Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Panggilan Seorang Gembala oleh : Grant Nixon, Haniel, Golan, dan Yepi (STTBI 2014) Apabila kita hendak berbicara mengenai panggilan maka kita harus mengerti apa makna panggilan di sini. Panggilan di sini tentu saja bukan berarti “panggilan” yang bermakna seperti “Siapa nama panggilan kamu?”, tetapi panggilan di sini lebih mengarah kepada suatu tujuan yang akan di tuju atau tujuan hidup. Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online menyebutnya panggilan jiwa, panggilan hati, atau kecenderungan hati untuk melakukan pekerjaan. http://kbbi.web.id/panggil diakses pada 21 September 2015. Jadi, panggilan seorang gembala dapat berarti panggilan jiwa atau panggilan hati untuk menjadi seorang gembala jemaat, Rasul Paulus menyebutnya sebagai penilik jemaat. 1 Timotius 3:1 Ahli teologi yang bernama Thruneysen dalam bukuya ia menuliskan bahwa penggembalaan merupakan suatu penerapan khusus Injil kepada anggota jemaat secara pribadi, yaitu berita injil yang dalam khotbah gereja disampaikan kepada semua orang. Dalam buku Teologi Penggembalaan karya Derek J. Tidball, diungkapkan bahwa panggilan gembala secara tradisional adalah sebagai pembimbing rohani, bukan saja memberikan arahan moral atau menuntun seseorang menuju pengampunan Allah, tetapi berjalan bersama bersama umat untuk menempuh berbagai krisis dan penderitaan hidup. Dr. J. W. Herfst mengatakan penggembalaan itu ialah menolong setiap orang untuk menyadari hubungannya dengan Allah, dan mengajar orang untuk mengakui ketaatannya kepada Allah dan sesamanya, dalam situasi sendiri. Tujuan gembala ialah memimpin domba-dombanya ke padang rumput yang hijau, tetapi jalan yang ditempuh untuk pergi kesana melewati lembah-lembah yang dingin dan gelap dan pada saat itu gembala juga harus hadir. Yesus berkata jadikanlah semua bangsa muridKu, untuk memuridkan seseorang tentu tidak bisa hanya dengan kita berkotbah dalam sesekali pertemuan saja. Tentu butuh yang namanya komunitas persekutuan yang tetap dimana orangorang dapat dibina secara khusus untuk supaya mengenal Allah lebih dalam lagi, seperti yang dikatakan Dr. J .W. Herfst diatas tadi. Dan tentu itu membutuhkan seoarang yang namanya Gembala. Sebaiknya kita tidak memandang panggilan seorang gembala jemaat secara sempit yaitu hanya pemilihan Tuhan terhadap seseorang untuk menjadi seorang gembala, tetapi juga kita harus berbicara dari sudut pandang lain, yaitu aspek tujuan atau goal dari panggilan penggembalaan itu sendiri agar panggilan itu dapat benar-benar dikenakan oleh sang terpilih. Ternyata tujuan yang diemban dalam suatu panggilan juga merupakan “panggilan” itu sendiri. Seperti contohnya, panggilan seorang siswa ternyata adalah belajar dengan tekun. Di sini panggilan menempatkan seseorang pada tujuan yang harus ia capai yaitu belajar dengan tekun. Panggilan belumlah sah apabila tujuannya belum dijalankan. Seorang anak didaftarkan menjadi seorang siswa oleh orang tuanya supaya dia belajar, tidak otomatis menjadi siswa yang baik meskipun orang tuanya yang memilih dia untuk menjadi siswa, jika tida belajar maka bisa-bisa ia dikeluarkan dari sekolahnya. Maka dari itu, dalam pembahasan ini kita tidak hanya berbicara panggilan dalam konteks “panggilan penggembalaan dari Tuhan kepada seseorang”, namun panggilan juga berbicara mengenai “tujuan atau goal dari panggilan penggembalaan tersebut” seperti yang sudah diilustrasikan sebelumnya. Jadi, ada dua aspek yang akan kita bahas, yaitu : Panggilan Penggembalaan