Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Aspek Hukum Leasing & Franchise

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASPEK HUKUM LEASING & FRANCHICE

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis

Dosen Pengampu: Dr. Agoes Bagenda Parera, B.Sc, SE, SH, MM, MH, AAIJ,
CFP

Disusun oleh:

Nadia Fitri (11210000093)

Sri Yana (11210000094)

Ni Putu Padma Prasyani (11210000096)

KELAS 1D PAGI

PRODI S1 AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Aspek Hukum
Leasing dan Franchice” dengan tepat waktu.

Tujuan dari penulisan ini untuk memenuhi penilaian tugas mata kuliah
Hukum Bisnis dengan hasil dari berbagai sumber. Semoga makalah ini dapat
dipahami serta membuat pembaca menambah wawasan tentang Aspek Hukum
Leasing dan Franchice.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Agoes Bagenda
Parera, B.Sc, SE, SH, MM, MH, AAIJ, CFP selaku dosen mata kuliah Hukum
Bisnis dan anggota kelompok 2 yang sudah berkontribusi dalam menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari akan kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis
sangat menghargai kritik dan saran untuk membangun makalah ini dengan lebih
baik lagi.

Jakarta, 7 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 LATAR BELAKANG............................................................................. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ........................................................................ 1

1.3 TUJUAN MASALAH............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2

LEASING .................................................................................................... 2

2.1 PENGERTIAN LEASING ...................................................................... 2

2.2 SEJARAH LEASING ............................................................................. 2

2.3 DASAR HUKUM LEASING.................................................................. 3

2.4 PIHAK-PIHAK TERKAIT LEASING .................................................... 3

2.5 JENIS-JENIS LEASING ......................................................................... 4

2.6 MEKANISME LEASING ....................................................................... 7

2.7 PERBEDAAN PEMBIAYAAN LEASING DENGAN YANG LAIN ..... 8

2.8 UNSUR-USSUR LEASING ................................................................... 9

2.9 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN LEASING ................................... 11

2.10 PERSOALAN HUKUM YANG DIHADAPI LEASING ...................... 13

FRANCHISE ............................................................................................... 13

3.1 PENGERTIAN FRANCHISE ................................................................. 13

3.2 SEJARAH FRANCHISE ........................................................................ 14

ii
3.3 DASAR HUKUM FRANCHISE ............................................................. 15

3.4 PIHAK-PIHAK TERKAIT FRANCHISE ............................................... 16

3.5 UNSUR-UNSUR FRANCHISE .............................................................. 17

3.6 JENIS-JENIS FRANCHISE .................................................................... 18

3.7 KARAKTERISTIK FRANCHISE .......................................................... 18

3.8 KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN FRANCHISE ............................ 19

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 21

4.1 KESIMPULAN ....................................................................................... 21

4.2 SARAN .................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Leasing sebagai salah satu sistem pembiayaan mempunyai peranan dalam
peningkatan pembangunan perekonomian Nasional. Usaha Leasing dapat
membantu badan-badan dan pengusaha-pengusaha Indonesia, terutama
pengusaha industri kecil, dalam mengatasi cara pembiayaan untuk memperoleh
alat-alat perlengkapan maupun barang-barang modal yang mereka perlukan,
yang juga berarti meingkatkan pembangunan perekonomian Nasional.
Beberapa ahli juga berpendapat bahwa leasing merupakan suatu bentuk
perjanjian yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki aktiva ataupun
barang dengan nasabahnya. Dalam hal tersebut, para pemilik aktiva akan disebut
sebagai lessor, sedangkan untuk nasabahnya disebut sebagai lesseee. Nantinya,
para lessor akan menyediakan produk barang atau modal yang diperlukan oleh
pihak lesseee guna mendukung operasional produksi. Sebagai gantinya, pihak
lesseee harus melakukan pembayaran kepada para lessor dengan cara dicicil atau
diangsur.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian leasing dan franchice?
2. Bagaimana sejarahnya?
3. Apa aspek hukumnya?
4. Apa unsur-unsurnya?
5. Apa saja jenisnya?
1.3 TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pengertian leasing dan franchice
2. Untuk mengetahui sejarah leasing dan franchice
3. Untuk mengetahui aspek hukum leasing dan franchice
4. Menganalisa unsur-unsur yang terkait dengan leasing dan franchice
5. Untuk mengetahui jenis leasing dan franchice

1
BAB II

PEMBAHASAN

LEASING

2.1 PENGERTIAN
Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu lease yang berarti sewa
menyewa. Istilah lain yang digunakan untuk menerjemahkan leasing maupun
lease ke dalam bahasa Indonesia adalah sewa guna usaha. Di Indonesia
pengaturan leasing berpegang pada definisi yang termaktub dalam surat
keputusan bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No. KEP-122/MK/IV/2/1974, No.
32/M/SK/2/1974, No. 30/Kpb/I/1974 Tanggal 7 Februari 1974 Tentang
Perizinan Leasing tersebut. Berdasarkan peraturan dasar tersebut mengenai
kegiatan usaha leasing dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
leasing adalah:
“Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai
dengan hak pilih (Optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarka
nilai sisah yang telah disepakati bersama”.
Tujuan dari leasing adalah memperoleh hak untuk memakai benda milik
orang lain, yang disebabkan oleh pertimbangan ekonomis, yakni memperoleh
hak untuk memakai suatu benda tanpa sekaligus memperoleh hak milik atas
benda tersebut, atau memperoleh hak untuk memakai suatu benda tersebut
sekaligus memperoleh hak milik atas benda tersebut.

