Kultum 01
Kultum 01
Kultum 01
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengingatkan utamanya kepada diri saya pribadi dan juga kepada kaum
muslimin dan muslimat pada umumnya, untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Alloh, dengan sebenar-benarnya
takwa yaitu ikhlas menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang telah dilarang. Kemudian
marilah kita senantiasa mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT semata. Allah telah melimpahkan kepada kita
sedemikian banyak ni’mat. Jauh lebih banyak nikmat yang telah kita terima dibandingkan kesadaran dan kesanggupan kita
untuk bersyukur. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam QS Ibrahim: 34:
Selanjutnya saya mengajak kaum muslimin dan muslimat sekalian untuk senantiasa berdoa kepada Allah agar melimpahkan
setinggi-tingginya penghargaan dan penghormatan, yang biasa kita kenal dengan istilah sholawat dan salam-sejahtera
kepada pemimpin kita bersama, teladan kita bersama… imamul muttaqin pemimpin orang-orang bertaqwa dan qaa-idil
mujahidin panglima para mujahid yang sebenar-benarnya nabiyullah Muhammad Sallalahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya,
para shohabatnya dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan kita berdo’a kepada Allah, semoga kita yang
hadir di tempat yang baik ini dipandang Allah layak dihimpun bersama mereka dalam kafilah panjang yang penuh berkah.
Amien, amien ya rabbal ‘aalaamien.
“Dan hendaklah bertakbir atas anugerah yang telah Allah berikan. Semoga kalian menjadi hamba-Nya yang bersyukur.” (QS
al-Baqarah [2]: 185). Ayat ini merupakan satu rangkaian dengan perintah puasa (QS [2]: 183).
Ramadhan mencetak kita menjadi hamba-Nya yang bertakwa. Dan orang yang bertakwa, akan senantiasa mengingat
kebesaran Allah, termasuk semua nikmat yang telah diberikan kepadanya.
Di lidah ia mengucapkan kalimat takbir, dalam amal perbuatan ia menerjemahkannya dengan rasa syukur. Karena itu,
menjadi pribadi yang bertakwa belum cukup bila tidak dibarengi dengan pribadi yang bersyukur. Kenapa? Karena maqam
syukur lebih tinggi dari maqam takwa. Sebab, syukur menjadi maqam-nya para nabi dan rasul. Karenanya, Allah
menegaskan, hanya sedikit dari hamba-Nya yang pandai bersukur (QS Saba [34]: 13).
Syukur merupakan satu stasiun hati yang akan menarik seseorang pada zona damai, tenteram, dan bahagia. Ia juga akan
mendapatkan kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat, sekaligus mendapatkan insentif pahala dan kenikmatan yang
terus bertambah dari Allah SWT (QS Ibrahim [14:] 7).
Rasul SAW adalah manusia yang pandai bersyukur. Suatu ketika, beliau pernah ditanya Bilal, “Apakah yang menyebabkan
baginda menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa baginda, baik yang dahulu maupun yang akan datang?”
Beliau menjawab, “Tidakkah engkau suka aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?”
Dzunnun al-Mishri memberi tiga gambaran tentang manifestasi syukur dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, kepada yang
lebih tinggi urutan dan kedudukannya, maka ia senantiasa menaatinya (bit-tha’ah). “Hai orang-orang beriman, taatlah kalian
kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada ulil amri di antara kalian …” (QS an-Nisa [4]: 59).
Kedua, kepada yang setara, kita mengejawantahnya dengan bil-hadiyyah. Saling tukar pemberian. Kita harus sering-sering
memberi hadiah kepada istri atau suami, saudara, teman seperjuangan, sejawat dan relasi. Dengan cara itu, maka akan ada
saling cinta dan kasih.
Ketiga, kepada yang lebih bawah dan rendah dari kita, rasa syukur dimanifestasikan dengan bil-ihsan. Selalu memberi dan
berbuat yang terbaik. Kepada anak, adik-adik, anak didik, para pegawai, buruh, pembantu di rumah dan semua yang
stratanya di bawah kita, haruslah kita beri sesuatu yang lebih baik. Jalinlah komunikasi dan berinteraksilah dengan baik, dan
kalau hendak men-tasharuf-kan rezeki, berikan dengan sesuatu yang baik (QS as-Syu’ara [26]: 215 dan al-Baqarah [2]:195).
Wallahu a’lam.
KULTUM
Bapak-bapak, Ibu-ibu, Adik-adik, rohimanii warohimakumulloh kaum muslimin yang dirohmati Allah.