dari Tuhan dan Tujuan dari Panggilan Penggembalaan Panggilan Penggembalaan dari Tuhan (Secara Umum dan Khusus) Mari kita mulai dari sisi pertama yang harus kita bedah, yaitu panggilan penggembalaan dari Tuhan secara umum. Ada suatu konsep berpikir atau paradigma yang menyatakan bahwa “gembala” dalam konteks kehidupan orang percaya adalah seorang yang disahkan oleh sinode atau organisasi gereja untuk memimpin sebuah gereja yang terdiri dari beberapa jemaat. Konsep ini membangun sebuah cara berpikir yang sebenarnya kurang baik. Karena, Pertama, jemaat berpikir bahwa seolah-olah mereka hanyalah domba pasif yang cukup pergi ke gereja untuk diberi makan oleh “gembala”nya dan pulang dan melakukan hal yang sama setiap kalinya. Kedua, cara berpikir ini membangun pemikiran bahwa para gembala jemaat adalah “kaum VIP” atau “orang dekatnya Tuhan”. Jemaat berpikir para gembala adalah penghubung atau pengantara antara mereka dan Tuhan. Semua ini adalah cara berpikir yang salah yang telah timbul di banyak tempat dan merusak mental Kristen yang benar. Diperlukan pembenahan atas cara pikir seperti ini dengan pengajaran yang benar dan radikal. Pada dasarnya, gembala adalah suatu tugas yang diberikan Tuhan Yesus kepada murid-Nya -dalam hal ini diwakili oleh Petrus- dalam Yohanes 21:15-19. Tugas penggembalaan ini tidak ditekankan mengenai betapa eksklusif dan hebatnya jabatan seorang gembala tersebut, namun tugas dan tanggung jawabnya yang ingin ditekankan oleh Tuhan. Seharusnya, jemaat ditanamkan pola berpikir “kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani”. 1 Petrus 2:9a Tidak boleh ada strata dalam hal kerohanian, kita semua adalah imamat yang rajani. Imamat berasal dari kata “imam”. Semuanya adalah imam, gembala dari Tuhan. Setiap orang dipanggil untuk menjadi gembala, setidaknya menjadi gembala untuk diri mereka sendiri. Setiap orang memiliki akses yang sama kepada Tuhan dan memiliki hanya seorang Pengantara, yaitu Yesus Kristus, Anak Allah Yang Hidup. Kita semua dipanggil untuk menjadi gembala-gembala kecil untuk menggembalakan kehidupan kita kepada Sang Gembala Agung, yaitu Tuhan Yesus sendiri. Setiap kita dipanggil untuk menjadi gembala bagi diri kita sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar kita. Dunia yang begitu luas ini tidaklah cukup dan tidak akan selesai dijelajahi dengan Injil apabila hanya terdapat satu atau dua atau beberapa orang gembala yang disahkan oleh sinode gereja. Tetapi apabila semua orang percaya mengambil bagian dalam penggembalaan maka kabar baik akan cepat tersebar sampai ke seluruh bumi dan Kerajaan Tuhan akan segera dinyatakan. Mandat Agung yang terdapat di Matius 28:19 juga bernada serupa, yakni agar semua bangsa dijadikan murid Tuhan sendiri, bukan murid pendeta, gereja, atau murid sinode suatu gereja. Jika semua orang mengerti hal ini, maka sebenarnya tidak akan ada lagi pertikaian-pertikaian perebutan jemaat yang dialami gereja-gereja Tuhan karena mereka sudah sadar bahwa jemaat yang mereka miliki adalah jemaat milik Tuhan, bukan jemaat milik mereka sendiri. Jadi, panggilan Tuhan pada setiap orang sangatlah jelas, yaitu agar setiap orang percaya menjadi “gembala-gembala kecil” untuk menggiring sebanyak mungkin orang yang ada di sekitarnya untuk menjadi murid Tuhan sendiri dan dapat menggembalakan diri mereka dan orang lain seperti mereka telah digembalakan terdahulu. Penggembalaan ibarat sebuah tongkat lari estafet yang harus terus dilanjutkan tanpa terhenti, karena jika terhenti maka “wajah” Kerajaan