BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengendalian Internal
2.1.1
Pengertian Pengendalian Internal
Pengertian Pengendalian Internal menurut The Committee of Sponsoring
Organizations of The Tradeway Commission dalam Beyond COSO “Internal
Control to enhance corporate governance” oleh Halim (1997) sebagai berikut:
“Internal control is a process, affected by an entity’s board of
directors, management and other personnel, design to provide
reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the
following categories: effectiveness and efficiency of operations;
reliability of financial reporting, and compliance with laws and
regulations”.
Definisi diartikan sebagai berikut pengendalian internal sebagai proses,
dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen dan personel perusahaan, yang
dirancang untuk menyediakan jaminan yang dapat dipercaya untuk mencapai
tujuan perusahaan, yang digolongkan menjadi :
1. Dapat dipercayanya laporan keuangan.
2. Kepatuhan dengan hukum dan aturan yang berlaku.
3. Efesiensi dan efektivitas operasi.
Pengendalian internal menurut American Institute of Certified Public
Accountant (AICPA) yang diterjemahkan oleh La Midzan dan Azhar Susanto
(2000) adalah sebagai berikut :
10
11
“Meliputi sistem organisasi dan segala cara-cara serta tindakantindakan dalam suatu perusahaan yang saling dikoordinasikan dengan
tujuan untuk mengamankan hartanya, menguji ketelitian dan
kebenaran data akuntansinya, meningkatkan efisiensi operasinya, serta
mendorong ketaatan pada kebijakan-kebijakan yang telah digariskan
oleh pimpinan perusahaan.”
Berdasarkan definisi tersebut dapat diuraikan beberapa konsep dasar
pengendalian internal :
a. Pengendalian internal adalah suatu proses. Pengendalian internal
berupa serangkaian tindakan yang mempengaruhi dan menyatu
dengan infrastruktur suatu organisasi.
b. Pengendalian internal berfungsi efektif karena manusia. Pengendalian
internal bukan semata-mata kebijakan bersifat manual dan melibatkan
berbagai macam formulir tetapi melibatkan orang-orang yang ada di
dalam organisasi termasuk dewan direksi, manajemen dan personnel
yang lainnya.
c. Pengendalian internal tidak dimaksudkan untuk memberi jaminan
yang mutlak tetapi memberikan jaminan yang memadai karena
kelemahan inheren yang ada dalam setiap pengendalian intern.
Sebagus apapun pengendalian intern diciptakan, pasti memiliki
kelemahan.
d. Pengendalian intern diharapkan mencapai tujuan yang meliputi
pelaporan keuangan, kepatuhan dan operasional.
12
2.1.2
Komponen - Komponen Pengendalian Internal
Pengendalian internal terdiri atas beberapa unsur-unsur, namun hendaknya
tetap diingat bahwa unsur-unsur tersebut saling berhubungan dalam suatu sistem.
Menurut The Committee of Sponsoring Organizations of The Tradeway
Commission
atau
COSO
(Arens,
2008)
menguraikan
lima
komponen
pengendalian internal yang dirancang dan diimplementasikan oleh manajemen
untuk memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan pengendaliannya akan
tercapai. Setiap komponen mengandung banyak pengendalian yang dirancang
untuk mencegah atau mendeteksi salah saji yang material dalam laporan
keuangan. Komponen pengendalian internal COSO meliputi hal-hal berikut ini :
1. Lingkungan pengendalian (control environment).
2. Penilaiann risiko (risk assestment).
3. Aktivitas pengendalian (control activities).
4. Informasi dan komunikasi (information and communication).
5. Pemantauan (monitoring).
Komponen-komponen pengendalian internal tersebut diatas, merupakan
proses yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengendalian intern. Kelima
komponen pengendalian intern tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Lingkungan pengendalian
Lingkungan pngendalian terdiri atas tindakan, kebijakan dan prosedur
yang mencerminkan sikap manajemen puncak, para direktur dan
pemilik entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal
serta arti pentingnya bagi entitas. Untuk memahami dan menilai
13
lingkungan
pengendalian,
auditor
harus
mempertimbangkan
subkomponen pengendalian, yaitu :
a. Integritas dan nilai-nilai etis
Integritas dan nilai-nilai etis adalah produk dari standar etika dan
perilaku entitas, serta bagaimana standar itu dikomunikasikan dan
diberlakukan dalam praktik. Subkomponen ini meliputi tindakan
manajemen untuk menghilangkan atau mengurangi dorongan dan
godaan yang mungkin membuat karyawan melakukan tindakan
penyimpangan. Serta meliputi pengkomunikasian nilai-nilai entitas
dan standar perilaku kepada para karyawan meliputi pernyataan
kebijakan, kode perilaku dan teladan.
b. Komitmen pada kompetensi.
Kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk menyelesaikan tugas mendefinisikan pekerjaan seseorang.
Komitmen terhadap kompetensi meliputi pertimbangan manajemen
tentang tingkat kompetensi bagi pekerjaan tertentu dan bagaimana
tingkatan tersebut diterjemahkan menjadi keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan.
c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit.
Dewan komisaris berperan penting dalam tata kelola korporasi
yang efektif karena memikul tanggung jawab akhir untuk
memastikan bahwa manajemen telah mengimplementasikann
pengendalian internal dan proses laporan keuangan yang layak.
14
d. Filosofi dan gaya operasi manajemen.
Manajemen melalui aktivitasnya memberikan isyarat yang jelas
kepada para karyawan tentang pentingnya pengendalian internal.
Filosofi dan gaya operasi manajemen menjangkau
tentang
karakteristik yang luas. Karakteristik tersebut meliputi: pendekatan
pimpinan perusahaan dalam mengambil keputusan dan memantau
resiko usaha, sikap dan tindakan pimpinan perusahaaan untuk
mencapai anggaran laba dan sasaran operasi lainnya serta
pelaporan keuangan.
e. Struktur organisasi.
Struktur organisasional entitas menentukan garis-garis tanggung
jawab dan kewenangan yang ada. Dengan memahami struktur
organisasi klien, auditor dapat mempelajari pengelolaan dan
unnsur-unsur
fungsional
bisnis
serta
melihat
bagaimana
pengendalian diimplementasikan.
f. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
Aspek paling penting dari pengendalian internal adalah personil.
Jika para karyawan kompeten dan bisa dipercaya, pengendalian
lainnya dapat diabaikan dan laporan keuangan yang andal masih
akan dihasilkan. Karena pentingnya personil yang kompeten dan
terpercaya dalam mengadakan pengendalian yang efektif, metode
untuk mengangkat, mengevaluasi, melatih, mempromosikan dan
15
memberikan kompensasi kepada personil itu merupakan bagian
yang penting dari pengendalian internal.
2. Penilaian risiko
Penilaian risiko atas pelaporan keuangan adalah tindakan yang
dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risikorisiko yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang sesuai
dengan GAAP. Penilaian risiko oleh manajemen berbeda tetapi
berhubungan erat dengan penilaian risiko oleh auditor. Apabila
manajemen
menilai
risiko
sebagai
bahan
perancangan
dan
pelaksanaan pengendalian internal unutk meminimalkan kekeliruan
serta kecurangan, auditor menilai risiko untuk memutuskan bukti yang
dibutuhkan dalam audit. Jika manajemen secara efektif menilai dan
merespon risiko itu, biasanya auditor akan mengumpulkan lebih
sedikit bukti ketimbang jika manajemen gagal mengidentifikasi atau
merespon risiko yang signifikan.
Auditor akan memperoleh
pengetahuan tentang proses penilaian risiko oleh manajemen dengan
memanfaatkan kuesioner dan diskusi dengan manajemen untuk
menentukan bagaimana manajemen
mengidentifikasi risiko-risiko
yang relevan dengan pelaporan keuangan, mengevaluasi signifikansi
dan kemungkinan terjadinya risiko itu, serta memutuskan tindakan apa
yang perlu dilakukan untuk menangani risiko itu.