2.2 SEJARAH
Sejarah leasing menurut T.M. Tom Clark bermula sekitar tahun 1850, pada
saat tercatatnya perusahaan pertama di Amerika Serikat yang menyewakan
kereta api. Kemudian pada tahun 1877, perusahaan The Bell Telephone

2
Company mulai memberikan layanan penyewaan telepon kepada para pelanggan
melalui pembayaran secara angsuran. Sementara pada tahun 1952, perusahaan
leasing di San Fransisco menawarkan jasa penjualan secara leasing kepada
perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang. Hal ini mendorong
munculnya usaha leasing di Inggris, Jerman dan Jepang.
Sejarah leasing di Indonesia sendiri pertama kali berkembang pada tahun
1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama MenKeu (Menteri
Keuangan), Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan dengan No.
122/1974, 32/1974 dan 30/1974 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang Perizinan
Usaha Leasing.
Usaha leasing tersebut berkembang pesat menjadi salah satu alternatif
sumber pembiayaan bagi pengembangan dunia usaha, baik usaha berskala kecil
maupun usaha yang berskala besar. Pengembangan lembaga leasing di Indonesia
antara lain didasarkan pada pertimbangan bahwa leasing merupakan suatu
bentuk usaha di bidang pembiayaan yang diharapkan mempunyai peran penting
dalam meningkatkan pembangunan perekonomian nasional.

2.3 DASAR HUKUM


Dasar hukum yang lebih luas dan mendalam yang melandasi perjanjian
lease atau kegiatan leasing di Indonesia dewasa ini antara lain adalah:
1) Asas konkordansi hukum berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
atas hukum perdata yang berlaku bagi penduduk Eropa.
2) Pasal 1338 KUHP (Burgerlijk Wetboek= B.W.) mengenai asas kebebasan
berkontrak serta asas-asas persetujuan pada umumnya sebagaimana
tercantum dalam Bab I Buku III B.W.

Ketentuan-ketentuan tentang sewa menyewa yang tercantum dalam pasal


1548 sampai 1580 KUHP (Buku III Bab IV), sepanjang tidak diadakan
penyimpanan oleh para pihak.

2.4 PIHAK-PIHAK TERKAIT LEASING

3
1) Lessor (perusahaan leasing), yakni pihak yang memberikan pembiayaan
dengan cara leasing kepada pihak yang membutuhkannya. Lessor bisa saja
perusahaan yang bersifat multifinance, atau khusus pada leasing saja.
2) Lessee (perusahaan/nasabah), yakni pihak yang memerlukan barang
modal, barang modal mana dibiayai oleh lessor dan diperuntukkan kepada
lessee.
3) Supplier (penjual), yakni pihak yang menyediakan barang modal yang
menjadi objek leasing, barang modal mana dibayar oleh lessor kepada
supplier untuk keperluan lessee.

2.5 JENIS-JENIS LEASING


Bentuk leasing yang paling sering digunakan antara lain adalah leasing
dengan hak opsi (finance lease) dan leasing tanpa hak opsi (operating lease).
Kedua bentuk leasing ini memiliki karakteristik masing-masing.
1) Finance Lease
Finance Lease disebut juga dengan istilah Capital Lease. Finance lease
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Jangka waktu berlaku leasing relatif panjang.
b) Besarnya harga sewa plus hak opsi harus menutupi harga barang plus
keuntungan yang diharapkan lessor.
c) Diberikan hak opsi bagi lessee untuk membeli barang diakhir masa
leasing.
d) Finance Lease dapat diberikan oleh perusahaan pembiayaan.
e) Harga sewa yang dibayar per bulan oleh lessee dapat dengan jumlah yang
tetap, maupun dengan cara berubah-ubah sesuai dengan suku bunga
pinjaman.
f) Biasanya lessee yang menanggung biaya pemeliharaan, kerusakan, pajak
dan asuransi.
g) Kontrak leasing dengan bentuk Finance Lease tidak dapat dibatalkan
sepihak.

4
Meski menggunakan istilah finance dalam penyebutan Finance Lease,
namun Kontrak Finance Lease tidak dapat disamakan dengan Kontrak
Finance pada pembiayaan konsumen. Penyebutan finance dalam hal ini
semata-mata untuk menegaskan berlaku tidaknya hak opsi bagi lessee untuk
membeli barang diakhir masa leasing.

