Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

JURNAL

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 25

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI

(Glycine max (L.) Merill) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK P DAN


PUPUK ORGANIK CAIR AZOLLA

Wahyu Agung Wicaksono *)


*)Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember
Email : wahyuagung388@ymail.com

ABSTRACT

The Objective of this study to know (1) Experienrl the response of plant growth and
production of soybean (Glycine max (L.) Merrill) against dose of fertilizer P. (2) Experienrl
the response of plant growth and production of soybean (Glycine max (L.) Merrill) to the
provision of liquid organic fertilizer concentration Azolla. (3) Experienrl the response of
plant growth and production of soybean (Glycine max (L.) Merrill) against granting
interaction Azolla concentration of liquid organic fertilizer and fertilizer dosing P.
experimental research was conducted in the garden of the Faculty of Agriculture, University
of Muhammadiyah Jember located at Jalan. Karimata, District Sumbersari, Jember. Starting
in 14 Januari 2015 until 14 April 2015 with a height of + 89 meters above sea level (asl).
Desain used in factorial (4 x 4) with a rondomizen complefely block design (RAK)
consis of two factor that is first factor fertilizer dosage basic liquit of SP-36 (P) that is : Po :
Without is saleable Manure of SP-36, P1 : SP-36 100 kg/ha (20 g/plot), P2 : SP-36 200
kg/ha (40 g/plot), P3 : SP-36 300 kg/ha (60 g/plot) and the second factor concentration Of
Organic Manure Melt Azolla (C) that is : C0 : Without is saleable Of Organic Manure Melt
Azolla, C1 : Organic Manure Melt Azolla 40 ml/L, C2 : Organic Manure Melt Azolla 80
ml/L, C3 : Organic Manure Melt Azolla 120 ml/L. which is the each treatment repeated 3
times. Result of Research indicate that Treatment of giving of Dose Fertilize P (SP-36)
differ very real to product increase of soy crop but do not have an in with growth of soy
crop. Fertilize dossage P (SP-36) 200 kg/ha (P2) giving best result at variable perception of
soy crop production from at Dose fertilize P (SP-36) 300 kg/ha (P3) because more efficient.
Treatment concentration Of Organic Manure Melt Azolla have an effect on reality to make-
up of soy crop production and growth. concentration of Organic Manure Melt Azolla 120
ml/L (C3) give best result in improving soy crop production and growth. Interaction
between treatment of Fertilize Dossage P (SP-36) and concentration of Organic Manure
Melt Azolla do not differ reality to growth of soy crop, but differ reality at soy crop
production with variable perception of Weight 100 Seed. Combination treatment of Dose
Fertilize P (SP-36) 200 kg/ha and concentration of Organic Manure Melt Azolla 80 ml/L
(P2C2) represent best combination.

Keywords: Fertilizer P (SP-36), Azolla Liquid Organic Fertilizer, Soybean Plants.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi
tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill) terhadap pemberian dosis pupuk P. (2) Untuk
mengetahui respon pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill)
terhadap pemberian kosentrasi pupuk organik cair azolla. (3) Untuk mengetahui respon
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill) terhadap interaksi
pemberian kosentrasi pupuk organik cair azolla dan pemberian dosis pupuk P. Penelitian ini
dilaksanakan dikebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember
yang bertempat di Jalan. Karimata, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember. Dimulai
pada bulan 14 Januari 2015 sampai 14 April 2015 dengan ketinggian tempat +89 meter
diatas permukaan laut (dpl).
Penelitian dilakukan secara faktorial (4 x 4) dengan pola dasar Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang terdiri dari dua faktor yaitu faktor pertama Dosis Pemberian Pupuk
SP-36 (P) yaitu : Po : Tanpa Pelakuan Pupuk SP-36, P1 : SP-36 100 kg/ha (20 g/plot), P2 :
SP-36 200 kg/ha (40 g/plot), P3 : SP-36 300 kg/ha (60 g/plot) dan faktor kedua Kosentrasi
Pemberian Pupuk Organik Cair Azolla (C) yaitu : C0 : Tanpa Pemberian Pupuk Organik
Cair Azolla, C1 : Pupuk Organik Cair Azolla 40 ml/L, C2 : Pupuk Organik Cair Azolla
Azolla 80 ml/L, C3 : Pupuk Organik Cair Azolla 120 ml/L. yang masing-masing perlakuan
diulang 3 kali. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan pemberian Dosis Pupuk P
(SP-36) berbeda sangat nyata terhadap peningkatan produksi tanaman kedelai namun tidak
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai. Dosis pupuk P (SP-36) 200 kg/ha (P2)
memberikan hasil terbaik pada variabel pengamatan produksi tanaman kedelai dari pada
Dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) karena lebih efisien. Perlakuan Kosentrasi Pupuk
Organik Cair Azolla berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi
tanaman kedelai. Kosentrasi Pupuk Organik Cair Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil
terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Interaksi antara
perlakuan Dosis Pupuk P (SP-36) dan Kosentrasi Pupuk Organik Cair Azolla tidak berbeda
nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai, namun berbeda nyata pada produksi tanaman
kedelai dengan variabel pengamatan Berat 100 Biji. Kombinasi perlakuan Dosis Pupuk P
(SP-36) 200 kg/ha dan Kosentrasi Pupuk Organik Cair Azolla Azolla 80 ml/L (P2C2)
merupakan kombinasi yang terbaik.

Kata Kunci : Pupuk P (SP-36), Pupuk Organik Cair Azolla, Tanaman Kedelai.

I. PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan bahan pangan sumber protein nabati
yang berkualitas tinggi serta harganya relatif murah dan mudah didapat. Kedelai merupakan
salah satu tanaman palawija yang penting selain jagung, kacang hijau dan kacang tanah
yang telah dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan makanan yang
umumnya diolah sebagai lauk pauk seperti tahu dan tempe, selain itu kedelai juga dikenal
sebagai bahan dasar pembuatan kecap (Alfandi, 2011).
Permintaan kedelai terus meningkat, namun peningkatan kebutuhan tersebut belum
diikuti oleh ketersediaan pasokan yang mencukupi. Pertumbuhan produksi yang lebih
lambat dibanding konsumsi sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dilakukan
impor. Kesenjangan produksi dan konsumsi ini makin nyata karena kedelai juga merupakan
bahan baku industri dan pakan (Supadi, 2008 dalam Fathi, 2014).
Upaya meningkatkan produktivitas tanaman kedelai dapat dilakukan dengan banyak
cara, antara lain teknik budidaya. Salah satu dari teknik budidaya yang tepat untuk
meningkatkan produktivitas kedelai yaitu dengan melakukan pemenuhan kebutuhan unsur
hara tanaman melalui pemupukan baik menggunakan bahan organik maupun bahan
anorganik (Fathi, 2014).
Pemupukan yang baik dan benar harus memperhatikan waktu, jumlah, serta cara
pemberian yang tepat dan seimbang. Pemberian pupuk anorganik yang berlebihan akan
merusak kondisi fisik, kimia dan biologi tanah serta memacu datangnya pathogen dan
menurunkan daya tahan tanaman dari serangan OPT. Untuk itu diperlukan paket teknologi
pemupukan yang ramah lingkungan (Saputra, 2010).
Menurut Hasbi (2012) Azolla sangat mudah dibudidayakan dan sangat ideal sebagai
pupuk hayati atau pupuk hijau pada tanaman sawah. Permasalahannya adalah bahan organic
tanah dan nitrogen sering kali terbatas jumlahnya, sehingga dibutuhkan sumber N
alternative sebagai suplemen pupuk kimia (sintetis). Salah satu sumber N alternative yang
cocok bagi tanaman sawah yaitu Azolla. Dalam hal ini sangat sesuai dengan tanaman
sejenis polong-polongan (legume) karena kemampuannya dalam mengikat N2-udara
dengan bantuan bakteri Rhyzobium, yang menyebabkan kadar N dalam tanaman relative
tinggi.
Pupuk Organik Cair Azolla sp adalah larutan dari hasil pembusukan atau fermentasi
yang bersal dari tanaman azolla sp. Kelebihan pupuk dari organik ini adalah mampu
mengatasi definisi hara secara cepat, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan juga
mampu menyediakan hara secara cepat. Jika dibandingkan dengan pupuk anorganik, pupuk
organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman meskipun sudah digunakan seiring
mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang
diberikan ke permukaan tanah bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman ( Nurtrifi, 2013).
Salah satu hara yang dibutuhkan oleh tanaman adalah fosfor (P) yang kebutuhannya
menempati urutan kedua setelah nitrogen. Fosfor merupakan faktor pembatas dalam
produktivitas tanaman karena konsentrasi terlarutnya dalam tanah sangat rendah yang
disebabkan fiksasi P tinggi pada tanah sehingga P tersedia sedikit ( Lestari, 2011).
Menurut (Rajagukguk dan Jutono 1983 dalam Hari 2009) Pupuk P adalah salah satu
jenis pupuk buatan. Pupuk buatan ialah pupuk yang dibuat oleh pabrik dari bahan kimia
anorganik dengan kadar tinggi. Fosfor (P) sebagai ortofosfat memegang peranan penting
dalam perbanyakan reaksi enzim yang tergantung kepada fosforilase karena fosfor
merupakan bagian dari inti sel dan sangat penting dalam pembelahan sel, perkembangan
jaringan meristem.
Serapan unsur P oleh tanaman juga dipengaruhi oleh adanya unsur N. Pemberian
unsur P yang dikombinasikan dengan N dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman.
Tanaman kedelai memerlukan unsur P dalam setiap masa pertumbuhannya. Tanaman lebih
banyak menyerap H2PO4 dibandingkan HPO4 dan PO4 (Kurniawan, 2010)

II. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan secara faktorial (4 x 4) dengan pola dasar Rancangan Acak


Kelompok (RAK) yang terdiri dari dua faktor yaitu faktor pertama Dosis Pemberian Pupuk
SP-36 (P) dan faktor kedua Kosentrasi Pemberian POC Azolla (C) yang masing-masing
perlakuan diulang 3 kali. Faktor pertama = Dosis Pemberian Pupuk SP-36 (P), meliputi : Po
: Tampa Pelakuan Pupuk SP-36, P1 : SP-36 100 kg/ha : 0,5 g/tan, P2 : SP-36 200 kg/ha : 1,1
g/tan, P3 : SP-36 300 kg/ha : 1,6 g/tan. Faktor kedua = Kosentrasi Pemberian POC Azolla
(C), meliputi : C0 : Tanpa Pemberian POC Azolla, C1 : POC Azolla 40 ml/L, C2 : POC
Azolla 80 ml/L, C3 : POC Azolla 120 ml/L, Kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga
kali. Selanjutnya variabel pengamatan terdiri tinggi tanaman umur, jumlah daun, umur
berbunga, jumlah cabang produktif, berat polong pertanaman, jumlah polong berisi, jumlah
polong hampa, berat brangkasan basah, berat brangkasan kering, berat biji pertanaman,
berat 100 biji.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinggi Tanaman


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam tinggi tanaman dengan
perlakuan dosis pupuk P (SP-36) tidak memberikan pegaruh nyata pada semua variabel
tinggi tanaman kedelai umur (14, 28 dan 42) hst. Sedangkan terhadap kosentrasi pemberian
pupuk organik cair azolla menunjukan berbeda nyata pada variabel pengamatan tinggi
tanaman kedelai umur 14 hst dan berbeda sangat nyata pada umur (28 dan 42) hst. Dan
interaksi antara pemberian Dosis Pupuk P (SP-36) dan Kosentrasi POC azolla tidak
memberikan pengaruh nyata pada semua variabel pengamatan tinggi tanaman kedelai umur
(14, 28 dan 42) hst.
Tabel 4. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap tinggi
tanaman 14 hst.
Tinggi Tanaman
Kosentrasi POC Azolla
14 hst
C0 ( 0 ml/L ) 16,39 c
C1 ( 40 ml/L ) 16,74 b
C2 ( 80 ml/L ) 16,83 b
C3 ( 120 ml/L ) 17,09 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 4, pada pengamatan tinggi tanaman umur 14 hst menunjukan


bahwa perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) berbeda nyata dengan Kosentrasi
POC Azolla 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0) sedangkan pada perlakuan Kosentrasi
POC Azolla 80 ml/L (C2) tidak berbeda nyata dengan Kosentrasi 40 ml/L (C1) tetapi
berbeda nyata dengan Kosentrasi 0 ml/L (C0) sedangkan pada perlakuan Kosentrasi 40
ml/L (C1) berbeda nyata dengan Kosentrasi 0 ml/L (C0). Perlakuan Kosentrasi POC Azolla
120 ml/L (C3) memberikan hasil terbaik, hal ini diduga karena dari hasil analisa tanah
rendah unsur hara sehingga pupuk organik cair azolla yang diberikan dengan disiramkan ke
dalam tanah dapat terserap langsung oleh tanaman, selain itu pupuk organik cair azolla
mengandung unsur hara makro khususnya nitrogen yang cukup tinggi.
Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2014) bahwa
kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19 % Rendah, P : 15,42 Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm
Sedang. Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2015) bahwa
kandungan N pada pupuk organik cair azolla adalah sebesar 4,56 %. Marsono (2001) dalam
Suryati, dkk. (2014) menyatakan bahwa penambahan N dapat merangsang pertumbuhan
vegetatif yakni cabang, batang dan daun yang merupakan komponen penyusun asam amino,
protein dan pembentuk protoplasma sel yang dapat berfungsi dalam merangsang
pertumbuhan tinggi tanaman. Menurut Hamzah (2014) menyatakan bahwa pemberian
pupuk organik cair kepada tanaman yang diaplikasikan dengan cara disiram ke tanah juga
sangat membantu tanaman pada proses pertumbuhannya. Hal ini disebabkan karena baik
hara makro maupun mikro yang dibutuhkan oleh tanaman langsung dapat diserap dan
dimanfaatkan oleh tanaman. Hara mikro merupakan hara yang biasanya hanya sedikit
tersedia didalam tanah dan sering terjadi persaingan dengan tanaman lain ataupun gulma
untuk menyerapnya. Maka dengan diaplikasikan langsung ke tanah akan sangat membantu
tanaman dalam melakukan pertumbuhan.
Tabel 5. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap tinggi
tanaman 28 hst.
Tinggi Tanaman
Kosentrasi POC Azolla
28 hst
C0 ( 0 ml/L ) 32,32 d
C1 ( 40 ml/L ) 37,58 c
C2 ( 80 ml/L ) 38,75 b
C3 ( 120 ml/L ) 41,39 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 5, pada pengamatan tinggi tanaman umur 28 hst menunjukan


bahwa perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0
ml/L (C0) saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3)
memberikan hasil terbaik, hal ini diduga karena dari hasil analisa tanah rendah unsur hara
sehingga pupuk organik dalam bentuk cair lebih mudah diserap oleh tanaman.
Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2014) bahwa
kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19% Rendah, P : 15,42 Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm
Sedang. Menurut Nurfitri (2013) menyatakan bahwa pupuk organik cair azolla sp
merupakan pupuk organik cair yang mengandung unsur hara makro khususnya nitrogen
yang cukup tinggi, selain itu pupuk organik dalam bentuk cair lebih mudah diserap oleh
tanaman. Marsono (2001) dalam Suryati, dkk. (2014) menyatakan bahwa penambahan N
dapat merangsang pertumbuhan vegetatif yakni cabang, batang dan daun yang merupakan
komponen penyusun asam amino, protein dan pembentuk protoplasma sel yang dapat
berfungsi dalam merangsang pertumbuhan tinggi tanaman.
Tabel 6. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap tinggi
tanaman 42 hst.
Tinggi Tanaman
Kosentrasi POC Azolla
42 hst
C0 ( 0 ml/L ) 58,80 d
C1 ( 40 ml/L ) 66,98 c
C2 ( 80 ml/L ) 68,43 b
C3 ( 120 ml/L ) 71,25 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 6, pada pengamatan tinggi tanaman umur 42 hst menunjukan


bahwa perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0
ml/L (C0) saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3)
memberikan hasil terbaik, hal ini diduga karena pada saat fase vegetatif memerlukan nutrisi
dari unsur hara dan ketersediaan air, jika keduanya terpenuhi maka tanaman akan
bertambah tinggi. dengan semakin tinggi konsentrasi pupuk cair Azolla yang diberikan,
dapat meningkatkan ketersediaan unsur N dan P di dalam tanah guna menunjang
ketersediaan hara .
Sesuai dengan hasil penelitian Suryati, dkk. (2014) menyatakan bahwa Pemberian
pupuk cair Azolla pada konsentrasi 125 g/liter telah mampu mensuplai unsur hara yang
diserap tanaman terutama unsur N, P dan K. Diduga semakin tinggi konsentrasi pupuk cair
Azolla yang diberikan, dapat meningkatkan ketersediaan unsur N dan P di dalam tanah
guna menunjang ketersediaan hara bagi bibit kelapa sawit. Menurut hasil analisis
Leboratorium Politeknik Negeri Jember (2015) bahwa kandungan N pada pupuk organik
cair azolla adalah sebesar 4,56 %. Marsono (2001) dalam Suryati, dkk. (2014) menyatakan
bahwa penambahan N dapat merangsang pertumbuhan vegetatif yakni cabang, batang dan
daun yang merupakan komponen penyusun asam amino, protein dan pembentuk
protoplasma sel yang dapat berfungsi dalam merangsang pertumbuhan tinggi tanaman.
Menurut Gardner, dkk. (2011), bahwa nutrisi mineral dan ketersediaan air mempengaruhi
pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel, seperti pada organ vegetatif atau organ
pembuahan. Nitrogen dan air khususnya meningkatkan tinggi tanaman.

