Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Akademika Baiturrahim

Jambi Vol.7 No 2, September 2018

PENGARUH STRATEGI PELAKSANAAN


KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP RESIKO
PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN GANGGUAN
JIWA
DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAMBI

Vevi Suryenti Putri 1), Restia Mella N 2) dan Salvita Fitrianti3)


Program Studi S1 Keperawatan STIKBA1,2,3)
Email : vevisuryentiputri.2010@gmail.com

ABSTRACT
Schizophrenic patients such as violent behavior violent behavior is a form of behavior
that aims to injure a person physically and psychologically. To overcome violent
behavior in schizophrenic patients it is necessary to take anticipatory strategies, in the
form of therapeutic communication. The purpose of this study is to see whether there is
an effect of therapeutic communication therapy on patients at risk of violent behavior in
the Inpatient Room of Jambi Provincial Hospital. The study was conducted on 12-19 July
2018. The research design used was pre-experimental design with one group pre-test and
post-test design. Respondents in this study were all schizophrenic patients with a risk of
violent behavior in the inpatient ward of the Regional Psychiatric Hospital of Jambi
Province as many as 98 people with a total sample of 20 respondents. Data collection
was done by proportional random sampling technique. The results showed that before
therapeutic communication therapy was known, most respondents had poor behavior
(maladaptive) with a mean of 40.50, and therapeutic communication therapy was known
to increase the score of behavior better (adaptive) with mean 43.90. The results showed
that there was a significant effect of therapeutic communication therapy in addressing the
problem of violent behavior in schizophrenic patients with a p-value of 0.013 (p-value
<0.05).
Key Words : Therapeutic Communication, Implementation Strategy, Violence Behavior

ABSTRAK
Pasien skizofrenia seperti perilaku kekerasan perilaku kekerasan merupakan suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Untuk mengatasi perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia perlu dilakukan tindakan
strategi antisipatif, berupa komunikasi terapeutik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
melihat apakah ada pengaruh terapi komunikasi terapeutik terhadap pasien resiko
perilaku kekerasan di Ruang Rawat Inap RSJD Provinsi Jambi.Penelitian dilakukan
pada tanggal 12 – 19 Juli 2018.Desain penelitian yang digunakan adalah pre-
experimental design dengan one group pre-test and post-test design. Responden dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia dengan resiko perilaku kekerasan yang
berada di ruang rawat inap RSJ Propinsi Jambi sebanyak 98 orang dengan jumlah
sampel sebanyak 20 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
proporsional random sampling. Hasil penelitian menunjukkan sebelum dilakukan terapi
komunikasi terapeutik diketahui sebagian besar responden mempunyai perilaku yang
kurang baik (maladaptif) dengan mean 40.50, dan diberikan terapi komunikasi terapeutik
diketahui terjadi peningkatan skor perilaku yang lebih baik (adaptif) dengan mean 43,90.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terapi komunikasi
terapeutik dalam mengatasi masalah perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia
denganp-value 0,013 (p-value <0,05).
Kata kunci :Komunikasi Terapeutik, Strategi Pelaksanaan, Perilaku Kekerasan

