Aspek Hukum Leasing & Franchise
Aspek Hukum Leasing & Franchise
Aspek Hukum Leasing & Franchise
Dosen Pengampu: Dr. Agoes Bagenda Parera, B.Sc, SE, SH, MM, MH, AAIJ,
CFP
Disusun oleh:
KELAS 1D PAGI
PRODI S1 AKUNTANSI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Aspek Hukum
Leasing dan Franchice” dengan tepat waktu.
Tujuan dari penulisan ini untuk memenuhi penilaian tugas mata kuliah
Hukum Bisnis dengan hasil dari berbagai sumber. Semoga makalah ini dapat
dipahami serta membuat pembaca menambah wawasan tentang Aspek Hukum
Leasing dan Franchice.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Agoes Bagenda
Parera, B.Sc, SE, SH, MM, MH, AAIJ, CFP selaku dosen mata kuliah Hukum
Bisnis dan anggota kelompok 2 yang sudah berkontribusi dalam menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari akan kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis
sangat menghargai kritik dan saran untuk membangun makalah ini dengan lebih
baik lagi.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
LEASING .................................................................................................... 2
FRANCHISE ............................................................................................... 13
ii
3.3 DASAR HUKUM FRANCHISE ............................................................. 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
LEASING
2.1 PENGERTIAN
Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu lease yang berarti sewa
menyewa. Istilah lain yang digunakan untuk menerjemahkan leasing maupun
lease ke dalam bahasa Indonesia adalah sewa guna usaha. Di Indonesia
pengaturan leasing berpegang pada definisi yang termaktub dalam surat
keputusan bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No. KEP-122/MK/IV/2/1974, No.
32/M/SK/2/1974, No. 30/Kpb/I/1974 Tanggal 7 Februari 1974 Tentang
Perizinan Leasing tersebut. Berdasarkan peraturan dasar tersebut mengenai
kegiatan usaha leasing dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
leasing adalah:
“Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai
dengan hak pilih (Optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarka
nilai sisah yang telah disepakati bersama”.
Tujuan dari leasing adalah memperoleh hak untuk memakai benda milik
orang lain, yang disebabkan oleh pertimbangan ekonomis, yakni memperoleh
hak untuk memakai suatu benda tanpa sekaligus memperoleh hak milik atas
benda tersebut, atau memperoleh hak untuk memakai suatu benda tersebut
sekaligus memperoleh hak milik atas benda tersebut.
2.2 SEJARAH
Sejarah leasing menurut T.M. Tom Clark bermula sekitar tahun 1850, pada
saat tercatatnya perusahaan pertama di Amerika Serikat yang menyewakan
kereta api. Kemudian pada tahun 1877, perusahaan The Bell Telephone
2
Company mulai memberikan layanan penyewaan telepon kepada para pelanggan
melalui pembayaran secara angsuran. Sementara pada tahun 1952, perusahaan
leasing di San Fransisco menawarkan jasa penjualan secara leasing kepada
perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang. Hal ini mendorong
munculnya usaha leasing di Inggris, Jerman dan Jepang.
Sejarah leasing di Indonesia sendiri pertama kali berkembang pada tahun
1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama MenKeu (Menteri
Keuangan), Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan dengan No.
122/1974, 32/1974 dan 30/1974 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang Perizinan
Usaha Leasing.
Usaha leasing tersebut berkembang pesat menjadi salah satu alternatif
sumber pembiayaan bagi pengembangan dunia usaha, baik usaha berskala kecil
maupun usaha yang berskala besar. Pengembangan lembaga leasing di Indonesia
antara lain didasarkan pada pertimbangan bahwa leasing merupakan suatu
bentuk usaha di bidang pembiayaan yang diharapkan mempunyai peran penting
dalam meningkatkan pembangunan perekonomian nasional.
3
1) Lessor (perusahaan leasing), yakni pihak yang memberikan pembiayaan
dengan cara leasing kepada pihak yang membutuhkannya. Lessor bisa saja
perusahaan yang bersifat multifinance, atau khusus pada leasing saja.
2) Lessee (perusahaan/nasabah), yakni pihak yang memerlukan barang
modal, barang modal mana dibiayai oleh lessor dan diperuntukkan kepada
lessee.
3) Supplier (penjual), yakni pihak yang menyediakan barang modal yang
menjadi objek leasing, barang modal mana dibayar oleh lessor kepada
supplier untuk keperluan lessee.