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena pada hari ini kita masih tetap istiqomah
menjalankan sholat ‘isak secara berjamaah di mesjid ini. Sholawat dan salam juga senan tiasa kita panjatkan
kepada nabi kita Muhammad SAW, juga pada keluarga maupun sahabatnya
Bapak-bapak, Ibu-ibu, Adik-adik, rohimanii warohimakumulloh kaum muslimin yang dirohmati Allah.
Pada kesempatan kultum malam hari ini saya akan menyampaikan tema mengenai Manfaat Mengingat Kematian.
Sering kita mendengar bahwa kehidupan di dunia ini seperti “mampir ngombe” artinya hanya sebentar, kadang
kita mungkin sering merenung kemarin rasanya begitu cepat tidak terasa sekarang sudah mulai beruban, sudah
mulai mudah sakit, mudah capai dan seterusnya. Kehidupan dunia berjalan bebitu cepat tidak terasa, mengalir
begitu saja bahkan sebagian dari kita mungkin sangat disibukkan dengan urusan dunia ini. sangking sibuknya
bahkan terkadang kita mungkin lalai meninggalkan ibadah – ibadah kita. Bapak ibu rahimani warohimakumulloh,
sesungguhnya kehidupan dunia ini ada batasannya dan sifatnya hanya sementara saja Allah berfirman dalam surat
al mukmin : 39
Bapak-bapak, Ibu-ibu, Adik-adik, rohimanii warohimakumulloh kaum muslimin yang dirohmati Allah.
Demikian juga nabi kita Muhammad SAW mengingatkan kita dalam hadist riwayat Ahmad, At-Tirmidzy dan Ibnu
Majah, beliau bersabda MAA LI WALIDUNYAA INNAMAA MASALII WAMASALUDUNYAA :
KAMASALIROKIBIN KOLA BIKOULIHI FIIDZIL SAJAROH TSUMA ROOHAWATARO KAHAA
Apalah arti dunia bagiku! Sesungguhnya permisalan aku dengan dunia adalah seperti seorang pengendara yang
beristirahat di bayangan sebuah pohon. Kemudian pergi dan meninggalkan pohon tersebut.
Oleh karena itu marilah pada kesempatan malam hari ini saya mengajak diri saya mapun para jamaah sekalian
untuk dapat memanfaatkan sisa umur kita untuk mencari bekal sebanyak-banyaknya dalam menggapai kehidupan
akherat yang lebih baik apalagi dibulan romadon ini kita jadikan momentum untuk memperbaiki diri dan menjadi
titik pijak untuk banyak-banyak beribadah dan beramal soleh sampai akhir hayat kita. Karena sesungguhnya kita
diciptakan Allah hidup didunia ini tidak lain tujuannya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Bapak-bapak, Ibu-ibu, Adik-adik, rohimanii warohimakumulloh kaum muslimin yang dirohmati Allah.
Agar kita selalu senantiasa dapat terus kusuk beribadah dan beramal soleh dan mempersiapkan bekal yang banyak
untuk akherat maka kuncinya kita senantiasa mengingat akan kematian . Abdul Malik Al Qosim dalam kitabnya
menasehatkan pada kaum muslimin tentang hikmah dan manfaat mengingat kematian di antaranya :
Mengingat kematian membuat kita senantiasa mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian sebelum
benar datang
Mengingat kematian membuat kita mengurangi angan-angan, karena panjang angan-angan membuat kita
lalai dari kehidupan akherat
Mengingat kematian membuat diri kita zuhud terhadap dunia dan qonaah terhadap apa yang telah Allah
berikan kepada kita
Membuat diri kita cinta terhadap akherat dan mendorong kita untuk senantiasa taat kepada Allah dan
Rosulnya
Menjadikan diri kita merasa ringan dalam menghadapi cobaan cobaan kehidupan dunia
Mengingat kematian dapat mencegah kita dari perbuatan kejahatan, mendorong kita senantiasa bertobat
kepada Allah dan memperbaiki diri dari kesalahan dan dosa
Membuat hati lebih lembut dan membuat mata akan menangis membangkitkan ghirah terhadap ajaran-
ajaran agama dan melemahkan bisikan bisikan hawa nafsu
Menjadikan Jiwa tawaduk tidak sombong dan tidak berlaku zhalim
Mencegah munculnya sifat dengaki terhadap saudara kita sehingga kita senantiasa memaafkan kesalahan-
kesalahan mereka dan menerima kelemahan mereka
Bapak-bapak, Ibu-ibu jamaah sholat subuh kaum muslimin yang dirohmati Allah
Demikian sedikit yang bisa saya sampaikan, jika ada kurangnya mohon maaf SUBAHANA KALLOH HUMA
WABIHAMDIKA ASHADU ALAILAHAILA ANTA SATAGFIRUKA WA ATUBUUILAIH
Sabar
Segala puji bagi allah atas segala yang telah di anugerahkan kepada kita, baik material maupun nikmat yang
immaterial. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad Saw, sebagai penuntun ummat
menuju jalan yang selamat. Marilah kita tingkatkan kualitas dan kwantitas ketaqwaan kita kepada Allah swt,
dengan sungguh-sungguh karena taqwa inilah yang akan mengantarkan kita kepada kenikmatan dunia dan akhirat
alamin ya rabbal alamin
Manusia selalu digelayuti oleh nasib yang berbeda dari hari ke hari tanpa kita ketahui secara pasti, apa sebenarnya
kehendak Allah ta’ala. Karena itulah setiap manusia harus tunduk dibawah keputusan dan kehendak rabb-Nya.