Kegiatan financial lease (selanjutnya disebut leasing) di Indonesia


paling tidak dapat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:

(1) Direct Financial Lease


Direct financial lease adalah bentuk transaksi bisnis di mana lessor
atas permintaan lessee untuk membeli dari dan oleh karenanya
membayar kepada supplier atas suatu barang untuk segera di-lease-kan
kepada lessee. Penentuan dari jenis, harga, jaminan dan lain sebagainya
sepenuhnya dilakukan oleh lessee. Pembelian barang oleh lessor semata-
mata untuk keperluan di-lease-kan kepada lesse.
(2) Sale And Lease Back
Pada sale and leaseback, perusahaan yang memiliki aktiva
menjual aktiva tersebut kepada perusahaan lain dan sekaligus dibuat
perjanjian untuk menyewa kembali aktiva tersebut untuk periode
tertentu. Sedangkan perusahaan yang biasanya sebagai pembeli adalah
bank, perusahaan asuransi, perusahaan leasing, pegadaian, atau investor
individu.
(3) Leveraged Lease
Pada prinsipnya leveraged lease merupakan salah satu teknik
pembiayaan dalam finance lease yang digunakan lessor. Menurut teknik
ini, disamping melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan kreditor
jangka panjang dalam membiayai suatu objek leasing. Pihak kreditor
jangka panjang inilah yang memiliki porsi terbesar dalam membiayai
transaksi leasing ini. Kreditor tersebut dapat berupa bank atau lembaga
keuangan lainnya. Status kreditor di sini hanya sebagai penyedia dana

5
kepada lessor, sedangkan jaminannya biasanya adalah objek leasing itu
sendiri.
(4) Syndicated lease
Syndicated lease adalah pembiayaan leasing yang dilakukan oleh
lebih dari satu lessor atas suatu objek leasing. Syndicated lease terjadi
apabila lessor karena alasan-alasan risiko tidak bersedia, atau karean
alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan untuk menutup sendiri
suatu transaksi leasing yang nilainya cukup besar yang dibutuhkan oleh
lessee. Untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan lessee tersebut,
maka beberapa perusahaan leasing melakukan perjanjian kerja sama
untuk membiayai objek leasing dimaksud.
(5) Cross Border Lease
Cross border lease adalah transaksi leasing yang dilakukan di luar
batas suatu negara, di mana lessor berkedudukan di negara berbeda
dengan negara lessee. Jenis transaksi leasing ini kadang-kadang disebut
pula sebagai leasing lintas negara atau transaksi leasing internasional
karena yang dilakukan melibatkan dua negara yang berbeda.
(6) Vendor Program
Vendor program atau disebut juga vendor lease adalah suatu
metode penjualan yang dilakukan oleh produsen atau dealer di mana
perusahaan leasing memberikan atau menyediakan fasilitas leasing
kepada pembeli barang. Dalam mekanisme transaksi vendor program ini,
lessor membayar kepada vendor sesuai dengan harga barang yang dipilih
atau ditentukan oleh pembeli (lessee).
2) Operating Lease
Operating Lease disebut juga dengan istilah Service Lease, memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a) Jangka waktu berlaku leasing relatif singkat.
b) Besarnya harga sewa lebih kecil daripada harga barang ditambah
keuntungan yang diharapkan lessor.

6
c) Tidak diberikan hak opsi bagi lessee untuk membeli barang diakhir masa
leasing.
d) Biasanya Operating Lease dikhususkan untuk barang-barang yang
mudah terjual setelah pemakaian.
e) Biasanya Operating Lease diberikan oleh pabrik atau leveransir, karena
memiliki keahlian tentang seluk beluk barang yang menjadi objek
leasing. Sebab dalam Operating Lease, tanggung jawab pemeliharaan
merupakan tanggung jawab lessor termasuk kerusakan, pajak dan
asuransi.
f) Biasanya harga sewa setiap bulannya dibayar dengan jumlah yang tetap.
g) Kontrak leasing dengan bentuk Operating Lease dapat dibatalkan
sepihak oleh lessee, yakni dengan mengembalikan barang yang menjadi
obyek leasing kepada lessor.