16
3. Aktivitas pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang
membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil
untuk menangani risiko guna mencapai tujuan entitas. Aktivitas
pengendalian umumnya dibagi menjadi lima jenis berikut ini :
1) Pemisahan tugas yang memadai
2) Otorisasi yang sesuai atas transaksi dan aktivitas
3) Dokumen dan catatan yang memadai
4) Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan
5) Pemeriksaan kinerja secara independen
4. Informasi dan komunikasi
Tujuan sistem informasi dan komunikasi akuntansi dari entitas adalah
untuk memulai, mencatat, memroses dan melaporkan transaksi yang
dilakukan oleh entitas itu serta mempertahankan akuntabilitas aktiva
terkait. Sistem informasi dan komunikasi akuntansi mempunyai
beberapa subkomponen, yang biasanya terdiri atas kelas-kelas
transaksi seperti penjualan, retur penjualan, penerimaan kas dan
akuisisi. Untuk memahami perancangan sistem informasi akuntansi,
auditor menentukan (1) kelas transaksi utama entitas; (2) bagaimana
transaksi dimulai dan dicatat; (3) catatan akuntansi apa saja yang ada
serta sifatnya; (4) bagaimana sistem itu menangkap peristiwaperistiwa lain yang penting bagi pelaporan keuangan, seperti
penurunan nilai aktiva; dan (5) sifat serta rincian proses pelaporan
17
keuangan yang diikuti, termasuk prosedur pencatatan transaksi dan
penyesuaian dalam buku besar umum.
5. Pemantauan
Aktivitas
pemantauan
berhubungan
dengan
penilaian
mutu
pengendalian internal secara berkelanjutan atau periodik oleh
manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian itu telah
beroperasi seperti yang diharapkan dan telah dimodifikasi sesuai
dengan perubahan kondisi. Selain perannya dalam memantau
pengendalian internal entitas, staf audit internal yang memadai juga
dapat mengurangi biaya audit eksternal dengan meberikan bantuan
langsung kepada audit eksternal.
2.1.3
Jenis-Jenis Pengendalian Internal
Berdasarkan sifatnya, jenis-jenis pengendalian internal menurut Hiro
(2006) diklasifikasikan menjadi :
a. Pengendalian preventive
b. Pengendalian detective
c. Pengendalian corrective
d. Pengendalian directive
e. Pengendalian compensative
Jenis-jenis pengendalian internal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengendalian preventive
Pengendalian preventive dimaksudkan untuk mencegah kesalahankesalahan baik itu berupa kekeliruan atau ketidakberesan yang sering
terjadi dalam operasi suatu kegiatan.
18
b. Pengendalian detective
Pengendalian
ini
dimaksudkan
untuk
mendeteksi
kesalahan,
kekeliruan dan penyimpangan setelah kesalahan, kekeliruan dan
penyimpangan tersebut terjadi.
c. Pengendalian corrective
Pengendalian corrective dimaksudkan untuk memperbaiki masalahmasalah atau pun kelemahan-kelemahan yang teridentifikasi melalui
pengendalian detective.
d. Pengendalian directive
Pengendalian directive dimaksudkan untuk mengarahkan agar
pelaksanaan dilakukan dengan tepat dan benar. Pengendalian ini
didesain dengan maksud untuk menghasilkan hasil-hasil yang positif,
sementara fokus pengendalian preventive, detective dan corrective
adalah didasarkan pada pencegahan, deteksi dan koreksi daripada
hasil yang negatif yang ditemukan.
e. Pengendalian compensative
Pengendalian
compensative
dimaksudkan
untuk
menetralisasi
kelemahan pada aspek kontrol yang lain. Pengendalian ini dapat
mengkompensasi kelemahan atau kekurangan yang terjadi.
Audit internal harus sadar bahwa tidak ada sistem pengendalian internal
yang cukup efektif yang dapat menghapuskan atau mengeliminasi sama sekali
kemumungkinan terjadinya kesalahan atau tindakan melanggar hukum. Bahwa
pengendalian yang diciptakan, pada dasarnya untuk meminimalkan kemungkinan
19
risiko yang terjadi yang dapat menimbulkan kerugian atau menganggu organisasi
dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, apapun pengendalian yang
ditetapkan, pada prinsipnya mempunyai fungsi yang sama yaitu melancarkan
organisasi untuk mencapai tujuannya agar lebih efektif dan efisien.
2.1.4
Tujuan Pengendalian Internal
Menurut The Committee of Sponsoring Organizations of The Tradeway
Commission (Sunarto, 2003) , Internal control merupakan suatu proses yang
dilaksanakan oleh komisaris, manajemen dan pegawai lainnya, dirancang untuk
memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) dalam pencapaian
tujuan sebagai berikut :
1. Keandalan laporan keuangan
Pengendalian yang berkaitan dengan masalah kewajaran laporan
keuangan yang disajikan untuk pihak-pihak luar. Penyajian laporan
keuangan tersebut harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum, dimana manajemen bertanggung jawab atas laporan keuangan
yang disajikan secara wajar.
2. Ketaatan pada hukum dan peraturan yang berlaku
Pengendalian intern dimaksudkan untuk memastikan bahwa segala
peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen untuk
mencapai tujuan perusahaan itu ditaati oleh para karyawan tersebut.
3. Efektivitas dan efesiensi operasi
Pengendalian intern dimaksudkan untuk menghindari tanggung jawab
rangkap sehingga perlu adanya pemisahan tugas antara berbagai
20
fungsi operasi, penyimpanan dan pencatatan. Pemisahan tugas ini
tidak berarti bahwa koordinasi ditiadakan. Jadi, pengendalian dalam
suatu perusahaan adalah alat untuk mencegah pemborosan kegiatan
yang tidak diperlukan dalam sebuah aspek, serta mencegah sumber
daya secara tidak efisien. Bagian terpenting dari efektivitas dan
efisiensi adalah pengamanan aktiva dan catatan.
Pengendalian internal dirancang dengan memperhatikan kepentingan
manajemen perusahaan dalam menyelenggarakan operasi usahanya dan juga harus
memperhatikan aspek biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang diharapkan.
Dalam rangka merancang suatu pengedalian intern yang baik, perlu melihat tujuan
pengendalian.
2.1.5
Keterbatasan Pengendalian Internal
Bukan suatu hal yang tidak mungkin, apabila dalam perusahaan yang
memiliki pengendalian internal yang memadai masih juga terjadi kesalahan atau
penyimpangan. Bagaimanapun baiknya pengendalian internal dalam suatu
perusahaan, tidaklah menjamin sepenuhnya apa yang menjadi tujuan perusahaan
dapat tercapai. Hal ini disebabkan karena pengendalian internal memiliki
keterbatasan-keterbatasan yang dapat melemahkan pengendalian internal tersebut.
Keterbatasan pengendalian internal seperti yang dikemukakan oleh
Sunarto (2003) adalah sebagai berikut :
1. Kesalahan dalam pertimbangan
2. Gangguan
3. Kolusi
21
4. Pengabaian oleh manajemen
5. Biaya lawan manfaat
Penjelasan dari setiap keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap
struktur pengendalian internal diatas sebagai berikut :
1. Kesalahan dalam pertimbangan
Seringkali
manajer
dan
personel
lain
dapat
salah
dalam
mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam
melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi,
keterbatasan waktu atau tekanan lain.
2. Gangguan
Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi
karena personel secara keliru mamahami perintah atau membuat
kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian atau kelelahan.
3. Kolusi
Kolusi yaitu tindakan beberapa individu untuk tujuan kejahatan.
4. Pengabaian oleh manajemen
Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah
ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi
manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan.
5. Biaya lawan manfaat
Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan struktur pengendalian
internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari
pengendalian internal tersebut.
22
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian
internal memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat menyebabkan tujuan
perusahaan tidak tercapai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerapan
pengendalian internal dapat ditujukan untuk meminimalkan kemungkinan
penyimpangan dan kesalahan, sehingga dapat dideteksi dan diaatasi dengan cepat.