Allah tidak akan merubah sunnanya yang berlaku untuk hamba-hambanya. Namun tidak kemudian kita men-salah
artikan dan berbuat semaunya berdalih bahwa ini kehendak Allah ta’ala, karena kita sendiri tidak tahu dengan
kehendak Allah ta’ala. Dasar logis ini menjadi pertimbangan setiap manusia untuk memilih perbuatan baik agar
mendapatkan nasib yang baik. Tetapi jika yang kita lakukan sudah maksimal maka dalam tahap inilah kita semua
menyerahkan kepada Allah ta’ala.
Imam Ghazali berpendapat bahwa sabar adalah menguatkan dorongan agama untuk mengalahkan dorongan nafsu-
nya. Jadi kesabaran pada dasarnya adalah konsep agresif untuk maju dengan cara melepaskan jeratan masalah dan
kesediahan. Sesungguhnya Allah sudah memberikan semua dunia ini dengan segala sunnahnya. Jika kita berbuat
yang salah maka secara sunnatullah kita akan mendapatkan kejelekan. Kausalitas seperti itu telah termaktub di
dalam al Qur'an :
ٍ ِت َأ ْي ِدي ُك ْم َويَ ْعفُو ع َْن َكث
ير ْ َصيبَ ٍة فَبِ َما َك َسب َ َو َما َأ
ِ صابَ ُك ْم ِم ْن ُم
Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
Ada baiknya kalau kita menyimak apa yang ditulis oleh Imam Al Islambuly, bahwa ada seorang ahlii hadits yang
suka mengumpulkan kepompong-kepompong untuk disaksikan bagaimana perubahan kepompong tersebut keluar
dan menjadi kupu-kupu yang indah, tetapi pada suatu hari, ada kepompong yang menurutnya lambat dalam proses
keluarnya, akhirnya kepompong tersebut di bantu dalam proses pengeluarannya, yang terjadi ternyata justru
kepompong tersebut mati, ayah ahli hadits tersebut akhirnya meberikan fatwa:”wahai anakku, pada saat
kepompong keluar menjadi kupu-kupu, sebenarnya mengeluarkan racun-racun yang ada dalam dirinya, jika tidak
ia keluarkan maka ia akan mati, begitu juga dengan kehidupan di dunia, dunia akan memberikan sesuatu tetapi di
sisi lain dunia juga akan meminta sesuatu juga, mustahil dunia akan memberikan begitu saja.
Filosofi kisah tersebut memberikan pelajaran kepada kita, bahwa dengan melintasi batas kebenaran yang
digariskan, demi untuk mendapatkan sesuatu maka akan menjadikan ketahanan agamanya menjadi luntur.
Sabar tidak hanya ketika menerima keadaan yang tidak kita inginkan, tetapi sabar juga harus kita aplikasikan
kepada semua aspek kehidupan termasuk bersabar pada saat mendapatkan nikmat yakni dengan cara
membelanjakan dengan cara yang benar sesuai dengan tuntunan Allah ta’ala.
Setiap ibadah membutuhkan kesabaran di dalamnya, oleh karena itu sabar adalah bagian dari tubuh amal itu
sendiri. Imam Ali ra berkata:
Dari Ibnul Mubarak, pada suatu hari ada orang majusi yang melayat kepada jenazah putranya, dia berkata:”hari ini
akan ada orang pandai yang dilakukan oleh orang yang bodoh lima hari yang akan datang”.