4.2 Jumlah Daun


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam jumlah daun tanaman
kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) tidak memberikan pegaruh nyata pada
semua variabel jumlah daun tanaman kedelai (14, 28 dan 42) hst. Sedangkan terhadap
kosentrasi pemberian pupuk organik cair azolla menunjukan berbeda nyata pada variabel
pengamatan jumlah daun tanaman kedelai umur (14 dan 28) hst dan sangat berbeda nyata
pada umur 42 hst. Dan interaksi antara pemberian Dosis Pupuk P (SP-36) dan Kosentrasi
POC azolla tidak memberikan pengaruh nyata pada semua variabel pengamatan jumlah
daun tanaman kedelai umur (14, 28 dan 42)hst.
Tabel 7. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap jumlah
daun 14 hst.
Jumlah Daun
Kosentrasi POC Azolla
14 hst
C0 ( 0 ml/L ) 7,92 d
C1 ( 40 ml/L ) 7,98 c
C2 ( 80 ml/L ) 7,90 b
C3 ( 120 ml/L ) 8,00 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 7, pada pengamatan jumlah daun umur 14 hst menunjukan bahwa
perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0)
saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil
terbaik, hal ini diduga dari hasil analisa tanah rendah unsur hara sehingga pupuk organik
azolla diberikan dengan cara disiram ke tanah dapat terserap oleh tanaman karena
rendahnya unsur N. sehingga pupuk organik cair azolla yang diberikan dapat langsung
dimanfaatkan oleh tanaman.
Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2014) bahwa
kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19% Rendah, P : 15,42 Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm
Sedang. Menurut Hamzah (2014) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik cair kepada
tanaman yang diaplikasikan dengan cara disiram ke tanah juga sangat membantu tanaman
pada proses pertumbuhannya. Hal ini disebabkan karena baik hara makro maupun mikro
yang dibutuhkan oleh tanaman langsung dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman.
Hara mikro merupakan hara yang biasanya hanya sedikit tersedia didalam tanah dan sering
terjadi persaingan dengan tanaman lain ataupun gulma untuk menyerapnya. Maka dengan
diaplikasikan langsung ke tanah akan sangat membantu tanaman dalam melakukan
pertumbuhan. Menurut Gardner, dkk. (1991) dalam Suryati, dkk. (2014) Unsur N
merupakan bahan penting penyusun asam amino serta unsur esensial untuk pembelahan sel,
pembesaran sel dan pertumbuhan tanaman. N dibutuhkan dalam jumlah yang banyak pada
setiap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif seperti
peningkatan jumlah daun.
Tabel 8. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap jumlah
daun 28 hst.
Jumlah Daun
Kosentrasi POC Azolla
28 hst
C0 ( 0 ml/L ) 26,40 d
C1 ( 40 ml/L ) 27,23 c
C2 ( 80 ml/L ) 29,48 b
C3 ( 120 ml/L ) 30,90 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 8, pada pengamatan jumlah daun umur 28 hst menunjukan bahwa
perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0)
saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil
terbaik, hal ini diduga karena pupuk organik cair azolla dapat terserap dengan baik dan
pupuk organik azolla terdapat unsur hara nitrogen yang dibutuhkan pada vase vegetatif.
Menurut Supriadi (2013) dalam Pendra. (2013), menyatakan bahwa, tanaman akan
tumbuh baik jika unsur hara yang dibutuhkan berada dalam keadaan cukup dan seimbang,
dan tanaman akan tumbuh dengan subur bila semua unsur hara yang diperlukan tanaman
berada dalam jumlah yang cukup serta berada dalam bentuk yang siap diabsorbsi oleh
tanaman. menurut Nurfitri (2013) menyatakan bahwa pupuk organik cair azolla sp
merupakan pupuk organik cair yang mengandung unsur hara makro khususnya nitrogen
yang cukup tinggi, selain itu pupuk organik dalam bentuk cair lebih mudah diserap oleh
tanaman. Menurut hasil analisis Leboratorium Politeknik Negeri Jember (2015) bahwa
kandungan N pada pupuk organik cair azolla adalah sebesar 4,56 %.
Tabel 9. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap jumlah
daun 42 hst.
Jumlah Daun
Kosentrasi POC Azolla
42 hst
C0 ( 0 ml/L ) 85,18 d
C1 ( 40 ml/L ) 87,08 c
C2 ( 80 ml/L ) 89,35 b
C3 ( 120 ml/L ) 93,65 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 9, pada pengamatan jumlah daun umur 42 hst menunjukan bahwa
perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0)
saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil
terbaik, hal ini diduga karena dari hasil analisa tanah rendahnya unsur N yang berperan
dalam pertumbuhan vegetatif dari tanaman, maka kandungan N yang cukup tinggi dalam
POC azolla yang diberikan langsung terserap oleh tanaman sehingga meningkatkan jumlah
daun kedelai.
Menurut Gardner, dkk. (1991) dalam Suryati, dkk. (2014) Unsur N merupakan bahan
penting penyusun asam amino serta unsur esensial untuk pembelahan sel, pembesaran sel
dan pertumbuhan tanaman. N dibutuhkan dalam jumlah yang banyak pada setiap
pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif seperti peningkatan
jumlah daun. Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2014) bahwa
kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19% Rendah, P : 15,42 Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm
Sedang. Menurut Leiwakabessy dan Sutardi (1998) dalam Surya, dkk. (2013), pemberian
nitrogen dalam jumlah banyak akan menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang lebat dan
warna daun menjadi tua. menurut Nurfitri (2013) menyatakan bahwa pupuk organik cair
azolla sp merupakan pupuk organik cair yang mengandung unsur hara makro khususnya
nitrogen yang cukup tinggi, selain itu pupuk organik dalam bentuk cair lebih mudah diserap
oleh tanaman. Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2015) bahwa
kandungan N pada pupuk organik cair azolla adalah sebesar 4,56 %.

4.3 Umur Berbunga


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam umur berbunga tanaman
kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) serta kosentrasi pemberian pupuk organik
cair azolla menunjukan tidak berbeda nyata pada variabel pengamatan umur berbunga
tanaman kedelai. Begitu juga interaksi antara pemberian dosis pupuk P (SP-36) dan
kosentrasi pupuk organik cair azolla tidak memberikan pengaruh nyata pada variabel
pengamatan umur berbunga tanaman kedelai.
Adapun rata-rata umur berbunga terhadap perlakuan pemberian dosis pupuk P (SP-
36) dan kosentrasi pupuk organik cair azolla dapat di lihat pada gambar di bawah ini.
Hari

40,50

40,00

39,50

39,00

38,50

38,00
PO : SP-36 0 kg/ha P1: SP-36 100 kg/ha P2 : SP-36 200 kg/ha P3 : SP-36 300 kg/ha
CO : POC Azolla 0 ml/L C2 : POC Azolla 80 ml/L
C1 : POC Azolla 40 ml/L C3 : POC Azolla 120 ml/L

Keterangan : Rata-rata Umur Berbunga akibat kombinasi perlakuan


pemberian pupuk organik cair azolla dengan perlakuan
pemberian pupuk P (SP-36).

Berdasarkan gambar diatas menunjukan bahwa jumlah rata-rata umur berbunga


berkisar umur muncul bunga yaitu 38,93 – 40,33 hari. Bunga tanaman kedelai tidak tumbuh
secara serentak, hal ini diduga Pemberian dosis pupuk P (SP-36) serta kosentrasi pemberian
pupuk organik cair azolla tidak secara langsung beperan pada proses terjadinya
pembungaan karena pembungaan sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan.
Menurut Fachrudin (2000) dalam Fadriansyah (2013) bahwa umur berbunga kedelai
dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti suhu, nutrisi, intensitas cahaya mungkin
mempengaruhi respon kedelai yang sesuai untuk pembungaan namun di lapangan lama
penyinaran biasanya pengaruh utama dalam induksi pembungaan
4.4 Jumlah Cabang Produktif
Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam jumlah cabang produktif
tanaman kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) tidak memberikan pegaruh nyata
pada variabel pengamatan jumlah cabang produktif tanaman kedelai. Sedangkan terhadap
kosentrasi pemberian pupuk organik cair azolla menunjukan berbeda nyata pada variabel
pengamatan jumlah cabang produktif tanaman kedelai. Dan interaksi antara pemberian
dosis pupuk P (SP-36) dan kosentrasi pupuk organik cair azolla tidak memberikan pengaruh
nyata pada variabel pengamatan jumlah cabang produktif tanaman kedelai.
Tabel 10. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap jumlah
cabang produktif.

Kosentrasi POC Azolla Jumlah Cabang Produkif

C0 ( 0 ml/L ) 11,15 d
C1 ( 40 ml/L ) 11,92 c
C2 ( 80 ml/L ) 13,12 b
C3 ( 120 ml/L ) 13,85 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 10, pada pengamatan jumlah cabang produktif menunjukan bahwa
perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0)
saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil
terbaik, hal ini diduga pupuk organik cair azolla dapat mempengaruhi jumlah cabang
produktif.
Menurut Tulus (2011), Pengelolaan sistem budidaya suatu tanaman merupakan suatu
sistem manipulasi yang dilakukan melalui pemilihan varitas dan pengolahan lingkungan
melalui perbaikan cara bercocok tanam seperti pengolahan tanah, pemupukan, pengairan
dan sebagainya. Upaya-upaya ini dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman yang optimal, sehingga tanaman dapat menghasilkan jumlah cabang yang baik,
dan dapat memproduksi polong yang banyak dalam satu tanaman. Menurut Murbandono
(2005) dalam Lubis, dkk. (2013) yang menyatakan bahwa bahan organik dapat berperan
langsung sebagai sumber hara tanaman dan secara tidak langsung dapat menciptakan suatu
kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dengan meningkatkan
ketersediaan hara untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Marsono (2001) dalam Suryati,
dkk. (2014) menyatakan bahwa penambahan N dapat merangsang pertumbuhan vegetatif
yakni cabang, batang dan daun yang merupakan komponen penyusun asam amino, protein
dan pembentuk protoplasma sel yang dapat berfungsi dalam merangsang pertumbuhan
tinggi tanaman.