Menurut Hiro (2008) permasalahan pengendalian yang merupakan
keterbatasannya, antara lain :
1. Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak
jelas.
2. Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai
bukan sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Pengendalian ditetapkan terlalu berlebihan tanpa memperhatikan sisi
manfaat dan biayanya.
4. Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan
berkurang atau bahkan hilangnya insiatif dan kreativitas setiap orang.
5. Pengendalian tidak memperhitungkan aspek perilaku padahal faktor
manusia merupakan kunci utama untuk berhasilnya pengendalian.
Berkaitan dengan permasalahan keterbatasannya, terdapat empat tipe
reaksi atau sikap orang mengapa ia menolak atau berkeberatan terhadap
pengendalian yang diterapkan, yaitu sebagai berikut :
1. Menentang dan memanipulasi.
2. Melakukan sabotase.
3. Informasi dibuat tidak akurat.
4. Menciptakan kesan negatif.
23
Disamping itu, pengendalian juga sering gagal dalam pelaksanaan atau
penerapannya disebabkan karena :
1. Sering tidak dihiraukan.
2. Jenuh dan bosan.
3. Pengendalian terlalu kompleks.
4. Komunikasi yang buruk.
5. Terlalu banyak diubah atau dimodifikasi.
6. Ditolak secara frontal.
2.1.6 Karakteristik Pengendalian
Karakteristik pengendalian menurut Hiro (2008) adalah :
a) Tepat waktu
Pengendalian
harus
mampu
mendeteksi
sedini
mungkin
penyimpangan yang terjadi atau potensial untuk terjadinya, dengan
tujuan untuk membatasi biaya yang tidak perlu. Oleh karenanya
pengendalian
harus
tepat
waktu,
tetapi
dengan
tetap
mempertimbangkan efektivitas biayanya.
b) Cukup hemat
Pengendalian harus menyajikan kepastian yang logis bahwa untuk
pencapaian hasil dimaksud, mennimbulkan biaya yang paling
minimum dan efek sampingnya yang sekecil mungkin.
c) Dapat dipertanggungjawabkan
Pengendalian harus mampu membantu orang-orang yang terlibat
didalamnya menunjukkan pertanggungjawaban mereka atas tugastugas yang dibebankan padanya.
24
d) Dapat ditempatkan
Pengendalian harus dapat ditempatkan atau diposisikan pada tempat
dimana pengendalian dapat bekerja secara efektif.
e) Fleksibel
Pengendalian yang dapat menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan dalam pelaksanaan kegiatan adalah lebih diinginkan untuk
menghindari kebutuhan akan perubahan.
f) Mampu mengidentifikasi penyebab
Tindakan korektif yang segera dapat dilakukan jika pengendalian
bukan hanya untuk mengidentifikasi masalah tetapi juga penyebabnya.
g) Sesuai atau pantas
Pengendalian harus dapat memenuhi keebutuhan manajemen dan
cocok dengan strukur organisasi dan orang-orang yang terlibat dalam
kegiatan.
2.1.7
Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Menurut Hartadi (1992) sistem pengendalian intern dapat mempunyai
beberapa pengertian, yaitu sistem pengendalian dalam arti sempit dan dalam arti
luas.
Dalam arti sempit, istilah tersebut sama dengan pengertian internal check
yang merupakan prosedur-prosedur mekanis untuk memeriksa ketelitian data-data
administrasi seperti misalnya mencocokkan penjumlahan mendatar (horizontal)
dengan penjumlahan melurus (vertikal).
25
Dalam arti yang luas, sistem pengendalian intern dapat dipandang sebagai
sistem sosial yang mempunyai wawasan makna khusus yang berada dalam
organisasi perusahaaan. Sistem tersebut terdiri dari kebijakan, teknik, prosedur,
alat-alat fisik, dokumentasi orang-orang dengan berinteraksi satu sama lain
diarahkan untuk :
a. Melindungi harta.
b. Menjamin terhadap “terjadinya hutang yang tidak layak”.
c. Menjamin ketelitian dan dapat dipercayanya data akuntasi.
d. Dapat diperolehnya operasi secara efisien.
e. Menjamin ditaatinya kebijakan perusahaan.
Menurut American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) yang
diterjemahkan oleh Hartadi (1992) seperti berikut:
“Sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, semua
metode dan ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi yang dianut
dalam perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, memeriksa
ketelitian dan seberapa jauh data akuntasi dapat dipercaya,
meningkatakan efisiensi usaha dan mendorong ditaati kebijakan
perusahaan yang telah ditetapkan.”
Menurut Arens (2008) tanggung jawab atas pengendalian internal berbeda
antara manajemen dan auditor. Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan
dan menyelenggarakan pengendalian internal entitas. Manajemen juga diharuskan
untuk melaporkan secara terbuka tentang keefektifan pelaksanaan pengendalian
internal. Sebaliknya, tanggung jawab auditor mencakup memahami dan menguji
pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Auditor juga diwajikan untuk
menerbitkan laporan audit tentang penilaian manajemen atas pengendalian
internalnya
26
2.1.8
Sarana Untuk Mencapai Pengendalian
Menurut Sawyer yang dialihbahasakan oleh Desi Adhariani (2005),
beberapa sarana operasional yang dapat digunakan manajer untuk mengendalikan
fungsi di dalam perusahaan adalah sebagai berikut:
“Organisasi, kebijakan, prosedur, personalia, akuntansi, penganggaran
dan pelaporan”
Untuk setiap sarana pengendalian ini, terdapat beberapa kriteria yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian.
Berdasarkan kutipan diatas dapat dijelaskan mengenai sarana tersebut:
a. Organisasi
Organisasi sebagai sarana pengendalian, merupakan struktur peran yang
disetujui untuk orang-orang di dalam perusahaan sehingga perusahaan
dapat mencapai tujuannya secara efisien dan ekonomis.
1. Tanggung jawab harus dipisahkan sehingga tidak ada satu orang yang
mengendalikan semua tahap transaksi
2. Manajer harus memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan yang
diperlukan dalam pelaksanaan tanggung jawabnya.
3. Tanggung jawab seseorang harus didefinisikan dengan jelas sehingga
tidak kekurangan atau kelebihan
4. Pegawai yang menyerahkan tanggung jawab dan mendelegasikan
wewenang ke bawahan harus memiliki sistem tindak lanjut yang
efektif untuk memastikan bahwa tugas telah dilaksanakan dengan baik.
27
5. Orang
yang
mendelegasikan
tugas
harus
disyaratkan
untuk
melaksanakan kewenangan tersebut dengan pengawasan yang ketat.
Tetapi mereka bias memeriksa bersama atasan bila terjadi kesalahan.
6. Karyawan harus mempertanggung jawabkan tugasnya ke atasan.
7. Organisasi harus cukup fleksibel untuk memungkinkan terjadinya
perubahan dalam struktur jika rencana operasi, kebijakan, dan tujuan
berubah.
8. Struktur organisasi haruslah sesederhana mungkin.
9. Bagan dan manual organisasi harus dipersiapkan untuk membantu
perubahan rencana dan pengendalian internal, juga memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang organisasi, rantai wewenang dan
pemberian tanggung jawab.
b. Kebijakan-kebijakan
Suatu kebijakan (policy) adalah pernyataan prinsip yang membutuhkan,
menjadi pedoman, atau membatasi tindakan. Kebijakan harus mengikuti
prinsip-prinsip tertentu:
1. Kebijakan harus dinyatakan dengan jelas secara tertulis, disusun secara
sistematis dalam bentuk buku pegangan, manual atau jenis publikasi
lainnya, dan disetujui dengan semestinya.
2. Kebijakan haruslah dikomunikasikan secara sistematis ke semua
pegawai dan pegawai yang berwenang di organisasi.
28
3. Kebijakan haruslah sesuai dengan hokum dan aturan yang berlaku, dan
harus konsisten dengan tujuan dan kebijakan umum yang ditetapkan di
tingkat yang lebih tinggi.