Orang bodoh yang tidak tahu betapa besarnya pahala sabar, akan melakukan sedih berkepanjangan, berbeda
dengan orang yang cerdik dan bijak yang di dalamnya ada unsur kesabaran, ia akan ditimpa kesedihan pada saat
musibah itu menimpa, dan tidak berlarut larut jatuh dalam duka. Sabda Nabi saw :
الصبر عند الصدمة األولى
“ Sabar itu terdapat pada pukulan pertama”
Hadirin yang dimuliakan Allah, mudah mudahan kita semua diberikan kesabaran, sabar dalam menjalankan
perintah, sabar menghadapi musibah dan sabar menjauhi maksiat. Dan dalam kehidupan sosial kita selalu bisa
bersabar dan memberikan kontribusi untuk berbuat sabar. Rasulullah saw bersabda :”sabar itu ada tiga, sabar
menghadapi musibah, sabar menjalankan perintah dan sabar menjauhi maksiat, barang siapa yang sabar
menghadapi musibah, sehingga ditolaknya dengan perbuatan yang baik maka baginya 300 derajat dan barang siapa
sabar menjalankan perintah maka baginya 600 derajat baginya, dan barang siapa sabar dalam meninggalkan
maksiat maka baginya 900 derajat. amin ya rabbal alamin. untuk lebih serunya lagi silahkan baca epistmologi
aqiqah
Setiapkali lebaran, terminal bus, stasiun kereta dan bahkan pelabuhan dan bandara dipenuhi oleh calon penumpang.
Jalan raya pantura macet total menjelang hari lebaran. Mau kemana mereka, dan apa sebenarnya yang mereka
cari ? Yah mereka mau mudik, mau pulang kampung. Apa yang mendorong mereka mau bersusah payah mudik
lebaran ? Ada dua hal: pertama tradisi lebaran yang sudah ratusan tahun. Tradisi mempunyai kekuatan luar biasa
dalam menggerakkan aktifitas sosial. Tradisi juga menjadi benteng dari nilai-nilai budaya. Kedua; Tradisi mudik
menjadi lebih kuat karena di dalamnya ada nuansa agama, yaitu silaturrahmi. Manusia adalah makhluk sosial, oleh
karena itu dorongan untuk bertemu keluarga dan teman-teman lama di kampung halaman berasal dari fitrah
sosialnya. Bagi santri, mudik menjadi bernuansa religius karena silaturrahmi memang perintah agama.
Secara harfiah, silaturrahmi artinya menyambung persaudaraan atau menyambung tali kasih sayang. Agama
melarang jutek atau marahan. Suami isteri yang sedang marahan oleh agama ditolerir hanya selama tiga hari. Lebih
dari tiga hari mereka diancam dengan dosa. Sebenarnya silaturrahmi tidak dibatasi oleh Idul Fitri. Setiap saat kita
dianjurkan untuk menebar salam, menebar silaturrahmi. Dengan silaturrahmi, fitnah bisa diredam, salah faham bisa
terkoreksi, permusuhan bisa menurun.
Menurut hadis Nabi, siaturrahmi mengandung dua kebaikan, yaitu menambah umur dan menambah rizki. Yang
dimaksud dengan nambah umur bukan tahunnya, tetapi maknanya. Ada orang yang umurnya pendek tapi
maknanya panjang, sebaliknya ada orang yang umurnya panjang tetapi justeru tak bermakna. Silaturrahmi akan
menambah makna umur kita karena di dalamnya ada unsur perkenalan, publikasi, belajar, apresiasi disamping rizki.
Yang kedua silaturahmi bisa menambah rizki. Rizki dari silaturrahmi bisa bisa berupa uang, makanan, persaudaraan,
jaringan, pekerjaan, jodoh, besanan, pengalaman, ilmu dan sebagainya. Rizki itu sendiri artinya semua hal yang
berfaedah (kullu ma yustafadu). Uang yang kita terima menjadi rizki jika ia membawa faedah. Kenaikan pangkat
menjadi rizki jika membawa faedah. Isteri atau suami adalah rizki jika membawa faedah. Jika kesemuanya itu tidak
membawa faedah meski jumlahnya banyak, maka itu bukan rizki, tetapi bencana. Betapa banyak orang ketika
penghasilannya pas-pasan hidupnya berbahagia dengan anak isterinya, tetapi ketika naik pangkat dan
penghasilannya besar justeru kelakuannya menjadi berubah dan akhirnya keluarganya menjadi berantakan. Nah
naik pangkat dan uang banyak itu ternyata belum tentu menjadi rizki keluarga, sebaliknya malah menjadi bencana
baginya.
Lalu bagaimana caranya bersilaturahmi ? ada empat cara . Pertama dengan kirim salam. Kedua bisa dengan kirim
sms atau email. Ketiga berkunjung, bertatap muka. Ke empat, meski tidak mudik tetapi jika bingkisannya nyampai,
weselnya nyampai, itu juga silaturrahmi. Nah yang paling sempurna adalah gabungan dari empat cara itu; jauh-jauh
sudah kirim salam, kemudian disusul sms atau telpon bahwa akan mudik, tolong di jemput di stasiun, ketiga benar-
benar mudik sekaligus membawa tentengan. Selamat bersilaturrahmi, minal `a’idin wal fa’izin, kullu `amin wa
antum bi khoir, taqabbalallahu minna wa minkum.