2.6 MEKANISME LEASING

Mekanisme Transaksi Leasing

Lessor

(9) (8)
(4) (7)
(3) (2) (5)

(6)
(1) Supplier

Keterangan: skema transaksi sbb:


(1) Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang,
spesifikasi, harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purnajual atas barang
yang akan di-lease.
(2) Lessee melakukan negoasiasi dengan lessor mengenai kebutuhan
pembiayaan barang modal. Pada tahap awal ini, lessee dapat meminta lease

7
quotation yang tidak mengikat dari lessor. Dalam lease quotation ini dimuat
mengenai syarat-syarat pokok pembiayaan leasing antara lain: keterangan
barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi,
jaminan uang sewa dan persyaratan-persyaratan lainnya.
(3) Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada lessee
yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayai barang
modal yang dibutuhkan lessee tersebut. Apabila lessee menyetujui semua
ketentuan dan persyaratan dalam letter of offer, kemudian lessee
menandatangani dan mengembalikannya kepada lessor.
(4) Penandatanganan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi
lessee. Kontrak leasing tersebut sekurang-kurangnya mencakup hal-hal
antara lain: pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa leasing,
opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab atas objek leasing,
perpajakan, jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.
(5) Pengiriman order beli kepada supplier disertai instruksi pengiriman barang
kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui.
(6) Pengriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan.
Selanjutnya lessee menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar
dan diserahkan kepada supplier.
(7) Penyerahan dokumen oleh supplier kepada lessor termasuk faktur dan bukti-
bukti kepemilikan barang lainnya.
(8) Pembayaran oleh lessor kepada supplier
(9) Pembayaran angsuran (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada
lessor selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup
pengembalian jumlah yang dibiayai serta bungannya.

2.7 PERBEDAAN PEMBIAYAAN LEASING DENGAN PEMBIAYAAN


LAINNYA
Pembiayaan melalui perusahaan leasing memiliki beberapa perbedaan
pokok dengan metode pembiayaan yang diberikan melalui lembaga-lembaga
keuangan lain misalnya bank atau dengan teknik-teknik pembiayaan lain seperti
sewa menyewa dan sewa beli.

8
Metode Pembiayaan
Penjelasan Sewa
Leasing Sewa Beli Kredit Bank
Menyewa
Jenis Barang Barang Barang Semua jenis
barang bergerak & bergerak bergerak perlu investasi
tidak bergerak pemeliharaan

Penyewa Perusahaan atau Perusahaan Perusahaan Perusahaan


pembeli persorangan atau atau atau
perseoranga perseorangan perseorangan
n

Bentuk Badan hukum Supplier Supplier Bank debitur


perusahaan perusahaan pemilik pemilik barang
pemilikan barang
barang

Jangka Menengah Pendek Menengah/pen Pendek/mene


waktu dek/jangka ngah
Panjang

Besarnya 100% 80% Lebih rendah 80%


pembiayan

Biaya Bunga+margin Tinggi Bunga+margin Interbank


bunga spread rate+

Akhir Menggunakan Barang Barang Kredit lunas


kontrak hak opsi untuk menjadi kembali
membeli milik kepada pemilik Jaminan
seharga nilai ke penyewa kembali
debitor sisa

Mengembalikan
kepada lessor

2.8 UNSUR-UNSUR LEASING


Berikut ini beberapa unsur dalam leasing yang diatur dalam kitab undang-
unduang Hukum Perdata, anatara lain:

9
1) Leasing Adalah Suatu Bentuk Pembiayaan
Perjanjian leasing bukanlah suatu perjanjian peminjaman uang.
Walaupun begitu kebutuhan komersial perusahaan yang meminjam uang
dan lessee pada umumnya sama, mereka membutuhkan pembiayaan untuk
perusahaannya. Dengan kata lain perjanjian leasing bukanlah suatu
perjanjian uang akan tetapi suatu alternatif untuk memperoleh pembiayaan
bagi suatu perusahaan.
2) Penyediaan Barang Modal
Unsur selanjutnya dari leasing adalah adanya penyediaan barang
modal, biasanya oleh pihak supplier atas biaya dari lessor. Barang modal
tersebut akan dipergunakan oleh lessee umumnya untuk kepentingan
bisnisnya. Barang modal ini sangat bervariasi. Misalnya berupa mesin-
mesin, kendaraan bermotor, pesawat terbang, peralatan kantor, dan lain-
lain.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 1169/KMK.01/1991
tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), yang dimaksud dengan
barang modal, yaitu “Setiap aktiva tetap yang berwujud termasuk tanah
sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan
(plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan
kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan
digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan ataupun
memperlancar produksi barang atau jasa oleh lesse.”
3) Keterbatasan Jangka Waktu
Salah satu unsur penting dari lembaga leasing adalah adanya jangka
waktu yang terbatas. Jadi, apabila ada deal-deal yang tidak terbatas jangka
waktunya, ini belumlah dapat dikatakan leasing, melainkan hanya sewa
menyewa biasa. Dalam kontrak leasing selalu ditentukan dengan pasti
kapan jangka waktu leasing berakhir. Selain itu ditentukan pula bagaimana
status kepemilikan dari barang yang menjadi objek leasing tersebut.
4) Pembayaran Kembali Secara Berkala