Surga akan dipermalukan oleh Kerajaan Kegelapan. Tuhan Yesus telah memberi tongkat estafet ini kepada setiap murid-murid-Nya dan kepada setiap orang yang percaya pada Diri-Nya dan Injil-Nya. Suatu kehormatan apabila dapat mengambil bagian dalam perlombaan yang telah dimulai oleh Tuhan kita sendiri. Lantas, mungkin kita bertanya-tanya, kalau begitu apa gunanya ditentukan seorang gembala dalam gereja jika semua kita adalah gembala-gembala kecil dalam Tuhan Yesus? Untuk menjawab hal ini pertama kita harus mengetahui bahwa tidak setiap orang Kristen telah lahir baru dan dewasa dalam Kristus. Mereka membutuhkan sebuah figur atau sosok yang menjadi teladan bagi kehidupan rohani mereka setiap hari. Harus ada orang yang lebih dahulu tahu mengenai apa yang dikehendaki Tuhan untuk mengajarkan kepada mereka apa yang dikehendaki Tuhan dalam setiap hidup orang percaya. Seperti halnya Tuhan Yesus turun ke bumi untuk memberi contoh atau teladan hidup yang sesuai dengan kehendak Bapa-Nya. Yohanes 8:28-29 ; 38 Di sini, gembala berperan sebagai mentor bagi orang percaya yang belum mengalami kedewasaan dalam Kristus untuk membimbing mereka pada kedewasaan. Kedua, kita tidak boleh lupa bahwa gereja juga adalah sebuah organisasi yang berisi manusia-manusia yang perlu diatur dan dipimpin oleh seorang manusia juga karena kebanyakan orang telah jatuh ke dalam dosa dan tidak mampu berinteraksi dengan ideal dengan Tuhan sendiri. Diperlukan seseorang yang menjalankan fungsi pengaturan, pengambil keputusan, dan pengawasan yang dipenuhi oleh hikmat dari Roh Kudus. Organisasi gereja ada di tengah-tengah manusia lainnya terutama di tengah-tengah orang yang belum percaya pada Tuhan Yesus yang notabene sangat perlu untuk melihat siapa pemimpin yang bertanggung jawab secara fisik terhadap kehidupan jemaat. Maka dari itu, tugas seorang gembala tidak hanya memberi makan domba-dombanya tetapi juga memberikan teladan supaya semua domba yang dipercayakan Tuhan mengikuti jejak sang gembala dan menjadi kesaksian yang harum bagi lingkungan mereka yang belum percaya kepada Tuhan. Di sinilah berlaku panggilan khusus dari Tuhan kepada orang-orang pilihannya untuk maju sebagai garda depan dalam membela kepentingan-Nya. Oliver Mc Mahan menuliskan “panggilan seorang gembala jemaat berakar di dalam wewenang Allah... penugasan seorang gembala jemaat tidak bersumber dari pikiran manusia, tetapi dari belas kasihan Allah dan perintah-Nya.” Oliver Mc Mahan, Gembala Jemaat yang Sukses (Jakarta:Sinode GBI, 2002), 27 Semua panggilan berasal dari Tuhan dan semua manusia punya bagiannya sendiri dalam mengerjakan rencana Allah. Pada kesempatan kali ini, kelompok 4 mengajukan sebuah pembagian cara panggilan Tuhan terhadap umat manusia, yaitu panggilan secara natural dan supranatural (atau umum dan khusus). Panggilan secara natural (umum) terjadi atas semua manusia di mana setiap individu harus menemukan bakat dan potensi yang ditaruh Tuhan dalam dirinya guna “menaklukkan” kehidupan. Kita harus ingat bahwa manusia telah diberi mandat untuk menaklukkan bumi. Panggilan ini pun masih berlaku sampai saat ini. Di samping itu, setiap individu juga harus peka dengan lingkungan sekitar yang membentuknya. Tidak ada sesuatu yang kebetulan. Semua pasti memuat rencana Tuhan di mana setiap orang ditempatkan di tempat yang unik. Anak yang lahir di lingkungan kedokteran berpeluang besar menjadi dokter, namun tidak menutup kemungkinan apabila seorang anak yang lahir di lingkungan prostitusi pun dapat menjadi seorang dokter