Artinya :
“Semoga Allah menerima (amalan-amalan) yang telah aku dan kalian lakukan dan semoga Allah menjadikan kita
termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada fitrah) dan (mendapat) kemenangan”.
=========================================
Kata-kata “Minal Aidin wal Faizin” acapkali didengar atau ditulis di media massa, di film, sinetron, acara halal-
bihalal, atau ketika kita bertemu teman atau sudara. Akan tetapi banyak yang menyangka bahwa arti kata “Minal
Aidin wal Faizin” adalah “Mohon Maaf Lahir Dan Batin” seperti yang sering kita dengar.Padahal sama sekali bukan.
Kata-kata “Minal Aidin wal Faizin” adalah penggalan sebuah doa dari doa yang lebih panjang yang diucapkan ketika
kita selesai menunaikan ibadah puasa yakni : “Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Wa Ja’alanallahu Minal ‘Aidin Wal
Faizin” yang artinya “Semoga Allah menerima (amalan-amalan) yang telah aku dan kalian lakukan dan semoga Allah
menjadikan kita termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada fitrah) dan (mendapat) kemenangan”. Sehingga arti
sesungguhnya dari “Minal Aidin wal Faizin” adalah “Semoga kita termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada
fitrah) dan (mendapat) kemenangan”. Kembali Ke Fitrah, Kembali ke Syariah
3. Minal Aidzin wal Faidzin = Salah, karena penulisan “dz” berarti huruf “dzal” dalam abjad arab
4. Minal Aizin wal Faizin = Salah, karena pada kata “Aizin” seharusnya memakai huruf “dal” atau dilambangkan
huruf “d” bukan “z”
5. Minal Aidin wal Faidin = Juga salah, karena penulisan kata “Faidin”, seharusnya memakai huruf “za” atau
dilambangkan dengan huruf “z” bukan “dz” atau “d”
Mengapa hal ini perlu diperhatikan? Karena kesalahan penulisan abjad juga berarti makna yang salah. Seperti dalam
bahasa inggris, antara Look dan Lock beda makna padahal cuman salah satu huruf bukan?
Rasulullah biasa mengucapkan taqabbalallahu minna wa minkum kepada para sahabat, yang artinya semoga Allah
menerima aku dan kalian. Maksudnya menerima di sini adalah menerima segala amal dan ibadah kita di bulan
Ramadhan.
Beberapa sahabat menambahkan ucapan shiyamana wa shiyamakum, yang artinya puasaku dan puasa kalian.
Jadi ucapan ini bukan dari Rasulullah, melainkan dari para sahabat.
Setiapkali lebaran, terminal bus, stasiun kereta dan bahkan pelabuhan dan bandara dipenuhi oleh calon penumpang.
Jalan raya pantura macet total menjelang hari lebaran. Mau kemana mereka, dan apa sebenarnya yang mereka
cari ? Yah mereka mau mudik, mau pulang kampung. Apa yang mendorong mereka mau bersusah payah mudik
lebaran ? Ada dua hal: pertama tradisi lebaran yang sudah ratusan tahun. Tradisi mempunyai kekuatan luar biasa
dalam menggerakkan aktifitas sosial. Tradisi juga menjadi benteng dari nilai-nilai budaya. Kedua; Tradisi mudik
menjadi lebih kuat karena di dalamnya ada nuansa agama, yaitu silaturrahmi. Manusia adalah makhluk sosial, oleh
karena itu dorongan untuk bertemu keluarga dan teman-teman lama di kampung halaman berasal dari fitrah
sosialnya. Bagi santri, mudik menjadi bernuansa religius karena silaturrahmi memang perintah agama.
Secara harfiah, silaturrahmi artinya menyambung persaudaraan atau menyambung tali kasih sayang. Agama
melarang jutek atau marahan. Suami isteri yang sedang marahan oleh agama ditolerir hanya selama tiga hari. Lebih
dari tiga hari mereka diancam dengan dosa. Sebenarnya silaturrahmi tidak dibatasi oleh Idul Fitri. Setiap saat kita
dianjurkan untuk menebar salam, menebar silaturrahmi. Dengan silaturrahmi, fitnah bisa diredam, salah faham bisa
terkoreksi, permusuhan bisa menurun.
Menurut hadis Nabi, siaturrahmi mengandung dua kebaikan, yaitu menambah umur dan menambah rizki. Yang
dimaksud dengan nambah umur bukan tahunnya, tetapi maknanya. Ada orang yang umurnya pendek tapi
maknanya panjang, sebaliknya ada orang yang umurnya panjang tetapi justeru tak bermakna. Silaturrahmi akan
menambah makna umur kita karena di dalamnya ada unsur perkenalan, publikasi, belajar, apresiasi disamping rizki.
