Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Shampo Fix

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN FITOFARMASETIKA

“FORMULASI SEDIAAN SHAMPO LIDAH BUAYA”

DOSEN PENGAMPU :
Dewi Ekowati, M.Sc., Apt

Anggota Kelompok :
1. Agung Geokistan D. 21154615A
2. Clara Anastasya M. 21154616A
3. Febriana Kurnia R . 21154617A
4. Nur Afhriyanti 21154618A
5. Wige Sudirman 21154621A

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018
I. TUJUAN PERCOBAAN
- Memahami prinsip dasar formulasi sediaan shampo dengan bahan aktif dari
alam.
- Melakukan pengujian dan mengevaluasi sifat fisik sediaan shampo.

II. DASAR TEORI


Definisi shampo
Shampo adalah salah satu kosmetik pembersih rambut dan kulit kepala dari
segala macam kotoran, baik yang berupa minyak, debu, sel-sel yang sudah mati,
dan sebagainya. Pengertian ilmiah shampo adalah sediaan yang mengandung
sufkatan dalam bentuk yang cocok dan berguna untuk menghilangkan kotoran dan
lemak yang melekat pada rambut dan kulit kepala agar tidak membahayakan
rambut, kulit kepala, dan kesehatan si pemakai (Putriana dan Surani 2011).

Fungsi Shampo
Shampo pada umumnya digunakan dengan mencampurkannya dengan air
dengan tujuan sebagai berikut :
 Melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi
rambut dan membersihkan kotoran yang melekat.
 Meningkatkan tegangan permukaan kulit, umumnya kulit kepala sehingga
dapat meluruhkan kotoran (Putriana dan Surani 2011).