4. Kebijakan harus dirancang untuk meningkatkan pelaksanaan aktivitas
secara efektif, efisien, dan ekonomis dan memberikan tingkat
keyakinan yang memuaskan bahwa sumber daya perusahaan telah
dijaga dengan semestinya.
5. Kebijakan harus ditelaah secara periodic, dan harus direvisi jika
kondisi berubah.
c. Prosedur-prosedur
Prosedur (procedur) adalah sarana yang digunakan untuk melaksanakan
aktivitas sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Prinsip yang
diterapkan pada kebijakan juga bias diterapkan untuk prosedur. Sebagai
tambahan:
1. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan dan kesalahan,
prosedur harus dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga pekerjaan
seorang karyawan secara otomatis diperiksa oleh karyawan lain yang
melaksanakan tugas lain secara terpisah dan independen. Dalam
menentukan luas pemerikasaan internal secara otomatis yang harus
diterapkan dalam sistem kontrol, faktor-faktor seperti resiko, biaya
prosedur preventif, ketersediaan karyawan, dampak operasional dan
kemungkinan untuk dikerjakan harus dipertimbangkan.
29
2. Untuk menjaga operasi-opeerasi yang bersifat non-mekanik, prosedur
yang
diterapkan
jangan
terlalu
rinci
sehingga
mengurangi
pertimbangan yang seharusnya digunakan.
3. Untuk meningkatkan efisiensi dan keekonomisan sampai tingkat
maksimum, prosedur yang ditetapkan haruslah sesederhana dan
semurah mungkin.
4. Prosedur-prosedur yang ada tidak boleh saling tumpang tindih,
bertentangan satu sama lain, atau bersifat duplikatif.
5. Prosedur harus ditelaah secara periodik dan ditingkatkan bila
diperlukan.
d. Personalia
Orang-orang yang dipekerjakan atau di tugaskan harus memiliki
kualifikasi untuk melaksankan tugas yang diberikan. Bentuk pengendalian
terbaik di samping kinerja masing-masing individu adalah supervisi. Jadi,
standar yang tinggi harus ditetapkan. Praktik-praktik berikut ini bias
membantu meningkatkan pengendalian:
1. Karyawan baru harus dilihat kejujuran dan keandalannya dalam
melakukan pekerjaan.
2. Karyawan harus diberi pelatihan dan kursus-kursus yang memberikan
kesempatan meningkatkan kemampuan diri dan membuat mereka tetap
mengetahui kebijakan dan prosedur yang baru.
3. Karyawan harus diberi informasi tentang tugas dan tanggung jawab
mengenai segmen lain dari organisasi sehingga mereka bisa lebih
30
memahami kesesuaian pekerjaan mereka dengan organisasi secara
keseluruhan.
4. Kinerja semua karyawan harus ditelaah secara periodik untuk melihat
apakah hal-hal penting dari tugas mereka telah ditunaikan. Kinerja
yang bagus harus diberikan penghargaan yang layak. Kekurangan yang
ada harus dibahas dengan karyawan sehingga mereka diberi
kesempatan meningkatkan kinerjanya atau meningkatkan keahliannya.
e. Akuntansi
Akuntansi (Accounting) merupakan sarana yang sangat penting untuk
control keuangan pada aktivitas dan sumber daya. Akuntansi membentuk
kerangka kerja yang bisa disesuaikan dengan pemberian tanggung jawab.
Lebih lanjut, akuntansi merupakan “penjaga gawang” keuangan dalam
organisasi. Masalahnya terletak pada hal-hal apa saja yang harus dijaga.
Berikut ini beberapa prinsip-prinsip dasar untuk system akuntansi:
1. Akuntansi harus sesuai dengan kebutuhan manajer guna pengambilan
keputusan yang rasional, bukan sesuai dengan apa yang ditulis di
buku-buku teks atau daftar periksa.
2. Akuntansi harus didasarkan pada lini tanggung jawab.
3. Laporan keuangan dari hasil-hasil operasi harus sejajar dengan unit
organisasi yang bertanggung jawab dalam operasional organisasi
4. Akuntansi harus bisa menentukan biaya-biaya yang bisa dikendalikan.
31
f. Penganggaran
Anggaran (budget) adalah sebuah pernyataan hasil-hasil yang diharapkan
yang dinyatakan dalam bentuk numeric. Sebagai sebuah pengendalian,
anggaran menetapkan standar masukan sumber daya dan hal-hal yang
harus dicapai sebagai keluaran dan hasil.
1. Orang-orang yang bertanggung jawab untuk memenuhi target
anggaran haruslah berpartisipasi dalam penyiapan.
2. Orang-orang yang bertanggung jawab untuk memenuhi target
anggaran harus dilengkapi dengan informasi yang memadai ayang
membandingkan anggaran dengan kejadian-kejadian aktual dan
memberikan alasan untuk penyimpangan yang signifikan.
3. Semua anggaran khusus harus cocok dengan keseluruhan anggaran
organisasi
4. Anggaran harus menetapkan tujuan yang dapat diukur; anggaran akan
menjadi tidak bermakna kecuali bila manajer tahu apa tujuannya.
5. Anggaran harus membantu mempertajam struktur organisasi karena
standar anggaran yang objektif sulit untuk ditetapkan dalam gabungan
subsistem yang membingungkan. Oleh karena itu, penganggaran
merupakan bentuk disiplin dan koordinasi.
g. Pelaporan
Pada kebanyakan organisasi, manajemen berfungsi dan membuat
keputusan berdasarkan laporan yang diterima. Oleh karena itu, laporan
haruslah tepat waktu, akurat, bermakna, dan ekonomis. Berikut ini
32
beberapa prinsip untuk menetapkan sistem pelaporan (reporting) internal
yang memuaskan:
1. Laporan harus dibuat sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
2. Individu-individu atau unit-unit harus diminta melaporkan hal-hal
yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Biaya
mengakumulasi
data
dan
menyiapkan
glaporan
harus
dibandingkan dengan manfaat yang akan didapat
4. Laporan harus sesederhana mungkin, dan konsisten dengan sifat
subjek yang menjadi masalah. Laporan harus berisi informasi yang
melayani kebutuhan pengguna. Klasifikasi dan terminologi umum
harus digunakan sebanyak mungkin untuk menghindari kebingungan.
5. Sedapat mungkin laporan kinerja memperlihatkan perbandingan
dengan standar biaya, kualitas, dan kuantitas yang ditetapkan. Biayabiaya yang bisa dikendalikan harus dipisahkan.
6. Jika kinerja tidak bisa dilaporkan secara kuantitatif, laporan harus
dirancang untuk menekankan pengecualian atau hal-hal lain yang
membutuhkan perhatian manajemen.
7. Agar bisa bermanfaat maksimal, laporan haruslah tepat waktu.
Laporan yang tepat waktu yang sebagian didasarkan pada estimasi bisa
jadi lebih berguna dibandingkan laporan yang lebih tepat tetapi
terlambat.
33
8. Penerimaan
laporan
harus
dinyatakan
secara
periodik
untuk
mengetahui apakah mereka masih membutuhkan laporan yang
diterima, atau apakah ada yang bisa diperbaiki dari laporan tersebut.
2.2
Audit Internal
2.2.1
Pengertian Audit Internal
Definisi audit internal telah berkembang seiring dengan berjalannya
waktu. Beberapa perkembangan definisi audit internal, diantaranya sebagai
berikut :
Pengertian audit internal menurut Mulyadi (1998) adalah :
“ Audit internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan
(perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya
adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau
tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan
efisiensi
dan
efektivitas
prosedur
kegiatan
organisasi,
serta
menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai
bagian organisasi.”
Pengertian audit internal menurut Hiro (2008) adalah :
“Internal auditing atau pemeriksaaan internal adalah suatu fungsi
penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan
mengevalusi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.”