Yang kedua silaturahmi bisa menambah rizki. Rizki dari silaturrahmi bisa bisa berupa uang, makanan, persaudaraan,
jaringan, pekerjaan, jodoh, besanan, pengalaman, ilmu dan sebagainya. Rizki itu sendiri artinya semua hal yang
berfaedah (kullu ma yustafadu). Uang yang kita terima menjadi rizki jika ia membawa faedah. Kenaikan pangkat
menjadi rizki jika membawa faedah. Isteri atau suami adalah rizki jika membawa faedah. Jika kesemuanya itu tidak
membawa faedah meski jumlahnya banyak, maka itu bukan rizki, tetapi bencana. Betapa banyak orang ketika
penghasilannya pas-pasan hidupnya berbahagia dengan anak isterinya, tetapi ketika naik pangkat dan
penghasilannya besar justeru kelakuannya menjadi berubah dan akhirnya keluarganya menjadi berantakan. Nah
naik pangkat dan uang banyak itu ternyata belum tentu menjadi rizki keluarga, sebaliknya malah menjadi bencana
baginya.
Lalu bagaimana caranya bersilaturahmi ? ada empat cara . Pertama dengan kirim salam. Kedua bisa dengan kirim
sms atau email. Ketiga berkunjung, bertatap muka. Ke empat, meski tidak mudik tetapi jika bingkisannya nyampai,
weselnya nyampai, itu juga silaturrahmi. Nah yang paling sempurna adalah gabungan dari empat cara itu; jauh-jauh
sudah kirim salam, kemudian disusul sms atau telpon bahwa akan mudik, tolong di jemput di stasiun, ketiga benar-
benar mudik sekaligus membawa tentengan. Selamat bersilaturrahmi, minal `a’idin wal fa’izin, kullu `amin wa
antum bi khoir, taqabbalallahu minna wa minkum.
di 11.21 0 komentar Link ke posting ini
Kebersihan jiwa yang tercipta oleh ibadah puasa selama sebulan penuh akan lebih sempurna jika diiringi dengan
pembersihan diri dari hak-hak orang lain. Dosa kepada Allah telah ditebus dengan ibadah dan tobat selama sebulan
penuh, kini saatnya meleburkan dosa-dosa yang mungkin pernah melekat di tubuh teman dan saudara, dan hal
tersebut tidak ada cara untuk menghapusnya kecuai dengan saling meminta maaf dan saling mendoakan.
ت ُذ ُنو ُب ُه َما ْ َولَ ْو َكا َن، َوِإال ُغف َِر لَ ُه َما،ٍيح عَاصِ ف ْ
ٍ ات ال َو َر ُق م َِن ال َّش َج َر ِة ال َي ِاب َس ِة فِي َي ْو ِم ِر ْ ِإنَّ ْالمُسْ لِ َم ِإ َذا لَق َِي َأ َخاهُ ْالمُسْ لِ َم َفَأ َخ َذ ِب َي ِد ِه َت َحا َّت
ْ ُ َك َما َت َت َح،ت َع ْن ُه َما ُذ ُنو ُب ُه َما
م ِْث َل َز َب ِد ْال َبحْ ِر
“Seorang muslim ketika bertemu dengan saudaranya seiman, lalu diambilnya tangan saudara bersalaman, maka
dosa-dosa keduanya berjatuhan laksana jatuhnya daun-daun dari pepohonan kering di saat angin berhembus, dosa-
dosa keduanya diampuni meskipun sebanyak buih lautan” (Thabrani).
Banyak cara untuk meminta maaf kepada siapa saja yang dikenal, dan pada beberapa hari menjelang dan pasca Idul
Fitri banyak orang disibukkan oleh kegiatan mengirim kartu lebaran, membalas sms yang berisi ucapan selamat idul
fitri; dari saudara, teman, sahabat, mitra bisnis, bawahan atau bahkan atasan.
Bisa jadi sampai beratus dan bahkan ribuan sms masuk ke hand phone, tergantung pada keluasan jaringan
silaturahim yang telah dibangun oleh masing-masing orang. Memang capek, letih kadang sampai bosan membaca
dan menjawab ucapan selamat itu, namun semua itu menggambarkan betapa pentingnya kegiatan itu dan
bahagianya dapat menjalin silaturahim yang dilakukan oleh saudara, kenalan, teman yang pada hari idul fitri tidak
berkesempatan bertemu muka.
Namun sekalipun demikian, jalinan silaturahim melalui saling kunjung berkunjung terhenti atau sudah merasa
cukup dengan saling berbalas sms. Namun hendaknya berkunjung dan silaturahim harus tetap dilaksanakan, sesuai
dengan karena hal tersebut merupakan bagian yang sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Ada juga sebagian anggota masyarakat yang melakukan acara kumpul bareng di salah tempat; Masjid, mushalla, hall
dan yang lain-lain yang mana acara ini lebih dikenal dengan halal bi halal, boleh jadi maksud ini adalah satu sama
lainnya saling menghalalkan (memaafkan) segala kesalahan, sehingga diantara mereka tidak ada lagi dosa.