1
PENDAHULUAN
Menurut WHO (World Health Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa
Organization) kesehatan jiwa bukan Tengah.Prevalensi gangguan mental
hanya tidak ada gangguan jiwa, emosional pada penduduk Indonesia
melainkan mengandung berbagai 6 persen. Provinsi dengan prevalensi
karakteristik yang positif yang ganguan mental emosional tertinggi
menggambarkan keselarasan dan adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi
keseimbangan kejiwaan yang Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, dan
mencerminkan kedewasaan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan
pribadinya, kondisi yang prevalensi gangguan jiwa berat
memungkinkan perkembangan fisik, provinsi Jambi adalah 0,9%.2
intelektual, emosional secara optimal Berdasarkan data yang di peroleh
dari seseorang dan perkembangan ini dari Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa
berjalan selaras dengan orang lain.1 Daerah Jambi, diketahui jumlah
Gangguan jiwa berat pasien skizofrenia berdasarkan
merupakan gangguan jiwa yang diagnosa medis pada bulan Januari
ditandai oleh terganggunya s/d September tahun 2016 berjumlah
kemampuan menilai realitas atau 1.262 orang dengan persentase 45,5
tilikan (insight) yang buruk. Gejala % merupakan penyakit jiwa yang
yang menyertai gangguan ini antara penderitanya lebih banyak diruang
lain berupa ilusi, waham, gangguan rawat inap.
proses pikir, kemampuan berpikir,
serta tingkah laku aneh, misalnya Tabel 1.Jumlah Pasien Skizofrenia
agresivitas atau katatonik. Gangguan Berdasarkan Diagnosa
jiwa berat dikenal dengan sebutan Keperawatan di Ruang Rawat
psikosis dan salah satu contoh Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah
psikosis adalah skizofrenia. Angka Jambi Pada Bulan Januari-Mei
prevalensi seumur hidup skizofrenia tahun 2018.
di dunia bervariasi berkisar 4 permil
No Ruangan Halusinasi PK DPD
sampai dengan 1,4 persen .2 Menurut 1 Epsilon 143 36 0
Ikatan Dokter Indonesia (2016), satu 2 Srikandi 65 7 0
dari empat orang dewasa akan 3 Arimbi 224 6 0
mengalami masalah kesehatan jiwa 4 Beta 169 0 0
pada satu waktu dalam hidupnya. 5 Arjuna 192 0 0
Data WHO (World Health 6 Yudistira 209 0 0
Organization, 2016) menunjukkan, 7 Gama 125 0 79
terdapat sekitar 35 juta orang terkena 8 Alfha 695 33 0
depresi, 60 juta orang terkena 9 Shinta 133 5 0
bipolar, 21 juta terkena skizofrenia. 10 Delta 165 3 22
11 Pega 72 1 12
Berdasarkan data yang
12 Teta 337 6 2
diperoleh dari Riset kesehatan dasar 13 Sigma 229 1 1
(2013) prevalensi gangguan jiwa 14 Omega 88 0 5
berat pada penduduk Indonesia 1,7 Jumlah 3.375 98 121
per mil. Gangguan jiwa berat Sumber : Buku Mutasi Rawat Inap Rumah
terbanyak di Aceh, DI Yogyakarta, Sakit Jiwa Daerah Jambi Pada
Bulan Januari-Mei Tahun 2018.
Perilaku kekerasan merupakan Upaya yang digunakan untuk
suatu bentuk perilaku yang bertujuan mengontrol perilaku kekerasan yaitu
untuk melukai seseorang secara fisik penatalaksanaan medis seperti:
maupun psikologis. Berdasarkan farmakologi, terapi modalitas, terapi
definisi tersebut maka perilaku keluarga, dan terapi kelompok
kekerasan dapat dilakukan secara (Afnuhazi,2015). Untuk
verbal, diarahkan pada diri sendiri, penatalaksanaan keperawatan
orang lain, dan lingkungan .4 menurut Yosep (2016) bahwa
Perilaku kekerasan pada orang lain perawat dapat mengimplementasikan
adalah tindakan agresif yang berbagai cara untuk mencegah dan
ditujukan untuk melukai atau mengelola perilaku kekerasan
membunuh orang lain. Perilaku melalui: strategi preventif (kesadaran
kekerasan pada lingkungan dapat diri, pendidikan klien, latihan
berupa perilaku merusak lingkungan, asertif), strategi antisipatif
melempar kaca, genting dan semua (komunikasi, perubahan lingkungan,
yang ada di lingkungan.5 tindakan perilaku,
Menurut Afnuhazi (2015), psikofarmakologi), strategi
faktor predisposisi yang pengurungan (managemen krisis,
menyebabkan perilaku kekerasan seclusion, restrains).1
antara lain, psikologis, perilaku, Komunikasi terapeutik
sosial budaya, dan bioneurologis. merupakan media utama yang
Sedangkan untuk faktor presipitasi digunakan untuk mengaplikasikan