Menurut Sawyer (2005) definisi audit internal adalah sebagai berikut :
“Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif
yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang
berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1)
informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2)
34
risiko
yang
dihadapi
perusahaan
telah
didentifikasi
dan
diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur
internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang
memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara
efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara
efektif, semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan
manajemen
dan
membantu
organisasi
dalam
menjalankan
tanggungjawabnya secara efektif.”
Definisi ini tidak hanya mencakup peranan dan tujuan auditor internal,
tetepai juga mengakomodasikan kesempatan dan tanggung jawab. Definisi
tersebut juga memadukan persyaratan-persyaratan signifikan yang ada di standar
dan menangkap lingkup yang luas dari auditor internal modern yang lebih
menekankan pada penambahan nilai dan semua hal yang berkaitan dengan risiko,
tata kelola dan kontrol.
Profesi sebagai audit internal disebut audit internal, yang menurut Mulyadi
(2002) didefinisikan sebagai berikut :
“Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang
tugas pokoknya adalah menentukan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh
manajemen puncak telah dipenuhi, menetapkan baik atau tidaknya
penjagaan terhadap kekayaan organisasi, serta menentukan keandalan
informasi.”
The Institute of Internal Auditors telah memberikan definisi baru tentang
audit internal dalam Hiro (2008) sebagai berikut:
“Internal auditing is independent, objective assurance and consulting
activity designed to add value and improve an organization’s
operations. It helps an organization accomplish its objectives by
35
bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve
the effeectiveness of risk management, control and govvernance
processes.”
Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa audit internal adalah suatu
aktivitas independen dalam suatu perusahaan
yang memberikan jaminan
keyakinan yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta
meningkatkan kegiatan operasional perusahaan. Audit internal membantu
organisasi dalam usaha mencapai tujuannya dengan cara memberikan suatu
pendekatan disiplin yang sistematik untuk mengevaluasi dan meningkatkan
keefektifan manajemen risiko, pengendalian dan proses pengaturan dan
pengelolaan organisasi.
2.2.2
Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal
Tujuan dari pengendalian internal adalah untuk membantu manajemen
dalam menjalankan tugas untuk mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan
perusahaan, yaitu membantu manajemen menjalankan tugasnya, dengan cara
menyediakan informasi tentang kelayakan keefektifan dari pengendalian internal
suatu perusahaan dimana akan menggambarkan kualitas dari suatu aktivitas
perusahaan.
Menurut Hiro (2006) tujuan dari audit internal adalah sebagai berikut:
“Membantu para anggota organisasi agar dapat menyelesaikan
tanggungjawabnya secara efektif. Untuk tujuan tersebut, audit internal
menyediakan bagi mereka analisis, penilaian, rekomendasi, nasihat
dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa.”
36
Sedangkan ruang lingkup audit internal menurut The Institute of Internal
Auditors (IIA) dalam Hiro (2008) adalah sebagai berikut:
“The scope of interna auditor work encompass a systematic:
disciplined appoach to evaluating and improving the adequacy and
effectiveness of risk management, control and governance process and
the quality of performance in carrying out assigned responsibilities.”
Yang artinya ruang lingkup kerja auditor internal mencakup suatu
pendekatan: disiplin sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan kecukupan
dan efekktivitas manejemen risiko, pengendalian dan proses governance dan
kualitas kinerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang ditugaskan.
Ruang lingkup audit internal mencakup semua hal yang berhubungan
dengan pekerjaan audit dan harus dilaksanakan dengan baik dan benar. Dalam hal
ini manajemen akan memberikan arahan secara global mengenai ruang lingkup
pekerjaan dan kegiatan yang akan diaudit.
Ruang lingkup audit dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1. Fungsi dan tujuan audit
Fungsi audit internal diatur menurut kebijakan manajemen dan
direksi. Audit internal sebagai suatu alat manajemen yang berfungsi
untuk menilai semua aktivitas perusahaan.
2. Tanggung jawab audit
Audit internal bertangggungjawab untuk mengarahkan manjemen agar
sistem yang berlaku pada perusahaan berjalan efektif dan ditaatinya
kebijakan-kebijakan yang berlaku umum.
37
3. Mengevaluasi keefektivan pengendalian internal
Manajemen dan direksi sebaiknya mengadakan konsultasi kepada
bagian audit internal untuk melakukan pengevaluasian terhadap
kelengkapan dan keefektivan pengendalian intern agar tercapainya
tujuan perusahaan.
2.2.3
Fungsi dan Tanggung Jawab Audit Internal
Menurut Mulyadi (1998) mendefinisikan fungsi audit internal adalah:
“Menyediakan jasa analisis dan evaluasi juga memberikan keyakinan
dan rekomendasi serta informasi lain kepada manajemen dan dewan
komisaris
serta
pihak
lain
yang
memiliki
wewenang
dan
tanggungjawab yang setara.”
Fungsi audit internal yang terperinci dan relatif lengkap menunjukkan
bahwa aktivitas audit internal harus diterapkan secara menyeluruh terhadap
seluruh aktivitas perusahaan, sehingga tidak hanya terbatas pada audit atas
catatan-catatan akuntansi.
Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004) adalah
sebagai berikut :
“Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit
internal secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan
fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi organisasi.”
Fungsi dari audit internal dapat dikatakan lebih merupakan fungsi staf
karena auditor tidak mempunyai tanggungjawab langsung pada organisasi. Fungsi
dari audit internal meliputi penilaian kelayakan efektivitas pengendalian internal
yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan penilaian terhadap para petugas yang
38
melaksanakannya. Ukuran yang biasa dijadikan dasar penilaian antar lain
prosedur-prosedur perusahaan yang telah ditetapkan, kebijakan-kebijakan
perusahaan, standar yang telah ditentukan dan peraturan-peraturan pemerintah
yang berlaku umum.
Divisi audit internal merupakan bagian integral dari organisasi dan
berfungsi sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh manajemen
senior dan dewan. Tujuan, kewenangan, dan tanggungjawab divisi audit internal
harus dinyatakan dalam dokumen tertulis yang formal, misalnya dalam anggaran
organisasi. Anggaran organisasi harus menerangkan tentang tujuan divisi audit
internal, menegaskan lingkup pekerjaan yang tidak dibatasi, dan menyatakan
bahwa divisi audit internal tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab
dalam kegiatanyang mereka periksa.
2.3
Fraud (Kecurangan)
Pada umumnya dikenal dua tipe kesalahan menurut Singleton (2010),
yaitu kekeliruan (errors) dan ketidakberesan (irregularities), Errors merupakan
kesalahan yang timbul sebagai akibat tindakan yang tidak disengaja yang
dilakukan manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan
teknis perhitungan, pemindah bukuan, dan lain-lain. Sedangkan irregularities
merupakan kesalahan yang sengaja dilakukan oleh manajemen atau karyawan
perusahaan yang mengakibatkan kesalahan material terhadap penyajian laporan
keuangan.
Dalam istilah sehari-hari fraud dapat diartikan dengan istilah pencurian,
pemerasan, penggelapan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan, kelalaian, dan
39
lain-lain. Untuk lebih jelasnya, perlu diketahui pengertian fraud, faktor-faktor
yang mendorong terjadinya fraud serta pencegahan yang dilakukan untuk
mengantisipasi terjadinya fraud.
2.3.1
Definisi Fraud
Fraud merupakan salah satu bentuk irregularities. Secara singkat fraud
dinyatakan sebagai suatu penyajian yang palsu atau penyembunyian fakta yang
material yang menyebabkan seseorang memiliki sesuatu.
Sedangkan Menurut Hiro (2008) fraud didefinisikan sebagai suatu
penyimpangan atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan secara sengaja
untuk tujuan tertentu. Menipu atau memberikan yang keliru untuk keuntungan
pribadi atau kelompok secara tidak fair, baik secara langsung maupun tidak
langsung merugikan pihak lain.