jika ia ingin memutus mata rantai pelacuran yang ada di keluarganya. Di sini diperlukan pengenalan akan diri sendiri dan kemauan yang keras karena pada dasarnya, setiap manusia yang lahir ke bumi ini –baik Kristen maupun non-Kristen- tidak pernah dirancangkan Allah untuk gagal. Semua manusia memilih jalan hidupnya sendiri. Orientasi dari individu yang hanya berhenti di panggilan umum ini biasanya hanya hal yang bersifat jasmaniah, bukan kekal. Mereka hanya mengoptimalkan bakat dan kemampuan mereka untuk meraih sukses di bumi. Orang yang tidak mengenal Tuhan dapat mengenali bakat dan kemampuannya sehingga menggiringnya menjadi berhasil. Namun, manusia yang hanya berhenti di panggilan umumnya belumlah sempurna seperti yang dikehendaki Bapa. Panggilan secara supranatural (atau yang biasa disebut panggilan secara khusus) berarti panggilan yang memuat campur tangan Ilahi dalam proses panggilannya. Panggilan ini hanya eksklusif bagi orang-orang yang mengasihi Tuhan (Roma 8:28). Orang yang tidak percaya dan tidak mengasihi Tuhan, tidak dapat masuk ke dalam panggilan khusus ini. Panggilan khusus ini adalah panggilan untuk masuk dalam proses keselamatan yang Tuhan rancangkan bagi seluruh umat manusia. Di sini orang percaya terlibat langsung dan dituntut untuk dapat berhubungan dengan Tuhan dan memenuhi kehendak-Nya. Setiap orang yang masuk dalam hitungan ini dituntut untuk menjadi sempurna seperti Bapa di surga. Mulai dari mengoptimalkan potensi yang ada di dalam dirinya, menggunakan potensi itu untuk kemuliaan Tuhan bahkan memberikan nyawanya seperti Tuhan Yesus memberikan nyawa-Nya. Inilah panggilan yang spesial dan supranatural. Spesial artinya tidak dapat dimiliki orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus. Supranatural artinya ada campur tangan Ilahi dalam setiap proses kehidupan sehingga menggenapi proses keselamatan. Orang-orang yang dipanggil Tuhan secara khusus ini contohnya seperti Musa, Nabi Yesaya, Yeremia, Amos, Yehezkiel, Yunus, dan yang lainnya. Dalam Perjanjian Baru kita menemukan Tuhan Yesus memilih dua belas pria untuk menjadi murid-Nya yang dididik secara langsung dan dipersiapkan bagi rencana keselamatan yang mulia. Contoh lainnya, Tuhan memanggil Paulus dengan cara membutakannya dan memberitahu identitas-Nya. Paulus mau dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa. Sekarang, bagaimana dengan panggilan kita? Beginilah cara memandangnya. Setiap orang percaya dipanggil oleh Tuhan untuk menggenapi rencana besar Tuhan. Orang percaya ada yang dipilih khusus untuk menjadi rohaniwan dan ada yang dipanggil untuk menjadi berkat di marketplace. Semuanya adalah hamba Tuhan. Gelar hamba Tuhan tidak diberikan kepada seseorang saat ia menjadi sarjana teologia atau disahkan oleh sinode. Seseorang mendapat gelar sebagai hamba Tuhan sejak ia menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Hanya saja, memang ada orang-orang khusus yang dipilih Tuhan untuk masuk dalam pekerjaan Tuhan secara langsung dalam artian fokus untuk mendidik jemaat yang belum dewasa dalam Kristus. Di sinilah kita temukan gembala, pendeta, dan penginjil. Orang-orang ini harus berhubungan langsung dengan Tuhan selangkah di depan umat. Mereka harus mengkonfirmasi panggilan mereka kepada Tuhan. Apakah benar Tuhan yang memanggilnya sebagai pendeta atau bukan? Perkarakan dengan serius kepada Tuhan. Jika memang hidupnya akan dipakai oleh Tuhan menjadi rohaniwan maka Tuhan sendiri yang akan membimbing lewat setiap proses hidup menjadikan dia seorang pemimpin