Syarat Shampo
Sediaan shampo yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
 Dapat mencuci rambut serta kulit kepala secara keseluruhan.
 Tidak toksik dan tidak menimbulkan iritasi.
 Kandungan surfaktannya tidak membuat rambut dan kulit kepala menjadi
 kering.
 Memiliki konsistensi yang stabil, dapat menghasilkan busa dengan cepat,
 lembut, dan mudah dibilas dengan air.
 Setelah pencucian rambut harus mudah dikeringkan.
 Dapat menghasilkan rambut yang halus, mengkilat, tidak kasar, tidak
 mudah patah, serta mudah diatur (Putriana dan Surani 2011).
Kandungan Shampo
Pada umumnya suatu shampo terdiri dari dua kelompok utama, yaitu:
a. Bahan utama. Bahan utama yang sering digunakan adalah deterjen, yang
biasanya dapat membentuk busa, dan bersifat membersihkan.
b. Bahan Tambahan. Penambahan zat-zat ini dimaksudkan untuk mempertinggi
daya kerja shampo supaya dapat bekerja secara aman pada kulit kepala, tidak
menimbulkan kerontokan, memiliki viskositas yang baik, busa yang cukup, pH
yang stabil dan dapat mengoptimalkan kerja deterjen dalam membersihkan
kotoran, sehingga menjadi sediaan shampo yang aman dalam penggunaanya dan
sesuai dengan keinginan konsumen. Bahan-bahan tambahan yang sering
digunakan dalam pembuatan shampo diantaranya:
1. Opacifying Agent. Zat yang dapat menimbulkan kekeruhan dan penting pada
pembuatan shampo krim atau shampo krim cair. Biasanya merupakan ester
alkohol tinggi dan asam lemak tinggi beserta garam- garamnya. Contoh : setil
alkohol, stearil alkohol, glikol mono dan distearat, magnesium stearat.
2. Clarifying Agent. Zat yang digunakan untuk mencegah kekeruhan pada
shampo terutama untuk shampo yang dibuat dengan sabun. Sangat diperlukan
pada pembuatan shampo cair atau shampo cair jernih. Contoh : butil alkohol
3. Finishing Agent. Zat yang berguna untuk melindungi kekurangan minyak
yang hilang pada waktu pencucian rambut, sehingga rambut tidak menjadi
kering dan rapuh. Contoh : lanolin, minyak mineral.
4. Conditioning agent. Merupakan zat-zat berlemak yang berguna agar rambut
mudah disisir. Contoh : lanolin, minyak mineral, telur dan polipeptida.
5. Zat pendispersi. Zat yang berguna untuk mendispersikan sabun Ca dan Mg
yang terbentuk dari air sadah. Contoh : tween 80.
6. Zat pengental. Merupakan zat yang perlu ditambah terutama pada shampo
cair jernih dan shampo krim cair supaya sediaan shampo dapat dituang
dengan baik. Penggunaanya dalam rentang 2– 4%, contoh: gom, tragakan,
metil selulosa, dan karboksi metil selulosa (CMC).
7. Zat pembusa Digunakan untuk membentuk busa yang cukup banyak,
walaupun busa bukan merupakan suatu ukuran dari shampo, namun adanya
busa akan membuat sediaan shampo menjadi menarik dan sangat disukai oleh
para konsumen. Persyaratan tinggi busa pada umumnya yaitu berkisar antara
1,3-22 cm. Contoh: dietanolamin, monoisopropanol amin.
8. Zat pengawet. Zat yang berguna untuk melindungi rusaknya shampo dari
pengaruh mikroba yang dapat menyebabkan rusaknya sediaan, seperti
misalnya hilangnya warna, timbul kekeruhan, atau timbulnya bau. Digunakan
dalam rentang 1–2 %, contoh: formaldehida, hidroksi benzoat, metyl paraben,
propil paraben.
9. Zat aktif, untuk shampo dengan fungsi tertentu atau zat yang ditambahkan ke
dalam shampo dengan maksud untuk membunuh bakteri atau
mikroorganisme lainnya. Contoh: Heksaklorofen, Asam salisilat.
10. Zat pewangi, berfungsi untuk memberi keharuman pada sediaan shampo
supaya mempunyai bau yang menarik. Digunakan dengan kadar 1–2%,
contoh: Minyak jeruk, minyak mawar, dan minyak lavender, minyak bunga
tanjung.
11. Pewarna. Zat pewarna digunakan untuk memberikan warna yang menarik
pada sediaan shampo. Digunakan dengan kadar 1-2%, contoh : untuk
pewarna hijau biasanya digunakan senyawa klorofil atau ultra marin hijau.
12. Zat tambahan lain. Merupakan zat pada formula shampo yang mempunyai
fungsi atau maksud tertentu, seperti shampo anti ketombe, shampoo bayi,
shampo antikerontokan, dan sebagainya. Zat tambahan dapat berupa zat aktif
anti ketombe, ekstrak tumbuhan, vitamin, protein, dan lain-lain (Putriana dan
Surani 2011).
Macam – Macam Shampo
Macam – macam shampo berdasarkan kegunaanya antara lain :
a. Shampo untuk rambut diwarnai dan dikeriting. Shampo ada yang dibuat
khusus untuk rambut yang dicat atau diberi warna atau dikeriting karena
rambut cukup menderita dengan masuknya cairan kimia hingga ke akar
rambut dan hal ini bisa mempengaruhi kondisi kesehatan rambut.
b. Shampo untuk membersihkan secara menyeluruh. Shampo untuk
membersihkan secara menyeluruh yang biasanya mengandung acid atau asam
yang didapat dari apel, lemon atau cuka yang berfungsi untuk menghilangkan
residu atau sisa produk perawatan semacam creambath, busa untuk rambut,
hairspray, lilin rambut, jelly rambut, dan produk lainnya yang tertinggal di
kulit kepala. Jenis shampo ini sangat cocok digunakan saat rambut akan
melalui proses kimiawi agar rambut dan kulit kepala benar-benar bersih
dengan tujuan proses kimiawi yang digunakan pada pengeritingan atau
pewarnaan dapat diserap dengan baik. Karena unsur asam mengurangi
minyak maka jenis shampo ini dapat membuat rambut menjadi kering jika
digunakan terlalu sering dan disarankan untuk menggunakannya paling
banyak dalam jangka waktu satu kali seminggu.
c. Shampo penambah volume rambut. Jenis shampo ini mengandung protein
yang membuat rambut terlihat lebih berisi atau tebal. Bila dipakai terlalu
sering maka akan terjadi penumpukan residu atau sisa shampo sehingga
mengakibatkan rambut terlihat tidak bersih. Jika rambut termasuk jenis
rambut yang halus, lepek atau tidak mengembang, tipis maka bisa digunakan
jenis shampo ini. Tetapi sebaiknya dihindari penggunaan yang terlalu sering.
d. Shampo anti ketombe. Shampo anti ketombe ini mengandung selenium, zinc
atau asam salisilat yang telah terbukti cukup berhasil membantu
menghilangkan lapisan ketombe, namun dapat menyebabkan kulit kepala
menjadi kering (Putriana dan Surani 2011).