4
Meski menggunakan istilah finance dalam penyebutan Finance Lease,
namun Kontrak Finance Lease tidak dapat disamakan dengan Kontrak
Finance pada pembiayaan konsumen. Penyebutan finance dalam hal ini
semata-mata untuk menegaskan berlaku tidaknya hak opsi bagi lessee untuk
membeli barang diakhir masa leasing.
5
kepada lessor, sedangkan jaminannya biasanya adalah objek leasing itu
sendiri.
(4) Syndicated lease
Syndicated lease adalah pembiayaan leasing yang dilakukan oleh
lebih dari satu lessor atas suatu objek leasing. Syndicated lease terjadi
apabila lessor karena alasan-alasan risiko tidak bersedia, atau karean
alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan untuk menutup sendiri
suatu transaksi leasing yang nilainya cukup besar yang dibutuhkan oleh
lessee. Untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan lessee tersebut,
maka beberapa perusahaan leasing melakukan perjanjian kerja sama
untuk membiayai objek leasing dimaksud.
(5) Cross Border Lease
Cross border lease adalah transaksi leasing yang dilakukan di luar
batas suatu negara, di mana lessor berkedudukan di negara berbeda
dengan negara lessee. Jenis transaksi leasing ini kadang-kadang disebut
pula sebagai leasing lintas negara atau transaksi leasing internasional
karena yang dilakukan melibatkan dua negara yang berbeda.
(6) Vendor Program
Vendor program atau disebut juga vendor lease adalah suatu
metode penjualan yang dilakukan oleh produsen atau dealer di mana
perusahaan leasing memberikan atau menyediakan fasilitas leasing
kepada pembeli barang. Dalam mekanisme transaksi vendor program ini,
lessor membayar kepada vendor sesuai dengan harga barang yang dipilih
atau ditentukan oleh pembeli (lessee).
2) Operating Lease
Operating Lease disebut juga dengan istilah Service Lease, memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a) Jangka waktu berlaku leasing relatif singkat.
b) Besarnya harga sewa lebih kecil daripada harga barang ditambah
keuntungan yang diharapkan lessor.
6
c) Tidak diberikan hak opsi bagi lessee untuk membeli barang diakhir masa
leasing.
d) Biasanya Operating Lease dikhususkan untuk barang-barang yang
mudah terjual setelah pemakaian.
e) Biasanya Operating Lease diberikan oleh pabrik atau leveransir, karena
memiliki keahlian tentang seluk beluk barang yang menjadi objek
leasing. Sebab dalam Operating Lease, tanggung jawab pemeliharaan
merupakan tanggung jawab lessor termasuk kerusakan, pajak dan
asuransi.
f) Biasanya harga sewa setiap bulannya dibayar dengan jumlah yang tetap.
g) Kontrak leasing dengan bentuk Operating Lease dapat dibatalkan
sepihak oleh lessee, yakni dengan mengembalikan barang yang menjadi
obyek leasing kepada lessor.
Lessor
(9) (8)
(4) (7)
(3) (2) (5)
(6)
(1) Supplier
7
quotation yang tidak mengikat dari lessor. Dalam lease quotation ini dimuat
mengenai syarat-syarat pokok pembiayaan leasing antara lain: keterangan
barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi,
jaminan uang sewa dan persyaratan-persyaratan lainnya.
(3) Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada lessee
yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayai barang
modal yang dibutuhkan lessee tersebut. Apabila lessee menyetujui semua
ketentuan dan persyaratan dalam letter of offer, kemudian lessee
menandatangani dan mengembalikannya kepada lessor.
(4) Penandatanganan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi
lessee. Kontrak leasing tersebut sekurang-kurangnya mencakup hal-hal
antara lain: pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa leasing,
opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab atas objek leasing,
perpajakan, jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.
(5) Pengiriman order beli kepada supplier disertai instruksi pengiriman barang
kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui.
(6) Pengriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan.
Selanjutnya lessee menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar
dan diserahkan kepada supplier.
(7) Penyerahan dokumen oleh supplier kepada lessor termasuk faktur dan bukti-
bukti kepemilikan barang lainnya.
(8) Pembayaran oleh lessor kepada supplier
(9) Pembayaran angsuran (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada
lessor selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup
pengembalian jumlah yang dibiayai serta bungannya.
8
Metode Pembiayaan
Penjelasan Sewa
Leasing Sewa Beli Kredit Bank
Menyewa
Jenis Barang Barang Barang Semua jenis
barang bergerak & bergerak bergerak perlu investasi
tidak bergerak pemeliharaan
Mengembalikan
kepada lessor
9
1) Leasing Adalah Suatu Bentuk Pembiayaan
Perjanjian leasing bukanlah suatu perjanjian peminjaman uang.
