Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Kian - Widya Lestari Fixx

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 71

PENERAPAN TEPID WATER SPONGE DENGAN MASALAH

HIPERTERMI PADA KASUS MENINGITIS DI RUANG PICU

RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

WIDYA LESTARI, S.Kep

2211040011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2022/2023
PENERAPAN TEPID WATER SPONGE DENGAN MASALAH

HIPERTERMI PADA KASUS MENINGITIS DI RUANG PICU

RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan

WIDYA LESTARI, S.Kep

2211040011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya, dapat
menyelesaikan KIAN ini dengan judul “Penerapan Tepid Water Sponge dengan Masalah
Hipertermi pada Kasus Meningitis di Ruang PICU RSUD Prof. Dr Margono Soekarjo
Purwokerto”. Penulisan KIAN ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Ners pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Penulisan KIAN ini tidak terlepas peran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat.

1) Assoc. Prof. Dr. Jebul Suroso, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Purwokerto;
2) Assoc. Prof. Dr. Ns. Umi Solikhah, S.Pd., S.Kep., M.Kep., selaku Dekan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah menyetujui
penulisan KIAN ini dan sekaligus Dosen Pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dalam penyusunan KIAN ;
3) Ns. Nur Isnaini, S.Kep., M.Kep., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi
Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah
memberi berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana penyusunan KIAN
ini;
4) Ns. Ulfa Azizah, S.kep., M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan
berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana penyusunan KIAN, yang
telah menyempatkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam
penyusunan penelitian ini.
5) Ns. Deisy Sri Hardini, M.Kep., Sp.Kep.An., selaku penguji 1 yang telah
memberikan berbagai pertanyaan untuk menguji kelayakan sebagai profesi Ners
6) Seluruh dosen, staf pengajar, dan pegawai Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto atas segala ilmu pengetahuan yang diajarkan serta
pelayanan yang tulus selama ini
7) Bapak dan Ibu serta saudara tercinta yang telah memberikan bantuan dan dukungan
baik material maupun moral;

2
Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga KIAN ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Aamiin.

Purwokerto, 14 Maret 2023

Penulis

3
HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur senantiasa tercurah kepada sang maha pencipta, Allah SWT yang telah
melimpahkan begitu banyak rahmat dan kuasa-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini. Saya persembahkan skripsi ini kepada orang yang sangat saya kasihi dan saya
sayangi

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, rahmat, hidayah, rezeki dan semua
yang saya butuhkan. Allah SWT sutradara terhebat.
2. Bapak dan Ibu tercinta, terimakasih saya ucapkan, karena dalam setiap tetes
keringat, dan doa yang selalu bapak dan ibu panjatkan untuk saya menjadikan
mutiara kasih dalam diri saya, sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini,
semoga karya ini menjadi kado terindah untuk bapak dan ibu yang selalu
mencintai saya.
3. Untuk ibu Ulfa Azizah, terimakasih banyak untuk waktu dan kesiapan ibu dalam
membimbing saya sehingga saya sampai pada titik ini.
4. Terimaksih juga untuk sahabat dan teman-teman seperjuangan yang telah
membantu, memberikan do’a dan selalu memberikan semangat dalam
menyelesaikam KIAN ini yaitu Rosalia Pramesti, Ita Irmawati, Salma Salsabila
dan selanjutnya tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

4
MOTO

“Angin tidak berhembus untuk menggoyangkan pepohonan, melainkan menguji kekuatan


akarnya” (Ali bin Abi Thalib)

“Tidak ada kesuksesan tanpa kerja keras. Tidak ada keberhasilan tanpa kebersamaan. Tidak
ada kemudahan tanpa doa” (Ridwan Kamil)

5
Penerapan Terapi Tepid Water Sponge dengan Masalah Hipertermi Pada Kasus
Meningitis di Ruang PICU RSUD Prof. Dr Margono Soekarjo Purwokerto

Widya Lestari 1, Ulfa Azizah2


1
Fakultas Ilmu Kesehatan,Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Email : widyalele00@gmail.com
ABSTRAK
Latar Belakang : Meningitis merupakan penyakit yang terjadi karena adanya infeksi pada
meninges, yaitu selaput tipis yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis
disebabkan oleh bakteri dan virus. Anak dengan meningitis mengalami demam tinggi, sakit
kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran. Demam sebagai salah satu gejala umum yang
muncul dari penyakit meningitis adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di atas
batas normal akibat peningkatan pusat pengatur suhu yang terletak di hipotalamus. Upaya
untuk menangani hipertermi dapat dilakukan dengan 2 tindakan yaitu secara farmakologis
dan non farmakologis. Tindakan farmakologis dilakukan dengan pemberian obat antipiretik.
Sedangkan tindakan secara non farmakologis melalui pemberian cairan air yang lebih banyak
dari biasanya, penggunaan pakaian yang menyerap keringat, dan melakukan tepid water
sponge
Tujuan: mengetahui pengaruh pemberian terapi tepid water sponge pada anak dengan
masalah hipertermi pada kasus meningitis.
Metode: Penelitian deskripstif. Penelitian ini dilakukan pada 20-22 Desember 2022. Sampel
dalam case study ini adalah pasien An.S dengan meningitis , sebelum dan setelah dilakukan
intervensi tepid water sponge dilakukan 3 hari dalam satu hari dilakukan sekali selama 30
menit di daerah dahi, aksila, pangkal paha, dan perut secara bergantian.
Hasil : Selama implementasi 3x24 jam hasilnya adalah adanya sedikit penurunan suhu tubuh
pada An. S.
Kesimpulan : pemberian tepid water sponge cukup efektif dalam menurunkan suhu tubuh
pada An.S dengan kasus meningitis.

Kata kunci : Hipertermi, Tepid Water Sponge, Meningitis

1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan


2. Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan

6
Tepid Water Sponge Therapy for Hyperthermia in Meningitis Cases at the PICU of RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
By Widya Lestari
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ABSTRACT
Background: Meningitis is a disease caused by an infection of the meninges, the thin
membranes surrounding the brain and spinal cord. Bacteria and viruses can cause meningitis.
Children with meningitis experience high fever, severe headaches, seizures, and decreased
consciousness. Fever, as a common symptom of meningitis, is a condition where the body
temperature is above average due to an increase in the temperature-regulating center located
in the hypothalamus. Efforts to manage hyperthermia can be carried out through
pharmacological and non-pharmacological interventions. Pharmacological measures involve
administering antipyretic drugs. On the other hand, non-pharmacological measures include
providing more fluid intake than usual, using sweat-absorbing clothing, and performing tepid
water sponge therapy. Objective: To determine the effect of tepid water sponge therapy on
children with hyperthermia in meningitis cases. Method: This was descriptive research. This
study was conducted on December 20-22, 2022. The sample in this case study is Child S with
meningitis. Tepid water sponge intervention was conducted daily for 30 minutes on the
forehead, axilla, groin, and abdomen alternately for three days. Results: During the 3x24-hour
implementation, there is a slight decrease in body temperature in Child S. Conclusion: Tepid
water sponge therapy effectively reduces body temperature in Child S with meningitis.
Keywords: Hyperthermia, Tepid Water Sponge, Meningitis

7
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................iii

HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................iv

HALAMANPENGESAHAN.................................................................................v

HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................vi

MOTO...................................................................................................................vii

KATA PENGANTAR.........................................................................................viii

ABSTRAK..............................................................................................................x

DAFTAR ISI.........................................................................................................xii

DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................3
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................3
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................4
BAB II PRESENTASI KASUS.............................................................................5

A. Meningitis..................................................................................................5
B. Hipertermi................................................................................................12
C. Tepid Water Sponge.................................................................................16
D. Jurnal Terkait...........................................................................................18
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................20

A. Metode Karya Ilmiah............................................................................20


B. Pengkajian Keperawatan......................................................................20
1. Pengkajian pasien................................................................................20
8
2. Obat- Obatan Saat Ini..........................................................................24
3. Pemeriksaan Laboratorium.................................................................25
4. Analisis Data.......................................................................................28
5. Rencana Keperawatan.........................................................................30
6. Catatan Implementasi Keperawatan....................................................34
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................43

A. Analisis Masalah Keperawatan................................................................43


B. Analisis intervensi Keperawatan..............................................................44
C. Analisis Pemecahan Masalah...................................................................47
D. Keterbatasan.............................................................................................49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................50

A. Kesimpulan..............................................................................................50
B. Saran........................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................52

9
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Obat-Obatan Yang Digunakan Pasien Selama Menjalani Pengobatan..27

Tabel 3.2 Hasil Laboratorium................................................................................28

Tabel 3.3 Analisis Data..........................................................................................30

Tabel 3.4 Perbandingan Indikator Pemberian Tepid Water Sponge......................54

10
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Perbandingan Suhu Pada Pemberian Tepid Water Sponge................54

11
DAFTAR LAMPIRAN

SOP Tepid Water Sponge......................................................................................54

Lembar Bimbingan.................................................................................................56

12
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini. Anak juga
bukan harta anak adalah individu yang membutuhkanlingkungan yangatau kekayaan
yang dapat di nilai secara sosial,ekomoni, melainkan masa depan bangsa yang berhak
atas pelayanan kesehatan secaraindividual. Anak adalah individu yang membutuhkan
lingkungan yangmemfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk
belajar mandiri (Supartini, 2010).
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Oleh karena
itu tidak satupun orang tua yang menginginkananaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila
anaknya mengalami penyakit infeksi lainnya yang terjadi pada sistem saraf (Judha &
Rahil, 2011).
Meningitis merupakan penyakit yang terjadi karena adanya infeksi pada
meninges, yaitu selaput tipis yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
Meningitis disebabkan oleh bakteri dan virus. Infeksi pada meninges dapat meradang
dan menyebabkan sejumlah gejala. Gejala umum yang terjadi adalah demam , mual,
muntah, sakit kepala, pusing, leher kaku, dan nyeri sendi lainnya, tetapi karena gejala
meningitis sering menyerupai flu, diperlukan waktu seminggu sampai hasil
pemeriksaan tulang belakang memberikan bukti yang pasti (Marcovitz, 2012).
Anak dengan meningitis mengalami demam tinggi, sakit kepala berat, kejang
dan penurunan kesadaran. (Muttaqin, 2008). Pasien dengan meningitis pada Stadium
transisi gejala lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kaku kuduk,
seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi
dan kesadaran menurun hingga timbul stupor (Ngastiyah, 2012).
Penyakit meningitis merupakan salah satu masalah kesehatan dunia.
Meningitis merupakan penyakit infeksi dan inflamasi pada selaput otak dan sumsum
tulang belakang. Penyebab dari penyakit ini dapat berupa bakteri, virus, jamur,
ataupun aseptik. Sebagian besar kasus meningitis akibat virus biasanya sembuh
dengan sendirinya dan tidak bersifat fatal, tapi di kasus yang berat, seperti meningitis
bakterial, tuberculosis, dan jamur bisa menjadi hal yang fatal jika antibiotik yang tepat
tidak diberikan secara tepat dan cepat (Meisadona, 2015).