yang diurapi dan Tuhan sendiri yang akan mempromosikannya. Bila kita berada di sebuah sekolah Alkitab, maka itu bukanlah suatu hal yang kebetulan, semua itu seizin Tuhan. Kita diberi kesempatan untuk menjadi orang yang dipakai Tuhan secara langsung untuk mendewasakan jemaat. Namun, bagi mereka yang menyia-nyiakan kesempatan ini dengan tidak mau menjadi seperti yang Tuhan inginkan, tidak mau mengubah karakter, dan tidak menjadi contoh maka Tuhan sendiri yang akan menyingkirkannya. Roma 8:28 “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Adapun beberapa hal yang menjadi tantangan seorang gembala dalam meyakinkan panggilannya : 1. adanya pengaruh negatif yang datang dari luar yang bertentangan dengan perintah Tuhan 2. tidak yakin dengan panggilannya sendiri 3. terlalu terpaku terhadap pandangan orang lain 4. adanya nubuat yang tidak sesuai dengan proses yang ia hadapi Namun yang pasti, seseorang yang benar-benar terpanggil yaitu mereka yang menyadari akan panggilannya, meskipun sebesar apapun tantangan dan proses yang ia lewati, ia akan tetap bertahan dalam menghadapinya, sampai ia benar-benar menjadi seorang gembala dan bertumbuh dalam penggembalaannya. Pemilihan ini semua hanya karena kasih karunia dan anugerah Tuhan dalam diri seseorang. Namun, kita perlu memahami bahwa dalam pemilihan orang kepercayaan-Nya, Tuhan tidak sembarangan memilih orang hanya karena Dia berdaulat atau berkuasa atas seluruh ciptaan-Nya. Pemilihannya terhadap orang yang akan masuk dan mengambil bagian dalam pelayanan-Nya secara khusus adalah orang-orang yang dapat dipercayai Tuhan dan memiliki kriteria yang jelas. Pemilihan Tuhan pastilah pemilihan yang dapat dipertanggungjawabkan. Seperti misalnya, Tuhan memilih Daud menjadi raja atas Israel, itu bukan hanya karena Daud adalah anak Isai dan harus dinubuatkan seperti itu, namun kita melihat bahwa Daud adalah sosok yang dengar-dengaran kepada Tuhan 1 Samuel 23 : 2, sosok yang memiliki hati yang besar 1 Samuel 24 : 7, dan yang paling penting Daud memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan Mazmur 119:164. Dalam surat Rasul Paulus kepada Timotius, Rasul Paulus memberikan petunjuk bagi Timotius untuk memilik seorang gembala dalam jemaat Efesus. 1 Timotius 3:1-7 Syarat itu antara lain : Seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, dst. Bila disimpulkan, seorang yang ingin menjadi gembala harus memiliki 2 kriteria anak Tuhan, yaitu kehidupan yang tidak bercacat sehingga dapat dijadikan teladan dan kemauan untuk terus belajar dan mengajar orang dalam kesabaran. Hamba Tuhan yang dipakai oleh Tuhan selalu memiliki spesifikasi yang jelas. Salah satu spesifikasi atau kriteria mutlak dan paling penting dari seorang gembala adalah berani merelakan nyawanya. Menurut Yohanes 10 gembala adalah seseorang yang rela memberikan nyawanya untuk melindungi domba-dombanya. Namun tidak semua orang rela memberikan nyawanya untuk orang lain. Panggilan itu datang ketika kita memiliki beban atau perasaan peduli dengan orang lain di sekitar kita. Dalam Yohanes 10 terdapat juga perumpamaan tentang gembala, dimana ada dua gembala, yaitu gembala yang baik dan juga gembala upahan. Gembala yang baik itu memberikan nyawanya untuk melindungi domba-dombanya, sedangkan gembala upahan adalah gembala yang lari meninggalkan domba-dombanya dari serangan binatang buas. Gembala yang baik itu mempunyai panggilan sedangkan gembala upahan itu tidak memiliki panggilan. Suatu pagi setelah kebangkitan Tuhan Yesus, Tuhan duduk makan bersama