4.5 Berat Polong Pertanaman


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam berat polong pertanaman
kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) menunjukan sangat berbeda nyata pada
variabel pengamatan berat polong pertanaman kedelai serta kosentrasi pemberian pupuk
organik cair azolla juga menunjukan sangat berbeda nyata pada variabel pengamatan berat
polong pertanaman kedelai. Sedangkan interaksi antara pemberian dosis pupuk P (SP-36)
dan kosentrasi pupuk organik cair azolla tidak memberikan pengaruh nyata pada variabel
pengamatan berat polong pertanaman kedelai.
Tabel 11. Hasil analisis jarak berganda duncan Dosis Pupuk P (SP-36) terhadap berat
polong pertanaman.

Dosis Pupuk P (SP-36) Berat Polong Pertanaman

P0 ( SP-36 0 kg/ha ) 72,20 c


P1 ( SP-36 100 kg/ha ) 81,67 b
P2 ( SP-36 200 kg/ha ) 83,92 a
P3 ( SP-36 300 kg/ha ) 84,45 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 11, menunjukan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk P (SP-36)
berpengaruh nyata pada pengamatan berat polong pertanaman. Pada uji jarak berganda
duncan terhadap berat polong pertanaman menunjukan bahwa perlakuaan dosis pupuk P
(SP-36) 300 kg/ha (P3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis 200 kg/ha (P2) dan
berbeda nyata dengan perlakuan dosis 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0). Sedangkan perlakuaan
dosis 200 kg/ha (P2) berbeda nyata dengan perlakuan dosis 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0).
Sedangkan perlakuan dosis 100 kg/ha (P1) berbeda nyata dengan perlakuan dosis 0 kg/ha
(P0). Perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) dan 200 kg/ha (P2) memberikan
hasil yang terbaik, hal ini diduga karena dilihat dari hasil analisa tanah unsur hara P sedang
sehingga dengan pemenuhan unsur P membantu pembentukan polong dan pengisian polong
sehingga unsur P dapat meningkatkan berat polong.
Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2014) bahwa
kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19% Rendah, P : 15,42 Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm
Sedang. Merurut Osman (1996) dalam Hari (2009 ) menyatakan bahwa unsur fosfor
sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan generatif tanaman. Fosfor
selain sangat penting dalam proses pembelahan dan penggandaan sel dalam tanaman juga
berperan dalam pemasakan biji. Pengaruh kekurangan unsur P pada hasil produksi
tanaman adalah polong yang dihasilkan berukuran lebih kecil dan jumlahnya sedikit.
Tabel 12. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap berat
polong pertanaman.

Kosentrasi POC Azolla Berat Polong Pertanaman

C0 ( 0 ml/L ) 70,23 d
C1 ( 40 ml/L ) 80,18 c
C2 ( 80 ml/L ) 82,57 b
C3 ( 120 ml/L ) 89,25 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 12, pada pengamatan berat polong pertanaman menunjukan bahwa
perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0)
saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil
terbaik, hal ini diduga karena pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai baik maka proses
fotosintesis yang menghasilkan cadangan makanan dalam bentuk karbohidrat yang berupa
biji yang mengakibattkan bertambahnya berat polong.
Menurut Zainal, dkk (2014) pemberian pupuk kandang ayam memberikan pengaruh
nyata terhadap bobot polong pada saat panen, Hal ini disebabkan pemberian pupuk kandang
ayam sebagai pupuk organik dan menambah pupuk N pada berbagai dosis berperan efektif
dalam menambah kandungan N dalam tanah sehingga besarnya N yang dihasilkan dari
dekomposisi dan mineralisasi pupuk kandang ayam mampu mencukupi kebutuhan N
tanaman kedelai. Semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai maka proses
fotosintesis akan berjalan dengan baik sehingga fotosintat yang dihasilkan makin banyak.
Hasil fotosintesis dari fase vegetatif ke fase generatif akan disimpan sebagai cadangan
makanan dalam bentuk karbohidrat yang berupa biji. Menurut Hari (2009) Berat polong per
tanaman ditentukan oleh jumlah polong isi maupun jumlah polong hampa per tanaman yang
terbentuk yang diikuti dengan berkurangnya jumlah polong hampa per tanaman maka berat
polong per tanaman akan relatif tinggi.

4.6 Jumlah Polong Berisi


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam jumlah polong berisi
tanaman kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) menunjukan sangat berbeda nyata
pada variabel pengamatan jumlah polong berisi tanaman kedelai serta kosentrasi pemberian
pupuk organik cair azolla juga menunjukan sangat berbeda nyata pada variabel pengamatan
jumlah polong berisi tanaman kedelai. Sedangkan interaksi antara pemberian dosis pupuk P
(SP-36) dan kosentrasi pupuk organik cair azolla tidak memberikan pengaruh nyata pada
variabel pengamatan jumlah polong berisi tanaman kedelai.
Tabel 13. Hasil analisis jarak berganda duncan Dosis Pupuk P (SP-36) terhadap jumlah
polong berisi.

Dosis Pupuk P (SP-36) Jumlah Polong Berisi

P0 ( SP-36 0 kg/ha ) 118,88 c


P1 ( SP-36 100 kg/ha ) 140,28 b
P2 ( SP-36 200 kg/ha ) 167,70 a
P3 ( SP-36 300 kg/ha ) 168,02 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 13, menunjukan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk P (SP-36)
berpengaruh nyata pada pengamatan jumlah polong berisi. Pada uji jarak berganda duncan
terhadap jumlah polong berisi menunjukan bahwa perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300
kg/ha (P3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis 200 kg/ha (P2) dan berbeda nyata
dengan perlakuan dosis 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0). Sedangkan perlakuaan dosis 200
kg/ha (P2) berbeda nyata dengan perlakuan dosis 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0). Sedangkan
perlakuan dosis 100 kg/ha(P1) berbeda nyata dengan perlakuan dosis 0 kg/ha (P0).
Perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) dan 200 kg/ha (P2) memberikan hasil
yang terbaik, hal ini diduga karena dilihat dari hasil analisa tanah kandungan P sendah
sehingga dengan jumlah dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) dan 200 kg/ha (P2) mampu
memenuhi kebutuhan unsur P bagi tanaman yang kekurangan unsur P.
Menurut hasil penelitian Hari (2009) menyatakan bahwa dosis pupuk SP-36 yang
diberikan berpengaruh terhadap proses pengisian biji termasuk pembentukan polong isi per
tanaman. menurut Rahmatullah (2011) menyatakan bahwa selain unsur N, produktifitas
polong dan biji kedelai dipengaruhi oleh unsur P (fosfor) kekurangan unsur fosfor bisa
menyebabkan pemasakan polong terlambat dan hasil polong atau biji berkurang.
Kekurangan fosfor menyebabkan tanaman tidak menghsilkan polong. Menurut Isbandi
(1993) dalam hari (2009) menyatakan bahwa bahwa tanggapan tanaman terhadap unsur
hara menunjukkan maksimal pada batas-batas tertentu dan pada jumlah yang lebih
tinggi justru hasil tanaman akan menurun karena pertumbuhannya terhambat atau unsur
tersebut berubah sifat menjadi racun bagi tanaman.
Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2014) bahwa
kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19% Rendah, P : 15,42 Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm
Sedang. Dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) dan 200 kg/ha (P2) mampu memenuhi
kebutuhan unsur P bagi tanaman yang kekurangan unsur P.
Tabel 14. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap jumlah
polong berisi.

Kosentrasi POC Azolla Jumlah Polong Berisi

C0 ( 0 ml/L ) 123,90 d
C1 ( 40 ml/L ) 137,87 c
C2 ( 80 ml/L ) 164,30 b
C3 ( 120 ml/L ) 168,82 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 14, pada pengamatan jumlah polong berisi menunjukan bahwa
perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0)
saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil
terbaik, hal ini diduga karena rendaahnya unsur hara dalam tanah sehingga dengan
Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L, yang cukup tinggi kandungan N dapat memehuhi asupan
nutrisi dari unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman.
Menurut Rahmatullah (2011) polong isi dipengaruhi oleh unsur N dan P yang
terkandung di dalam tanah. Semakin tinggi masukan nitrogen bagi tanaman akan
meningkatkan fotosintesis tanaman sebagai faktor utama dalam pembentukan polong dan
biji. Polong yang kekurangan nitrogen menyebabkan pertumbuhannya tidak sempurna,
cepat masak dan kadar proteinnya kecil. Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik
Negeri Jember (2014) bahwa kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19% Rendah, P : 15,42
Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm Sedang. Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri
Jember (2015) bahwa kandungan N pada pupuk organik cair azolla adalah sebesar 4,56 %.