itu sendiri dapat bersumber dari proses keperawatan dalam
klien, lingkungan dan interaksi lingkungan kesehatan jiwa.
dengan orang lain. Penyebab dari Keterampilan perawat dalam
perilaku kekerasan yaitu seperti komunikasi terapeutik
kelemahan fisik (penyakit fisik), mempengaruhi keefektifan banyak
keputusasaan, ketidakberdayaan, dan intervensi dalam keperawatan jiwa.
kurang percaya diri. Untuk faktor Terapeutik merupakan segala sesuatu
penyebab dari perilaku kekerasan yang memfasilitasi proses
yang lain seperti situasi lingkungan penyembuhan. Komunikasi
yang terbiasa dengan kebisingan, terapeutik itu sendiri merupakan
padat, interaksi sosial yang proaktif, komunikasi yang direncanakan dan
kritikan yang mengarah pada dilakukan untuk membantu
penghinaan, dan kehilangan orang penyembuhan/pemulihan pasien .4
yang di cintai (pekerjaan). Marah Komunikasi terapeutik ini dapat
merupakan perasaan jengkel yang dilakukan untuk membantu proses
timbul sebagai respons terhadap penyembuhan pada pasien harga diri
kecemasan (kebutuhan yang tidak rendah, halusinasi, defisit perawatan
terpenuhi) yang dirasakan sebagai diri dan perilaku kekerasan .5 Perlu
ancaman. Rentang respon kemarahan adanya hubungan saling percaya
dari perilaku kekerasan dapat di yang didasari oleh keterbukaan,
gambarkan sebagai berikut, assertif, memahami dan pengertian akan
frustasi, pasif, agresif, dan kebutuhan, harapan dan kepentingan
mengamuk.5 masing-masing. Waktu yang paling
efektif dalam melakukan komunikasi
terapeutik adalah 3 kali dalam sehari Peneliti melakukan wawancara
yaitu pagi, siang dan malam hari kepada 4 orang perawat yang bekerja
(Simamora,2011). di rumah sakit jiwa. Dua orang
Tujuan komunikasi terapeutik perawat di ruang Alfa mengatakan
membantu klien untuk menjelaskan bahwa diruangan tersebut belum
dan mengurangi beban perasaan dan effektif apabila dilakukan
pikiran serta dapat mengambil komunikasi terapeutik dikarenakan
tindakan untuk mengubah situasi ruangan tersebut merupakan ruangan
yang ada bila klien percaya pada hal dimana pasien baru pertama kali
yang diperlukan, mengurangi masuk dan perawat mengatakan
keraguan, membantu dalam hal komunikasi yang dilakukan adalah
mengambil tindakan yang efektif dan dalam bentuk komunikasi yang
mempertahankan kekuatan egonya belum terlalu efektif, komunikasi
serta mempengaruhi orang lain, terapeutik berupa strategi
lingkungan fisik dan dirinya sendiri.5 pelaksanaan belum bisa dilakukan
Berdasarkan survey awal hasil karena pasien belum bisa
wawancara yang dilakukan sebelum dikendalikan hanya dengan
penelitian oleh peneliti terhadap 2 komunikasi, pasien dikendalikan
orang Kepala Ruangan, 4 orang dengan obat terlebih dahulu
perawat, dan 8 orang pasien di kemudian baru bisa dilakukan
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi komunikasi. Satu orang perawat di
Jambi. Wawancara dan observasi ruangan Epsilon mengatakan bahwa
dilakukan pada tanggal 23-25 April dalam melakukan komunikasi
2018, di Rumah Sakit Jiwa Daerah terapeutik dengan pasien tentu saja
Provinsi Jambi terdapat 15 ruangan. banyak hambatan yang dialami
Dari data yang didapat tahun 2018 perawat, dimana hambatan terbesar
terdapat jumlah pasien skizofrenia banyak perawat temui pada tahap
dengan perilaku kekerasan adalah awal (pra rehabilitasi), hal itu
170 orang. Hasil wawancara dikarenakan, kepercayaan yang
diketahui kepala ruangan Pega belum terbina dengan baik antara
mengatakan bahwa perawat di perawat dengan pasien sehingga
Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi komunikasi yang diterapkan perawat
sudah melakukan komunikasi sering tidak tersampaikan dengan
terapeutik dengan menggunakan SP baik.
(Strategi Pelaksanaan) sesuai dengan Satu orang perawat diruangan
masalah yang dialami pasien. Kepala Pegamengatakan hambatan/kesulitan
ruangan Epsilon juga mengatakan saat berinteraksi dengan pasien
bahwa perawat kerap sekali perilaku kekerasan ialah saat pasien
mengalami hambatan saat berbicara pasien tidak
berinteraksi dengan pasien seperti nyambung/inkoheren dengan apa