10
Ketika lessor telah membayar lunas harga barang modal kepada
penjual (supplier), maka adalah kewajiban lessee kemudian untuk
mengangsur pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor.
Basarnya dan lamanya angsuran sesuai dengan kesepakatan yang telah
dituangkan dalam kontrak leasing. Dilihat dari segi angsuran pembayaran
ini, maka leasing mirip dengan suatu kredit bank, dengan barang modal itu
sendiri sebagai agunannya.
2.9 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN LEASING
Leasing sebagai alternatif sumber pembiayaan memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan sumber-sumber pembiayaan lainnya antara lain
sebagai berikut:
1) Kelebihan
a. Pembiayaan Penuh
Transaksi leasing sering dilakukan tanpa perlu uang muka dan
pembiayaannya dapat diberikan sampai 100% (full pay out). Hal ini
akan membantu cash flow terutama bagi perusahaan (lessee) yang beru
berdiri atau beroperasi dan perusahaan yang mulai berkembang.
b. Lebih Fleksibel
Dipandang dari segi perjanjiannya, leasing lebih luwes karena
leasing lebih mudah menyesuaikan keadaan keuangan lessee
dibandingkan dengan perbankan. Pembayaran angsuran secara berkala
akan ditetapkan berdasarkan pendapatan yang dihasilkan lessee
sehingga pengaturan pembayaran angsuran secara berkala dapat
disesuaikan dengan pendapatan yang dihasilkan objek yang di-lease.
Artinya pembayaran sewa baru dilakukan setelah barang modal yang
di-lease tersebut telah mulai produktif.
c. Sumber Pembiayaan Alternatif
Leasing merupakan sumber pembiayaan lain serta sebagai
pelengkap bagi perusahaan tanpa mengganggu fasilitas kredit (credit
line) yang telah dimiliki. Dari segi jaminan leasing tidak terlalu
menuntut adanya jaminan tambahan yang lebih banyak dibandingkan

11
apabila lessee memperoleh pinjaman dari pihak lainnya. Karena hak
kepemilikan sah atas objek lease serta pengaturan pembayaran lease
sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh objek lease sehingga
merupakan jaminan bagi leasing itu sendiri.
d. Off Balance Sheet
Tidak adanya ketentuan keharusan mencantumkan transaksi
leasing dalam neraca memberi daya tarik tersendiri kepada lessee
karena tanpa mencantumkan sebagai aktiva berarti prosedur pembelian
barang tidak perlu dipenuhi secara terperinci karena mungkin masih
dalam batas kewenangan direksi. Dengan demikian keputusan secara
cepat dan tepat dapat lebih mudah dilakukan oleh direksi. Di pihak lain
tanpa mencantumkan sebagai aktiva berarti tidak ada keharusan
mencantumkannya sebagai kewajiban. Hal ini mempunyai dampak
positif terhadap kondisi rasio keuangan perusahaan lessee karena
transaksi leasing tersebut tidak akan terlihat dalam neraca lessee
sebagai utang. Kondisi inilah yang disebut dengan off balance sheet
financing.
Selain keunggulan-keunggulan yang telah disebutkan diatas, leasing juga
memiliki bebrapa kekurangan bagi para lessee atau pengguna jasa leasing.
2) Kekurangan
a. Risiko kerugian dan kerusakan sehubung dengan barang-barang leasing
menurut pembagian kepentingan dalam suatu perjanjian leasing dapat
dilimpahkan kepada lessee.
b. Lessee berkewajiban untuk menutup asuransi terhadap barang leasing.
Lessor berkepentingan sebagai pemilik barang berhak langsung untuk
menagih uang ganti rugi tersebut dari perusahaan asuransi bahkan dari
perusahaan reasuransi sebagai alternatif lessor dicantumkan sebagai
turut tertanggung.
c. Segi asuransi sebenarnya tidak terlepas dari persoalan pembebanan
“risiko”. Asuransi merupakan salah satu saran untuk membebankan
risiko kepada pihak ketiga dengan membayar imbalan. Oleh karena itu

12
risiko ditanggung oleh lessee, maka imbalan yang harus dibayarkan
kepada asuransi seharusnya ditanggung pula oleh lessee.
d. Lessee diwajibkan untuk menyerahkan seluruh dokumentasi asuransi
kepada lessor.
e. Apabila asuransi tidak bersedia membayar claim, maka hal itu dianggap
sebagai suatu cidera janji yang dibebankan kepada lessee.

2.10PERSOALAN HUKUM YANG DIHADAPI LEASING


Bentuk-bentu wanprestasi yang sering terjadi dalam perjanjian lease
antara lain, yaitu:
1) Lessee tidak membayar harga sewa pada tanggal yang telah ditentukan atau
setelah sekian hari dari tanggal tersebut.
2) Lessee tidak membayar denda atas keterlambatannya, membayar sewa atau
terlambat membayar denda itu.
3) Lessee melakukan tindakan-tindakan yang dilarang dilakukan olehnya
dalam perjanjian lease (sublease, menjaminkan, atau menghilangkan label
barang).