4.7 Jumlah Polong Hampa


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam jumlah polong hampa
tanaman kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) menunjukan berbeda sangat nyata
pada variabel pengamatan jumlah polong hampa tanaman kedelai dan kosentrasi pemberian
pupuk organik cair azolla menunjukan tidak memberikan pegaruh nyata pada variabel
pengamatan jumlah polong hampa tanaman kedelai. Sedangkan interaksi antara pemberian
dosis pupuk P (SP-36) dan kosentrasi pupuk organik cair azolla juga menunjukan tidak
memberikan pegaruh nyata pada variabel pengamatan jumlah polong hampa tanaman
kedelai.
Tabel 15. Hasil analisis jarak berganda duncan Dosis Pupuk P (SP-36) terhadap jumlah
polong hampa.

Dosis Pupuk P (SP-36) Jumlah Polong Hampa

P0 ( SP-36 0 kg/ha ) 8,63 a


P1 ( SP-36 100 kg/ha ) 6,13 b
P2 ( SP-36 200 kg/ha ) 5,65 c
P3 ( SP-36 300 kg/ha ) 5,85 c
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 15, menunjukan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk P (SP-36)
berpengaruh nyata pada pengamatan jumlah polong hampa. Pada uji jarak berganda duncan
terhadap jumlah polong hampa menunjukan bahwa perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 0
kg/ha (P0) berbeda nyata dengan perlakuan dosis 100 kg/ha (P1), 200 kg/ha (P2), 300 kg/ha
(P3). Sedangkan perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha (P1) berbeda nyata dengan
perlakuan dosis 200 kg/ha (P2), 300 kg/ha (P3). Sedangkan perlakuaan dosis pupuk P (SP-
36) 200 kg/ha (P2) tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis 300 kg/ha (P3). Perlakuaan
dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) dan 200 kg/ha (P2) memberikan hasil yang terbaik
karena rata-rata lebih rendah menghasilkan polong hampa, hal ini diduga adanya unsur P
yang diberikan dalam jumlah cukup karena kekurangan unsur P dalam tanah dapat memacu
pembentukan polong per tanaman semakin tinggi.
Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2014) bahwa
kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19% Rendah, P : 15,42 Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm
Sedang. Menurut Haryanto (1985) dalam Surya, dkk. (2013), jumlah polong tiap tanaman
dipengaruhi oleh dosis pupuk fosfor yang diberikan. Banyaknya polong yang terbentuk
pada tanaman kedelai tanpa dipupuk fosfor lebih rendah dari pada tanaman yang dipupuk
fosfor. Menurut hasil penelitian Hari (2009) menyatakan bahwa apabila dosis pupuk SP-36
yang diberikan ditambah adanya penurunan jumlah polong hampa per tanaman. Hal ini
menunjukkan bahwa dosis pupuk SP-36 berpengaruh terhadap pembentukan polong
hampa per tanaman pada tanaman kedelai.

4.8 Jumlah Polong Total.


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam jumlah polong total
tanaman kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) menunjukan sangat berbeda nyata
pada variabel pengamatan jumlah polong total tanaman kedelai serta kosentrasi pemberian
pupuk organik cair azolla juga menunjukan sangat berbeda nyata pada variabel pengamatan
jumlah polong total tanaman kedelai. Sedangkan interaksi antara pemberian dosis pupuk P
(SP-36) dan kosentrasi pupuk organik cair azolla tidak memberikan pengaruh nyata pada
variabel pengamatan jumlah polong total tanaman kedelai.
Tabel 16. Hasil analisis jarak berganda duncan Dosis Pupuk P (SP-36) terhadap jumlah
polong total.

Dosis Pupuk P (SP-36) Jumlah Polong Total

P0 ( SP-36 0 kg/ha ) 127,52 c


P1 ( SP-36 100 kg/ha ) 148,00 b
P2 ( SP-36 200 kg/ha ) 173,35 a
P3 ( SP-36 300 kg/ha ) 173,87 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 16, menunjukan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk P (SP-36)
berpengaruh nyata pada pengamatan jumlah polong total. Pada uji jarak berganda duncan
terhadap jumlah polong total menunjukan bahwa perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300
kg/ha (P3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis 200 kg/ha (P2) dan berbeda nyata
dengan perlakuan dosis 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0). Sedangkan perlakuaan dosis 200
kg/ha (P2) berbeda nyata dengan perlakuan dosis 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0). Sedangkan
perlakuan dosis 100 kg/ha (P1) berbeda nyata dengan perlakuan dosis 0 kg/ha (P0).
Perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) dan 200 kg/ha (P2) memberikan hasil
yang terbaik, hal ini diduga karena kandungan P didalam tanah sedang sehingga jumlah
pupuk P yang diberikan dalam dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) dan 200 kg/ha (P2)
mampu memenuhi kebutuhan unsur P bagi tanaman.
Menurut Rahmatullah (2011) menyatakan bahwa selain unsur N, produktifitas polong
dan biji kedelai dipengaruhi oleh unsur P (fosfor) kekurangan unsur fosfor bisa
menyebabkan pemasakan polong terlambat dan hasil polong atau biji berkurang.
Kekurangan fosfor menyebabkan tanaman tidak menghsilkan polong. Menurut Isbandi
(1993) dalam hari (2009) menyatakan bahwa bahwa tanggapan tanaman terhadap unsur
hara menunjukkan maksimal pada batas-batas tertentu dan pada jumlah yang lebih
tinggi justru hasil tanaman akan menurun karena pertumbuhannya terhambat atau unsur
tersebut berubah sifat menjadi racun bagi tanaman. Menurut hasil analisis Laboratorium
Politeknik Negeri Jember (2014) bahwa kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19% Rendah,
P : 15,42 Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm Sedang. Dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) dan
200 kg/ha (P2) mampu memenuhi kebutuhan unsur P bagi tanaman yang kekurangan unsur
P.
Tabel 17. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap jumlah
polong total.

Kosentrasi POC Azolla Jumlah Polong total

C0 ( 0 ml/L ) 130,98 d
C1 ( 40 ml/L ) 144,55 c
C2 ( 80 ml/L ) 172,35 b
C3 ( 120 ml/L ) 174,85 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 17, pada pengamatan jumlah polong total pertanaman menunjukan
bahwa perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0
ml/L (C0) saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3)
memberikan hasil terbaik, hal ini diduga pupuk organik cair azolla dapat meningkatkan
jumlah polong tanaman kedelai.
Menurut hasil Penelitian Zainal, dkk (2014) Pada pengamatan jumlah polong total
tanaman, menunjukkan bahwa tanaman yang dipupuk dosis sebanyak 15 ton ha-1 yang
diikuti pada berbagai dosis pupuk N mengahasilkan jumlah polong tanaman yang paling
tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. karena pupuk kandang ayam mempuyai kelebihan
terutama karena mempuyai kandungan nitrogen (1-2%) yang lebih tinggi dibandingkan
pupuk kandang yang lain. Menurut hasil analisis Leboratorium Politeknik Negeri Jember
(2015) bahwa kandungan N pada pupuk organik cair azolla adalah sebesar 4,56 %.

4.9 Berat Brangkasan Basah


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam berat brangkasan basah
tanaman kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) menunjukan berbeda sangat nyata
pada variabel pengamatan berat brangkasan basah tanaman kedelai serta kosentrasi
pemberian pupuk organik cair azolla juga menunjukan berbeda sangat nyata pada variabel
pengamatan berat brangkasan basah tanaman kedelai. Sedangkan interaksi antara pemberian
dosis pupuk P (SP-36) dan kosentrasi pupuk organik cair azolla menunjukan tidak
memberikan pegaruh nyata pada variabel pengamatan berat brangkasan basah tanaman
kedelai.
Tabel 18. Hasil analisis jarak berganda duncan Dosis Pupuk P (SP-36) terhadap berat
brangkasan basah.

Dosis Pupuk P (SP-36) Berat Brangkasan Basah

P0 ( SP-36 0 kg/ha ) 46,43 d


P1 ( SP-36 100 kg/ha ) 47,85 c
P2 ( SP-36 200 kg/ha ) 52,88 b
P3 ( SP-36 300 kg/ha ) 62,35 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 18, menunjukan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk P (SP-36)
berpengaruh nyata pada pengamatan berat brangkasan basah. Pada uji jarak berganda
duncan terhadap berat brangkasan basah menunjukan bahwa perlakuaan dosis pupuk P (SP-
36) 300 kg/ha (P3), 200 kg/ha (P2), 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0) saling berbeda nyata.
Perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) memberikan hasil yang terbaik, hal ini
diduga karena pupuk P dapat meningkatkan biomassa tanaman meningkat sehingga
menghasilkan berat brangkasan basah tanaman kedelai yang tinggi.
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) dalam Sudarmono (2008), kekurangan
unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil dan warna
daun menjadi tetap. Perakuan pupuk P yang sesuai dengan kebutuhan akan mendukung
pertumbuhan tanaman itu. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) dalam Hari (2009) bahwa
salah satu faktor dalam pertumbuhan tanaman yang menentukan berat tanaman adalah
produksi biomass yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tanaman atau
sebagai cadangan makanan yang secara kasar berasal dari fotosintesis.
Tabel 19. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap berat
brangkasan basah.