13
Demam sebagai salah satu gejala umum yang muncul dari penyakit meningitis
adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di atas batas normal akibat
peningkatan pusat pengatur suhu yang terletak di hipotalamus. Demam dapat menjadi
pertanda bahwa sistem tubuh sedang terserang penyakit (Sodikin., 2012). Hipertermi
adalah suhu tubuh meningkat di atas batas rentang normal tubuh (PPNI, 2016).
Sehingga demam dan hipertermi sama-sama dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana suhu tubuh mengalami peningkatan di atas batas normal.
Hipertermi merupakan masalah yang menjadi fokus tersendiri bagi berbagai
profesi kesehatan. Hal ini dikarenakan hipertermi mempunyai bahaya yang
mengancam apabila tidak segera ditangani. sebanyak 83 pasien. Dengan kasus paling
banyak terjadi pada usia < 1 bulan sampai dengan < 12 tahun, serta 20 tahun sampai
dengan 60 tahun (Rossetyowati et al., 2021).
Upaya untuk menangani hipertermi dapat dilakukan dengan 2 tindakan yaitu
secara farmakologis dan non farmakologis. Tindakan farmakologis dilakukan dengan
pemberian obat antipiretik. Sedangkan tindakan secara non farmakologis melalui
pemberian cairan air yang lebih banyak dari biasanya, penggunaan pakaian yang
menyerap keringat, dan melakukan tepid water sponge (Sodikin., 2012).
Tepid water sponge merupakan sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisialis dengan
teknik seka. Pada proses tindakan ini mekanisme kerja pada tindakan tepid water
sponge memberikan efek adanya penyaluran sinyal ke hipotalamus melalui keringat
dan vasodilatasi perifer sehingga proses perpindahan panas yang diperoleh dari
tindakan (Sodikin., 2012).
Penelitian Putri et al., (2020) yang berjudul “Differences in the effectiveness
of warm compresses with water tepid sponge in reducing fever in children: A study
using a quasi-experimental approach” mengungkap kesimpulan bahwa pemberian
tepid water sponge lebih efektif dibanding kompres air hangat dalam menurunkan
suhu tubuh. Hal ini Hal ini sesuai dengan Marcdante dkk., (2014) yang menyatakan
dampak yang dapat ditimbulkan jika hipertermi tidak segera ditangani bisa
menyebabkan kerusakan otak, hiperpireksia yang akan disebabkan karena seka tubuh
mempercepat evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akibat dari cepatnya
vasodilatasi pembuluh darah perifer di sekujur tubuh. Sedangkan pada kompres
hangat hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus.

14
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian
dengan judul “Penerapan Tepid Water Sponge dengan Masalah Hipertermi pada
Kasus Meningitis di Ruang PICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat di rumuskan rumusan
masalah yaitu”Penerapan Tepid Water Sponge dengan Masalah Hipertermi pada
Kasus Meningitis di Ruang PICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada anak dengan masalah hipertermi pada
kasus meningitis di Ruang PICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan anak pada kasus kejang
demam.
b. Mendeskripsikan hasil diagnosa keperawatan anak pada kasus kejang demam.
c. Mendeskripsikan hasil intervensi keperawatan anak dengan masalah
hipertermi dalam pemberian terapi tepid water sponge pada anak kejang
demam.
d. Mendeskripsikan hasil implementasi keperawatan anak dengan masalah
hipertermi dalam pemberian terapi tepid water sponge pada anak kejang
demam.
e. Mendeskripsikan hasil evaluasi keperawatan anak dengan masalah hipertermi
dalam pemberian terapi tepid water sponge pada anak kejang demam.
f. Mendeskripsikan hasil inovasi keperawatan anak dengan pemenuhan
kebutuhan dasar thermoregulasi dengan pemberian terapi tepid water sponge
pada anak kejang demam
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Profesi Keperawatan
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
keperawatan khususnya dalam memberikan gambaran asuhan keperawatan pada
anak.
2. Bagi Penulis Penulisan karya ilmiah
ini untuk mengetahui, menambah wawasan dan pengalaman serta merupakan
sarana penerapan ilmu keperawatan pada pasien meningitis.

15
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi yang hendak melakukan pembuatan karya ilmiah dengan
intervensi yang berbeda dalam pembuatan asuhan keperawatan.
4. Bagi Orang Tua
Penulisan karya ilmiah ini untuk mengetahui dan menambah wawasan bagi ibu
agar dapat mendeteksi mengurangi tanda dan gejala demam sedini mungkin.

16
BAB II
LITERATUR REVIEW
A. Konsep Dasar Masalah Keperawatan
1. Meningitis
a. Pengertian
Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membrane
(selaput) yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab
meningitis meliputi bakteri, virus, dan organisme jamur
(Muttaqin,2008).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi
pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita Yuliani 2006). Pengertian lain
juga menyebutkan bahwa meningitis adalah inflamasi arakhnoid dan
pia mater yang mengenai CSS (Cairan Serebro Spinal). Infeksi
menyebar ke subarachnoid dari otak dan medula spinalis biasanya dari
ventrikel (Batticaca, Fransisca, 2008).
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput
yang disebut meningen.Peradangan pada meningen khususnya pada
bagian araknoid dan plamater (leptomeningens) disebut
meningitis.Peradang pada bagian duramater disebut pakimeningen.
Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena
toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan
bakteri.Meningitis adalah peradangan pada meningen yaitu membrane
yang melapisi otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013).

b. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai
cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah

17
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,
Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi
otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococcus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa.
c. Etiologi
Widagdo, dkk (2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan
oleh berbagai macam organisme: Haemophilus influenza, Neisseria
meningitis (Meningococus), Diplococus pneumonia, Streptococcus
group A, Pseudomonas, Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Klebsiella, Proteus. Paling sering klien memiliki kondisi predisposisi
seperti: fraktur tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau spinal,
dimana akan meningkatkan terjadinya meningitis. Berikut merupakan
penyebab meningitis diantaranya:
a. Meningitis bakteri
Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah:
Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria
meningitides, dan Staphylococcus aureus. Protein di dalam bakteri
sebagai benda asing dan dapat menimbulkan respon peradangan.
Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel-sel
sebagai respon peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan
leukosit yang dibentuk di ruang subaraknoid. Penumpukan didalam
cairan serebrospinal akan menyebabkan cairan menjadi kental
sehingga dapat menggangu aliran serebrospinal di sekitar otak dan
medulla spinalis. Sebagian akan menganggu absorbsi akibat
granulasi arakhnoid dan dapat menimbulkan hidrosefalus.
Penambahan eksudat di dalam ruang subaraknoid dapat
menimbulkan peradangan lebih lanjut dan peningkatan tekanan
intrakranial. Eksudat akan mengendap di otak dan saraf-saraf
kranial dan spinal. Sel-sel meningeal akan menjadi edema,

18
membran sel tidak dapat lebih panjang mengatur aliran cairan yang
menujuh atau keluar dari sel.

b. Meningitis virus
Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik meningitis.
Meningitis ini terjadi sebagai akibat dari berbagai macam penyakit
virus yang meliputi measles, mumps, herpes simplex dan herpes
zoster. Pembentukan eskudat pada umumnya terjadi diatas korteks
serebral, substansi putih dan meningens.Kerentanan jaringan otak 8
terhadap berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang
dipengaruhi.Virus herpes simplex merubah metabolisme sel, yang
mana secara cepat menyebabkan perubahan produksi enzim atau
neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel dan
kemungkinan kelainan neurologi.

Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitis ada 2 yaitu:

a. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus


pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negatif.

b. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria


meningitidis dan diplococcus pneumonia.

d. Manifestasi Klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak
responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a) Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha
dalam keadan fleksi keara h abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka
dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif

19
pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang
sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK
akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda
perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa
dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis
meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi
tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda
koagulopati intravaskuler diseminata (Batticaca, Fransisca, 2008).
e. Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan
meningen yaitu pada bagian paling luar adalah durameter, bagian
tengah araknoid dan bagian dalam piameter. Cairan serebrospinalis
merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang
subarachnoid yang dihasilkan dalam fleksus-fleksus choroid yang
kemudian di alirkan melalui sistem ventrikel.
Mikroorganisme daoat masuk ke dalam sistem saraf pusat
melalui beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma
kepala yang dapat tembus pada CSF dank arena lingkungan. Invasi
bakteri pada meningen mengakibatkan respon peradangan. Netropil
bergerak ke ruang subarachnoid untuk memfagosit bakteri
menghasilkan eksudat dalam ruang subarachnoid. Eksudat ini yang
dapat menimbulkan bendungan pada ruang subarkhnoid yang pada
akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus.
Selain itu luka atau fraktur terbuka pada kepala dan medulla
spinalis, memungkinkan mudahnya bakteri atau kuman masuk ke otak.
Infeksi pada telinga seperti otitis media dan mastoiditis meningkatkan
resiko meningitis bakteri. Kuman bakteri akan mudah menembus
membrane epithelium dan masuk ke ruang subarachnoid, berkembang
menimbulkan respon inflamasi. Radang paru yang paling sering adalah

20
karena tuberkolusis paru mengakibatkan meningitis bakteri atau
meningitis TB. Selain itu pembedahan otak dan spinal secara langsung
kuman dapat masuk ke lapisan otak. Sepsis atau infeksi sistemik juga
beresiko terjadinya meningitis (Arif Muntaqqin,2008).
f. Pathway

21
g. Komplikasi
1) Peningkatan tekanan intrakranial
2) Hydrosephalus : Penumpukan cairan pada rongga otak, sehingga
meningkatkan tekanan pada otak.
3) Infark serebral : Kerusakan jaringan otak akibat tidak cukup suplai
oksigen, karena terhambatnya aliran darah ke daerah tersebut.
4) Ensepalitis : peradangan pada jaringan otak dan meningenakibat
virus, bakteri, dan jamur.
5) Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormon
6) Abses otak : Infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan
nanah didalam otak serta pembengkakakan.
7) Kejang : Gangguan aktivitas listrik di otak. Ditandai dengan
gerakan tubuh yang tidak terkendali dan hilangnya kesadaran.
8) Endokarditis : Infeksi pada endokardium yaitu lapisan bagian
dalam jantung.
9) Pneumonia : Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung
udara disalah satu atau kedua paru-paru yang dapat berisi cairan.
10) Syok sepsis : Infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan
tekanan darah yang sangat rendah.
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang (Hudak dan Gallo, 2012)
1) Pungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat,
kadar glukosa darah menurun, protein meningkat, glukosa serum
meningkat.
2) Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab.
3) Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab
4) Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+naik dan K+
turun
5) MRI, CT-scan/ angiorafi
i. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan umum :
a. Pasien di isolasi

22
b. Pasien di istirahatkan/bedrest
c. Kontrol hipertermia dengan kompres hangat, pemberian
antipiretik seperti parasetamol, asam salisilat
d. Kontrol kejang : Diazepam, fenobarbital
e. Kontrol peningkatan tekanan intracranial : Manitol,
kortikosteroid
f. Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi
2) Pemberian antibiotic
a. Diberikan 10-14 hari atau sedikitnya 7 hari bebas panas
b. Antibiotik yang umum diberikan : Ampisilin, gentamisin,
kloromfenikol, selalosporin.
c. Steroid untuk mengatasi inflamasi
d. Antipiretik untuk mengatasi demam
e. Antikonvulsant untuk mencegah kejang
f. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang
masih bisa dipertahankan
g. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel
Periton)

3) Pengobatan simtomatis :
a. Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 –
0.6/mg/kg/dosis
b. Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
c. Turunkan panas Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10
mg/kg/dosis.
d. Kompres air PAM atau es.
4) Pengobatan suportif :
a. Cairan intravena.
b. Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 –
50%
5) Perawatan pada waktu kejang
a. Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
b. Hisap lender

23
c. Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan
aspirasi.
d. Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
2. Hipertermi
a. Pengertian

Hipertermia adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas


rentangnormal tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Hipertermia
adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh melebihi titik tetap (set point)
lebih dari 37°C, yang biasanya diakibatkan suhu tubuh melebihi titik
tetap (set point) lebih dari 37°C, yang biasanya diakibatkan oleh
kondisi tubuh atau eksternal yang menciptakan lebih banyak panas dari
pada yang dapat dikeluarkan oleh tubuh (Haryono & Utami, 2019).