pada saat menghadapi pasien yang yang sedang dibicarakan,
kurang kooperatif untuk menunjukkan ekspresi tegang karena
berkomunikasi/berinteraksi, saat marah, masih sangat gelisah
pasien masih dominan dikuasai sehingga tiba-tiba memukul perawat.
ketika pasien yang sering kali Kesulitan lainnya yang dialami
menunjukkan perilaku kekerasan. perawat saat berinteraksi dengan
pasien ialah pada saat pasien tidak SP oleh perawat pada pasien resiko
mau berdiam diri dan terus mondar- perilaku kekerasan. Pada 3 orang
mandir membuat perawat sulit pasien baru tampak sedang
melakukan interaksi dengan pasien. mengamuk, menendang tempat tidur
Perawat tersebut mengatakan sambil berbicara kotor. 3 orang
komunikasi terapeutik dilakukan tiga pasien lainnya sudah mendapatkan
kali dalam sehari yaitu, pagi, siang SP namun hanya baru sekali
dan malam. dilakukan SP, pasien tampak
Berdasarkan hasil observasi memukul diri sendiri seperti merasa
yang dilakukan peneliti terhadap bahwa dirinya tidak berguna, tidak
perawat, peneliti melihat bahwa berdaya, pasien tampak mondar-
perawat sedikit meninggikan mandir dan tampak frustasi. 2 pasien
suaranya pada pasien yang agresif lainnya yang sudah 2-3 kali
karena pasien tidak kooperatif saat dilakukan SP dan pasien terlihat
diajak berkomunikasi, pasien terlihat tenang tetapi terkadang pasien masih
ketakutan karena perawat berbicara tampak melakukan perilaku
dengan suara yang keras, sedangkan kekerasan pada saat gangguan
teknik komunikasi terapeutik pada kejiwaan nya kambuh dilihat dari
pasien perilaku kekerasan adalah tanda gejala nya seperti muka merah
tidak membalas suara keras dari dan tegang, mengepalkan tangan
pasien. Kemudian diruangan Alfha yang terkadang diarahkan kepada
peneliti mengobservasi terlihat temannya, dan berbicara kotor.
seorang perawat sedang mengikat Berdasarkan permasalahan
kaki dan tangan sebelah kanan dan diatas, maka komunikasi terapeutik
kiri di tempat tidur pada pasien dapat mengajarkan cara-cara yang
resiko perilaku kekerasan yang dapat dipakai untuk
sedang mengamukpasien ini mengekspresikan kemarahan yang
merupakan pasien yang baru masuk dapat di terima oleh semua pihak
ke ruangan Alfa setelah dari ruangan tanpa harus merusak (asertif), juga
Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan dapat membantu mengontrol perilaku
belum pernah sama sekali dilakukan kekerasan, sehingga peneliti tertarik
SP oleh perawat. Menurut hasil untuk melakukan penelitian di
pengamatan di ruang Srikandi dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi
peneliti bahwa komunikasi yang tentang Pengaruh Tahapan Strategi
terjalin antara pasien dan perawat Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
hanya sekedarnya saja. Dan perawat Pada Pasien Resiko Perilaku
diruang Srikandi tampak hanya Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa
melakukan komunikasi kepada Daerah Provinsi Jambi tahun 2018.
pasien pada saat jam-jam tertentu
seperti pada saat jam makan dan
waktu minum obat. Perawat hanya METODE PENELITIAN
memberikan obat dan pasien hanya
menerima obat tersebut. Penelitian ini merupakan
Pada saat peneliti melakukan penelitian kuantitatif dengan desain
observasi pada 8 orang pasien baru pre-experimental dengan one group
dan pasien yang sudah mendapatkan pre-test and post test design, yang
bertujuan untuk melihat
perbandingan rata-rata sebelum dan dengan jumlah sampel 20 responden.
sesudah perlakuan dengan Penelitian ini dilakukan pada tanggal
komunikasi terapeutik. Untuk 12-19 Juli 2018. Pengumpulan data
mengetahui pengaruh komunikasi di lakukan dengan teknik
terapeutik pada pasien resiko proporsional random sampling
perilaku kekerasan di Ruang Rawat dengan observasi langsung pada
Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah pasien resiko perilaku kekerasan.
Provinsi Jambi tahun 2018. Populasi Analisa data dilakukan secara
dalam penelitian ini adalah seluruh univariat dan bivariat dengan
pasien resiko perilaku kekerasan menggunakan uji T test dependen.
yang ada di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jambi tahun sebanyak 98 orang