FRANCHICE/WARLABA

3.1 PENGERTIAN
Franchise berasal dari bahasa Prancis, yaitu franchir yang mempunyai
arti memberi kebebasan kepada para pihak. Franchise juga disebut Waralaba
adalah cara kerjasama dibidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan dimana
satu pihak akan berindak sebagai Franchise dan pihak lain sebagai franchise
dimana di dalamnva diatur bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu
merek yang terkenal, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan
kegiatan bisnis atas suatu produk barang atau jasa berdasarkan rencana dari
waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun non
eksklusif, dan sebaiknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada
franchisor sehuhungan dengan hal tersebut.

13
Waralaba menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI
No.259/MPP/kep/7/1997 tanggal 30 juli 1997 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanann Pendaftaran Usaha Waralaha, yaitu Waralaba adalah
perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan ha katas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas
usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan atau digunakan oleh pihak lain atau ditetapkan dalam rangka
menyediakan dan atau penjualan barang dan jasa.
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba,
didefinisikan waralaba adalah “Hak khusus yang dimiliki oleh orang
perorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha
dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil
dan dapat dimanfaatkan dan /atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan
perjanjian waralaba”.

3.2 SEJARAH FRANCHISE


Sejarah franchise pertama kali lahir di Amerika Serikat kurang lebih satu
abad yang lalu ketika perusahaan mesin jahit Singer mulai memperkenalkan
konsep franchising sebagai suatu cara untuk mengembangkan distribusi
produknya. Demikian pula perusahaan-perusahaan bir memberikan lisensi
kepada perusahaan kecil sebagai upaya mendistribusikan bir produksi pabrik
yang bersangkutan, serta distribusi atau penjualan mobil dan bensin. Franchise
pada saat itu dilakukan pada tingkat distributor.
Di Indonesia bisnis penjualan secara retail semacam franchise mulai
dikembangkan, misalnya, Pertamina yang memelopori penjualan bensin secara
retail melalui Stasiun Pompa Bensin Umum (SPBU) berdasarkan lisensi pompa
bensin yang diberikan oleh Pertamina dan perusahaan Jamu Nyonya Meneer
yang melisensikan penjualan jamu kepada pengusaha obat tradisional. Karena
sistem franchise begitu menarik dan menguntungkan bagi dunia usaha bisnis
franchise asing masuk ke dan berkembang pesat di Indonesia dengan memberi
lisensi kepada pengusaha lokal, seperti perusahaan lokal, seperti perusahaan

14
Coca Cola, Kentucky Fried Chicken, Dunkin Donat, dan lain-lain. Maka dari
itu, perkembangannya pun telah merambat dari kota besar sampai ke kota kecil.

3.3 DASAR HUKUM FRANCHISE


1) Perjanjian sebagai dasar hukum KUH Perdata pasal 1338 (1), 1233 s/d 1456
KUH Perdata; para pihak bebas melakukan apapun sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku, kebiasan, kesopanan atau hal-hal
lain yang berhubungan dengan ketertiban umum, juga tentang syarat-syarat
sahnya perjanjian.
2) Hukum keagenan sebagai dasar hukum; KUH Dagang (Makelar &
Komisioner), ketentuan-ketentuan yang bersifat administrative seperti
berbagai ketentuan dari Departemen Perindustrian, Perdagangan dan
sebagainya. Seringkali ditentukan dengan tegas dalam kontrak franchise
bahwa di antara pihak franchisor dengan franchisee tidak ada suatu
hubungan keagenan.
3) Undang-undang Merek, Paten dan Hak Cipta sebagai dasar hukum;
berhubung ikut terlibatnya merek dagang dan logo milik pihak franchisor
dalam suatu bisnis franchise, apalagi dimungkinkan adanya suatu penemuan
baru oleh pihak franchisor, penemuan dimana dapat dipatenkan. UU No.19
(1992) Merek, UU No 6 (1982) Paten, UU No.7 (1987) Hak Cipta.
4) UU Penanaman Modal Asing sebagai dasar hukum; Apabila pihak
franchisor akan membuka outlet di suatu Negara yang bukan negaranya
pihak franchisor tersebut maka sebaiknya dikonsultasi dahulu kepada ahli
hukum penanaman modal asing tentang berbagai kemungkinana dan
alternative yang mungkin diambil dan yang paling menguntungkannya.
Franchise justru dipilih untuk mengelak dari larangan-larangan tertentu bagi
suatu perusahaan asing ketika hendak beroperasi lewat direct investment.