Kosentrasi POC Azolla Berat Brangasan Basah

C0 ( 0 ml/L ) 44,90 d
C1 ( 40 ml/L ) 50,23 c
C2 ( 80 ml/L ) 52,80 b
C3 ( 120 ml/L ) 61,58 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 19, pada pengamatan berat brangkasan basah menunjukan bahwa
perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0)
saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil
terbaik, hal ini diduga karena peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun dapat
menyebabkan pembentukan biomassa tanaman meningkat sehingga menghasilkan berat
brangkasan basah tanaman kedelai yang tinggi.
Marsono (2001) dalam Suryati, dkk. (2014) menyatakan bahwa penambahan N dapat
merangsang pertumbuhan vegetatif yakni cabang, batang dan daun yang merupakan
komponen penyusun asam amino, protein dan pembentuk protoplasma sel yang dapat
berfungsi dalam merangsang pertumbuhan tinggi tanaman. Menurut Sitompul dan Guritno
(1995) dalam Hari (2009) bahwa salah satu faktor dalam pertumbuhan tanaman yang
menentukan berat tanaman adalah produksi biomass yang digunakan untuk membentuk
bagian-bagian tanaman atau sebagai cadangan makanan yang secara kasar berasal dari
fotosintesis.

4.10 Berat Brangkasan Kering


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam berat brangkasan kering
tanaman kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) menunjukan berbeda sangat nyata
pada variabel pengamatan berat brangkasan kering tanaman kedelai serta kosentrasi
pemberian pupuk organik cair azolla juga menunjukan berbeda sangat nyata pada variabel
pengamatan berat brangkasan kering tanaman kedelai. Sedangkan interaksi antara
pemberian dosis pupuk P (SP-36) dan kosentrasi pupuk organik cair azolla menunjukan
tidak memberikan pegaruh nyata pada variabel pengamatan berat brangkasan kering
tanaman kedelai.
Tabel 20. Hasil analisis jarak berganda duncan Dosis Pupuk P (SP-36) terhadap berat
brangkasan kering.

Dosis Pupuk P (SP-36) Berat Brangkasan Kering

P0 ( SP-36 0 kg/ha ) 25,90 d


P1 ( SP-36 100 kg/ha ) 29,92 c
P2 ( SP-36 200 kg/ha ) 32,92 b
P3 ( SP-36 300 kg/ha ) 38,68 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 20, menunjukan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk P (SP-36)
berpengaruh nyata pada pengamatan berat brangkasan kering. Pada uji jarak berganda
duncan terhadap berat brangkasan kering menunjukan bahwa perlakuaan dosis pupuk P
(SP-36) 300 kg/ha (P3), 200 kg/ha (P2), 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0) saling berbeda nyata.
Perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) memberikan hasil yang terbaik, hal ini
diduga pupuk P dapat meningkatkan biomassa tanaman meningkat sehingga menghasilkan
berat brangkasan kering tanaman kedelai yang tinggi.
Menurut Sitompul dan Guritno (1995) dalam Hari (2009) bahwa salah satu faktor
dalam pertumbuhan tanaman yang menentukan berat tanaman adalah produksi biomass
yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tanaman atau sebagai cadangan
makanan yang secara kasar berasal dari fotosintesis. Menurut Dwijosoputro (1994)
dalam Hari (2009) menyatakan bahwa berat kering brangkasan merupakan banyaknya
nutrisi yang dikandung tanaman. Oleh karena itu berat kering tanaman tergantung dari laju
respirasi dan laju fotosintesis serta unsur hara yang diserap tanaman.
Tabel 21. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap berat
brangkasan kering.

Kosentrasi POC Azolla Berat Brangkasan Kering

C0 ( 0 ml/L ) 25,22 d
C1 ( 40 ml/L ) 31,67 c
C2 ( 80 ml/L ) 33,38 b
C3 ( 120 ml/L ) 37,15 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 21, pada pengamatan berat brangkasan kering menunjukan bahwa
perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0)
saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil
terbaik, hal ini diduga karena peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun dapat
menyebabkan pembentukan biomassa tanaman meningkat sehingga menghasilkan berat
brangkasan kering tanaman kedelai yang tinggi.
Sesuai dengan pendapat Suryati, dkk. (2014) Sesuai dengan pertumbuhan terbaik pada
parameter pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun, luas daun, panjang akar, volume
akar dan ratio tajuk akar, berat kering bibit kelapa sawit yang cenderung tertinggi
didapatkan pada konsentrasi 125 g/l. Berat kering merupakan ukuran pertumbuhan tanaman
karena berat kering mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis oleh
tanaman. Dwijosoputro (1985) dalam Suryati, dkk. (2014) menyatakan bahwa berat kering
tanaman mencerminkan status nutrisi tanaman karena berat kering tanaman tergantung pada
jumlah sel, ukuran sel penyusun tanaman dan tanaman pada umumnya terdiri dari 70% air
dan dengan pengeringan air diperoleh bahan kering berupa zat–zat organik.

4.11 Berat Biji Pertanaman


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam berat biji pertanaman
kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) menunjukan berbeda sangat nyata pada
variabel pengamatan berat biji pertanaman kedelai serta kosentrasi pemberian pupuk
organik cair azolla juga menunjukan berbeda sangat nyata pada variabel pengamatan berat
biji pertanaman kedelai. Sedangkan interaksi antara pemberian dosis pupuk P (SP-36) dan
kosentrasi pupuk organik cair azolla menunjukan tidak memberikan pegaruh nyata pada
variabel pengamatan berat biji pertanaman kedelai.
Tabel 22. Hasil analisis jarak berganda duncan Dosis Pupuk P (SP-36) terhadap berat biji
pertanaman.

Dosis Pupuk P (SP-36) Berat Biji Pertanaman

P0 ( SP-36 0 kg/ha ) 34,22 c


P1 ( SP-36 100 kg/ha ) 47,92 b
P2 ( SP-36 200 kg/ha ) 61,82 a
P3 ( SP-36 300 kg/ha ) 61,10 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 22, menunjukan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk P (SP-36)
berpengaruh nyata pada pengamatan berat biji Pertanaman. Pada uji jarak berganda duncan
terhadap berat biji pertanaman menunjukan bahwa perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300
kg/ha (P3), tidak berbeda nyata dengan dosis pupuk P (SP-36) 200 kg/ha (P2) dan berbeda
nyata dengan dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0). perlakuaan dosis pupuk P
(SP-36) 200 kg/ha (P2) berbeda nyata dengan dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha (P1), 0
kg/ha (P0). Perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) dan 200 kg/ha (P2)
memberikan hasil yang terbaik, hal ini diduga karena rendahnya unsur hara diri hasil analisa
tanah sehingga pupuk yang diberikan pada tanaman kedelai dapat langsung terserap oleh
tanaman yang dapat mempengaruhi berat biji.
Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2014) bahwa
kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19% Rendah, P : 15,42 Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm
Sedang. Menurut Haryanto (1985) dalam Surya, dkk. (2013) menjelaskan fosor dapat
meningkatkan jumlah bunga yang terbentuk dan bobot kering biji kedelai. Selanjutnya
Raintung (2010) menambahkan produksi yang tinggi diduga karena tanaman mampu
memanfaatkan P dan K yang tersedia dalam tanah. Menurut Isbandi (1993) dalam hari
(2009) menyatakan bahwa bahwa tanggapan tanaman terhadap unsur hara menunjukkan
maksimal pada batas-batas tertentu dan pada jumlah yang lebih tinggi justru hasil
tanaman akan menurun karena pertumbuhannya terhambat atau unsur tersebut berubah
sifat menjadi racun bagi tanaman.
Tabel 23. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap berat biji
pertanaman.

Kosentrasi POC Azolla Berat Biji Pertanaman

C0 ( 0 ml/L ) 39,46 d
C1 ( 40 ml/L ) 46,48 c
C2 ( 80 ml/L ) 58,75 b
C3 ( 120 ml/L ) 60,38 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 23, pada pengamatan berat biji pertanaman menunjukan bahwa
perlakuaan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0)
saling berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil
terbaik, hal ini diduga karena rendahnya unsur hara dari hasil analisa tanah sehingga dengan
pemberian pupuk yang diberikan pada tanaman kedelai dapat terserap oleh tanaman yang
dapat mempengaruhi berat biji..
Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2014) bahwa
kandungan didalam tanah yaitu N : 0,19% Rendah, P : 15,42 Ppm Sedang, K : 72,69 Ppm
Sedang. Menurut hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2015) bahwa
kandungan N pada pupuk organik cair azolla adalah sebesar 4,56 %. Menurut
Hardjowigeno (1995) dalam Meirina, dkk. (2009) menyatakan unsur N yang terdapat dalam
pupuk merupakan penyusun bahan organik dalam biji seperti asam amino, protein,
koenzim, klorofil dan sejumlah bahan lain dalam biji, sehingga pemberian pupuk yang
mengandung N pada tanaman akan meningkatkan berat kering biji.

4.12 Berat 100 Biji


Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis ragam berat 100 biji tanaman
kedelai dengan perlakuan dosis pupuk P (SP-36) menunjukan sangat berbeda nyata pada
variabel pengamatan berat 100 biji tanaman kedelai serta kosentrasi pemberian pupuk
organik cair azolla juga menunjukan sangat berbeda nyata pada variabel pengamatan berat
100 biji tanaman kedelai. Sedangkan interaksi antara pemberian dosis pupuk P (SP-36) dan
kosentrasi pupuk organik cair azolla menunjukan berbeda nyata pada variabel pengamatan
berat 100 biji tanaman kedelai.
Tabel 24. Hasil analisis jarak berganda duncan Dosis Pupuk P (SP-36) terhadap berat 100
biji.