III. ALAT & BAHAN


Alat :
1. Gelas ukur 100 ml
2. Beker Glass 100 ml
3. Batang pengaduk
4. Mortir dan stamfer
5. Cawan
6. Kaca arloji
7. Obyek glass
8. Viskotester
9. Stop watch
10. Kaca bulat
11. Sudip

Bahan:
1. Ekstrak Lidah buaya
2. Nipagin
3. Nipasol
4. Na lauril sulfat
5. Na2EDTA
6. Akuades
7. TEA
8. Pewangi Green tea
9. Carbopol

IV. CARA KERJA


a. Pembuatan sediaan shampoo

Mengembangkan Hidroksi etil selulosa (HEC) dalam air panas qs hingga terbasahi

Melarutkan Nipagin dan nipasol dalam propilen glikol

melarutkan Na2EDTA dalam akuadest qs

Melarutkan Na lauril sulfat dalam air hangan qs

Larutan nipagin dan nipasol, larutan Na2EDTA dan larutan Na lauril sulfat dicampur
dalam larutan hidroksil etil selulosa secara perlahan-lahan sambil diaduk

ekstrak lidah buaya ditambahkan dalam campuran ditambah TEA dan pewangi green
tea

aduk ad homogen ditambah akuades ad 100 ml

b. Evaluasi Sifat Fisik Sediaan Masker Peel Off


1. Pengamatan Organoleptis

Diamati bentuk, bau dan kejernihannya

2. Homogenitas

Mengamati sediaan shampo dengan cara mengocok untuk melihat apakah


terdispersi secara merata atau tidak
3. Pengukuran pH

1. Mengkalibrasi pH meter Elektrode

2. Mengencerkan shampo dengan air perbandingan 1:10

3. Elektrode dicelupkan kedalam larutan shampo

4. Ditunggu sampai angka konstan

4. Pengukuran bobot jenis

1. Menggunakan alat piknometer pada suhu ruang


2. Pikno kosong yang kering ditimbang (w1)
3. Pikno berisi akuades ditimbang (w2)
4. Pikno berisi sediaan ditimbang (w3)
5. Hitung BJ = (w3-w1) / (w2-w1)

5. Uji Viskositas

1. Viskotester dipasang pada klemnya dengan arah horizontal atau tegak


lurus dengan arah klem.
2. Rotor kemudian dipasang pada viskotester dengan menguncinya
berlawanan arah jarum jam
3. Dimasukkan sampel ke dalam mangkuk, kemudian alat dihidupkan
4. Dicatat berapa kekentalan sampel setelah jarum pada viskositas stabil
6. Pengukuran tinggi busa

1. Shampo dicampur sedikit akuades dalam gelas tertutup


2. Campuran di gojok selama 20 detik
3. Tinggi busa diamati (tinggi busa awal)
4. 5 menit kemudian diamati (tinggi busa akhir)
5. Rumus stabilitas busa = 100% - (% busa yang hilang)
6. Busa yang hilang = tinggi busa awal-tinggi busa akhir

7. Uji Stabilitas Sediaan ( Penyimpanan pada suhu rendah)

Pengujian stabilitas sediaan meliputi kondisi fisik (bau, warna, kejernihan) dan
ph dievaluasi pada suhu kamar (4˚C ± 2˚C) selama seminggu.