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 2. Skor Resiko Perilaku Kekerasan Sebelum Dilakukan Terapi
Komunikasi Terapeutik di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Jambi Tahun 2018.

No. Variabel Mean Max Standar


Min Deviasi N
1. Resiko Perilaku 40.50 48 3.980 20
Kekerasan Responden 35

Berdasarkan tabel 2 diketahui sebagian besar responden masih


rata-rata skor resiko perilaku berperilaku mengamuk (mata
kekerasan sebelum dilakukan melotot), susah diajak
komunikasi terapeutik masih berkomunikasi, dan menundukkan
termasuk dalam kategori berpesiko kepala, yang termasuk dalam
melakukan perilaku kekerasan perilaku aserteif dan amuk. Menurut
dengan score mean 40,50. Pada saat Yusuf (2015), hal tersebut termasuk
observasi yang dilakukan peneliti dalam perilaku yang maladaptif.6

Tabel 3. Rata-Rata Skor Resiko Perilaku Kekerasan Sesudah Dilakukan


Terapi Komunikasi Terapeutik di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Jambi Tahun 2018.

No. Variabel Mean Max Standar


Min Deviasi n
1. Resiko Perilaku 43.90 39 3.999 20
Kekerasan Responden 53

Berdasarkan tabel 3 diketahui termasuk dalam kategori yang baik


bahwa rata-rata skor resiko perilaku dengan score mean 43,90. Pada saat
kekerasan sesudah deberikan terapi dilakukan observasi oleh peneliti
komunikasi terapeutik masih sebagian besar responden sudah
berperilaku baik, dimana pada saat berkomunikasi dan mudah diatur, hal
observasi sebagian responden ini termasuk kedalam perilaku
berperilaku bisa diajak adaptif.
Tabel 4 Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Resiko
Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di ruang rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi Tahun 2018.