َمنْ َسرَّ هُ َأنْ ُيب َْس َط لَ ُه فِي ِر ْز ِق ِه َأ ْو ُي ْن َسَأ لَ ُه فِي َأ َث ِر ِه َف ْليَصِ ْل َر ِح َم ُه
“Barangsiapa yang bahagia dan senang, dimurahkan rezkinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaklah menjalin
silaturahim”.
Dalam hadits lainnya juga disebutkan, Nabi bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia bersedia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. (Bukhari)
“cintailah mereka yang di bumi, maka engkau akan dicintai oleh Zat yang di langit”.
Dua hadits diatas adalah di antara sekian banyak hadits-hadits lainnya yang menganjurkan dan bahkan mendorong
umat manusia untuk menjalin silaturahim ini. Hubungan antara sesama muslim dan mukmin dalam Islam
digambarkan sebagaimana satu tubuh, maka jika bagian satu sakit maka yang lain akan merasakannya, begitu pula
sebaliknya.
Dan yang lebih penting lagi untuk dipahami adalah bahwa Idul Fitri akan memberikan makna besar manakala dalam
bersilaturahim; berkunjung ke saudara, famili, kolega atau kenalan. Bahkan juga tatkala mudik ke kampung halaman
lalu melakukan silaturahim; mampu melahirkan kesadaran berta’aruf (saling berkenalan), lalu berlanjut pada
tafahum (saling memahami), tadhammun (saling memberikan jaminan untuk membantu), tarohhum (saling
mengasihi), takaful (saling bergotong-royong) dan berujung pada ta’awun (saling tolong menolong) di antara
kelompok sosial yang berbeda itu; yang berada membantu yang kebetulan belum beruntung dari sisi ekonominya,
yang berada dalam kelapangan memberikan solusi kepada saudaranya yang sedang diliputi kesusahan dan
kesulitan, yang mengalami kegembiraan karena mendapat bonus atau lain sebagainya maka dapat memberikannya
kepada orang yang sedang mengalami kesedihan dan lain-lainnya.
Setidak-tidak setelah idul fitri menyerukan berbagai gerakan untuk mengatasinya, maka itulah sesungguhnya yang
dituntut oleh ajaran Islam, agar dijalankan oleh kita semua sebagai orang yang telah mendapatkan gelar mulia, yaitu
taqwa. Silaturahim baru bermakna sosial jika, setidak-tidaknya hati kita menjadi merasa tersentuh tatkala
menyaksikan sesama saudara kita sebangsa ini, sebatas memenuhi kebutuhan berteduh, berpakaian pantas dan
makan bergizi saja setelah merdeka tidak kurang dari 60 tahun, belum terlaksana. Inilah sesungguhnya esensi ajaran
kemanusiaan yang seharusnya kita dapatkan melalui ibadah puasa di bulan Ramadhan. Implementasi nilai-nilai
sosial dalam Islam seperti itu, bukan berlebihan. Sebab, dalam suatu riwayat kita tatkala memasak yang
dimungkinkan aromanya tercium ke rumah tetangga, maka dianjurkan untuk memperbanyak kuahnya, agar bisa
dibagikan ke tetangga yang mencium aroma masakan itu.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin -rahimahullah- pernah ditanya: "Apa hukum orang yang berpuasa
namun meninggalkan solat?"
Beliau rahimahullah menjawab:
"Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan solat tidaklah diterima kerana orang yang meninggalkan
solat adalah kafir dan murtad. Dalil bahawa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah
Ta'ala,
"Jika mereka bertaubat, mendirikan solat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu
seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui." (Qs. At Taubah [9]: 11)
Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan solat." (HR. Muslim no.
82)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
"Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai solat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia
telah kafir." (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa'i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)
Pendapat yang mengatakan bahawa meninggalkan solat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat majoriti
sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma' (kesepakatan) para sahabat.
'Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah- (seorang tabi'in yang masyhur) mengatakan, "Para sahabat Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan
menyebabkan dia kafir selain perkara solat."
[Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari 'Abdullah bin Syaqiq Al 'Aqliy; seorang tabi'in. Hakim
mengatakan bahawa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat)
hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52, -pen]
Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan solat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah
(tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.
Oleh sebab itu, kami katakan, "Solatlah kemudian tunaikanlah puasa." Adapun jika engkau puasa namun tidak
solat, amalan puasamu akan tertolak kerana orang kafir (disebabkan meninggalkan solat) tidak diterima ibadah
daripadanya.