Menurut Arif Muttaqin (2014) hipertermia adalah peningkatan


suhu tubuh sehubugan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas.
Menurut Handy (2015) menyatakan bahwa suhu normal bayi dan anak
samayaitu antara 36,5-37,5°C. Hipertermi adalah kondisi kretika suhu
tubuh lebih tinggi dari normal yaitu di atas 38°C.

b. Penyebab
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) ada beberapa penyebab
dari hipertermia yaitu
1) Dehidrasi,
2) Terpapar lingkungan panas,
3) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker),
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan,
5) Peningkatan laju metabolisme,
6) Respon trauma,
7) Aktifitas berlebihan, dan
8) Penggunaan inkubator.
c. Manifestasi klinis
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) batasan karakteristik pada
hipertermia meliputi:

24
1) Kejang
Suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fuktasi kontraksi dan
eregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang
tidak terkendali seperti kejang.
2) Kulit merah
Tanda pada hipertermia seperti kulit kemerah-merahan disebabkan
karena adanya vasodilatasi pembuluh darah.
3) Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Hal ini berhubungan denganadanya produksi panas yang berlebih,
kehilangan panas berlebih, produksipanas minimal, kehilanan panas
minimal, atau kombinasi antara keduanya.
4) Takikardia
Takikardia merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau ancaman
syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri.
5) Takipnea
Takipnea merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau ancaman
syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri.
6) Kulit terasa hangat
Fase dingin pada hipertermia akan hilang jika titik pengaturan
hipotalamus baru telah tercapai. Dan selama fase plateau, dingin akan
hilang dan anak akan merasa hangat. Hal ini juga terjadi karena adanya
vasodilatasi pembuluh darah sehingga kulit menjadi hangat
d. Mekanisme Hipertermi
Hipertermi terjadi akibat adanya infeksi atau peradangan, sebagai
respon masuknya mikroba, sel-sel fagositik tertentu (makrofag)
mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen
endogen. Pirogen endogen akan meningkatkan titik hipotalamus
dengan memicu pelepasan lokal prostaglandin, yaitu mediator kimiawi
lokal yang bekerja langsung pada hipotalamus. Secara spesifik,
hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas segera meningkat
dan mendorong suhu naik yang mengakibatkan terjadinya menggigil
pada permukaan demam. Setelah suhu baru tercapai maka suhu tubuh
diatur sebagai norma dalam respon terhadap panas dengan patokan
yang lebih tinggi (Sherwood, 2012).

25
e. Patofisiologi Hipertermi
Perubahan pengaturan homeostatis suhu normal oleh
hipotalamus dapat diakibatkan dari infeksi bakteri, virus, tumor,
trauma, dan sindrom malignan dan lain-lain bersifat pirogen eksogen
yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk membentuk
pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan
peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus tersebut masuk ke
dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen akan mempengaruhi
sistem imun (Widagdo, 2012).
saat substansi ini masuk ke sirkulasi dan mengadakan interkasi
dengan reseptor dari neuron preoptik di hipotalamus anterior, dan
menyebabkan terbentuknya prostaglandin E2. IL-2 yang bertindak
sebagai mediator dari respon demam, dan berefek padaneuron di
hipotalamus dalam pengaturan kembali (penyesuaian) dari thermostatic
set point. Akibat demam oleh sebab apapun maka tubuh membentuk
respon berupa pirogen endogen termasuk IL-1, IL-6, tumor necrotizing
factor (TNF) (Widagdo, 2012).
Sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk
meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Selain itu, substansi
sejenis hormon dilepaskan untuk selanjutnya mempertahankan
melawan infeksi. Substansi ini juga mencetuskan hipotalamus unuk
mencapai set point. Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi
tubuh memproduksi dan menghemat panas. Dibutuhkan beberapa jam
untuk mencapai set point baru dari suhu tubuh. Selama periode ini,
orang tersebut menggigil, gemetar dan merasa kedinginan, meskipun
suhu tubuh meningkat (Widagdo, 2012).
f. Penatalaksanaa Hipertermi
Menurut Kaneshiro dan Zieve (2010) penatalaksanaan demam
bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan
untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi
menjadi dua garis besar yaitu: nonfarmakologi dan farmakologi. Akan
tetapi, diperlukan penanganan demam secara langsung oleh dokter
apabila penderita dengan suhu 38°C, penderita dengan umur 3-12

26
bulan dengan suhu >39°C, penderita dengan suhu >40,5°C, dan
demam dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam.
Penatalaksanaan demam dibagi menjadi dua, yaitu secara
farmakologi dan non farmakologi.
1) Penanganan farmakologis
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik)
adalah paracetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Paracetamol
cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen
memiliki efek kerja yang lama (Graneto, 2010).
Obat penurun panas tidak mengobati penyebab demam, tujuan
pemberiannya adalah tidak untuk menghilangkan demam
melainkan agar anak merasa lebih nyaman dengan mengurangi
suhu 1-2 derajat, tetapi pemberian obat antipiretik merupakan
pilihan pertama dalam menurunkan demam, khususnya pada
pasien berisiko seperti pada anak dengan kelainan kardiopulmonal
kronis, kelainan metabolik, penyakit neurologis dan anak yang
berisiko kejang demam (Kania, 2010),
2) Penatalaksanaan Non Farmakologis.
Terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan demam,yaitu sebagai
berikut:
a) Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah
dehidrasi dan beristirahat yang cukup.
b) Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan
pada saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang
terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis
selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.
c) Melakukan tepid water sponge pada penderita. Pemberian tepid
water sponge efektif terutama setelah pemberian obat (Kaneshiro
& Zieve, 2010).

27
3. Tepid Water Sponge
a. Pengertian
Tepid water sponge merupakan suatu tindakan kompres hangat
dengan teknik seka diberikan kepada pasien yang mengalami demam
tinggi untuk menurunkan atau mengurangi suhu tubuh (Bangun &
Ainun, 2017). Tepid water sponge merupakan salah satu teknik untuk
menurunkan suhu tubuh dengan menyeka pada bagian tubuh terutama
di area lipatanlipatan, prosedur ini menggunakan prinsip evaporasi dan
konduksi untuk meningkatkan kontrol kehilangan panas (Potter &
Perry, 2010).
Tepid water sponge merupakan suatu prosedur untuk
meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh melalui evaporasi dan
konduksi, yang biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami
demam tinggi (Wardiyah, Setiawati, dan Setiawan, 2016).
Langkah-langkah (Tepid Water Sponge) menurut Rosdahl dan
Kowalski (2008) terdiri dari:
1. Tahap persiapan
a. Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga tepid
sponge.
b. Persiapan alat terdiri dari ember (Waskom) tempat air hangat
bersuhu 26°-35°C, lap mandi 6 buah, handuk mandi 1 buah, selimut
mandi 1 buah, perlak besar 1 buah, thermometer, selimut hipotermi
atau selimut tidur 1 buah.
2. Pelaksanaan
a. Berikan kesempatan klien untuk menggunakan urinal sebelum
tepid sponge
b. Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat antipiretik yang telah
diminum klien untuk menurunkan suhu tubuh.
c. Buka seluruh pakaian klien. Letakkan lap mandi di dahi, aksila,
pangkal paha Lap ekstremitas selama 5 menit, punggung dan
bokong selama 10-15 menit. Lakukan melap tubuh klien selama 20
menit. Pertahankan suhu air tetap berada pada kisaran 30°-35°C.
d. Hentikan prosedur bila klien kedinginan atau menggigil (segera
setelah suhu tubuh klien mendekati normal (37.5° per oral)

28
selimuti klien dengan selimut tidur pakaiankan klien baju yang
tipis dan mudah menyerap keringat.
e. Catat suhu tubuh dan tingkat rasa nyarnan klien sebelum dan
setelah prosedur.
b. Manfaat
Tepid water sponge lebih efektif menurunkan suhu tubuh anak
dengan demam dibandingkan dengan kompres hangat disebabkan
adanya seka tubuh pada tepid water sponge yang akan mempercepat
vasodilatasi pembuluh darah perifer diseluruh tubuh sehingga
evaporasi panas dari kulit kelingkungan sekitar akan lebih cepat
dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres hangat yang hanya
mengandalkan dari stimulasi hipotalamus (Wardiyah et al, 2016).
Pemberian kompres pada daerah tubuh akan memberikan sinyal
ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Sistem efektor
mengeluarkan sinyal untuk berkeringat dan vasodilatasi perifer.
Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan energi atau
panas melalui keringat karena seluruh tubuh dan kulit dikompres atau
dibilas dengan air. Kulit merupakan radiator panas yang efektif untuk
keseimbangan suhu tubuh, sehingga dengan membilas seluruh tubuh
atau kulit menyebabkan kulit mengeluarkan panas dengan cara
berkeringat dan dengan berkeringat suhu tubuh yang awalnya
meningkat menjadi turun bahkan sampai mencapai batas normal
(Corwin, 2007 cit Zahroh dan Ni’matul, 2017).
Pada prinsipnya pemberian tepid water sponge dapat
menurunkan suhu tubuh melalui proses penguapan dan dapat
memperlancar sirkulasi darah, sehingga darah akan mengalir dari organ
dalam kepermukaan tubuh dengan membawa panas. Kulit mempunyai
banyak pembuluh darah, terutama tangan, kaki dan telinga. Aliran
darah melalui kulit dapat mencapai 30% dari darah yang dipompakan
jantung. Kemudian panas berpindah dari darah melalui dinding
pembuluh darah kepermukaan kulit dan hilang kelingkungan sehingga
terjadi penurunan suhu tubuh (Potter dan Perry, 2010 cit Wardiyah,
2016).