Std.
Std
No. Variabel Mean n Erro
Deviasi p-value
r

Sebelum dilakukan terapi 40,50


1. Komunikasi Terapeutik
20 .890 3,980
0.013

Sesudah dilakukan terapi


2 Komunikasi Terapeutik
43,90 20 .894 3,999

Berdasarkan tabel 4 diketahui Berdasarkan hasil diatas


rata-rata mean sebelum dilakukan penelitian ini sejalan dengan teori
terapi komunikasi terapeutik adalah menurut Afnuhazi (2015), manusia
40,50 dan sesudah dlakukan terapi sebagai mahluk holistik dipengaruhi
komunikasi terapeutik rata-rata oleh lingkungan dalam dirinya dan
adalah 43,90. lingkungan dari luar, baik keluarga,
Waktu penelitian ini hanya kelompok maupun komunitas.Dalam
dilakukan selama 8 hari dari tanggal berhubungan dengan lingkungan,
12 Juli 2018 sampai dengan 19 Juli manusia harus mengembangkan
2018. Beberapa responden pada saat strategi koping yang efektif agar
penelitian berlangsung terkadang dapat beradaptasi. Lingkungan
tidak fokus dengan terapi yang interaksi akan mempengaruhi
diberikan karena responden asik komunikasi yang efektif, suasana
melihat teman nya yang sedang yang bising, tidak ada privasi yang
bermain di lingkungan sekitar nya. tepat akan menimbulkan ketegangan
Sebagian responden juga acuh dan ketidaknyamanan.5
terhadap terapi komunikasi Komunikasi terapeutik dalam
terapeutik yang di berikan dan penelitian ini dilakukan sebanyak 2
bermalas-malasan mengisi ADL kali dalam satu hari selama 15 menit
(Aktifity Daily Living) yang diberikan setiap satu kali pertemuan.
untuk dilaksanakan terapi Komunikasi terapeutik pada
komunikasi terapeutik tersebut penelitian ini menggunakan tahapan
secara mandiri, sehingga terapi strategi pelaksanaan resiko perilaku
komunikasi terapeutik tidak kekerasan dimana untuk 1 kali
berpengaruh bagi responden. perlakuan SP dilakukan 2 kali dalam
1 hari. Tujuan dari penelitian ini
melihat ada pengaruh tahapan klien, jangan terburu-buru
strategi pelaksanaan komunikasi menginterpretasikan dan jangan buat
terapeutik pada pasien resiko janji yang tidak bisa ditepati.
perilaku kekerasan. Stuart dan Sundden (1998)
Menurut penelitian Asrin dkk dalam Pieter (2017), menyatakan
(2008), mengemukakan bahwa bahwa komunikasi terpeutik
komunikasi terapeutik yang merupakan hubungan interpersonal
diberikan kepada pasien dapat antara perawat dengan pasien, dalam
dijalankan dalam waktu satu shift hubungan ini perawat dan klien
tugas (shift pagi, siang, dan malam). memperoleh pengalaman belajar
Hasil penelitian ini menunjukkan bersama dalam rangka memperbaiki
adanya hasil yang signifikan dengan pengalaman emosional pasien
hasil 93,3% responden mengatakan (klien). Dengan demikian hubungan
puas dan sangat puas terhadap teknik terpeutik merupakan suatu hubungan
komunikasi terapeutik yang yang bersifat kerja sama yang
dilakukan oleh perawat.7 bersifat terpeutik yang ditandai
Menurut Yusuf (2015), tanda adanya pertukaran perilaku,
gejala yang sering muncul pada perasaan, pikiran dan pengalaman
pasien dengan resiko perilaku dalam membina hubungan intim
kekerasan seperti emosi (tidak yang terapeutik. Jadi dapat
adekuat, tidak mana, rasa terganggu, disimpulkan bahwa komunikasi
marah/dendam, jengkel), intelektual terapeutik dapat meningkatkan
(mendominasi, bawel, berdebat, hubungan perawat dengan klien dan
meremehkan), fisik ( muka merah, bisa membantu pasien untuk
pandangan tajam, tangan mengepal, mengontrol emosi sehingga dapat
napas pendek, keringat, sakit fisik, menurunkan resiko perilaku
penyalahgunaan zat, TD meningkat), kekerasan.8
spiritual (kemahakuasaan, Berdasarkan uraian diatas
kenijakan/kebenaran diri, keraguan, dapat disimpulkan bahwa pengaruh
tidak bermoral, kebejatan), sosial tahapan strategi pelaksanaan
(menarik diri, pengasingan, komunikasi terapeutik pada pasien
penolakan, kekerasan, ejekan, resiko perilaku kekerasan hal ini
6
humor). dikarenakan komunikasi terapeutik
Menurut Yosep (2016), salah dapat meningkatkan interaksi antara
satu penatalaksanaan dari resiko perawat dengan pasien. Dimana
perilaku kekerasan adalah perawat bisa menjadi teman pasien
komunikasi. Untuk berkomunikasi untuk berbagai cerita tentang
dengan klien perilaku kekerasan permasalahan yang dihadapi pasien
sebaiknya bersikap tenang, bicara sehingga secara tidak langsung
lembut, bicara tidak dengan cara pasien memiliki ikatan emosional
menghakimi, bicara netral dan dengan perawat.
dengan cara konkrit, tunjukkan rasa Hal ini bisa menjadi salah satu
hormat, hindari intensitas kontak cara untuk mengendalikan emosi
mata langsung, demonstrasikan cara sehingga dapat menurunkan resiko
mengontrol situasi, fasilitasi perilaku kekerasan.Dan diharapkan
pembicaraan klien dan dengarkan perawat untuk dapat lebih
meningkatkan komunikasi terapeutik Informasi yang didapatkan dari
dan agar dapat dilaksanakan secara hasil penelitian ini dapat menjadi
terus menerus supaya pasien dengan tambahan informasi bagi perawat
resiko perilaku kekerasan mengalami untuk lebih meningkatkan
perubahan perilaku maupun sikap komunikasi terapeutik dimana
yang lebih baik (adaptif). komunikasi antar perawat dengan
SIMPULAN pasien dengan cara berinteraksi
sesuai Strategi Pelaksanaan sesuai
Berdasarkan hasil penelitian dan tahapannya. Perawat diharapkan
pembahasan yang diperoleh maka melakukan komunikasi terapeutik
dapat ditarik kesimpulan sebagai dengan pasien sebanyak 3 kali
berikut : atau lebih dalam sehari supaya
a. Hasil analisis rata-rata terjalinnya hubungan
kemampuan responden interpersonal antara perawat dan
sebelum diberikan terapi pasien dan mempercepat proses
tahapan strategi pelaksanaan penyembuhan pasien.
komunikasi terapeutik pada b. Bagi Institusi Pendidikan
pasien dengan resiko perilaku Diharapkan dapat menjadi
kekerasan adalah 40,50. tambahan bahan masukan untuk
b. Hasil analisis rata-rata menambah wawasan bagi institusi
kemampuan responden sesudah pendidikan kesehatan sehingga
diberikan terapi tahapan dapat meningkatkan pengetahuan
strategi pelaksanaan tentang pengaruh komunikasi
komunikasi terapeutik pada terapeutik dengan menggunakan
pasien dengan resiko perilaku strategi pelaksanaan pada pasien
kekerasan adalah 43,90. jiwa khususnya pasien dengan
c. Hasil uji analisis t-test resiko perilaku kekerasan.
didapatkan p-value 0,013 < α c. Bagi Peneliti Selanjutnya
(0,05) yang dapat disimpulkan Untuk peneliti selanjutnya
bahwa ada pengaruh strategi diharapkan kepada peneliti
pelaksanaan komunikasi selanjutnya jika ingin melaksanakan
terapeutik resiko perilaku penelitian dengan variabel yang sama
kekerasan pada pasien agar memberikan strategi
gangguan jiwa di ruang rawat pelaksanaan komunikasi terapeutik
inap Rumah Sakit Jiwa Daerah pada pasien resiko perilaku
Provinsi Jambi tahun 2018. kekerasan 3 kali melakukan
komunikasi dalam sehari agar
SARAN didapatkan hasil lebih baik dari
penelitian sebelumnya.
a. Bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Jambi
DAFTAR PUSTAKA