Walaupun begitu kebutuhan komersial perusahaan yang meminjam uang
dan lessee pada umumnya sama, mereka membutuhkan pembiayaan untuk
perusahaannya. Dengan kata lain perjanjian leasing bukanlah suatu
perjanjian uang akan tetapi suatu alternatif untuk memperoleh pembiayaan
bagi suatu perusahaan.
2) Penyediaan Barang Modal
Unsur selanjutnya dari leasing adalah adanya penyediaan barang
modal, biasanya oleh pihak supplier atas biaya dari lessor. Barang modal
tersebut akan dipergunakan oleh lessee umumnya untuk kepentingan
bisnisnya. Barang modal ini sangat bervariasi. Misalnya berupa mesin-
mesin, kendaraan bermotor, pesawat terbang, peralatan kantor, dan lain-
lain.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 1169/KMK.01/1991
tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), yang dimaksud dengan
barang modal, yaitu “Setiap aktiva tetap yang berwujud termasuk tanah
sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan
(plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan
kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan
digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan ataupun
memperlancar produksi barang atau jasa oleh lesse.”
3) Keterbatasan Jangka Waktu
Salah satu unsur penting dari lembaga leasing adalah adanya jangka
waktu yang terbatas. Jadi, apabila ada deal-deal yang tidak terbatas jangka
waktunya, ini belumlah dapat dikatakan leasing, melainkan hanya sewa
menyewa biasa. Dalam kontrak leasing selalu ditentukan dengan pasti
kapan jangka waktu leasing berakhir. Selain itu ditentukan pula bagaimana
status kepemilikan dari barang yang menjadi objek leasing tersebut.
4) Pembayaran Kembali Secara Berkala
10
Ketika lessor telah membayar lunas harga barang modal kepada
penjual (supplier), maka adalah kewajiban lessee kemudian untuk
mengangsur pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor.
Basarnya dan lamanya angsuran sesuai dengan kesepakatan yang telah
dituangkan dalam kontrak leasing. Dilihat dari segi angsuran pembayaran
ini, maka leasing mirip dengan suatu kredit bank, dengan barang modal itu
sendiri sebagai agunannya.
2.9 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN LEASING
Leasing sebagai alternatif sumber pembiayaan memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan sumber-sumber pembiayaan lainnya antara lain
sebagai berikut:
1) Kelebihan
a. Pembiayaan Penuh
Transaksi leasing sering dilakukan tanpa perlu uang muka dan
pembiayaannya dapat diberikan sampai 100% (full pay out). Hal ini
akan membantu cash flow terutama bagi perusahaan (lessee) yang beru
berdiri atau beroperasi dan perusahaan yang mulai berkembang.
b. Lebih Fleksibel
Dipandang dari segi perjanjiannya, leasing lebih luwes karena
leasing lebih mudah menyesuaikan keadaan keuangan lessee
dibandingkan dengan perbankan. Pembayaran angsuran secara berkala
akan ditetapkan berdasarkan pendapatan yang dihasilkan lessee
sehingga pengaturan pembayaran angsuran secara berkala dapat
disesuaikan dengan pendapatan yang dihasilkan objek yang di-lease.
Artinya pembayaran sewa baru dilakukan setelah barang modal yang
di-lease tersebut telah mulai produktif.
c. Sumber Pembiayaan Alternatif
Leasing merupakan sumber pembiayaan lain serta sebagai
pelengkap bagi perusahaan tanpa mengganggu fasilitas kredit (credit
line) yang telah dimiliki. Dari segi jaminan leasing tidak terlalu
menuntut adanya jaminan tambahan yang lebih banyak dibandingkan
11
apabila lessee memperoleh pinjaman dari pihak lainnya. Karena hak
kepemilikan sah atas objek lease serta pengaturan pembayaran lease
sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh objek lease sehingga
merupakan jaminan bagi leasing itu sendiri.
d. Off Balance Sheet
Tidak adanya ketentuan keharusan mencantumkan transaksi
leasing dalam neraca memberi daya tarik tersendiri kepada lessee
karena tanpa mencantumkan sebagai aktiva berarti prosedur pembelian
barang tidak perlu dipenuhi secara terperinci karena mungkin masih
dalam batas kewenangan direksi. Dengan demikian keputusan secara
cepat dan tepat dapat lebih mudah dilakukan oleh direksi. Di pihak lain
tanpa mencantumkan sebagai aktiva berarti tidak ada keharusan
mencantumkannya sebagai kewajiban. Hal ini mempunyai dampak
positif terhadap kondisi rasio keuangan perusahaan lessee karena
transaksi leasing tersebut tidak akan terlihat dalam neraca lessee
sebagai utang. Kondisi inilah yang disebut dengan off balance sheet
financing.