Selain peraturan-peraturan diatas yang menjadi dasar hukum franchise,


berikut ini merupakan peraturan lainnya yang sebagai dasar hukum franchise,
yaitu:

15
1) Ketentuan hukum administrative, seperti mengenai perizinan usaha,
pendirian perseroan terbatas, dan lain-lain peraturan administrasi yang
umumnya dikeluarkan oleh Departmen Perdagangan. Kepmen Perdagangan
No 376/Kp/XI/1983 tentang kegiatan perdagangan.
2) Ketentuan Ketenagakerjaan
3) Hukum Perusahaan (UU PT No 1 (1995)),
4) Hukum pajak- adakah pajak ganda, pajak penghasilan, pajak pertambahan
nilai, pajak withholding atas royalty dan pajak penghasilan atas tenaga kerja
asing.
5) Hukum persaingan,
6) Hukum industri bidang tertentu misalnya aturan tentang standar mutu,
kebersihan dan aturan lain lain yang bertujuan melindungi konsumen, atau
bahkan UU pangan sendiri.
7) Hukum tentang kepemilikan- hak guna bangunan, hak milik, dan lain-lain.
8) Hukum tentang pertukaran mata uang- RI menganut rezim devisa bebas,
maka tidak ada larangan maupun batasan terhadap keluar masuknya valuta
asing dari/ke Indonesia.
9) Hukum tentang rencana tata ruang; apakah wilayah tersebut memungkinkan
dibukannya sebuah franchise, kualitas bahan untuk gedung tersebut
memenuhi syarat.
10) Hukum tentang pengawasan ekspor/ impor misalnya dalam hal
pengambilan keputusan apakah barang barang tertentu mesti dibawa dari
Negara pihak franchisor atau cukup diambil saja dari Negara pihak
franchisee.
11) Hukum tentang bea cukai- apakah lebih menguntungkan barang-barang
tertentu dipasok dari luar negeri atau cukup menghandalkan produk local
semata.

3.4 PIHAK-PIHAK TERKAIT FRANCHICE


1) Francshior (Pemberi Waralaba)

16
Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau
perorangan yang meberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan
atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri
khas usaha yang dimilikinya. Franchisor sudah harus siap dengan
perlengkapan operasi bisnis dan kinerja manajemen yang baik, menjamin
kelangsungan usaha dan distribusi bahan baku untuk jangka Panjang, serta
menyediakan kelengkapan usaha sampai ke detail yang terkacil.
Franchisor juga sudah harus menyediakan perhitungan keuntungan yang
didapat, neraca keuangan yang mencakup BEP (Break Event Point) dan
ROI (Return on Investment).
2) Franchise (Penerima Waralaba)
Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usana atau
perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan hak
atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas yang dimiliki pemberi
waralaba. Franchisee hanya menyediakan tempat usaha dan modal sejumlah
tertentu bergantung peda jenis waralaba yang akan dibeli. Namun franchisee
juga mempunya kewajihan non-financial yang sangat esensial yakni
menjaga image praduk waralaba. Franchisee mempunyai dua kewajiban
finansial yakni membayar franchise fee dan royalty fee.

3.5 UNSUR-UNSUR FRANCHICE


Dalam setiap model perjanjian waralaba (franchise) sekurang-kurangnya
terdapat unsur-unsur sebagai berikut, yaitu:
1) Adanya minimal dua pihak, yaitu pihak franchisor dan pihak franchisee,
dimana pihak franchisor sebagai pihak yang memberikan bisnis waralaba,
sementara pihak franchisee merupakan pihak yang menerima bisnis
waralaba tersebut.
2) Adanya penawaran dalam bentuk paket usaha dari franchisor.
3) Adanya kerja sama dalam bentuk pengelolaan unit usaha anatara pihak
franchisor dengan franchisee.

17
4) Dimiliki unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak franchisee yang akan
memanfaatkan paket usaha milik pihak franchisor.
5) Terdapat kontrak terteulis berupa perjanjian baku antara pihak franchisor
dengan pihak franchisee.

3.6 JENIS-JENIS FRANCHISE


Berikut ini merupakan jenis-jenis dari franchise, antara lain:
1) Product Franchise
Suatu bentuk Franchise dimana penerima Franchise hanya bertindak
mendistribusikan saja produk dari patnernya dengan pembatasan areal,
seperti pengecer bahan bakar Shell atau British Petroleum.
2) Procesing Franchice or Manufacturing Franchice
Jenis franchise ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk
membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat dengan
menggunakan merek dagang dan merek franchisor. Jenis franchise ini
seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minum
3) Business Format atau System Franchise
Dimana pemberi franchise sudah memiliki cara yang unik dalam
menyajikan produk dalam satu paket, kepada konsumen. Seperti Dunkin
Donuts, KFC, Pizza Hut, dan lain-lain.
4) Group Trading Franchise
Bentuk franchise yang menunjuk pada pemberian hak mengelola
toko-toko grosir maupun pengecer yang dilakukan toko serba ada.

3.7 KARAKTERISTIK FRANCHISE


Adapun karakteristik dasar franchise antara lain sebagai berikut:
1) Harus ada suatu perjanjian (kontrak) tertulis, yang mewakili kepentingan
yang seimbang antara franchisor dengan franchisee.
2) Franchisor harus memberikan pelatihan dalam segala aspek bisnis yang
akan dimasukinya.