1. Yosep Iyus. (2016). Buku Dalam


Ajar
Keperawatan Keperawatan
Jiwa.Yogyakarta : Refika Jiwa.Yogyakarta: Gosyen
Aditama Publishing
2. Riset Kesehatan Dasar. 6. Yusuf dkk.(2015). Buku Ajar
(2013). Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Kesehatan Jakarta: Salemba Medika.
Jiwa.www.depkes.go.id. 7. Asrin, dkk. (2008).
Diakses tanggal 09 April Gambaran
2018 pukul 10.55 WIB. Praktik
3. Ikatan Dokter Komunikasi Terapeutik Dan
Indonesia.(2016). Komunikasi Isosial Perawat
Hari Kesehatan Jiwa Dalam Pemberian Pelayanan
Sedunia : Penyebab Keperawatan. Diakses
Munculnya tanggal 10 Agustus 2018
Gangguan pukul 17.30 WIB.
8. Pieter Herri Zan. (2017).
Kesehatan Dasar-dasar Komunikasi
Jiwa.http://www.idionline.or Bagi Perawat. Jakarta, PT.
g/berita/hari-kesehatan-jiwa- Kharisma Putra Utama
sedunia-penyebab- 9. Witojo Djoko &Widodo Arif.
munculnya-gangguan- (2008).
kesehatan-jiwa/. Diakses Pengaruh
tanggal 15 April 2018 pukul Komunikasi
14.55 WIB.
4. Damaiyanti M. Terapeutik Terhadap
(2008).Komunikasi Penurunan Tingkat Perilaku
Terapeutik dalam Kekerasan Pada Pasien
Praktik Skizofrenia.Surakarta
Keperawatan.Bandung : : Perawat RSJD. Surakarta &
Refika Aditama. Dosen Keperawatan FIK
5. Afnuhazi Ridhyalla. (2015). UMS.
Komunikasi Terapeutik

You might also like