murid-murid-Nya di tepi pantai danau Tiberias. Setelah sarapan, Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus apakah ia mengasihi Tuhan. Tiga kali Tuhan Yesus menjawab “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Menariknya, di akhir pembicaraan Tuhan Yesus berkata “Sesungguhnya ketika engkau masih mmuda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau kehendaki.” Alkitab menyatakan dalam Yohanes 21:19 bahwa ini adalah cara Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Pernyataan ini menyatakan bahwa seorang yang menerima tugas dari Tuhan harus rela kehilangan nyawanya. Tuhan menyatakan dalam Yohanes 15:13 bahwa kasih yang terbesar bagi Tuhan adalah memberikan nyawa kita kepada Tuhan. Orang yang masih menyayangkan nyawanya tidak akan bisa mengerti tujuan panggilan pelayanannya dan hanya akan melayani diri sendiri. Kehilangan nyawa di sini tidak hanya berarti kehilangan nyawa secara harafiah, tetapi juga bersedia kehilangan seluruh hidupnya. Seluruh pikiran, perasaan, kehendaknya dimatikan bagi Tuhan untuk dihidupkan bagi kepentingan Tuhan. Ini senada dengan pernyataan Rasul Paulus bahwa “hidupku bukannya aku lagi, tetapi Yesus yang ada di dalamku.” Orang yang masih menyayangkan kehidupannya seluruhnya, tidak pernah bisa dipakai secara efektif bagi Tuhan. Roh Kudus tidak bisa menuntun orang tersebut kepad segala kebenaran sebab ia tidak rela menanggalkan beban yang merintanginya. Salah satu beban yang paling merintangi gembala pada zaman ini adalah ‘mencari hidup’. Dengan pola mencari hidup ini banyak gembala terjebak dalam percintaan dunia. Bukan berarti gembala tidak boleh mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari. Mencari hidup artinya mencari apa yang sebenarnya tidak dibutuhkan dalam pelayanan kita, tetapi sanggup memberi nilai pada kehidupan kita sehingga orang memandang kita sebagai orang yang hebat karena hal-hal yang kita miliki tersebut. Hal ini sejajar dengan mencari nilai diri, memuaskan keinginan daging, keinginan mata dan memuaskan keangkuhan hidup. Memang para gembala tidak pergi ke diskotik, tempat lokalisasi, atau arena perjudian; namun gembala-gembala mencintai dunia dengan cara lain, yaitu ingin dihormati, ingin memiliki gereja yang besar, jemaat yang bertambah banyak jumlahnya setiap bulan yang jika bertemu dengan pendeta lain ditanya “berapa jemaatmu?”, sang gembala dapat menjawab dengan percaya diri jumlah jemaat yang dimilikinya. Semua ini adalah percintaan dengan dunia yang terselubung. Panggilan penggembalaan melenceng tipis namun menyesatkan sampai-sampai sang gembala tidak mengenali dirinya sendiri dan tujuan awal penggembalaannya. Tujuan dari panggilan penggembalaan adalah bagaimana mengarahkan orang lain merelakan nyawa mereka sehingga Kristus bisa hadir dalam kehidupan mereka sama seperti sang gembala telah berani kehilangan nyawa demi memiliki karakter sama seperti Yesus. Gembala harus memberi teladan ini. Jika gembala masih ‘mencari hidup’, bagaimana bisa jemaat meneladaninya? Orang yang dipilih secara khusus adalah orang yang harus siap diperhadapkan dengan kenyataan bahwa ia harus meninggalkan dunia dan segala isinya. Filosofinya dan orientasi hidupnya diubahkan sehingga setiap pekerjaan yang ia lakukan hanyalah dalam rangka membawa dirinya semakin serupa dengan Kristus dan membawa orang lain menjadi seperti Kristus. Tidak ada personal interest lagi di dalam pelayanannya. Siap dipanggil jadi gembala Tuhan, siap mati bagi kesenangan dunia dan tidak berharap apa-apa dari dunia