29
4. Analisis jurnal terkait
Pada penelitian windawati (2020) Kejang demam adalah kelainan
neurologis yang paling sering ditemukan pada anak-anak, karena
munculnya kejang demam yang berhubungan dengan usia, tingkat suhu
dan kecepatan kenaikan suhu, termasuk faktor keturunan yang juga
berperan dalam peningkatan kejang demam di mana anggota keluarga
pasien memiliki kesempatan untuk mengalami kejang lebih banyak
daripada anak-anak normal.
Berdasarkan analisa peneliti, pelaksanaan implementasi melakukan
kompres hangat dan memonitor suhu setiap 3 jam sekali serta
berkolaborasi dalam pemberian obat dan cairan intravena sudah sesuai
dengan teori. Pemberian kompres hangat memberikan reaksi fisiologis
berupa vasodilatasi dari pembuluh darah besar dan meningkatkan
evaporasi panas dari pemukaan kulit. Hipotalamus anterior memberikan
sinyal kepada kelenjar keringat untuk melepaskan keringat melalui saluran
kecil pada permukaan kulit. Keringat akan mengalami evaporasi, sehingga
akan terjadi penurunan suhu tubuh (Potter & Perry, 2010).
Kesimpulan dari penelitian ini setelah di lakukan Implementasi
keperawatan yang dilakukan adalah dengan pemberian kompres hangat
untuk mengatasi dan menurunkan suhu panas tubuh pada anak selama 3
hari. Evaluasi yang diperoleh pada kedua pasien selama 3 hari perawatan
di ruang rawat inap anak masalah keperawatan hipertermia belum teratasi.
Setelah dilakukan penelitian menunjukkan rerata suhu tubuh sebelum
diberi tindakan kompres hangat adalah 38,5°C. sedangkan rerata suhu
sesudah diberikan kompres hangat adalah 38,0°C. Sehingga ada penurunan
sebesar 0,5°C.
Pada penelitian Rahmatika, S., Herawati, W., & Margaretha, S. (2022).
Upaya Menurunkan Hipertermi Dengan Pemberian Kompres Kombinasi
Teknik Blok Dan Seka (Tepid Water Sponge) Pada Pasien Anak
Meningitis Di Bangsal Padmanaba Barat RSUP Dr. Sardjito. Tindakan
yang dilakukan pada satu responden selama 3 kali menunjukkan rata-rata
suhu tubuh sebelum dilakukan tindakan TWS 38,0°C dan rata-rata suhu
tubuh setelah dilakukan tindakan TWS 37,2°C.

30
Pada penelitian Kurnia Dewi Anisa (2019) yang berjdul Efektifitas
Kompres Hangat untuk Menurunkan Suhu Tubuh pada An. D dengan
Hipertermia. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa suhu tubuh
sebelum diberikan kompres air hangat yaitu 39,30C, sedangkan suhu tubuh
sesudah diberikan kompres air hangat pada hari pertama terjadi penurunan
sebanyak 1,50C menjadi 37,80C. Pada pemberian kompres hangat di hari
kedua terjadi penurunan sebanyak 0,80C menjadi 37,00C dan di hari terakhir
suhu menetap pada 37,00C. Suhu turun sesuai dengan target yang diharapkan.

31
BAB III

PRESENTASI KASUS

A. Metode karya Ilmiah


Karya tulis ilmiah ini menggunakan desain studi kasus deskriptif, yaitu suatu
metode yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif
tentang suatu keadaan secara objektif (Nursalam, 2011). Karya tuls ilmih ini
diarahkan untuk mendeskripsikan pengkajian, analisa data, rencana keperawatan,
implementasi, evaluasi. Hasil yang diharapkan oleh peneliti adalah melihat penerapan
tepid water sponge pada anak dengan meningitis di Ruang PICU RSUD Prof.dr
Margono Soekarjo Purwokerto.
B. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Pasien
Pengkajian dilakukan pada 20 Desember 2022, dimana pasien masuk pada
tanggal 19 Dsesember 2022. Pasien berinisial An. S dengan jenis kelamin
perempuan usia 15 tahun. An. S merupakan anakke 4 dari 4 bersaudara dengan
diagnosa meningitis. Usia Tn.S 58 tahun sedangkan Ny. M 53 tahun.
a. Keadaan Saat ini
Brdasarkan hasil pengkajian Pasien bernama an. S datang ke RSMS pada
tanggal 19 Oktober 2022 pukul 14.30 WIB. Pasien datang dari igd. Pasien
mengeluh pusing, napsu makan kurang, mual. Pasien tampak lemah. Sebelumnya
pasien pernah dirawat di RSUD Goeteng dengan riwayat demam typoid.
Kemudian pada tanggal 18 Oktober 2022 pasien mengalami mual, muntah dan
kejang kemudian di bawa ke rs DKT wijayakusuma pasien di diagnosa meningitis
kemudian di rujuk ke RSMS. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 20 Oktober
2022 pasien terpasang NGT, terpasang oksigen nasal kanul 2lpm, kesadaran
apatis, GCS: E:4 V:5 M:4, Tekanan darah 110/73 mmhg, S: 38,2 C, N: 90x/menit,
RR: 28x/ menit, spo2: 99 %, berat badan 50 kg, tinggi badan 160cm.
b. Riwayat anak pada masa prenatal, intranatal, postnatal
Hasil pengkajian pada riwayat prenatal ibu pasien mengatakan tidak ada
keluhan saat kehamilan dan rajin memeriksakan diri ke bidan desa kurang lebih
6x. Intranatal : Ibu pasien mengatakan anaknya lahir secara normal dipuskesmas
pada minggu ke-40. Postnatal : Ibu pasien mengatakan anaknya lahir dengan berat

32
badan 2800 gram dan panjang 46 cm. Sebelumnya pernah dirawat di RS 2021
karena demam.
c. Kebutuhan dasar
Kebutuhan dasar pasien dari aspek nutrisi : ibu pasien mengatakan An. S
mengatakan anaknya saat sakit hanya makan sedikit dan menghabiskan ½ porsi
dari porsi sebelum sakit, dan minum sedikit hanya 1-2 gelas. Eliminasi : ibu
pasien mengatakan An. S BAB lancar 1x berhari tidak terjadi sembelit ataupun
diare, BAK menggunakan pampers, urin berwarna kuning. Istirahat tidur: ibu
pasien mengatakan An. S tidur malam 7 jam/hari.
d. Pemeriksaan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan pasien diperoleh bahwa
pertumbuhan fisik: baik, berat badan pasien saat ini 50kg, dengan tinggi 160 cm.
Sebelum pasien sakit berat badannya 55kg. Di usia pasien sekarang sudah dalam
masa pubertas. Perkembangan motorik kasar: pasien berusia 15 tahun, yang
sedang dalam masa pubertas. Perkembangan motorik halus: pasien berusia 15
tahun, yang sedang dalam masa pubertas. Perkembangan bahasa: pasien mampu
berbahasa indonesia. Perkembangan bahasa sudah lengkap dan fasih.
Perkembangan sosial: ibu pasien mengatakan pasien mampu bersosialisasi dengan
baik terhadap keluarga, teman sebayanya dan masyarakat sekitar. Perkembangan
kognitif: ibu pasien mengatakan pasien sudah mendaftar les dan akan mengikuti
les karena akan masuk kelas 3 SMP.
e. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum tanda-tanda vital. keadaan umum: composmetis, TB dan BB :
160 cm dan 50 kg, Lingkar kepala : 45 cm, Lingkar lengan: 16 cm, Suhu: 38,2ºC,
Nadi: 90 x/menit, Pernafasan: 28x/menit. Pengkajian kardiovaskuler: Nadi, denyut
apeks-frekuensi, irama dan kualitas: teraba, frekuensi normal. Nadi perifer ada
frekuensi 25x/menit. Pemeriksaan toraks dan hasil auskultasi: tidak ada
deformitas, bunyi jantung: lup dup, irama reguler. Pemeriksaan toraks dan hasil
auskultasi : lingkar dada (toraks) : 94 cm, tidak adanya tanda-tanda deformitas:
simetris kanan & kiri. Tingkat aktivitas: baik dan perilaku dalam kategori normal
tidak ada gangguan. Kulit tampak sawo matang, elastisitas: turgor kulit kering,
Suhu tubuh : Teraba panas yaitu 38,2ºC, takut saat akan di beri tindakan aseptik
seperti injeksi, jari tangan dan kaki tidak menghitam/dubbling, tidak terdapat
periobital atau kantung mata pada pasien. Ekstremitas: tidak terdapat edema.

33
f. Pengkajian respiratori
Pengkajian respiratori yaitu frekuensi pernafasan, kedalaman dan
kesimetrisan: RR 28x/menit, dada simetris. Pola nafas: reguler. Retraksi: tidak
ada. Pernafasan cuping hidung: tidak terdapat pernafasan cuping hidung. Posisi
yang nyaman: ibu pasien mengatakan posisi yang nyaman yaitu berbaring. Hasil
auskultasi toraks: vesikuler dan fase ekspirasi dan inspirasi memanjang: normal.
Hasil pemeriksaan toraks: lingkar dada: 94 cm, bentuk dada: Simetris.
g. Pengkajian neurologi
Pengkajian neurologi yaitu tingkat kesadaran: sadar, apatis dengan GCS:
E4M5V4, pemeriksaan kepala yaitu bentuk kepala: bulat, Fontanel: teraba keras,
normal. Reaksi pupil ukuran: kanan 5 mm kiri 4 mm, reaksi terhadap cahaya:
mengecil atau miosis (normal). Aktifitas kejang jenisnya: pasien mengalami
kejang 1 kali , lamanya: +/- 2 menit. Fungsi sensoris yaitu reaksi terhadap nyeri:
ada, refleks tendon dan superficial : normal. Refleks patologis: normal.
Kemampuan intelektual yaitu kemampuan menulis & menggambar: pasien dapat
menulis dan membaca.
h. Pengkajian gastrointestinal
Pengkajian gastrointestinal yaitu turgor kulit: dalam kategori normal,
membran mukosa: kering, asupan & haluaran: infus RL, air putih, kekakuan:
pasien tidak mengalami kekakuan sendi, bising usus: 12 x/menit, muntah: pasien
tidak mengalami muntah, feses: orang tua pasien mengatakan An. S BAB 1x/hari
dengan konsistensi lunak, tidak ada nyeri saat BAB, Kram: tidak ada.
i. Pengkajian renal/ginjal
Pengkajian renal/ginjal yaitu fungsi ginjal nyeri tekan pinggang atau
suprapubik: tidak terdapat nyeri tekan pada suprapubik, disuria: pasien tidak
mengalami masalah disuria, pola berkemih (lancar/menetes): lancar, pasien
terpasang kateter, adanya acites: tidak terdapat pembengkakan diperut/ perut
membesar atau acites, adanya edema pada (skrotum, periorbital, tungkai bawah):
tidak adanya edema pada ekstermitas pasien. Karakteristik urine dan urinasi warna
urine tampak bening, warna : kuning, bau (amoniak atau aseton): bau khas
amoniak, berat urine: 500cc . Genetalia: tidak ada iritasi, sekret: tidak ada secret
pada bagian genetalia pasien.