Definsi lain dikemukakan oleh The Institute of Internal Auditors dalam
Soejono (2000) sebagai berikut:
“Kecurangan mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan ilegal yang
bercirikan penipuan yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan
atau kerugian organisasi oleh seorang di luar atau di dalam organisasi”.
Definsi lain dari Hall (2001) adalah sebagai berikut:
“Kecurangan sebagai kebohongan yang disengaja, ketidakbenaran dalam
melaporkan aktiva perusahaan atau manipulasi data keuangan bagi
keuntungan pihak yang melakukan manipulasi tersebut.”
Kecurangan sendiri dapat diartikan dengan pencurian, pemerasan,
penggelapan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan, kelalaian dan lain-lain.
Fraud menunjuk pada penyajian fakta yang bersifat material secara salah yang
40
dilakukan oleh satu pihak kepihak lain dengan tujuan membohongi dan
mempengaruhi pihak lain untuk bergantung pada fakta tersebut, fakta yang akan
merugikannya dan berdasarkan hukum yang berlaku, suatu tindakan yang curang
harus memenuhi lima kondisi ini:
1. Penyajian yang salah, harus terdapat laporan yang salah atau tidak
diungkapkan.
2. Fakta yang sifatnya material, suatu fakta harus merupakan faktor yang
substansial yang mendorong seseorang untuk bertindak.
3. Tujuan, harus terdapat tujuan untuk menipu atau pengetahuan bahwa
laporan tersebut salah.
4. Ketergantungan yang dapat dijustifikasi, penyajian yang salah harus
merupakan faktor yang substansial yang menyebabkan pihak lain
merugi karena ketergantungannya.
5. Perbuatan tidak adil atau
kerugian, kebohongan tersebut telah
menyebabkan ketidakadilan atau keruggianbagi korban kecurangan.
2.3.2
Faktor-faktor Terjadinya Fraud
Menurut Arens et al. (2008) Tiga kondisi kecurangan yang berasal dari
pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva diuraikan dalam
SAS 99 (AU 316). Fraud Triangle (Segitiga Fraud) ada 3 hal yang mendorong
terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu pressure (dorongan), opportunity (peluang),
dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar berikut ini:
41
Gambar 2.1 Fraud Triangle
1. Pressure
Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud,
contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah,
ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya
fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang
hanya terdorong oleh keserakahan. Sawyer (2004) mengemukakan
beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pegawai/manajemen berada
pada tekanan situasional yang berat, yaitu antara lain :
1) Tekanan Keuangan
a. Judi, konsumsi obat terlarang, pola hidup boros/mewah
b. Utang yang besar atau pendapatan kecil yang diperoleh
c. Beban keuangan akibat suatu kerugian
d. Biaya pengobatan yang besar yang harus ditanggung
e. Biaya hidup yang tinggi karena extra marital affairs
f. Tekanan keluarga untuk berhasil secara ekonomi
2) Tekanan non keuangan
a. Tantangan untuk menaklukan sistem
42
b. Interferensi kepentingan politik
c. Perrsaingan yang keras dan cenderung tidak sehat diantara
pegawai manajemen
d. Ketidakpuasaan kerja
2. Opportunity
Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya
disebabkan karena pengendalian internal suatu organisasi yang lemah,
kurangnya pengawasan, dan penyalahgunaan wewenang. Di antara 3
elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling
memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur,
dan kontrol dan upaya deteksi dini terhadap fraud. Adapun faktor-faktor
yang dapat meningkatkan adanya peluang atau kesempatan seseorang
berbuat kecurangan menurut Hiro (2008), antara lain:
1) Sistem penegendalian intern yang lemah.
2) Karena tidak mampu menilai kualitas kerja.
3) Kurang atau tidak adanya akses terhadap informasi.
4) Gagal mendisiplinkan atau memberikan sanksi pada pelaku
kecurangan.
5) Lalai, apatis.
6) Kurang atau tidak adanya audit trail (jejak audit).
3. Rationalization
Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana
pelaku mencari pembenaran atas tindakannya. Menurut Menurut Hiro
43
(2008) faktor- faktor yang mendorong seseorang mencari pembenaran
(rationanalization) atas tindakannya melakukan kecurangan, antara lain:
1) Mencontoh atasan atau teman sekerja.
2) Merasa sudah berbuat banyak kepada perusahaan.
3) Menganggap bahwa yang diambil tidak seberapa.
4) Dianggap meminjam, pada waktunya akan dikembalikan.
Sedangkan menurut Soejono Karni (2000), menyatakan pendapatnya
tentang faktor pendorong terjadinya kecurangan sebagia berikut:
a) Lemahnya pengendalian internal
Manajemen tidak menekankan perlunya peranan pengendalian
internal.
Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan.
Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadinya conflict
of interest.
Internal auditor tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para
eksekutif yang menyangkut pengeluaran yang besar.
b) Tekanan keuangan terhadap seseorang
Banyak hutang.
Pendapatan rendah.
Gaya hidup mewah.
c) Tekanan non financial
Tuntutan pimpinan di luar kemampuan karyawan.
44
Direktur utama menetapkan satu tujuan yang harus dicapai tanpa
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada bawahannya.
Penurunan penjualan.
d) Indikasi lain
Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai.
Meremehkan integritas pribadi.
Kemungkinan koneksi dengan orang kriminal.
2.3.3
Tanda-tanda Terjadinya Fraud
Fraud dapat ditangani sedini mungkin oleh manajemen atau pemeriksaan
internal apabila jeli dalam melihat tanda-tanda fraud tersebut. Menurut Amin
(2001) menyatakan bahwa beberapa tanda-tanda fraud:
1. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan
tahun-tahun sebelumnya.
2. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.
3. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan.
4. Pengendalian operasi yang tidak baik.
5. Situasi karyawan yang sedang dalam tekanan.
2.3.4
Gejala Fraud
Gejala tindakan fraud terdiri dari ketidaknormalan catatan akuntansi,
pengendalian internal yang rendah, ketidaknormalan dalam menganalisis,
45
perubahan gaya hidup, perilaku yang tidak biasa dan tips serta keluhan (Albrecht,
2003).
Gejala yang terjadi dalam tindakan penyimpangan laporan keuangan
terdiri dari ketidaknormalan laporan keuangan, pertumbuhan yang cepat, laba
yang tidak biasa, kelemahan dalam pengendalian internal, sifat agresif dari
eksekutif manajemen, obsesi atas harga jual saham dari eksekutif manajemen dan
micromanagement yang dilakukan oleh eksekutif manajemen. Redflag yang
biasanya terjadi dalam bentuk penyimpangan ini disebabkan karena gaya
manajemen atau karakter dari eksekutif utama.
Menurut Hiro (2008) manajemen dan internal auditor harus jeli melihat
tanda-tanda atau gejala kecurangan, yaitu antara lain:
a) Terdapat perbedaan angaka laporan keuangan yang mencolok dengan
tahun-tahun sebelumnya.
b) Perbedaan antara Buku Besar dengan Buku Tambahannya.
c) Perbedaan yang terungkapkan dari hasil konfirmasi.
d) Transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai.
e) Transaksi yang tidak diacatat sesuai dengan otorisasi manajemen baik
yang khusus maupun yang umum.
f) Terdapat perbedaan kepentingan pada tugas pekerjaan karayawan.
Tanda awal (red flags) terjadinya kecurangan sebagai berikut :
1. Situasi pribadi yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidak
diharapakan, seperti dililit hutang dan menderita sakit berat.
46
2. Keadaan perusahaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang
tidak semestinya, seperti kesulitan ekonomi, banyaknya hutang,
meningkatnya persaingan dan kredit pinjaman yang terbatas.
3. Risiko pengendalian yang spesifik, seperti satu orang menangani
semua bagian dari suatu transaksi yang penting, supervisi yang buruk,
penugasan dan tanggung jawab yang tidak jelas.