Selain keunggulan-keunggulan yang telah disebutkan diatas, leasing juga
memiliki bebrapa kekurangan bagi para lessee atau pengguna jasa leasing.
2) Kekurangan
a. Risiko kerugian dan kerusakan sehubung dengan barang-barang leasing
menurut pembagian kepentingan dalam suatu perjanjian leasing dapat
dilimpahkan kepada lessee.
b. Lessee berkewajiban untuk menutup asuransi terhadap barang leasing.
Lessor berkepentingan sebagai pemilik barang berhak langsung untuk
menagih uang ganti rugi tersebut dari perusahaan asuransi bahkan dari
perusahaan reasuransi sebagai alternatif lessor dicantumkan sebagai
turut tertanggung.
c. Segi asuransi sebenarnya tidak terlepas dari persoalan pembebanan
“risiko”. Asuransi merupakan salah satu saran untuk membebankan
risiko kepada pihak ketiga dengan membayar imbalan. Oleh karena itu
12
risiko ditanggung oleh lessee, maka imbalan yang harus dibayarkan
kepada asuransi seharusnya ditanggung pula oleh lessee.
d. Lessee diwajibkan untuk menyerahkan seluruh dokumentasi asuransi
kepada lessor.
e. Apabila asuransi tidak bersedia membayar claim, maka hal itu dianggap
sebagai suatu cidera janji yang dibebankan kepada lessee.
FRANCHICE/WARLABA
3.1 PENGERTIAN
Franchise berasal dari bahasa Prancis, yaitu franchir yang mempunyai
arti memberi kebebasan kepada para pihak. Franchise juga disebut Waralaba
adalah cara kerjasama dibidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan dimana
satu pihak akan berindak sebagai Franchise dan pihak lain sebagai franchise
dimana di dalamnva diatur bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu
merek yang terkenal, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan
kegiatan bisnis atas suatu produk barang atau jasa berdasarkan rencana dari
waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun non
eksklusif, dan sebaiknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada
franchisor sehuhungan dengan hal tersebut.
13
Waralaba menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI
No.259/MPP/kep/7/1997 tanggal 30 juli 1997 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanann Pendaftaran Usaha Waralaha, yaitu Waralaba adalah
perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan ha katas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas
usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan atau digunakan oleh pihak lain atau ditetapkan dalam rangka
menyediakan dan atau penjualan barang dan jasa.
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba,
didefinisikan waralaba adalah “Hak khusus yang dimiliki oleh orang
perorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha
dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil
dan dapat dimanfaatkan dan /atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan
perjanjian waralaba”.
14
Coca Cola, Kentucky Fried Chicken, Dunkin Donat, dan lain-lain. Maka dari
itu, perkembangannya pun telah merambat dari kota besar sampai ke kota kecil.
15
1) Ketentuan hukum administrative, seperti mengenai perizinan usaha,
pendirian perseroan terbatas, dan lain-lain peraturan administrasi yang
umumnya dikeluarkan oleh Departmen Perdagangan. Kepmen Perdagangan
No 376/Kp/XI/1983 tentang kegiatan perdagangan.
2) Ketentuan Ketenagakerjaan
3) Hukum Perusahaan (UU PT No 1 (1995)),
4) Hukum pajak- adakah pajak ganda, pajak penghasilan, pajak pertambahan
nilai, pajak withholding atas royalty dan pajak penghasilan atas tenaga kerja
asing.
5) Hukum persaingan,
6) Hukum industri bidang tertentu misalnya aturan tentang standar mutu,
kebersihan dan aturan lain lain yang bertujuan melindungi konsumen, atau
bahkan UU pangan sendiri.
7) Hukum tentang kepemilikan- hak guna bangunan, hak milik, dan lain-lain.
8) Hukum tentang pertukaran mata uang- RI menganut rezim devisa bebas,
maka tidak ada larangan maupun batasan terhadap keluar masuknya valuta
asing dari/ke Indonesia.
9) Hukum tentang rencana tata ruang; apakah wilayah tersebut memungkinkan
dibukannya sebuah franchise, kualitas bahan untuk gedung tersebut
memenuhi syarat.
10) Hukum tentang pengawasan ekspor/ impor misalnya dalam hal
pengambilan keputusan apakah barang barang tertentu mesti dibawa dari
Negara pihak franchisor atau cukup diambil saja dari Negara pihak
franchisee.