Dosis Pupuk P (SP-36) Berat 100 Biji

P0 ( SP-36 0 kg/ha ) 11,53 c


P1 ( SP-36 100 kg/ha ) 12,70 b
P2 ( SP-36 200 kg/ha ) 13,54 a
P3 ( SP-36 300 kg/ha ) 13,45 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 24, menunjukan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk P (SP-36)
berpengaruh nyata pada pengamatan berat 100 biji. Pada uji jarak berganda duncan terhadap
berat 100 biji menunjukan bahwa perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3), tidak
berbeda nyata dengan dosis pupuk P (SP-36) 200 kg/ha (P2) dan berbeda nyata dengan
dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0). perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 200
kg/ha (P2) berbeda nyata dengan dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha (P1), 0 kg/ha (P0).
Perlakuaan dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) dan 200 kg/ha (P2) memberikan hasil
yang terbaik, hal ini diduga pemberian pupuk P dapat mempengaruhi jumlah, bentuk dan
ukuran biji.
Menurut Yuda (2010) dalam Jansen, dkk. (2012) melaporkan bahwa terjadi perbedaan
berat biji yang dihasilkan antara hasil biji pada tanaman yang diberi pupuk fosfor dengan
yang tidak diberi pupuk fosfor sehingga disimpulkan bahwa pupuk fosfor mempengaruhi
ukuran biji. Menurut Justice dan Louis (1994) dalam Jansen, dkk. (2012), Tinggi rendahnya
berat biji tergantung pada banyak atau sedikitnya bahan kering yang terdapat di dalam biji,
bentuk biji dan ukuran biji. Kemasakan benih merupakan saat dimana bobot kering
maksimum benih tercapai. Menurut Isbandi (1993) dalam hari (2009) menyatakan bahwa
bahwa tanggapan tanaman terhadap unsur hara menunjukkan maksimal pada batas-
batas tertentu dan pada jumlah yang lebih tinggi justru hasil tanaman akan menurun
karena pertumbuhannya terhambat atau unsur tersebut berubah sifat menjadi racun bagi
tanaman.
Tabel 25. Hasil analisis jarak berganda duncan Kosentrasi POC azolla terhadap berat 100
biji.

Kosentrasi POC Azolla Berat 100 Biji

C0 ( 0 ml/L ) 12,24 d
C1 ( 40 ml/L ) 12,66 c
C2 ( 80 ml/L ) 13,10 b
C3 ( 120 ml/L ) 13,23 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan tabel 25, pada pengamatan berat 100 biji menunjukan bahwa perlakuaan
Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3), 80 ml/L (C2), 40 ml/L (C1), 0 ml/L (C0) saling
berbeda nyata. Perlakuan Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil terbaik,
hal ini karena pupuk organik cair azolla terdapat kandungan N yang cukup tinggi,
sedangankan unsur N berfungsi sebagai merangsang pertumbuhan vegetatif sehingga pupuk
cair azolla dapat mempengaruhi dari hasil biji tanaman kedelai.
Menurut Justice dan Louis (1994) dalam Jansen, dkk. (2012), Tinggi rendahnya berat
biji tergantung pada banyak atau sedikitnya bahan kering yang terdapat di dalam biji,
bentuk biji dan ukuran biji. Kemasakan benih merupakan saat dimana bobot kering
maksimum benih tercapai. Menurut Zainal, dkk (2014) menyatakan semakin baik
pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai maka proses fotosintesis akan berjalan dengan baik
sehingga fotosintat yang dihasilkan makin banyak. Hasil fotosintesis dari fase vegetatif ke
fase generatif akan disimpan sebagai cadangan makanan dalam bentuk karbohidrat yang
berupa biji. Makin tinggi fotosintat maka hasil biji juga akan semakin meningkat. Menurut
hasil analisis Laboratorium Politeknik Negeri Jember (2015) bahwa kandungan N pada
pupuk organik cair azolla adalah sebesar 4,56 %. Menurut Gardner, dkk. (1991) dalam
Suryati, dkk. (2014) Unsur N merupakan bahan penting penyusun asam amino serta unsur
esensial untuk pembelahan sel, pembesaran sel dan pertumbuhan tanaman. N dibutuhkan
dalam jumlah yang banyak pada setiap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap
pertumbuhan vegetatif seperti peningkatan jumlah daun.
Berdasarkan tabel 26, menunjukan bahwa interaksi antara Dosis Pupuk P (SP-36) dan
Kosentrasi POC azolla berpengaruh nyata pada pengamatan berat 100 biji. Pada uji jarak
berganda duncan terhadap berat 100 biji menunjukan bahwa kombinasi perlakuan P2C2
(pupuk P (SP-36) 200 kg/ha, Kosentrasi POC Azolla 80 ml/L), berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan lainnya. Kombinasi perlakuaan P2C3 (pupuk P (SP-36) 200 kg/ha,
Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L) dan P3C3 (pupuk P (SP-36) 300 kg/ha, Kosentrasi POC
Azolla 120 ml/L) berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan P3C2 (pupuk P (SP-36)
300 kg/ha, Kosentrasi POC Azolla 80 ml/L) dan P3C1 (pupuk P (SP-36) 300 kg/ha,
Kosentrasi POC Azolla 40 ml/L), tetapi berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya.
Kombinasi perlakuan P3C2 (pupuk P (SP-36) 300 kg/ha, Kosentrasi POC Azolla 80 ml/L)
dan P3C1 (pupuk P (SP-36) 300 kg/ha, Kosentrasi POC Azolla 40 ml/L) berbeda tidak
nyata dengan kombinasi perlakuan P3C0 (pupuk P (SP-36) 300 kg/ha atau setara dengan
1,6 g/tan, Kosentrasi POC Azolla 0 ml/L) dan P2C1 (pupuk P (SP-36) 200 kg/ha,
Kosentrasi POC Azolla 40 ml/L), tetapi berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya.
Kombinasi perlakuan P3C1 (pupuk P (SP-36) 300 kg/ha, Kosentrasi POC Azolla 40 ml/L)
berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan P3C0 (pupuk P (SP-36) 300 kg/ha,
Kosentrasi POC Azolla 0 ml/L), P2C1 (pupuk P (SP-36) 200 kg/ha, Kosentrasi POC Azolla
40 ml/L) dan P1C3 (pupuk P (SP-36) 100 kg/ha, Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L), tetapi
berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Kombinasi perlakuan P1C3 (pupuk P
(SP-36) 100 kg/ha, Kosentrasi POC Azolla 120 ml/L ) berbeda tidak nyata dengan
kombinasi perlakuan P1C2 (pupuk P (SP-36) 100 kg/ha, Kosentrasi POC Azolla 80 ml/L),
tetapi berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Kombinasi perlakuan P1C2
(pupuk P (SP-36) 100 kg/ha, Kosentrasi POC Azolla 80 ml/L) berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan lainnya. Kombinasi perlakuaan P2C2 (pupuk P (SP-36) 200 kg/ha,
Kosentrasi POC Azolla 80 ml/L), memberikan hasil yang terbaik, hal ini diduga karena
kedua faktor perlakuan tersebut (pupuk organik cair azolla dan pupuk P) saling mendukung
dalam pembentukan biji tanaman kedelai.
Tabel 26. Hasil analisis jarak berganda duncan interaksi antara Dosis Pupuk P (SP-36) dan
Kosentrasi POC azolla terhadap berat 100 biji.
Interaksi Antara Dosis Pupuk P (SP-36) dan
Berat 100 Biji
Kosentrasi POC azolla
P0C0 10,41 i
P0C1 11,53 h
P0C2 11,76 g
P0C3 12,42 f
P1C0 12,41 f
P1C1 12,52 f
P1C2 12,87 e
P1C3 13,01 de
P2C0 12,77 ef
P2C1 13,17 cd
P2C2 14,33 a
P2C3 13,86 b
P3C0 13,34 cd
P3C1 13,41 bcd
P3C2 13,42 bc
P3C3 13,63 b
Keterangan : Angka - angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Menurut Anwar (1987) dalam Lubis, dkk. (2013) ketersediaan unsur hara yang dapat
diserap oleh tanaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
produktifitas suatu tanaman. Pada dasarnya jenis dan jumlah unsur hara yang tersedia di
dalam tanah harus cukup dan seimbang untuk pertumbuhan agar tingkat produktifitas yang
diharapkan dapat tercapai dengan baik. Menurut Yuwono (2006) dalam Misran (2013)
menyatakan bahwa nitrogen dan phospat merupakan dua unsur yang paling banyak
dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman. Menurut Isbandi (1993)
dalam hari (2009) menyatakan bahwa bahwa tanggapan tanaman terhadap unsur hara
menunjukkan maksimal pada batas-batas tertentu dan pada jumlah yang lebih tinggi
justru hasil tanaman akan menurun karena pertumbuhannya terhambat atau unsur tersebut
berubah sifat menjadi racun bagi tanaman.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data respon pertumbuhan dan produksi tanaman
kedelai (Glycine max (L) Merill) terhadap pemberian pupuk P dan pupuk organik cair
azolla, dapat disimpulkan bahwa :
1. Perlakuan pemberian Dosis Pupuk P (SP-36) berbeda sangat nyata terhadap
peningkatan produksi tanaman kedelai namun tidak berpengaruh pada
pertumbuhan tanaman kedelai. Dosis pupuk P (SP-36) 200 kg/ha (P2)
memberikan hasil terbaik pada variabel pengamatan produksi tanaman kedelai
dari pada Dosis pupuk P (SP-36) 300 kg/ha (P3) karena lebih efisien.
2. Perlakuan Kosentrasi Pupuk Organik Cair Azolla berpengaruh nyata terhadap
peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Kosentrasi Pupuk
Organik Cair Azolla 120 ml/L (C3) memberikan hasil terbaik dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.
3. Interaksi antara perlakuan Dosis Pupuk P (SP-36) dan Kosentrasi Pupuk
Organik Cair Azolla tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman
kedelai, namun berbeda nyata pada produksi tanaman kedelai dengan variabel
pengamatan Berat 100 Biji. Kombinasi perlakuan Dosis Pupuk P (SP-36) 200
kg/ha dan Kosentrasi POC Azolla 80 ml/L (P2C2) merupakan kombinasi yang
terbaik.