Selain hal-hal diatas, teradapat kondisi- kondisi tertentu yang dapat
memicu terjadinya kecurangan dalam suatu perusahaan. Kondisi-kondisi tersebut
seperti:
1. Sistem pengendalian intern yang tidak memadai seperti manajemen
tidak menekankan perlunya peranan internal contol, manajemen tidak
menindak pelaku fraud, para eksekutif menunjukkan sikap hidup
kemewahan, internal auditor tidak diberikan kewenangan untuk
meyelidiki kegiatan para eksekutif terutama menyangkut pengeluaran
yang besar.
2. Prosedur penerimaan pegawai yang kurang mempertimbangkan
kejujuran dan integritas calon pegawai.
3. Model manajemen dalam perusahaan itu sendiri yang cenderung
mengarah pada hal-hal yang korup, kurang efisien, ataupun tidak
cakap.
4. Karyawan yang terlalu banyak masalah yang belum terselesaikan,
terutama
masalah-masalah
keuangan
pendapatan rendah dan gaya hidup mewah.
seperti
banyak
hutang,
47
2.3.5
Tipe Fraud
Menurut Hiro (2008) jenis-jenis kecurangan meliputi kecurangan-
kecurangan berikut ini:
1. Employee embezzlement atau occupational fraud, yaitu kecurangan
yang dilakukan pegawai karena jabatan atau kedudukannya dalam
organisasi. Yang menjadi korban atau yang dirugikan oleh organisasi
atau perusahaan.
2. Management
fraud,
yaitu
kecurangan
yang
dilakukan
oleh
manajemen, biasanya dengan melakukan penyajian laporan keuangan
yang tidak benar untuk keuntungan organisasi atau perusahaan. Untuk
menarik investor, manajemen merekayasa laporan keuangannya yang
tidak baik menjadi seolah-olah menguntungkan. Yang menjadi korban
adalah publik investor. Bila dampaknya sangat material dan kasusnya
terungkap, dapat mengakibatkan kebangkrutan dan merugikan semua
stakeholder perusahaan. Management fraud ini termasuk dalam
kategori kejahatan kerah putih.
3. Investment scam, yaitu kecurangan yang dilakukan dengan membujuk
investor untuk menanamkan uangnya pada suatu bentuk investasi
dengan janji akan memperoleh hasil investasi yang berlipat dalam
waktu cepat. Untuk meyakinkan investor, pada awal mulai investasi
investor diberikan hasil seperti yang dijanjikan, tetapi pada waktu
kemudian macet.
48
4. Vendor fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan oleh pemasok atau
organisasi yang menjual barang/jasa dengan harga yang terlalu tinggi
dengan kualitasnya, atau barang/jasanya tidak direalisasikan walaupun
pembeli telah membayar. Korbannya adalah pembeli. Jika pembelinya
adalah suatu organisasi atau perusahaan, penjual sering memberikan
pengembalian kepada petugas pembelian, karena vendor fraud sering
dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan pejabat terkait.
5. Customer
fraud,
pembeli/pelanggan.
yaitu
kecurangan
Pemebeli
yang
tidak/kurang
dilakukan
membayar
oleh
harga
barang/jasa yang diterima, korbannya adalah penjual.
6. Computer fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan dengan cara
merusak program komputer, file data, sistem operasi, alat atau media
yang digunakan dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi yang
sistem komputernya dimanipulasi.
Sedangkan, menurut Association of Certified Fraud Examinations (2000),
salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam
pencegahan dan pemberantasan kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam
tiga kelompok sebagai berikut:
a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan
yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan
keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat
bersifat finansial atau kecurangan non finansial.
49
b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation),
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam Kecurangan Kas dan
Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya serta pengeluaranpengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).
c. Korupsi (Corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE,
bukannya
pengertian
korupsi
menurut
UU
Pemberantasan
TPK
diIndonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan
kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal
gratuity), dan pemerasan (economic extortion).
Fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum, dan audit investigatif
biasanya melakukan pemetaan terhadap occupational fraud (fraud dalam
hubungan kerja) dalam proses investigasinya. Ada juga istilah lain yang sering
kali digunakan untuk menggambarkan suatu jenis fraud yakni kejahatan kelar
putih atau white-collar crime.
Secara skematis The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)
menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini
menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting
dan anak rantingnya, berikut adalah gambar fraud tree:
50
Gambar 2.2 Fraud Tree
51
Di dalam tindakan korupsi terdapat contoh-contoh kecurangan yang
berkaitan dengan konflik kepentingan, yaitu:
1. Bribery atau penyuapan merupakan tindakan pemberian atau penerimaan
sesuatu yang bernilai dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan orang
yang menerima.
2. Kickback merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana penjual dengan
ikhlas memberikan sebagain hasil penjualanya kembali ke pembeli.
3. Bid rigging adalah skema dimana karyawan membantu sebuah vendor
untuk memenangkan suatu kontrak dengan perusahaan.
4. Illegal gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk
terselubung dari penyuapan.
Dalam tindakan asset misappropriation atau pengambilan aset secara
illegal terdapat berbagai 3 bentuk skema modus operandinya seperti yang
digambarkan dalam fraud tree. Skema tersebut adalah:
1. Skimming, yaitu pencurian atau penjarahan uang sebelum uang tersebut
secara fisik masuk ke perusahaan atau dicatat didalam pembukuan.
2. Larceny, yaitu pencurian atau penjarahan uang dimana uang tersebut
secara fisik telah masuk ke perusahaan, hal ini berkaitan erat dengan
lemahnya pengendalian internal suatu perusahaan.
3. Fraudulent disbursement, yaitu pencurian melalui pengeluaran yang tidak
sah. Dan terbagi lagi dalam berbagai bentuk yaitu:
a. Billing scheme, yaitu skema dengan menggunakan proses billing atau
pembebanan
tagihan
sebagai
sarananya.
Pelaku
mendirikan
52
“perusahaan bayangan” (shell company) yang seolah-olah sebagai
vendor perusahaan.
b. Payroll scheme, yaitu skema permainan melalui pembayaran gaji.
Dengan cara membuat karyawan fiktif (ghost employee) atau dalam
pemalsuan jumlah gaji atau jumlah jam kerja.
c. Expense reimbursement schemes, yaitu skema dengan pembayaran
kembali
biaya-biaya.
Yaitu
dengan
cara
menyamarkan
jenis
pengeluaran sehingga perusahaan mau mengganti biaya tersebut atas
pengeluaran yang tidak diganti dan pengeluaran yang fiktif.
d. Check tampering, yaitu skema permainan melalui pelmasuan cek. Hal
yang dipalsukan bisa tanda tangan yang memiliki otoritas, atau
endorsement-nya, atau nama kepada siapa cek dibayarkan.
e. Register disibursement adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam
cash register. Yaitu dengan false refund yaitu, penggelapan dengan
seolah-olah ada pelanggan
yang mengembalikan barang dan
perusahaan memberikan refund. Yang kedua adalah false void, hampir
sama dengan false refund namun yang dipalsukan adalah pembatalan
penjualan.
f. Pass-through vendors, yaitu skema yang hampir sama dengan shell
company, tetapi dalam skema ini vendor mengirimkan barang yang
dipesan, tetapi harga yang dibayar terlalu tinggi. Pelaku membuat
perusahaan semu untuk menipu karyawan agar membayar sejumlah
barang atau jasa yang dipesan dan kelebihannya diambil untuk pelaku
53
Jenis kecurangan fraudulent Statement berkenaan dengan penyajian
laporan keuangan sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat, atau para LSM,
namun tidak menjadi perhatian akuntan forensik. Fraud dalam menyusun laporan
keuangan dapat berupa salah saji ( misstatement baik overstatement maupun
understatement).
Albrecht (2003) mengungkapkan jenis-jenis kecurangan yang berkaitan
dengan penerimaan dan persediaan, sebagai berikut:
1. Related – party transaction, yaitu perjanjian bisnis yang dilakukan oleh
kedua belah pihak yang telah memiliki hubungan sebelumnya, sehingga
timbul konflik kepentingan.