34
j. Pengkajian muskuloskeletal
Pengkajian muskuloskeletal, diperoleh hasil pada Fungsi motorik kasar:
normal, ukuran otot (adanya atropi/hipertropi otot): tidak adanya atropi atau
hipertopi otot pada kaki dan tangan. Tonus otot (spatis, rentang gerak terbatas):
tidak ada (normal) dengan kekuatan otot pada masing-masing ekstermitas adalah 5
(kekuatan otot normal), gerakan abnormal: tidak terdapat gerakan abnormal.
Fungsi motorik halus: baik, tidak ada masalah, kontrol postur: baik dan
bergoyang-goyang, tidak ada kelainan postur tubuh. Persendian didapatkan
rentang gerak: pasien mampu bergerak bebas, kontraktur: tidak ada, adanya edema
dan nyeri: tidak adanya edema pada ekstermitas pasien, tonjolan abnormal: tidak
terdapat tonjolan abnormal. Tulang belakang didapatkan hasil lengkung tulang
belakang (scoliolisis, kifosis): tidak terdapat kelainan tulang belakang (scoliolisis,
kifosis).
k. Pengkajian hematologi
Pengkajian hematologi didaptakan warna kulit: sawo matang, perdarahan dari
membran mukosa atau dari luka suntikan/fungsi vena: tidak ada perdarahan.
Abdomen : tidak ada pembesaran hati dan tidak ada pembesaran limpa.
Pengkajian endokrin pada status hidrasi, poliuria: pasien tidak mengalami
poliauria (banyak kencing), polifagia: pasien tidak mengalami polifagia (banyak
makan), polidipsi: pasien mengalami polidipsi, dehidrasi (sering haus), kulit
pasien elastis dalam kategori baik, pasien tidak gemetaran, ada sakit kepala.

35
2. Obat-obatan saat ini
Obat-obatan pasien selama menjalani pengobatan (20/12/2022)

No Nama obat Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek samping


.
1. Inj Ranitidin 2x1 amp Tukak lambung dan Riwayat porfia Sakit kepala,
tukak duodenum, akut konstipasi, diare,
refluksi esofagatis, mual, nyeri perut,
dispepsia episodik puasing.
kronis
2. Inj 2x4mg Mual muntah hipersensitivitas Nyeri dada,
Ondansetron bradikardia,
hipotensi, aritma,
hipoksia
3 Manitol 2x125 mg Menurunkan tekanan Gagal ginjal, Sering buang air
intrakranial dan dehidrasi berat kecil, haus terus,
intraokular yang merasa mual,
tinggi demam , sakit
kepala
4. Inj gentamicin 3x80 mg Septikema dan Riwayat Reaksi alergi,
sepsis hipersensitivitas nyeri sendi, sakit
terhadap kepala, mual,
aminoglikosida muntah

6. Paracetamol 2x500 mg Nyeri ringan sampai Riwayat Mual, muntah,


sedang hipersensitivitas sakit perut
dan penyakit
hepar aktif
derajat berat.
7. Penitoin 2x100 mg Kejang Riwayat Pusing, nyeri
hipersensitivitas kepala, tremor,
insomnia,
penglihatan kabur,
demam, hepatis
8. Ceftriaxone 2x 2gr Infeksi bakteri gram Riwayat Bengkak, pusing,
negatif maupun mual muntah,

36
gram positif hipersensitivitas diare, ruam kulit,
sakit perut
9. OAT INH 1x300 mg Antibiotik TB Riwayat mual, muntah
hipersensitivitas warna air kencing
berubah
10. Rifampisin 3x10mg Untuk pengobatan Riwayat Keringat, warna
tuberkulosis hipersensitivitas urine, kembung,
mual, muntah,
diare
11. Etambutol 1x750 mg Untuk pengobatan Riwayat Gangguan kulit,
tuberkulosis hipersensitivitas gangguan
kardiovaskular,
gangguan
neurologi
12. Diazepam 10 mg Ansietas, insomnia, Depresi Kantuk, pusing,
kejang demam, pernafasan, lelah, penglihatan
spasme otot gangguan hati, buram
bayi prematur,
ibu mahil

3. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Laboratorium tanggal (19/12/2022)

NO JENIS NILAI NILAI INTERPRETASI


. PEMERIKSAAN NORMAL SAAT INI
1. Darah lengkap
(19/12/22)
Hemoglobin 11.7-15.5 10,9 Rendah
Leukosit 4500-13000 8670 Normal
Hematokrit 34-45 32 Rendah
Eritrosit 4.11-5.55 4.10 Rendah
Trombosit 154000- 302000 Normal
Mcv 388000 78.0 Normal
Mchc 71.8-92.0 34.1 Normal
Rdw 30.8-35.2 14.9 Tinggi

37
Mpv 11.3-14.6 8.6 Normal
Basofil 9.4-12.4 0.1 Normal
Eosinofil 0-1 0.0 Rendah
Batang 0.7-5.4 0.5 Tinggi
Segmen 3-5 86.1 Tinggi
Limfosit 50-70 9.7 Rendah
Monosit 20.4-44.6 3.6 Normal
Neutrofil 3.6-9.9 86.6 Tinggi
25.0-60.0

2. KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 80-139 117 Normal
Ureum darah 15.00-40.00 21.12 Normal
Kreatinin darah 0.50-1.00 0.71 Normal
3. Sero imunologi
Salmonela IGM 0-2 : negatif 4 Positif
>2-4 : positif
ringan
>4-10 : positif

Pemeriksaan Diagnostik
MSCT- kepala dengan KONTRAS
Hasil:
Tak tampak gambaran meningoencephalitis maupun hidrocephalus
Tak tampak infaract, perdarahan maupun SOL intracranial
Tak tampak tanda peningkatan tekanan intrakranial

4. Ringkasan Riwayat Keperawatan


38
DS : Ibu pasien mengatakan mengeluh An.S demam , turun saat diberikan
penurun panas lalu kembali demam lagi. Ibu pasien mengatakan anaknya
mengalami kejang, kejang dirumah 1x dari jam 16.30-18.00 WIB, dan kejang di
IGD 1x durasi kejang +/- selama 1-2 menit. Kejang seluruh tubuh, saat kejang
pasien tidak sadar, sebelum dan sesudah kejang sadar. Ibu pasien mengatakan
bingung karena demam pada anaknya tidak kunjung sembuh dan tidak mengetaui
cara menanganinya saat anak kejang.
DO : Pada saat dilakukan pengajian tanggal 20 Desember 2022 pasien terlihat
lemas, ekstermitas teraba hangat, turgor kulit dan mukosa bibir kering, pasien
tampak kesakitan tidur terlentang tidak berani mengubah posisi. Ibu pasien
tampak cemas dan bingung kondisi anaknya. Pasien tampak terpasang NGT,
pasien tampak terpasang oksigen nasal kanil 2lpm Hasil TTV Tekanan Darah :
110/73 mmHg, Suhu : 38,2°C, Nadi 90x/menit, Respiratori 28x/menit SpO2 :
99%.

39
5. Analisis Data
Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data subyektif dan objektif untuk
menentukan masalah dan etiologi dari penyakit pasien sehingga dapat ditegakan
diagnosa keprawatan:

Analisis Data

N
Tgl Data fokus Problem Etiologi
o

DS:
-Ibu pasien mengakatan An. S
mengeluh sakit kepala
-Ibu pasien mengatakan anaknya
1. sering pusing Perfusi serebral
20/12/22 Infeksi otak
DO: tidak efektif
-Kesadaran apatis
-Kejang 1 kali durasi 2 menit
-Gelisah
-Kaku kuduk (+)

2.20/12/22 DS: Hipertermi Proses infeksi


-Ibu pasien mengatakan anaknya
demam naik turun
-Ibu pasien mengatakan anaknya
sering mengeluh pusing
DO :
-KU: lemah
-Suhu Badan An. S terasa hangat
-Suhu badan 38,2 C
-Mukosa mulut kering
-turgor kulit:sedang

3.20/12/22 DS: Pola nafas Hambatan


- ibu pasien mengatakan pasien tidak efektif upaya nafas
sesak nafas

40
DO:
-pasien terlihat sesak nafas
I : pergerakan dinding dada
simetris
A : ronchi (-)
P : tidak ada nyeri tekan
P : sonor
RR: 28x/ menit

4.20/12/22 DS: Intoleran aktivitas Kelemahan


-
DO:
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak tirah baring,
tiduran
- HB pasien 10,9 (rendah)
kesadaran apatis,
GCS: E:4 V:5 M:4
Tekanan darah 110/73 mmhg, N:
90x/menit, RR: 28x/ menit

6. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

2. Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak (ME)

3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

41
7. Rencana Keperawatan

Nama klien : An. S Usia : 15 Tahun


Jenis kelamin : Perempuan Dx Medis : Meningitis
Tgl Masuk RS : 19 Desember 2022 Tanggal Pengkajian: 20 Desember 2022

No. Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan Rasional


keperawatan
1. Perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan TIK (tenakan
tidak efektif b.d keperawatan selama 3x24jam, intrakranial)
infeksi otak diharapkan perfusi serebral - Identifikasi penyebab peningkatan tekanan - Untuk mengetahui
(ME) meningkat. intrakranial peningkatan TIK
- Monitor tanda atau gejala peningkatan - Untuk mengetahui
Kriteria hasil : tekanan intrakranial potensial peningkatan
Krteria ekspetasi - Minimalkan stimulus dengan menyediakan TIK
Tingkat 4 lingkungan yang tenang - agar klien tidak
kesadaran - Berikan posisi semi fowler mengalami depresi
Demam 5 - Cegah terjadinya kejang dimana bila terjadi
TD sistolik 4 - Kolaborasi sedasi dan anti konvulsan, jika depresi maka tekanan
TD diastolik 4 perlu darah akan naik saat
tekanan darah naik
Keterangan (tk. kesadaran, maka jantung memompa
demam) : begitu cepat ke seluruh
tubuh dan menekan otak
1 : Menurun yang menyebabkan
tekanan itrakranial

42
2 : Cukup Menurun - memberikan posisi
nyaman bagi klien
3 : Sedang - kejang dapat
4 : Cukup Meningkat meningkatkan TIK
sehingga terjadi shock
5 : Meningkat - Sebagai terapi anti
kejang
Keterangan (TDS, TDD):
- Sebagai terapi untuk
1 : Memburuk menghambat reabsorpsi
air dan natrium dan
2 : Cukup Memburuk meningkatkan
osmolaritas darah dan
3 : Sedang
jantung
4 : Cukup Membaik

5 : Membaik

2. Hipertermi b.d Setelah dilakukan tindakan manajemen hipertermi - Monitor tanda vital dan
proses penyakit keperawatan selama 3x24 jam - Identifikasi penyebab hipertermia (mis. obervasi kemajuan
masalah hipertermi teratasi Dehidrasi) penurunan suhu
dengan kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh - Kompres hangat dapat
SLKI: Termoregulasi - Monitor komplikasi akibat hipertermia terjadi vasodilatasi
Indikator Ekspetasi - Sediakan lingkungan yang dingin pembuluh darah sehingga
Suhu tubuh 5 - Longgarkan atau lepaskan pakaian memudahkan suhu tubuh
Suhu kulit 5 - Berikan ventilasi yang adekuat turun
Tekanan 5 - Anjurkan memakai pakaian yang tipis - Pakaian yang tipis dapat
Darah - Ajarkan keluarga pasien untuk kompres air menyerap keringat
Keterangan: hangat dan sekah (tepid water sponge) memudahkan proses
1. memburuk penguapan

43
2. cukup memburuk - Anjurkan tirah baring Membantu dalam
3. sedang Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit menurunkan suhu tubuh
4. cukup membaik intravena

3. Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas - Monitor pola nafas dan
efektif b.d keperawatan selama 3x24 jam - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, observasi kemajuan
hambatan upaya pola nafas membaik dengan usaha nafas) frekuensi nafas
nafas kriteria hasil: - Monitor sputum - Memposisikan semi
Kriteria Ekspetasi - Posisikan semi fowler atau fowler fowler atau fowler
Frekuensi 5 - Berikan minum hangat untuk meringankan
nafas - Berikan oksigen sesak nafas
Kedalaman 5 - Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
nafas
Pemanjangan 5
fase ekspirasi
Keterangan:
1.Memburuk
2.Cukup memburuk
3.Sedang
4.Cukup membaik
5.Membaik
4 Intoleransi toleransi aktivitas Manajemen energi - Mengetahui gangguan
. aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang fungsi yubuh yang
kelemahan keperawatan selama 3x24 jam mengakibatkan kelelahan menyebabkan kelelahan
diharapkan masalah intoleransi - Monitor pola dan jam tidur - .mengetahui pola
aktivitas teratasi dengan Kriteria - Bantu mobilitas bertahap miring kanan-kiri, istirahat pasien
Hasil: duduk - Latihan rentang gerak
Indikator A T - Bantu ADL pasien aktif mampu
Perasaan 3 5 - Latihan rentang gerak aktif mengurangi kekakuan
lemah - Anjurkan tirah baring sendi akibat tirah baring
Keluhan 3 5 - Anjurkan aktivitas bertahap

44
lelah - Membantu ADL Pasien dengan keluarga
Kemudahan 3 5
melakukan
aktivitas
sehari-hari
Kecepatan 3 5
berjalan

Ket:
1. memburuk,
2. cukup memburuk,
3. sedang,
4. cukup membaik, 5. membaik

45
8. Catatan Implementasi Keperawatan

Nama klien : An. S Usia : 15 tahun


Jenis kelamin : Perempuan Dx Medis : Meningitis
Tgl Masuk RS : 19 Desember 2022 Tanggal Pengkajian: 20 Desember2022

Tgl/jam Dx Implementasi kep. Evaluasi Paraf


Keperawatan (SOAP)
20/12/22 Perfusi serebral - Mengidentifikasi penyebab S:-
10.00 WIB tidak efektif peningkatan tekanan intrakranial O:
berhubungan - Memonitor tanda atau gejala
- kesadaran apatis
dengan Infeksi peningkatan tekanan intrakranial
otak (ME) - Meminimalkan stimulus dengan - TTV :
menyediakan lingkungan yang - TD : 110/73 mmHg
tenang - N: 90x/menit
-Memberikan posisi semi fowler - suhu : 38,2 C
- kolaborasi sedasi dan anti - Klien tampak nyaman dengan posisi semi fowler
konvusulan (Manitol 2x125mg, A : Masalah belum teratasi
Penitoin 2x100mg, Diazepam Indikator Awa Akhir
10mg) l
Tingkat kesadaran 2 4
Demam 4 5
TD sistolik 3 4
TD diastolik 3 4

P : Lanjutkan intervensi
20/12/22 Hipertermi b.d - memonitor TTV S:-
proses penyakit - mengidentifikasi penyebab

46
10.00 WIB hipertermia (mis. Dehidrasi) O:
- Memonitor suhu tubuh - TTV : TD : 110/73 mmHg, N; 90x/menit, suhu : 38,2 C
- Memonitor komplikasi akibat - Badan pasien masih teraba hangat
hipertermia
- Pasien tampak lemas
- menyediakan lingkungan yang
dingin - Pasien dan keluarga kooperatif
- melonggarkan atau lepaskan A : Masalah belum teratasi
pakaian Indikator Ekspetasi
- memberikan ventilasi yang Suhu tubuh 5
adekuat Suhu kulit 5
- menganjurkan memakai pakaian Tekanan 5
yang tipis Darah
- melakukan kompres air hangat P : Lanjutkan intervensi

20/12/202 Pola nafas tidak - Monitor tanda-tanda vital : S :-


2 efektif b.d TD, RR, nadi, suhu, dan
10.0 WIB hambatan upaya SPO2 O:
nafas - Memonitor pola nafas
-Tekanan darah 110/73 mmhg
(frekuensi, kedalaman, usaha
nafas) -S: 38,2 C
-N: 90x/menit
-RR: 28x/ menit,
-spo2: 99 %
-Terpasang O2 nasal kanul 2lpm
A : malasah belum teratasi

Kriteria Ekspetasi

47
Frekuensi 5
nafas
Kedalaman 5
nafas
Pemanjangan 5
fase ekspirasi
P : lanjutkan intervensi

20/12/202 Intoleransi - Mengkaji pola dan jam tidur S:-


2 aktivitas b.d - Menganjurkan tirah baring O:
10.00 WIB kelemahan - Menganjurkan aktivitas - Pasien kooperatif
bertahap - Pasien lemas tampak Lelah
- Menganjurkan miring kanan kiri - Pasien mampu istirahat/tidur namun sebentar
- Hb:10,9
A : Masalah belum tratasi

Indikator A T
Perasaan 3 5
lemah
Keluhan 3 5
lelah
Kemudahan 3 5
melakukan
aktivitas
sehari-hari
Kecepatan 3 5
berjalan

P : lanjutkan intervensi

48
21/12/22 Perfusi serebral - Mengidentifikasi penyebab S:-
10.00 WIB tidak efektif peningkatan tekanan intrakranial O:
berhubungan - Memonitor tanda atau gejala
- TTV
dengan Infeksi peningkatan tekanan intrakranial
- TD : 140/78 mmHg
otak (ME) - Meminimalkan stimulus dengan
- N; 112x/menit
menyediakan lingkungan yang
- suhu : 38 C
tenang
- RR : 30x/menit
-Memberikan posisi semi fowler
Spo2 : 96%
kolaborasi sedasi dan anti
- Klien tampak nyaman dengan posisi semi fowler
konvusulan (Manitol 2x125mg,
A : Masalah belum teratasi
Penitoin 2x100mg, Diazepam
10mg) Indikator Awa Akhir
l
Tingkat kesadaran 2 4
Demam 4 5
TD sistolik 3 4
TD diastolik 3 4

P : Lanjutkan intervensi

21/12/22 Hipertermi b.d - memonitor TTV S:-


10.00 WIB proses penyakit - Memonitor suhu tubuh O:
- menyediakan lingkungan yang - TTV : TD : 140/78 mmHg, N; 112x/menit, suhu : 38 C
dingin
RR : 30x/menit
- melonggarkan atau lepaskan
pakaian Spo2 : 96%
- memberikan ventilasi yang - Badan pasien masih teraba hangat
adekuat - Pasien mengalami penurunan kesadaran
- menganjurkan memakai pakaian - GCS E3M5V2 Somnolen

49
yang tipis A : Masalah belum teratasi
-melakukan kompres air hangat Indikator Ekspetasi
Suhu tubuh 5
Suhu kulit 5
Tekanan 5
Darah
P : Lanjutkan intervensi
21/12/22 Pola nafas tidak - Monitor tanda-tanda vital : S :-
10.00 WIB efektif b.d TD, RR, nadi, suhu, dan
hambatan upaya SPO2 O:
nafas - Memonitor pola nafas
-Tekanan darah 140/78 mmhg,
(frekuensi, kedalaman, usaha
nafas) -S: 38 C,
-N: 112x/menit,
-RR: 30x/ menit, spo2: 96 %
-Terpasang O2 nasal kanul 2lpm
A : Masalah belum teratasi

Kriteria Ekspetasi
Frekuensi 5
nafas
Kedalaman 5
nafas
Pemanjangan 5
fase ekspirasi

50
P : lanjutkan intervensi

21/12/22 Intoleransi - Mengkaji pola dan jam tidur S :-


10.00 WIB aktivitas b.d - Menganjurkan tirah baring O:
kelemahan - Menganjurkan miring kanan - Pasien mengalami penurunan kesadaran
kiri, - GCS E3M5V2 Somnolen
- Ibu Pasien mengatakan semalam tidak bisa tidur
- Hb : 10,9
A : Masalah belum teratasi
Indikator A T
Perasaan 3 5
lemah
Keluhan 3 5
lelah
Kemudahan 3 5
melakukan
aktivitas
sehari-hari
Kecepatan 3 5
berjalan

P : lanjutkan intervensi
22/12/22 Perfusi serebral - Mengidentifikasi penyebab S:-
16.00 WIB tidak efektif peningkatan tekanan intrakranial O:
berhubungan - Memonitor tanda atau gejala
dengan Infeksi - TTV
peningkatan tekanan intrakranial
otak (ME) - TD : 140/78 mmHg
- Meminimalkan stimulus dengan
- N; 112x/menit
menyediakan lingkungan yang
- suhu : 37,8C

51
tenang - RR : 30x/menit
-Memberikan posisi semi fowler Spo2 : 96%
kolaborasi sedasi dan anti - Klien tampak nyaman dengan posisi semi fowler
konvusulan (Manitol 2x125mg, A : Masalah belum teratasi
Penitoin 2x100mg, Diazepam
10mg) Indikator Awa Akhir
l
Tingkat kesadaran 2 4
Demam 4 5
TD sistolik 3 4
TD diastolik 3 4

P : Lanjutkan intervensi

22/12/22 Hipertermi b.d - memonitor TTV S :-


16.00 WIB proses penyakit - Memonitor suhu tubuh
- menyediakan lingkungan yang O:
dingin
- melonggarkan atau lepaskan TD : 129/80 mmHgN; 132x/menit, suhu : 37,8 C, RR: 47x/
pakaian menit, spo2: 99 %
- memberikan ventilasi yang
adekuat - Badan pasien masih teraba hangat
- menganjurkan memakai pakaian - Pasien mengalami penurunan kesadaran
yang tipis - GCS E3M5V2 Somnolen
-melakukan kompres air hangat A : masalah belum teratasi
Indikator Ekspetasi
Suhu tubuh 5
Suhu kulit 5
Tekanan 5
Darah

52
P : lanjutkan intervensi

22/12/22 Pola nafas tidak - Monitor tanda-tanda vital : S :-


16.00 WIB efektif b.d TD, RR, nadi, suhu, dan
SPO2 O:
hambatan upaya
nafas - Memonitor pola nafas Tekanan darah 128/80 mmhg,
(frekuensi, kedalaman, usaha
nafas) S: 37,8 C,
N: 132x/menit,
RR: 47x/ menit, spo2: 99 %
Terpasang O2 nasal kanul 8lpm
A : Masalah belum teratasi

Kriteria Ekspetasi
Frekuensi 5
nafas
Kedalaman 5
nafas
Pemanjangan 5
fase ekspirasi

P : lanjutkan intervensi

22/12/22 Intoleransi - Mengkaji pola dan jam tidur S:-


16.00 WIB aktivitas b.d - Menganjurkan tirah baring O:

53
kelemahan - Menganjurkan miring kanan - Keluarga Pasien kooperatif
kiri, - Pasien mengalami penurunan kesadaran
- GCS E3M5V2 Somnolen
A : Masalah belum teratasi
Indikator A T
Perasaan 3 5
lemah
Keluhan 3 5
lelah
Kemudahan 3 5
melakukan
aktivitas
sehari-hari
Kecepatan 3 5
berjalan