ini. Ini adalah kriteria mutlak. Aspek Tujuan / Goal Penggembalaan Kita beralih ke pembahasan aspek berikutnya, yaitu panggilan jika dipandang dari sudut tujuannya. Berbicara mengenai panggilan dari sudut pandang tujuannya, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan, yaitu: Para gembala harus menuntun jemaat sampai dapat mendengar suara Tuhan (Yohanes 10:16). Untuk ini, gembala harus peka terlebih dahulu sebelum mengajak jemaat untuk peka terhadap Tuhan. Sehingga tidak ada perbedaan visi antara Tuhan dan gereja-Nya. Visi gereja Tuhan harus semata-mata mendukung visi utama Tuhan yaitu domba-domba-Nya dapat mengenali suara Sang Gembala Agung dan kembali ke ‘rumah abadi’. Ini sejajar dengan yang dikatakan Paulus dalam 2 Korintus 11:2 bahwa ia mempertunangkan kita dengan Kristus. Untuk dapat bertunangan dan menikah, pasangan harus sama-sama memiliki visi dan misi yang sama. Tidak boleh berbeda. Setelah ada kesamaan visi dan misi, barulah sebuah hubungan pernikahan dapat berjalan dengan baik. Sama halnya dengan kesatuan visi umat Tuhan dengan Tuhan sendiri. Mempergunakan teknik-teknik pastoral atau penggembalaan untuk menggiring jemaat Tuhan ke surga. Semua hal teknis seperti kunjungan ke rumah jemaat (visitasi), mendoakan orang sakit, pelayanan konseling, dll. harus mendukung goal dalam rangka memberi makanan yang sehat bagi jemaat. Persepektif sehat harus sehat menurut Tuhan, bukan menurut manusia. Ajaran sehat menurut Tuhan adalah ajaran yang mengajak jemaat memisahkan diri dari percintaan dunia dan mengarahkan hati pada Kerajaan Surga. Ingat, target utama bukanlah hal teknis tetapi hal rohani. Memberikan teladan kepada umat Tuhan. Ada peribahasa mengatakan “Action is a very loud speaker”. Peribahasa ini mengungkapkan bahwa ajakan atau teriakan yang paling kuat yang dapat dilakukan oleh seorang manusia untuk mengajak manusia lain melakukan hal serupa adalah dengan bertindak atau memberikan contoh. John Maxwell mengutip sebuah perkataan dari Jackie Robinson “Kehidupan menjadi tidak berarti kecuali jika itu memiliki pengaruh bagi kehidupan orang lain.” John C. Maxwell, 21 Hukum Kepemimpinan Sejati (Jakarta : Penerbit Immanuel, 2007), 311 Semua manusia di bumi ini tidak akan pernah percaya kepada seluruh Firman yang disampaikan oleh seorang gembala tanpa gembala itu melakukannya terlebih dahulu. Setelah hidup seseorang telah berpengaruh secara nyata dan memberikan contoh bagi para pengikutnya, barulah setiap apa yang dikatakan oleh seorang gembala atau pengkhotbah dapat berdampak bagi kehidupan jemaat Tuhan. Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya adalah contoh dan teladan bahwa apa yang mereka beritakan bukanlah sebuah kebohongan. Dua belas murid yang penakut dan pengecut beruba 180 derajat setelah mereka melihat Tuhan Yesus naik ke surga dan Roh Kudus turun ke atas mereka. Jika memang semua itu tidak pernah terjadi, mana mungkin mereka yang penakut tersebut mau untuk menukarkan hidupnya dengan sebuah kebohongan. Pada akhirnya, keteladanan adalah sebuah keharusan. Kehidupan yang benar dan berdampak akan memberi kesaksian tanpa peduli tempat atau mimbar khusus. Inilah yang disebut Paulus dengan surat pujian yang terbuka yang dapat dibaca oleh semua orang. 