2. Sham sales, yaitu berbagai jenis penjualan palsu.
3. Bill and hold sales, yaitu pemesanan atas barang yang masih disimpan
oleh pemasok, kecurangan ini terjadi karena pembeli belum siap membeli
barang tersebut.
4. Side agreements, adalah syarat dan perjanjian penjualan yang dibuat diluar
dari ketentuan yang biasanya, hal ini menjadi kecurangan, ketika
perjanjian tersebut merusak syarat dan ketentuan atas kontrak yang
berjalan sehingga melanggar kriteria pengakuan pendapatan.
5. Consignment sales, transaksi dimana salah satu perusahaan menahan dan
menjual barang yang dimiliki oleh perusahaan lain.
6. Channel stuffing, suatu praktik dimana pemasok membujuk konsumen
untuk membeli ekstra peersediaan dan tidak melakukan pengungkapan.
54
7. Lapping or kiting, praktik dimana penerimaan kas disalah-gunakan untuk
menyembunyikan penerimaan fiksi.
8. Redating or refreshing transaction, yaitu tindakan yang berhubungan
dengan mengubah tanggal penjualan.
9. Liberal return policies, yaitu tindakan memperbolehkan customer untuk
mengembalikan dan membatalkan penjualan di masa datang.
10. Partial shipment, adalah kecurangan yang melibatkan pencatatan penuh
atas penjualan ketikan barang yang diterima hanya sebagian.
11. Improper cutoff, terjadi ketika suatu transaksi dicatat di periode yang
salah.
12. Round – tipping, kecurangan yang melibatkan penjualan aset yang tidak
digunakan dan menjanjikan akan membeli aset yang sama atau sejenis
dengan harga yang sama.
Albrecht (2003) juga mengungkapkan cara-cara untuk memanipulasi
liabilities, sebagai berikut:
1. Understating account payable, yang dapat dilakukan dengan kombinasi
dari tidak mencatat pembelian atau mencatat pembelian setelah akhir
tahun, melebihkan retur pembelian atau diskon pembelian, dan membuat
liabities seolah-olah telah dibayar atau dihapus.
2. Understating accrued liabilities, tidak melakukan pencatatan atas accrued
liabities yang seharusnya dilakukan di akhir tahun.
3. Recognizing unearned revenue (liability) as earned revenue, perusahaan
yang menerima pembayaran dimuka akan melakukan pencatatan atas
55
penerimaan dan mengakui pendapatan daripada mengakui sebagai
kewajiban.
4. Underrecording future obligation, tindakan menurunkan pencatatan
kewajiban berupa garansi atau service.
5. Not recording or underrecording various type of debt, dapat berupa
tindakan tidak mencatat atau merendahkan hutang kepada pihak ketiga,
melakukan peminjaman tapi tidak dilakukan pengungkapan, tidak
mencatat pinjaman yang terjadi, dan mengakui bahwa hutang yang ada
telah dilupakan dan dihapus oleh kreditor.
2.3.6
Pendeteksian Fraud Asset Missappropriation
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, risiko yang dihadapi perusahaan di
antaranya adalah Integrity risk, yaitu risiko adanya kecurangan oleh manajemen
atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak penyimpangan lainnya
yang dapat mengurangi nama baik atau reputasi perusahaan di dunia usaha, atau
dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Adanya risiko tersebut mengharuskan auditor internal untuk menyusun
tindakan
pencegahan/prevention
untuk menangkal
terjadinya
kecurangan
sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya.
Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, auditor internal harus
memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangankecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir
terhadap semua kecurangan.
Masing-masing jenis kecurangan memiliki
karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu
56
kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin
timbul dalam perusahaan.
Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-bukti sifatnya
tidak langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh
munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup atau
perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan
ataupun kecurigaan dari rekan bekerja. Pada awalnya, kecurangan ini akan
tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan
kondisi/keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakterikstik yang
bersifat kondisi situasi tertentu, perilaku/kondisi seseorang personal tersebut
dinamakan Redflag (Fraud indicators). Meskipun timbulnya red flag tersebut
tidak selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya
selalu muncul disetiap kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan analisis
lebih lanjut terhadap Red flag tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk
memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan.
Assets Misappropriation yang meliputi penyalahgunaan aset atau harta
perusahaan atau pihak lain. Ini adalah bentuk fraud yang paling mudah dideteksi
karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
Pendeteksian fraud assets misappropriation dapat dideteksi dengan gejala-gejala
(reds flag) fraud yaitu penggelapan pendapatan perusahaan, penyalahgunaan aset
berwujud milik perusahaan, pencurian persediaan dan aset lainnya, dan
pembayaran fiktif (Erwin Antoni,2011).
57
Menurut Amrizal (2004)
teknnik untuk mendeteksi fraud assets
misappropriation sangat banyak variasinya. Metode tersebut dapat memberi
peringatan pada auditor akan adanya potensi terjadinya fraud di masa mendatang.
1) Analytical review
Suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan
ketidakbiasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai
contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan
dengan penjualan bersihnya yang dapat mengindikasikan adanya
pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah biala dibandingkan
dengan tingkat penjualannya. Metode analitis lainnya adalah
perbandingan pembelian persediaan bahan baku dengan tahun
sekarang
yang
mungkin
mengindikasikan
adanya
kecurangan
overbilling scheme atau kecurangan pembelian ganda.
2) Statistical sampling
Sebagaimana persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara
sampling untuk menentukan ketidakbiasaan (irregularities), metode
deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu atributnya,
misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar alamat PO BOX akan
mengungkapkan adanya pemasok fiktif Vendor or outsider complaints
atau keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat
deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
58
3) Site visit – observation
Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya
pengendalian internal di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap
bagaimana transaksi akuntansi dilaksanakan kadangkala akan memberi
peringatan pada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai
potensi bermasalah.
Penelitian
Steve Albercht et al (2003) pendeteksian fraud assets
misappropriation itu dapat dilakukan dari beberapa cara yaitu :
a. Anomali akuntansi, seperti catatan jurnal rusak ketidakakuratan dalam
buku besar, atau dokumen fiktif
b. Kelemahan pengendalian internal
c. Gejala penipuan analitis, yang meliputi prosedur atau hubungan yang
tidak biasa atau tidak masuk akal, misalnya, transaksi atau kejadian
yang terjadi pada waktu yang aneh atau tempat yang dilakukan oleh
atau melibatkan orang-orang yang biasanya tidak berpartisipasi; atau
yang mencakup prosedur aneh dan kebijakan. Mereka juga mungkin
termasuk jumlah transaksi yang terlalu besar atau terlalu kecil.
d. Gaya hidup (gejala orang yang melakukan fraud biasanya memenuhi
kebutuhan langsung mereka dan kemudian secara bertahap mulai
meningkatkan gaya hidup mereka)
e. Perilaku yang tidak biasa (orang yang terlibat dalam penipuan sering
merasa stres dan sebagai hasilnya, mengubah prilaku mereka untuk
mengatasi stres ini)
59
f. Tips dan keluhan bahwa ada sesuatu yang mencurigakan
2.4
Kerangka Pemikiran
Gambar dibawah ini menunjukkan kerangka pemikiran yang dibuat dalam
penelitian mengenai peranan pengendalian internal dalam pendeteksian fraud
assets misappropriation (studi pada PT. Pupuk Kujang Tbk).
Gambar 2.3
Model Penelitian
PENGENDALIAN
INTERNAL
(X)
2.5
PENDETEKSIAN
FRAUD ASSETS
MISAPPROPRIATION
(Y)
Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Sugiyono (2008) adalah: “jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian”. Dikatakan sementara karena jawaban atau
kesimpulan yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan, belum
berdasarkan pada fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Dari uraian diatas, penulis mengemukakan suatu hipotesis, bahwa:
H1 :
Pengendalian Internal tidak berperan dalam pendeteksian fraud assets
misappropriation.
H2 :
Pengendalian Internal berperan dalam pendeteksian
misappropriation.
fraud assets