V. HASIL
a. Perhitungan Formula
Bahan K1 (%) K2 (%) K3 (%) K4 (%) K5 (%)
Ekstrak 10 10 10 10 10
aloe
HEC 0,5 0,7 0,9 1,1 1,3
Na lauril 9 9 9 9 9
sulfat
TEA 1 1 1 1 1
Propilen 15 15 15 15 15
glikol
Nipagin 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18
Nipasol 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Na2EDTA 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Green tea 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
oil
Aquadest 100 100 100 100 100
ad
- Berat jenis
Kelompok 3
Pikno kosong (W1) = 32,511 g
Pikno + aquadest (W2) = 83,895 g
Pikno + shampoo (W3) = 83,493 g

Cara menghitung bobot jenis :


Pikno + sampel = 83,493 gram
Pikno kosong = 32,511 gram –
Bobot sampel = 50,982 gram/50 ml
= 1,019 g/ml
- Busa yang hilang (%)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
x 100%
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙

9−5,1
x 100% = 43,33 %
9
- Hasil pengujian
Shampo UJI
Kelompok Homogenitas Bobot pH Viskosita Busa Sentrifugasi Cycling test
ke- jenis s yang
(g/ml) (dPa’s) hilang
(%)
1 Homogen 1,005 9,46 0 66,67 Tidak Kulkas :
memisah tidak
memisah
Oven : tidak
memisah
2 Homogen 0,912 9,95 3 54,54 Tidak Kulkas :
memisah tidak
memisah
Oven : tidak
memisah
3 Tidak 1,019 10,20 3 43,33 Tidak Kulkas :
homogen memisah tidak
memisah
Oven : tidak
memisah
4 Homogen 1,039 7,25 45 56,52 Memisah Kulkas :
tidak
memisah
Oven : tidak
memisah
5 Homogen 1,005 9,78 0 75 Memisah Kulkas :
terdapat
endapan
Oven :
terdapat
endapan

- Uji organoleptis
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5

Bentuk : Cair Bentuk : Cair Bentuk : Cair Bentuk : Cair Bentuk : Cair
Bau : Green tea Bau : Green tea kental Bau : Green tea Bau : Green tea
Warna : Warna : Putih Bau : Green tea Warna : Putih Warna :
Kekuningan Warna : Bening Kekuningan

VI. PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini kami membuat sediaan Shampo yang berasal dari
ektrak sari Lidah buaya (Aloe Vera ). Sediaan shampo dibuat dengan tujuan untuk
membantu melarutkan minyak alami, melindungi rambut, dan membersihkan kotoran
yang melekat. Dimana ekstrak sari lidah buaya diambil dari daging tanaman lidah buaya
dengan cara lidah buaya dibersihkan, disikat lalu dibilas air, dipotong sekitar 1 cm,
dikuliti, dan didapatkan daging (gel) lidah buaya. Kemudian dibilas dengan air mengalir
beberapa kali. Gel lidah buaya diblender dan hasilnya berupa ekstrak kasar disaring lalu
dipanaskan (blanching) 45 -700C selama 10 menit.

Dalam pembuatan shampoo adapun bahan-bahan lain yang digunakan adalah


HEC sebagai pengental, natrium lauril sulfat sebagai surfaktan serta penghasil busa, TEA
sebagai penstabil pH, Propilen glikol sebagai humektan, Nipagin dan Nipasol sebagai
pengawet, Na2EDTA sebagai pengkelat, Green tea oil sebagai pewangi dan Aquadest
sebagai pelarut.

Pada praktikum ini beberapa formula menggunakan konsentrasi HEC yang


berbeda yaitu dari 1,1 %, 0,3 %, 0,5 %, 0,7%, dan 0,9%. HEC yang digunakan pada
kelompok kami adalah 0,9%. Hasil yang didapat dari uji organoleptis cair, kental, warna
bening, bau khas Greentea.

