turut menyumbang terus berlangsungnya praktik pengadilan HAM yang hingga saat ini belum menyentuh kejahatan terhadap perempuan berbasis... more
Masih lemahnya pemahaman aparat penegak hukum mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis jender turut menyumbang terus berlangsungnya praktik pengadilan HAM yang hingga saat ini belum menyentuh kejahatan terhadap perempuan berbasis jender yang muncul di berbagai wilyah konflik di Indonesia. Sebagai langkah awal, Komnas Perempuan menyusun sebuah kurikulum pendidikan tentang kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis jender yang ditujukan bagi aparat penegak hukum, akademis dan pegiat HAM. Kerangka kurikulum pendidikan ini mengacu pada 3 komponen utama, yaitu hukum material, hukum acara dan praktik berupa moot court (peradilan semu). Kurikulum ini kemudian diuji coba dan dikembangkan dalam kegiatan pendidikan selama 3 minggu (15 hari belajar efektif) untuk mendalami fenomena kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis jender.
Hasil dari proses pendidikan selama 3 minggu itulah yang kemudian terangkum dalam rangkaian buku yang terdiri dari tiga volume. Buku ini memuat tata cara penyelenggaraan peradilan semu berdasarkan konsep dan analisis yang diperoleh pada buku pertama dan kedua.
Masih lemahnya pemahaman aparat penegak hukum mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis jender turut menyumbang terus berlangsungnya praktik pengadilan HAM yang hingga saat ini belum menyentuh kejahatan terhadap perempuan berbasis... more
Masih lemahnya pemahaman aparat penegak hukum mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis jender turut menyumbang terus berlangsungnya praktik pengadilan HAM yang hingga saat ini belum menyentuh kejahatan terhadap perempuan berbasis jender yang muncul di berbagai wilyah konflik di Indonesia. Sebagai langkah awal, Komnas Perempuan menyusun sebuah kurikulum pendidikan tentang kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis jender yang ditujukan bagi aparat penegak hukum, akademis dan pegiat HAM. Kerangka kurikulum pendidikan ini mengacu pada 3 komponen utama, yaitu hukum material, hukum acara dan praktik berupa moot court (peradilan semu). Kurikulum ini kemudian diuji coba dan dikembangkan dalam kegiatan pendidikan selama 3 minggu (15 hari belajar efektif) untuk mendalami fenomena kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis jender. Hasil dari proses pendidikan selama 3 minggu itulah yang kemudian terangkum dalam rangkaian buku yang terdiri dari tiga volume. Buku ini memuat tata cara penyelen...