5.2 Saran.
Dalam budidaya tanaman kedelai dapat dipertimbangkan untuk menggunakan
Dosis pupuk P (SP-36) 200 kg/ha dan Kosentrasi Pupuk Organik Cair Azolla 120
ml/L karena dalam penelitian ini dapat memberikan hasil yang terbaik. Namun masih
perlu penelitian lebih lanjut karena masih memungkinkan adanya dosis dan kosentrasi
yang lebih tinggi yang diduga dapat memberikan hasil yang lebih optimal terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, fauzi., 2010.” Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max
(L.) Merill) Terhadap Pemberian Kompos Kulit Buah Kakao Dan Pupuk
Fosfat”. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara: Medan.

Alfandi,. 2011. “Respon Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.)
Merill) Kultivar Anjasmoro Terhadap Inokulasi Cendawan Mikoriza
Vasikular Arbuskular (Mva) Dan Pemberian Pupuk Kalium”. Fakultas
Pertanian Unswagati; Cirebon.

Amir, Lukman, Arlinda., Fatma, Hiola, dan Oslan Junaidi., 2012.”Ketersediaan


Nitrogen Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.)
yang diperlakukan dengan Pemberian Pupuk Kompos Azolla”.Univ. Negeri
Makassar.

Darmawati. J,. 2012. “ Pengaruh Sistem Olah Tanah Dan Pupuk P Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill)”.
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah: Sumatera Utara.
Fadriansyah, Arief,. 2013.”Pengaruh Takaran Mulsa Jerami Padi Terhadap
Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill)”.
Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa:
Padang.

Fathi H.R., Sumadi, Anne N. 2014, ”Pengaruh pupuk P dan bokashi terhadap
pertumbuhan, komponen hasil, dan kualitas hasil benih kedelai (Glycine max
(L.) Merill)”. Jur agric: Universitas Padjadjaran.

Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Metchell. 2011.”Fisiologi Tanaman


Budidaya”. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Hamzah, Suryawaty. 2014.” Pupuk Organik Cair Dan Pupuk Kandang Ayam
Berpengaruh Kepada Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.)
Merill)”.Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian: UMSU Medan.
Agrium, April 2014 Volume 18 No 3.

Hari. Soeseno HL, 2009. “Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill)”. Pada
Tanah Latosol”. Media Soerjo :Universitas Soerjo Ngawi. MEDIA SOERJO
Vol. 5 No. 2. Oktober 2009, ISSN 1978 – 6239.

Hasbi, Hudaini. 2005.“Identifikasi dan Aplikasi Strain Azolla Asal Bondowoso


Dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa l)”.
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember.

Hasbi,H., 2012.”Azolla:potensi,mafaat, dan Peluang dalam Pertanian


Berkelanjutan”. Edisi Pertama.UMJ: Jember.
Ikmal, Tawakkal. P. 2009. “Respon Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas
Kedelai (Glycine max (L.) Merill) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang
Kotoran Sapi”. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara; Medan.

Jansen .L, Aslim .R dan Elza .Z. 2012.”Pengaruh Beberapa Dosis Pupuk Fosfor (P)
Terhadap Mutu Benih Berbagai Kultivar Kedelai (Glycine max (L.) Merill)
Selama Pengisian dan Pemasakan Biji”. Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Kurniawan,Alif., 2010. “Unsur hara dan fungsinya pada tanaman kedelai”. Kesuburab
tanah kelas B.

Lestari, W., Tetty M., dan Atria M.,2011. “Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat Isolat
Asal Sei Garo dalam Penyediaan Fosfat Terlarut dan Serapannya pada
Tanaman Kedelai”. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau. Kampus Bina
Widya: Pekanbaru.

Lubis, Efrida dan Barus Arfiani.2013.”Respon Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai


(Glycine max (L.) Merill) Akibat Pemberian Limbah Padat (sludge) Kelapa
Sawit Dan Pupuk Cair Organik “.Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian:UMSU Medan. Agrium, Oktober 2013 Volume 18 No 2.

Meirina, Tettrinica. Darmanti, Sri and Haryanti, Sri., 2009.” Produktivitas Kedelai
(Glycine max (L.) Merril var. Lokon) Yang Diperlakukan Dengan Pupuk
Organik Cair Lengkap Pada Dosis Dan Waktu Pemupukan Yang Berbeda”.
Jurusan Biologi MIPA UNDIP. ANATOMI FISIOLOGI, XVII (2). pp. 22-
32. ISSN 0854-5367.

Misran. 2013.”Studi Penggunaan Pupuk Hayati Pada Tanaman Kedelai Studies on


Biological Fertilizer Use in Soybean Plants”. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sumatera Barat: Padang-Sumatera Barat. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan Vol. 13 (3): 206-210.

Nurfitri, O., 2013. “Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Azolla Sp Terhadap
Serapan Nitrogrn, Fosfor, Biomassa Kering, dan Percepan Pembunganan
tanaman Mentimun”. Ikip Pgri: Semarang.

Pendra. 2013.” Pengaruh Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Beberapa Varietas Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.)”. Fakultas
Pertanian Universitas Tamansiswa Padang.

Rahmatullah. 2011.”Peningkatan Produktivitas Kedelai (Glycine max (L.) Merill)


Dalam Sistem Agroforestim Berbasis Tegakan Eukaliptus Melalui
Pemupukan N dan P”. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret:
Surakarta.

Raintung, J. 2010. “Pengaruh Pemberian Fosfor dan Kalium terhadap Pertumbuhan


dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Varietas 91005”. Program
Pasca Sarjana. Universitas Samratulangi. Manado.
Rao, N.S.S. 1994. “Soil Microorganisme and Plant Growth. Oxford and IBM
Publishing Co. (Terjemahan H. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman)”. Universitas Indonesia Press.

Rinto. Dwi, 2006.” A p l i k a s i K o m p o s i s i M e d i a D a n P u p u k C a i r Azolla


Dalam Meni ngkat kan Pertumbuhan Bibit Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa)”. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember.

Saputra, Dodi., 2010.” Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Pupuk Urea Terhadap
Komponen Hasil Berbagai Kultivar Kedelai (Glycine max (L). Merril)”.
Program Studi Agroteknologi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Riau : Pekanbaru.\
Sofia, Diana,. 2007.“Respon Tanaman Kedelai (Glycine max ( L. ) Meril) Pada tanah
masam”. USU: Sumatra.

Sudarmono, Sam. 2008.“Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max


L.) Terhadap Pemberian Bokashi Limbah Padat (SLUDGE) Kelapa sawit
dan pupuk posfat”.Fakultas pertanian. Universitas sumatera utara: Medan.

Sukmawati. 2013. “Respon Tanaman Kedelai Terhadap Pemberian Pupuk Organik


Inokulasi FMA dan Varietas Kedelai ditanam Pasiran”. UNW: Mataram.

Suryati, Dhiya. Sampurno dan Anom, Edison. 2014.” Uji Beberapa Konsentrasi
Pupuk Cair Azolla (Azolla pinnata) Pada Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) Di Pembibitan Utama”. Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Surya P., Wawan P. dan Fauzan Z. 2013. “Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Kedelai (Glycine max (L.) Merril) berdasarkan Jarak Tanam dan Pemupukan
Phonska”. Agroteknologi Fakultas Pertanian. Universitas Negeri. Gorontalo.

Tulus, Stefanus., 2011. “Uji Daya Hasil Beberapa Varitas Kedelai (Glycine max (L.)
Merill) Berdaya Hasil Tinggi Pada Lahan Kering Di Manggoapi
Manokwari”. Fakultas Pertanian Dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri
Papua.

Zahrah, Siti,. 2011.”Respon Berbagai Varietas Kedelai (Glycine Max (L) Merril)
terhadap Pemberian Pupuk NPK Organik”. UI: Riau.

Zainal, Moch. Nugroho, Agung dan Agung, Edy S. 2014.”Respon Pertumbuhan Dan
Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill) Pada Berbagai Tingkat
Pemupukan N Dan Pupuk Kandang Ayam”. Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

You might also like