Sediaan shampo yang baik yaitu sediaan shampo yang homogen, dalam arti
tercampurnya atau terdispersinya semua bahan secara sempurna. Dari hasil pengamatan
terlihat, bahwa kelima sediaan shampo lidah buaya rata-rata tercampur secara homogen.
Kecuali pada sediaan shampoo formula 3, hasil tidak homogen tersebut dapat
dikarenakan saat mengambangkan HEC, air yang digunakan kurang panas sehingga HEC
masih sedikit menggumpal sehingga terdispersinya kurang sempurna.

Uji pH merupakan parameter yang dapat mempengaruhi daya absorpsi zat aktif
kedalam kulit. Pemeriksaan pH bertujuan untuk melihat derajat keasaman dari sediaan
shampo. Shampo mengandung Na lauril sulfat yang mengakibatkan pH nya cenderung
basa. Secara teori, dari kelima formula seharusnya memiliki pH yang hampir sama
karena konsentrasi Na lauril sulfat, tetapi pada formula 4 justru pH sediaan mendekati
netral. Hal tersebut mungkin dapat disebabkan karena kurang tepatnya dalam
penimbangan bahan.

Uji Bobot jenis, umumnya jika sediaan mempunyai massa yang besar
kemungkinan bobot jenisnya juga menjadi lebih besar. Bobot jenis sediaan shampo
menurut SNI (1992) yaitu minimal 1,0200gram/ml. Secara teori karena hanya
konsentrasi HEC yang dibuat berbeda, tentunya semakin tinggi konsentrasi HEC maka
semakin tinggi BJ nya. Tetapi hasil praktikum tidak sesuai teori.

Hasil uji viskositas yang didapat pada praktikum ini buruk karena hasil tidak
beraturan, seharusnya semakin tinggi konsentrasi HEC viskositas juga semakin naik
karena fungsi HEC sebagai pengental. Dari kelima formula, viskositas formula 4 ternyata
paling tinggi yaitu 45 dPas, sedangkan formula 5 viskositas 0 dPas, seharusnya formula 5
mempunyai viskositas paling tingggi karena konsentrasi HECnya paling tinggi. Faktor
yang mempengaruhi viskositas sediaan yaitu suhu dikarenakan pada suhu rendah partikel
dalam sediaan shampo akan cenderung bergabung atau saling berdekatan membentuk
struktur ikatan yang lebih rapat, sehingga kekentalan shampo akan lebih meningkat.

Hasil uji stabilitas busa pada praktikum ini buruk karena hasil yang didapat
sangat tidak beraturan, seharusnya dengan meningkatnya HEC stabilitasnya semakin
baik. Penyebab penurunan stabilitas busa yaitu akibat penipisan lapisan film dan
koalesen, sehingga busa menjadi pecah. Faktor lain yang mempengaruhi stabilitas busa
yaitu metode pengujian yang dilakukan yaitu bergantung dari kuatnya penggojokkan.

Uji stabilitas sediaan. Uji sentrifugasi adalah cara untuk mengetahui stabilitas
sediaan dengan dipercepat, rata-rata semua formula mempunyai stabilitas yang baik pada
uji ini kecuali formula 4 dan 5. Tujuan pengujian Cycling test adalah untuk mengetahui
stabilitas sediaan jika diberi perlakuan yang berbeda pada suhu ekstrem. Pada kelima
formula rata-rata mempunyai kestabilan yang baik pada suhu ekstrem, kecuali formula 5.
Pada formula 5 setelah dimasukkan ke dalam kulkas terdapat endapan, lalu setelah
dimasukkan dalam oven juga terdapat endapan.

VII. KESIMPULAN
Konsentrasi HEC yang berbeda dalam setiap formulasi dapat mempengaruhi
hasil sediaan shampo.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Putiana & Surani. 2011. EVALUASI BERBAGAI SEDIAAN SHAMPO
HERBAL ANTIKETOMBE DAN ANTIKUTU. Farmaka. Vol 15 No 2.
http://health.kompas.com/read/2012/03/19/14221925/20.Manfaat.Lidah.Buaya
LAMPIRAN
Hasil sediaan shampo

Uji sentrifugasi Setelah sentrifugasi

Uji pH Uji berat jenis


Uji stabilitas cycling test
Setelah kulkas Setelah oven

Anda mungkin juga menyukai