2 Korintus 3:2 Tambahan : Mengalahkan Apati Salah satu persoalan yang dihadapi oleh gembala dan orang-orang yang memiliki panggilan dalam sebuah bidang tertentu adalah apati. Apati adalah sebuah perasaan tanpa motivasi atau dorongan. Pelayanan terasa seperti kosong bagi dirinya. Semua seperti rutinitas biasa tanpa ada lagi semangat yang menggebu-gebu atau berapi-api seperti pada mula-mula panggilannya. Mengapa hal ini dapat terjadi kepada kita? Ada beberapa alasan, yaitu : Kita mulai menjauh dari Tuhan. Tuhan berkata bahwa ia adalah pokok, dan kitalah ranting-rantingnya. Di luar Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa. Yohanes 15:5 Kita mulai mempunyai visi sendiri dan sibuk dengan pelayanan kita sehingga kita lupa untuk terus melekat kepada Tuhan. Duduk di kaki Tuhan, belajar firman secara pribadi, bermeditasi, dan berdiam diri mengoreksi diri adalah hal yang terlupakan. Inilah yang harus kita restorasi. David Holt dalam bukunya mengatakan bahwa “kita harus duduk di kaki Tuhan sebelum kita melayani menjadi tangan-Nya.” Jangan sampai kita sibuk dengan ‘Kerajaan-Nya’ tetapi tidak mencari Sang Raja. Ataupun jika kita mencari Sang Raja, kita mencari hanya karena ingin pertolongan atau meminta mujizat atau urapan-Nya turun atas kita. Jadilah anak kecil yang selalu ingin berada dekat dengan orang tuanya karena memang hanya disitulah terletak hidupnya, bukan pada harta orang tuanya. Carilah Tuhan dan bersujudlah di kaki-Nya maka pelayanan kita akan kembali bergairah. Pola pikir yang salah dan tujuan yang salah Salah satu yang membuat pelayanan menjadi mati adalah saat seorang hamba Tuhan menyimpang pikirannya kepada hal duniawi sehingga tujuannya untuk menggembalakan tidak memuaskan hati Tuhan. Saat seorang gembala mulai melihat jumlah jemaat yang tidak bertambah dan kebaktian yang hanya begitu-begitu saja, pasti suatu saat dia akan drop dan menunggu waktu untuk gugur. Karena pola pikir dan tujuannya salah, yakni jumlah jemaat. Gereja Tuhan bukan berbicara soal jumlah saja, tetapi yang paling utama adalah pembaharuan pikiran jemaat. Warga gereja yang terus bertambah bukan berarti ukuran kesuksesan sebuah gereja dan hamba Tuhannya. Pelayan Tuhan yang dapat melakukan mujizat saja bisa ditolak seperti yang tertulis dalam Matius 7:23. Ada sesuatu yang lebih dari itu semua, yaitu pembaharuan akal budi dan pikiran seperti yang dikemukakan Rasul Paulus dalam Surat Roma 12:2. Gembala harus selangkah di depan dalam perubahan paradigmanya. Gembala harus mengimpartasikan spirit di mana ia rela berkorban menjadi roti yang terpecah dan anggur yang tercurah, kehilangan kesenangan, tidak mencintai diri sendiri, dan menjadi contoh yang baik dalam kehidupan rumah tangga, usaha, pendidikan, dan sosial. Dan yang terpenting, pola pikir gembala bukanlah untuk mendapatkan kebanggaan dari jumlah jemaat dan ukuran gereja tetapi kebanggaannya adalah melihat banyak orang yang hidupnya diubahkan dan masuk dalam Kerajaan Surga. Jika fokusnya benar yaitu membimbing sebanyak mungkin orang diubahkan menjadi sempurna, maka gairahnya tidak akan pernah putus. Karena hatinya sudah diarahkan ke Kerajaan Surga dan kondisi yang dapat dilihat secara fisik seperti jumlah jemaat yang sedikit, gedung gereja yang tidak kunjung diperbaiki, dan keuangan gereja yang lemah tidak menjadi acuan lagi karena sang gembala tahu bahwa semua hanya pendukung saja dan yang terutama yang harus ada dan yang ia perlukan, hanyalah Tuhan. DAFTAR PUSTAKA Mc. Mahan, Oliver,2002.Gembala Jemaat Yang Sukses. Jakarta: Sinode GBI. Tidball, Derek J.,1995.Teologi Penggembalaan (Suatu Pengantar) 2. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas. Maxwell, John C.,2007.21 Hukum Kepemimpinan Sejati.Jakarta: Immanuel. Holt, David. 2012.Pastoring With Passion.Jakarta : Visi Press. 13