[Sumber: Majmu' Fatawa wa Rosa-il Ibnu 'Utsaimin, 17/62, Asy Syamilah]
Bulan Ramadhan, Bulan Kasih Sayang
Setiap kali memasuki bulan suci Ramadhan di Jakarta yang selalu saya suka adalah tiba waktu berbuka. Bila saya
singgah di Masjid Al-Azhar, Masjid Istiqlal atau Masjid manapun ada hidangan yang dibagikan secara gratis.
Tentu saja di bulan suci Ramadhan adalah bulan kasih sayang atau istilah populernya disebut dengan al- Maidah
al-Rahman.
Ada sebuah semangat dibulan Ramadhan yaitu kesadaran untuk berbagi kasih sayang tentunya agak sulit
ditemukan pada bulan-bulan diluar bulan Ramadhan. Wujud kasih sayang berbentuk hidangan berbuka puasa yang
diberikan cuma-cuma bukan hanya di masjid, banyak individu maupun perusahaan menyalurkan shodaqohnya
untuk kaum faqir miskin, anak-anak yatim maupun mereka yang membutuhkan. Semangat ini lebih didasarkan
kepada ada kasih sayang pada diri setiap insan yang menjalankan ibadah puasa.
Puasa bukan hanya menahan haus dan lapar namun juga tindakan-tindakan amal sholeh yang turut serta merasakan
penderitaan orang lain. Selama bulan suci Ramadhan siapapun orangnya dengan status sosial, kedudukan dan
pangkatnya harus melaksanakan ibadah puasa. Puasa menjadi landasan kesadaran untuk menyebarkan cinta dan
kasih sayang bagi sesamanya.
Bulan Ramadhan sudah sepatutnya dihiasi dengan kasih sayang karena puasa menghadirkan kesabaran.
Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Salam, 'Assyiamu nisfu sobri' berpuasa adalah
sebagian dari kesabaran. Maka bagi kita yang menunaikan ibadah puasa hakekatnya untuk membangun kesabaran.
Kesabaran inilah yang menjadi jati diri seorang muslim yang mampu merubah benci menjadi cinta.
Sudah sepatutnya di bulan yang suci Ramadhan sifat-sifat cinta dan kasih sayang pada diri kita mampu diwujudkan
dalam hati dan perilaku sehari-hari. Dalam puasa merupakan arena tarbiyah Ilahiah untuk mengokohkan peradaban
kesabaran. Puasa haruslah dapat mengerem pelbagai tindakan yang tidak terpuji. Mari dalam rangka menyambut
bulan suci Ramadhan di bulan penuh berkah ini kita menyebarkan cinta dan kasih sayang kepada semua makhluk
dimuka bumi agar puasa kita menjadi sempurna.
Tausiah Tentang Wanita
“Tausyiah”,: “Wanita perlu taat kepada suami. Tapi tahukah, bahwa lelaki wajib taat kepada Ibunya 3 kali lebih
utama daripada kepada Bapaknya…
Wanita menerima warisan lebih sedikit dari pada Lelaki2. Tapi tahukah bahwa harta itu menjadi milik pribadinya
dan tidak perlu diserahkan kepada Suaminya, sementara apabila Lelaki menerima warisan, Ia perlu/wajib juga
menggunakan hartanya untuk Isteri dan anak-anaknya.
Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak. Tapi tahukah bahwa setiap saat dia didoakan oleh
segala umat,malaikat dan seluruh makhluk ALLAH di muka bumi ini. Dan tahukah, jika ia mati karena melahirkan
adalah Syahid dan Surga akan menantinya…
Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggung jawabkan terhadap 4 wanita, yaitu: 1.Isterinya, 2.Ibunya,
3.Anak Perempuannya dan 4.Saudara Perempuannya.
Artinya: bagi seorang wanita tanggung jawab terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki.
Yaitu: 1.Suaminya, 2.Ayahnya, 3.Anak Lelakinya dan 4.Saudara Lelakinya.
Seorang wanita boleh memasuki pintu surga melalui pintu surga yang mana saja yang disukainya, cukup dengan 4
syarat saja, yaitu : 1.Sholat 5 waktu, 2.Puasa di bulan Ramadhan, 3.Taat kepada Suaminya, dan 4.Menjaga
Kehormatannya.
Seorang lelaki wajib berjihad fisabilillah, sementara bagi wanita jika taat akan suaminya serta menunaikan
tanggungjawabnya kepada ALLAH SWT, maka ia akan turut menerima pahala setara seperti pahala orang pergi
berjihad fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.
Sebarkan tasyiah ini kepada saudaramu muslim yg lain, semoga pahala mengalir kepadamu juga.