11) Hukum tentang bea cukai- apakah lebih menguntungkan barang-barang
tertentu dipasok dari luar negeri atau cukup menghandalkan produk local
semata.
16
Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau
perorangan yang meberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan
atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri
khas usaha yang dimilikinya. Franchisor sudah harus siap dengan
perlengkapan operasi bisnis dan kinerja manajemen yang baik, menjamin
kelangsungan usaha dan distribusi bahan baku untuk jangka Panjang, serta
menyediakan kelengkapan usaha sampai ke detail yang terkacil.
Franchisor juga sudah harus menyediakan perhitungan keuntungan yang
didapat, neraca keuangan yang mencakup BEP (Break Event Point) dan
ROI (Return on Investment).
2) Franchise (Penerima Waralaba)
Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usana atau
perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan hak
atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas yang dimiliki pemberi
waralaba. Franchisee hanya menyediakan tempat usaha dan modal sejumlah
tertentu bergantung peda jenis waralaba yang akan dibeli. Namun franchisee
juga mempunya kewajihan non-financial yang sangat esensial yakni
menjaga image praduk waralaba. Franchisee mempunyai dua kewajiban
finansial yakni membayar franchise fee dan royalty fee.
17
4) Dimiliki unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak franchisee yang akan
memanfaatkan paket usaha milik pihak franchisor.
5) Terdapat kontrak terteulis berupa perjanjian baku antara pihak franchisor
dengan pihak franchisee.
18
3) Franchisee diperbolehkan (dalam kendali franchisor) beroperasi dengan
menggunakan nama/merek dagang, format atau prosedur, serta segala nama
(reputasi) baik yang dimiliki franchisor.
4) Franchisee harus mengadakan investasi yang berasal dan sumber dananya
sendiri atau dengan dukungan sumber dana lain (misalnya kredit
perbankan).
5) Franchisee berhak secara penuh mengelola bisnisnya sendiri.
6) Franchisee membayar fee dan atau royalti kepada franchisor atas hak yang
didapatnya dan atas bantuan yang terus menerus diberikan oleh franchisor.
7) Franchisee berhak memperoleh daerah pemasaran tertentu dimana ia adalah
satu-satunya pihak yang berhak memasarkan barang atau jasa yang
dihasilkannya.
8) Transaksi yang terjadi antara franchisor dengan franchisee bukan
merupakan transaksi yang terjadi antara cabang dari perusahaan induk yang
sama, atau antara individu dengan perusahaan yang dikontrolnya.
19
1) System franchise tidak memberikan kebebasan penuh kepada
franchisee, karena franchisee terikat perjanjian dan harus mengikuti
system dan metode yang telah dibuat oleh franchisor.
2) System franchise bukan jaminan akan keberhasilan, menggunakan
merek terkenal belum tentu akan sukses bila tidak diimbangi dengan
kecermatan dan kehati-hatian franchisee dalam memilih usaha dan
memiliki komitmen dan harus bekerja keras dan tekun.
3) Franchisee harus bisa bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik
dalam hubungannya dengan franchisor.
4) Tidak semua janji franchisor diterima oleh franchisee
5) Masih adanya ketidakamaan dalam suatu franchise karena franchisor
dapat memutuskan atau tidak memperbaharui perjanjian.
20
BAB III
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Bentuk perjanjian leasing adalah tertulis dan bersifat baku atau standar
artinya hanya salah satu pihak saja yang membuat perjanjian sedangkan pihak
lain hanya menyetujui atau tidak menyetujui kontrak yang dibuat. Pengikatan
setiap perjanjian dapat berbentuk akta dibawahtangan, perjanjian dengan saksi
notaris, maupun dibuat dengan akta notaris.
Leasing dan Franchice aman digunakan karena sudah ada aspek
hukumnya. Leasing dan Franchice banyak sekali jenis dan keuntungannya,
namun ada juga kekurangan. Pilihlah franchise yang terpercaya agar terhindar
dari hal yang tidak diinginkan.
4.2 SARAN
Dalam melakukan suatu perjanjian pembiayaan konsumen, sebaiknya
penerima fasilitas memahami dengan baik klausula yang ada dalam perjanjian
pembiayaan kosumen tersebut. Diharapkan nasabah tetap berhati-hati dengan
segala akibat yang timbul dalam perjanjian tersebut. Harus ada penegakan
hukum yang kuat untuk melindungi nasabah
21
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Rachmat. (2002). Multi Finance, Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,
Pembiayaan Konsumen. Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2002
Richard, Burton Simatupang. (2007). Aspek Hukum Dalam Bisnis.
Jakarta: Rineka Cipta, 2007
22