P : lanjutkan intervensi

54
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Analisis Masalah Keperawatan


Pengkajian pada An.S dilakukan dengan cara anamnesa (keluhan utama,
riwayat yang berhubungan dengan keluhan utama, pengkajian psikososial, per
sistem, observasi, wawancara pada keluarga klien, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan diagnostik). Pengkajian adalah suatu usaha yang dilakukan perawat
dalam menggali permasalahan dari klien meliputi pengumpulan data tentang
status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan
berkesinambungan (Muttaqin, 2011).
Diagnosa masalah keperawatan didapatkan dari penilaian klinik tentang
respon individu dan keluarga terhadap masalah keperawatan atau proses
kehidupan yang actual dan potensial. Pada tahap penentuan diagnosa keperawatan
memungkinkan perawat menganalisa data yang didapatkan dari pengkajian.
Berdasarkan hasil pengkajian didaptkan data objektif pasien An.S mengalami
demam dengan suhu tubuh 38,2°C dengan hasil ibu An.S mengatakan An.S
demam naik turun. Sedangkan hasil dari observasi yaitu gelisah, nadi: 90 x/menit,
pernafasan: 28x/menit, dan kulit terasa hangat, suhu tubuh 38,2°C, ekstermitas
teraba hangat terlihat lemas.
Dari hasil pengkajian penulis mendapatkan kesamaan tanda dan gejala seperti
peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal, kejang, kulit terasa hangat.
Menurut Arif Muttaqin (2014) hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh
sehubugan dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran
panas atau menurunkan produksi panas. Menurut Handy (2015) menyatakan
bahwa suhu normal bayi dan anak sama yaitu antara 36,5-37,5°C. Hipertermi
adalah kondisi ketika suhu tubuh lebih tinggi dari normal yaitu di atas 38°C.
Masalah demam sudah menjadi fokus perhatian tersendiri pada berbagai
profesi kesehatan baik itu dokter, perawat, dan bidan. Bagi profesi perawat
masalah gangguan suhu tubuh atau perubahan suhu tubuh termasuk demam sudah
dirumuskan secara jelas pada North Nursing Association demam dapat
didefinisikan dengan suatu keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Pada anak yang mengalami
peningkatan suhu ringan yaitu kisaran 37,5ºC-38°C (Sodikin, 2012). Demam

55
dapat membahayakan apabila timbul peningkatan suhu yang tinggi. Dampak yang
dapat ditimbulkan jika demam tidak ditangani bisa menyebabkan kerusakan otak,
hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, epilepsi, retardasi mental atau
ketidakmampuan belajar (Marcdante dkk., 2014).
Suhu tubuh pada kondisi meningkat dapat dipergunakan sebagai salah satu
ukuran penting yang dapat memberikan petunjuk mengenai memburuk atau
membaiknya keadaan penderita. Demam merupakan suatu pertanda adanya
gangguan kesehatan dan hanyalah suatu keluhan dan bukan merupakan suatu
diagnosis. Sebagai suatu keluhan demam merupakan keluhan kedua terbanyak
setelah nyeri, jadi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui
tentang demam (Hastomo & Suryadi, 2018).
Penatalaksanaan demam dibagi menjadi dua, yaitu secara farmakologi dan non
farmakologi. Sehingga batasan karakteristik tersebut mengacu pada diagnosa
untuk melakukan tindakan non-farmakologis dengan menerapkan tepid water
sponge untuk menurunkan suhu tubuh pasien. Kompres adalah salah satu metode
fisik untuk menurunkan suhu tubuh bila seorang mengalami demam untuk
menurunkan demam dapat dilakukan dengan cara sederhana yaitu salah satunya
adalah dengan mengompres air hangat dan kompres air dingin, kompres air dingin
dapat mengakibatkan gejala kedinginan, menggiigil. Metode kompres yang lebih
baik adalah dengan tepid water sponge (Ardianti, 2020).
B. Analisis Intervensi Keperawatan
Berdasarkan hasil analisis kegiatan keperawatan pada pasien An.S dilakukan
tindakan mandiri keperawaaatan untuk membantu menurunkan suhu tubuh.
Prinsip terapi pada kasus ini ditunjukan untuk membantu menurunkan suhu,
dalam hal penatalaksanaan ditunjukan untuk pasien hipertermi pada kasus
meningitis.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh dilakukan melalui
terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan melakukan kompres pada daerah
tertentu dengan air hangat. Penurunan suhu tubuh dapat dilakukan secara fisik
(non farmakologi) yaitu dengan penggunaan energi panas melalui metoda
konduksi dan evaporasi. Metode konduksi yaitu perpindahan panas dari suatu
objek lain dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh yang hangat
maka akan terjadi perpindahan panas melalui evaporasi, sehingga perpindahan

56
energi panas berubah menjadi gas. Contoh dari metode konduksi dan evaporasi
adalah penggunaan tepid water sponge (Hera, 2019).
Tepid water sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan
teknik seka. Penderita demam diseka dengan kain atau washlap yang sudah
direndam air hangat. Kompres tepid water sponge bekerja dengan cara
vasodilatasi (melebarnya) pembuluh darah perifer di seluruh tubuh sehingga
evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan lebih cepat (Novikasari et
al., 2019).
Pemberian kompres pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke
hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Sistem efektor mengeluarkan
sinyal untuk berkeringat dan vasodilatasi perifer. Terjadinya vasodilatasi ini
menyebabkan pembuangan energi atau panas melalui keringat karena seluruh
tubuh dan kulit dikompres atau dibilas dengan air. Kulit merupakan radiator panas
yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh, sehingga dengan membilas seluruh
tubuh atau kulit menyebabkan kulit mengeluarkan panas dengan cara berkeringat
dan dengan berkeringat suhu tubuh yang awalnya meningkat menjadi turun
bahkan sampai mencapai batas normal (Corwin, 2007 cit Zahroh dan Ni’matul,
2017). Jadi tepid water sponge adalah suatu prosedur yang diberikan kepada
pasien untuk menurunkan atau mengurangi suhu tubuh melalui evaporasi dan
konduki dengan menggunakan air hangat.
Kemudian peneliti memberikan penjelasan mengenai teknik non farmakologis
yang dapat menurunkan suhu tubuh dengan teknik tepid water sponge yaitu
dengan kompres menggunakan air hangat kemudian responden menyetujui teknik
yang akan diberikan. Menurut Rosdahl & Kowalski (2008) terdiri dari, persiapan
alat terdiri dari ember (waskom) tempat air hangat bersuhu 26°-35°c, lap mandi 6
buah, handuk mandi 1 buah, selimut mandi 1 buah, perlak besar 1 buah,
thermometer, selimut hipotermi atau selimut tidur 1 buah, ukur suhu tubuh klien
dan catat. Catat antipiretik yang telah diminum klien untuk menurunkan suhu
tubuh, buka seluruh pakaian klien. Letakkan lap mandi di dahi, aksila, pangkal
paha lap ekstremitas selama 5 menit, punggung dan bokong selama 10-15 menit.
Lakukan melap tubuh klien selama 20 menit. Pertahankan suhu air tetap berada
pada kisaran 30°-35°C, hentikan prosedur bila klien kedinginan atau menggigil
(segera setelah suhu tubuh klien mendekati normal (37.50 per oral) selimuti klien

57
dengan selimut tidur pakaiankan klien baju yang tipis dan mudah menyerap
keringat, catat suhu tubuh dan tingkat rasa nyarnan klien sebelum dan setelah
prosedur.
Teknik tepid sponge merupakan kombinasi teknik blok dan seka. Teknik tepid
sponge ini menggunakan kompres blok tidak hanya di satu tempat saja, melainkan
langsung dibeberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar seperti di leher,
ketiak, dan lipat paha. Selain itu masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan
memberikan seka dibeberapa area tubuh sehingga perlakuan yang diterapkan
terhadap klien pada teknik ini akan semakin komplek dan rumit dibandingkan
dengan teknik yang lain. Namun dengan kompres blok langsung diberbagai
tempat ini akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke hipotalamus dengan lebih
gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh darah
perifer akan memfasilitasi perpindahan panas di tubuh ke lingkungan sekitar yang
akan semakin mempercepat penurunan suhu tubuh (Reiga, 2010; Supiyanto,
2016).
Menurut Sulubara Satyawati (2021) menunjukan perbedaan penurunan suhu
tubuh sebelum dan sesudah dilakukan tindakan kompres air hangat yaitu 0,6 ℃.
Perbedaan penurunan suhu tubuh sebelum dan sesudah dilakukan tindakan tepid
water sponge yaitu 1,1℃. Ada pengaruh antara sebelum dan sesudah tepid water
sponge terhadap penurunan suhu tubuh. Hal ini menunjukan bahwa lebih besarnya
penurunan suhu tubuh pada anak dengan pemberian tepid water sponge .
Penelitian yang dilakukan oleh Hera Hijriani (2019) menyimpulkan dari hasil
penelitiannya adalah pemberian kompres tepid sponge dalam penelitian ini
terbukti dapat menurunkan suhu tubuh pasien. Hasil penelitian mendapatkan
bahwa terdapat pengaruh terhadap suhu tubuh pada pasien anak setelah pemberian
kompres tepid sponge rata-rata dapat mengalami penurunan sebesar 0,64°C.
Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini relatif singkat yaitu 20 menit.

58
C. Analisa Pemecah Masalah
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam
menunjukan bahwa tepid water sponge dapat membantu menurunkan suhu tubuh
pada pasien An.S. Hal ini didapatkan tindakan kompres air hangat dengan teknik
water tepid sponge.
Berikut tabel distribusi rata-rata suhu tubuh sebelum dan setelah dilakukan
intervensi keperawatan kompres air hangat dengan teknik tepid water sponge:

Indikator 20/12/2023 21/12/2023 22/12/2023


Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Suhu 38,2oC 38,1oC 38oC 38oC 37,8oC 37oC
Tubuh
Nadi 90x/menit 90x/menit 112x/menit 110x/menit 129x/menit 128x/menit
RR 28x/menit 27x/menit 30x/menit 30x/menit 47x/menit 39x/menit
Suhu Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Cukup
Kulit Membaik
Kejang Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Dari tabel diatas suhu tubuh pasien sebelum dilakukan kompres tepid water
sponge pada hari ke-1 adalah 38,2°C dan 45 menit setelah dilakukan tindakan
keperawatan kompres water tepid sponge adalah 38,1°C. Pengukuran pada hari
kedua sebelum dilakukan tindakan intervensi adalah 38°C dan 45 menit setelah
dilakukan tindakan keperawatan kompres water tepid sponge adalah 38°C.
Pengukuran hari ke tiga adalah suhu 37.8°C dan 45 menit setelah dilakukan
tindakan keperawatan kompres water tepid sponge adalah 37°C. Hal ini
menunjukan adanya pengaruh dari kompres tepid water sponge terhadap
penurunan suhu pada pasien kejang demam selama implementasi 3 hari.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kasiati, dkk (2022) adalah efektifitas
pemberian tepid sponge bath terhadap penurunan suhu tubuh anak yang
mengalami demam ada perbedaan suhu tubuh sebelum dan sesudah pemberian
tepid sponge bath pada kelompok perlakuan. Ada perbedaan suhu tubuh sebelum