18
3) Franchisee diperbolehkan (dalam kendali franchisor) beroperasi dengan
menggunakan nama/merek dagang, format atau prosedur, serta segala nama
(reputasi) baik yang dimiliki franchisor.
4) Franchisee harus mengadakan investasi yang berasal dan sumber dananya
sendiri atau dengan dukungan sumber dana lain (misalnya kredit
perbankan).
5) Franchisee berhak secara penuh mengelola bisnisnya sendiri.
6) Franchisee membayar fee dan atau royalti kepada franchisor atas hak yang
didapatnya dan atas bantuan yang terus menerus diberikan oleh franchisor.
7) Franchisee berhak memperoleh daerah pemasaran tertentu dimana ia adalah
satu-satunya pihak yang berhak memasarkan barang atau jasa yang
dihasilkannya.
8) Transaksi yang terjadi antara franchisor dengan franchisee bukan
merupakan transaksi yang terjadi antara cabang dari perusahaan induk yang
sama, atau antara individu dengan perusahaan yang dikontrolnya.

3.8 KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN FRANCHISE


Franchise juga merupakan strategi perluasan dari suatu usaha yang
telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi yang ingin
berusaha dan memiliki usaha sendiri sistem ini mempunyai keunggulan
keunggulan dan juga kerugian-kerugian.
a. Keunggulan system franchise bagi franchisee, diantaranya:
1) Pihak franchisor memiliki akses pada permodalan dan berbagai biaya
dengan franchisee dengan resiko yang relative lebih rendah.
2) Pihak franchisee mendaat kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis
dengan cara cepat dan biaya lebih rendah dengan produk atau jasa
yang telah teruji dan terbukti kredibilitas mereknya.
3) Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan manajerial
dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi,
pembelian, dan pemasaran.
b. Kerugian system franchise bagi franchisee, diantaranya:

19
1) System franchise tidak memberikan kebebasan penuh kepada
franchisee, karena franchisee terikat perjanjian dan harus mengikuti
system dan metode yang telah dibuat oleh franchisor.
2) System franchise bukan jaminan akan keberhasilan, menggunakan
merek terkenal belum tentu akan sukses bila tidak diimbangi dengan
kecermatan dan kehati-hatian franchisee dalam memilih usaha dan
memiliki komitmen dan harus bekerja keras dan tekun.
3) Franchisee harus bisa bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik
dalam hubungannya dengan franchisor.
4) Tidak semua janji franchisor diterima oleh franchisee
5) Masih adanya ketidakamaan dalam suatu franchise karena franchisor
dapat memutuskan atau tidak memperbaharui perjanjian.

20
BAB III

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Bentuk perjanjian leasing adalah tertulis dan bersifat baku atau standar
artinya hanya salah satu pihak saja yang membuat perjanjian sedangkan pihak
lain hanya menyetujui atau tidak menyetujui kontrak yang dibuat. Pengikatan
setiap perjanjian dapat berbentuk akta dibawahtangan, perjanjian dengan saksi
notaris, maupun dibuat dengan akta notaris.
Leasing dan Franchice aman digunakan karena sudah ada aspek
hukumnya. Leasing dan Franchice banyak sekali jenis dan keuntungannya,
namun ada juga kekurangan. Pilihlah franchise yang terpercaya agar terhindar
dari hal yang tidak diinginkan.
4.2 SARAN
Dalam melakukan suatu perjanjian pembiayaan konsumen, sebaiknya
penerima fasilitas memahami dengan baik klausula yang ada dalam perjanjian
pembiayaan kosumen tersebut. Diharapkan nasabah tetap berhati-hati dengan
segala akibat yang timbul dalam perjanjian tersebut. Harus ada penegakan
hukum yang kuat untuk melindungi nasabah

21
DAFTAR PUSTAKA

Sewa Guna Usaha (Leasing).


http://staffnew.uny.ac.id/upload/132318570/pendidikan/SEWA+GUNA+
USAHA.pdf
Tinjauan Umum Tentang Waralaba.
http://repository.uin-suska.ac.id/2694/3/BAB%20II.pdf
Fadhillah, Nur. (2019). Mekanisme Leasing Menurut Hukum Islam Serta
Perbandingannya
https://core.ac.uk/download/pdf/268132941.pdf
Putri, Rena Puspita. Karakteristik Perjanjian Waralaba (Franchise).
http://repository.unair.ac.id/13733/12/12.%20Bab%202.pdf
Admiral. (2018). Aspek Hukum Kontrak Leasing dan Kontrak Financing
https://journal.uir.ac.id

Parera, Agoes dan MS. Tumanggro. (2022). Hukum Bisnis.

Jakarta: R R Digital Pres.

Subagyo dkk. (2002). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.

Yogyakarta: STEI YKPN

Budi, Rachmat. (2002). Multi Finance, Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,
Pembiayaan Konsumen. Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2002
Richard, Burton Simatupang. (2007). Aspek Hukum Dalam Bisnis.
Jakarta: Rineka Cipta, 2007

22

Anda mungkin juga menyukai