59
dan sesudah pemberian antipiretik pada kelompok kontrol. Ada perbedaan suhu
tubuh antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada menit ke 45 setelah
intervensi dengan (p-value = 0,000 <0,05). Hal ini di karenakan antipiretik yang di
berikan sesuai dosis akan memberikan efek yang baik dalam penurunan suhu
tubuh. Setelah pemberian dosis terapeutik parasetamol, penurunan demam terjadi
setelah 30 menit puncak di capai sekitar 2 jam, dan demam akan rekurens 3-4 jam
setelah pemberian.
Penelitian yang serupa dilakukan Lestari, Sarwono, Isworo (2019) hasil pada
penelitian ini yaitu tindakan kompres hangat dilakukan sesuai dengan SOP yang
ada. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh kompres hangat terhadap
penurunan suhu tubuh pada anak. Hasil mean rank kompres hangat perlakuan
yaitu 38,18°C dan hasil mean rank tepid water sponge 22,82°C dari hasil mean
rank terlihat jika penurunan suhu pada kompres hangat lebih sedikit dari pada
dengan tepid water sponge, maka dapat disimpulkan jika tepid water sponge lebih
efektif daripada kompres hangat. Hasil Uji Mann Whitney kelompok kompres
hangat baik perlakuan pertama hasilnya adalah p-value 0,001 yang artinya adanya
perbedaan antara kelompok tepid water sponge dan kompres hangat.
Penelitian yang dilakukan oleh Mulyani dan Lestari (2020) juga menunjukan
bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan tepid water sponge
mampu mengatasi masalah hipertermia pada anak. Penelitian dilakukan Haryani,
Adimayanti, dan Astuti pada tahun (2018) menyimpulkan hasil tentang pengaruh
tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh analisis penelitian tersebut
menunjukan ρ-value 0.000 (ρ < 0.05), yang artinya menunjukan adanya
penurunan suhu tubuh dengan terapi tepid water sponge.
Tenaga kesehatan khususnya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien tidak harus selalu beraspek pada obat-obatan untuk menurunkan suhu
tubuh pada pasien. Demam tetapi bisa juga dengan tindakan mandiri keperawatan
tanpa obat (non farmakologis) seperti tindakan tepid water sponge. Hal ini salah
satu upaya kolaborasi dengan keluarga untuk memaksimalkan penatalaksanaan
penurunan suhu tubuh pada kenaikan suhu. Oleh karena itu alternatif pemecahan
masalah diatas dapat dijadikan salah datu cara non farmakologis untuk membantu
penurunan suhu tubuh pada pasien dengan kejang demam.
Maka dari itu disimpulkan bahwa pemberian tepid water sponge dapat
menurunkan suhu tubuh pada pasien meningitis dengan masalah hipertermi.

60
Teknik ini dapat direkomendasikan sebagai intervensi keperawatan pada pasien
dengan masalah hipertermia termasuk kejang demam.

D. Keterbatasan
Penelitian ini telah dilaksanakan dan penerapannya sesuai dengan prosedur
ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan dalam melakukan
penelitian, yaitu:
1. Saat di lakukan tepid water sponge pasien sudah di lakukan pemberian terapi
farmakologi

61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis praktek keperawatan terhadap pasien
meningitis dengan masalah keperawatan hipertermi ruang PICU RSUD Prof
dr Margono Soekarjo Purwokerto, dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut :
1. Hasil dari pengkajian di dapat hasil data subjektif bahwa ibu pasien
mengeluh An.S demam naik turun dan kejang dirumah 1x. Hasil
Pemeriksaan An.S masih demam, ekstermitas teraba hangat, suhu: 38,2°C,
nadi: 90 x/menit, pernafasan: 28x/menit.
2. Dari hasil analisis data didapat masalah hipertermi berhubungan dengan
proses penyakit.
3. Intervensi yang dibuat berdasarkan dengan masalah keperawatan pada
pasien hipertermi yaitu terapi tepid sponge water.
4. Implementasi yang dilakukan yaitu untuk masalah keperawatan hipertermi
yaitu memberikan terapi tepid water sponge.
5. Hasil evaluasi dari pasien menunjukan masalah keperawatan hipertermi
teratasi selama 3x24 jam.
6. Analisa penulis bahwa pemberian intervensi non farmakologis berupa tepid
water sponge untuk membantu menurun suhu tubuh pada masalah
hipertermi dengan kasus meningitis. Tindakan keperawatan berupa tepid
sponge water terhadap pasien telah dilakukan sesuai dengan teori dan
jurnal yang menjadi rujukan peneliti.

62
B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ni dapat dijadikan sebagai acuan dan
referensi pihak rumah sakit, dan menjadikan teknik ini sebagai salah satu
tindakan untuk menurunkan suhu tubuh pasien khususnya pada pasien
meningitis.

2. Bagi Keluarga Disarankan keluarga untuk dapat melakukan tindakan


keperawatan mandiri berupa tepid water sponge pada saat pasien mengalami
masalah keperawatan hipertermi.

3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu


pengetahuan khususnya dibidang Keperawatan Anak.

4. Bagi Penulis Diharapkan memberikan pengetahuan dan memperkaya


pengetahuan bagi penulis dalam memberikan dan menysun asuhan
keperawatan pada pasien meningitis sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Pendidikan Program Profesi Ners.

63
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem. Pernapasan, Jakarta: Salemba Medika.

Bangun Dan Ainun. (2017). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Penurunan Demam
Pada Anak Usia 1-5 Tahun Di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan. 10(1).

Depkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depeks RI

Erdina Yunita, V., & Syarif, I. (2016). Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan
Timbulnya Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di. Jurnal
Kesehatan Andalas.

Eskandarifar, A., Fatolahpor, A., Asadi, G., & Gaderi, I. (2017). Faktor Risiko pada
Anak dengan Sederhana dan Kompleks Demam Kejang : Sebuah
Epidemiologis Studi. International Journal ofPediatrics, 5(42), 5137– 5144.

Garna & Nataprawira 2010 . Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta : PERKAN

Graneto, J.W. (2010). Pediatric Fever. Chicago: Chicago Collage of Osteopathic


Medicine of Midwestern University.

Handy, F. (2015). A-Z Perawatan Bayi. Jakarta: Pustaka Bunda Grup

Herwood, L.(2012). Fisiologi Manusia, Edisi 6. Jakarta : EGC.

Hardika, M. S. P., & Mahailni, D. S. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan


kejadian kejang demam berulang pada anak di RSUP Sanglah Denpasar. E-
Jurnal Medika, 8(4), 1–9.

Haryani, S., Adimayanti, E., & Astuti, A. P. (2018). Pengaruh Tepid Sponge terhadap
Penurunan Suhu Tubuh pada Anak Pra Sekolah yang Mengalami Demam Di
Rsud Ungaran. Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat Cendekia
Utama, 7(3), 44–53.

64
Hastomo, M.T., & Suryadi, B. (2018). Teknik relaksasi nafas dalam terhadap skala
nyeri pada saat pemasangan infus di Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Ilmiah
Ilmu Keperawatan Indonesia. 8(2): 436-442.

Hijriani, H. (2019). Pengaruh Pemberian Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu


Tubuh pada Anak Demam Usia Toddler (1-3 tahun). Jurnal Keperawatan Dan
Kesehatan, 5(7), 1–8.

Novikasari, Linawati dkk.(2019). Efektifitas penurunan suhu tubuh menggunakan


kompres hangat Dan water tepid sponge dirumah sakit DKT TK IV 02.07.04
bandar lampung. Holistik jurnal kesehatan. Vol 13.No 2.

Nurlaili, R., Ain, H., & Supono. (2018). Comparative Study of Giving Warm
Compress and Tepid Sponge to Decrease Temperature Children Who Gets
Febrile Seizure in Rsud Dr Soedarsono Pasuruan. Jurnal Keperawatan
Terapan, 4(September), 128–137.

Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., & Behrman, R.E. (2014). Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Jakarta: Saunders Elsevier

Mulyani, E., & Lestari, N. E. (2020). Efektifitas Tepid Water Sponge Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Masalah Keperawatan
Hipertermia:Studi Kasus. Jurnal Keperawatan Terpadu (Integrated Nursing
Journal), 2(1).

Purnama Dewi, S. M., Agustini, I. B., & Wulansari, N. T. (2019). Efektivitas


Pendidikan Kesehatan Tentang Kejang Demam Terhadap Sikap Orang Tua
Dalam Penanganan Kegawatdaruratan Kejang Demam Pada Anak Di Banjar
Binoh Kelod Desa Ubung Kaja. Jurnal Riset Kesehatan Nasional, 3(1), 75.
Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing edisi 7. Jakarta : Salemba
medika.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

65
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Riyadi, Sujono & Sukarmin. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu

Sodikin. (2012). Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta : Gaya Baru.

Supiyanto. (2016). manfaat kompres tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuuuh
anak yangmengalamidemam.diakses pada 20 juli 2022

66
LAMPIRAN

67
Lampiran 1 : SOP Tepid Water Sponge

SOP Tepid Water

No. PROSEDURE
A. PERSIAPAN ALAT
a) Jelaskan prosedur dan demostrasikan kepada keluarga cara tepid
sponge
b) Persiapan Alat
1. Ember ( Waskom) tempat air
2. Air Hangat (30-35℃)
3. Lap mandi 6 buah
4. Selimut mandi 1 buah
1. Handuk besar 1 buah
2. Perlak besar 1 buah
3. Termometer air
4. Selimut hipotermi atau selimut mandi 1 buah
B. TAHAP PERSIAPAN ALAT
1. Melakukan verifikasi program pengobatan klien
2. Mencuci tangan
3. Menempatkan alat didekat klien
C. TAHAP ORIENTASI
1. Memberisalam dan menyapa nama klien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum tindakan di lakukan
D. TAHAP KERJA:
1. Menjaga privacy klien
2. Awali tindakan dengan membaca “Basmalah”
3. Berikan kesempatan untuk menggunakan urinal atau pispot
sebelum tepid sponge
4. Ukur nadi dan pernafasan

68
5. Ukur suhu tubuh anak dan catat: suhu sebelum tepid sponge dan
pemberian antipiretik
6. Buka seluruh pakaian pasien
7. Letakan lap mandi diaksila dan pangkal paha
8. Lap ekstremitas selama 5 menit, punggung dan bokong selama 10-
15 menit
9. Lakukan melap tubuh pasien selama 20 menit. Pertahankan suhu
air (30-35℃)
10. Hentikan prosedur jika anak kedinginan dan menggigil atau
segera setelah suhu tubuh anak mendekati normal ( 37,5℃)
11. Selimuti anak dengan selimut tidur
12. Pakaikan anak baju yang tipis dan mudah menyerap keringat
13. Catat suhu tubuh dan tingkat nyaman sebelum dan setelah
prosedure
14. Laporkan segera bila suhu tubuh anak turun terlalu rendah
( dibawah (37,5℃)
15. Akhiri tindakan dengan membaca “Hamdalah”

69
70

You might also like