LATAR BELAKANG
Lingkungan adalah hal yang sedang marak diperbincangkan dan diperhatikan oleh berbagai pihak khususnya pemerintah. Masyarakat mulai sadar bahwa kelestarian lingkungan penting untuk keberlangsungan kehidupan dimasa depan. Besarnya kebutuhan manusia di bumi sekarang mendorong manusia untuk mengambil kekayaan alam secara terus manerus. Kekayaan alam yang selalu diambil tersebut bersifat tidak terbarukan dan kelamaan akan habis. Karena itu muncul peraturan-peraturan yang mengatur tentang lingkungan serta kekayaan alam agar tidak dieksploitasi dan rusak.
Salah satu peraturan yang merujuk pada lingkungan yang ada di Indonesia adalah AMDAL. AMDAL ini mengkaji tentang kegiatan-kegiatan dan dampak nya terhadap lingkungan. Sehingga kerusakan lingkungan dapat sedikit terkurangi.
PENGERTIAN AMDAL
AMDAL adalah singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL sendiri merupakan suatu kajian mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan/proyek, yang dipakai pemerintah dalam memutuskan apakah suatu kegiatan/proyek layak atau tidak layak lingkungan. Kajian dampak positif dan negatif tersebut biasanya disusun dengan mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat.
Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak lingkungan, jika berdasarkan hasil kajian AMDAL, dampak negatif yang timbulkannya tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga, jika biaya yang diperlukan untuk menanggulangi dampak negatif lebih besar daripada manfaat dari dampak positif yang akan ditimbulkan, maka rencana kegiatan tersebut dinyatakan tidak layak lingkungan. Suatu rencana kegiatan yang diputuskan tidak layak lingkungan tidak dapat dilanjutkan pembangunannya.
Bentuk hasil kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL yang terdiri dari 5 (lima) dokumen, yaitu:
Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Dokumen Ringkasan Eksekutif
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL):
KA-ANDAL adalah suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkup serta kedalaman kajian ANDAL. Ruang lingkup kajian ANDAL meliputi penentuan dampak-dampak penting yang akan dikaji secara lebih mendalam dalam ANDAL dan batas-batas studi ANDAL. Sedangkan kedalaman studi berkaitan dengan penentuan metodologi yang akan digunakan untuk mengkaji dampak. Penentuan ruang lingkup dan kedalaman kajian ini merupakan kesepakatan antara Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai AMDAL melalui proses yang disebut dengan proses pelingkupan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL):
ANDAL adalah dokumen yang berisi telaahan secara cermat terhadap dampak penting dari suatu rencana kegiatan. Dampak-dampak penting yang telah diindetifikasi di dalam dokumen KA-ANDAL kemudian ditelaah secara lebih cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Telaah ini bertujuan untuk menentukan besaran dampak. Setelah besaran dampak diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi terhadap keterkaitan antara dampak yang satu dengan yang lainnya. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk menentukan dasar-dasar pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL):
RKL adalah dokumen yang memuat upaya-upaya untuk mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang bersifat negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan hasil arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL.
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL):
RPL adalah dokumen yang memuat program-program pemantauan untuk melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang berasal dari rencana kegiatan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk mengevaluasi efektifitas upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap peraturan lingkungan hidup dan dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi prediksi dampak yang digunakan dalam kajian ANDAL.
Ringkasan Eksekutif:
Ringkasan Eksekutif adalah dokumen yang meringkas secara singkat dan jelas hasil kajian ANDAL. Hal hal yang perlu disampaikan dalam ringkasan eksekutif biasanya adalah uraian secara singkat tentang besaran dampak dan sifat penting dampak yang dikaji di dalam ANDAL dan upaya-upaya pengelolaan dan pemantuan lingkungan hidup yang akan dilakukan untuk mengelola dampak-dampak tersebut.
PIHAK YANG TERKAIT DALAM AMDAL
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses AMDAL adalah Pemerintah, pemrakarsa, masyarakat yang berkepentingan. Peran masing-masing pemangku kepentingan tersebut secara lebih lengkap adalah sebagai berikut:
Pemerintah
Pemerintah berkewajiban memberikan keputusan apakah suatu rencana kegiatan layak atau tidak layak lingkungan. Keputusan kelayakan lingkungan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan rakyat dan kesesuaian dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Untuk mengambil keputusan, pemerintah memerlukan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, baik yang berasal dari pemilik kegiatan/pemrakarsa maupun dari pihak-pihak lain yang berkepentingan. Informasi tersebut disusun secara sistematis dalam dokumen AMDAL. Dokumen ini dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL untuk menentukan apakah informasi yang terdapat didalamnya telah dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dan untuk menilai apakah rencana kegiatan tersebut dapat dinyatakan layak atau tidak layak berdasarkan suatu kriteria kelayakan lingkungan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
Pemrakarsa
Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Pemrakarsa inilah yang berkewajiban melaksanakan kajian AMDAL. Meskipun pemrakarsa dapat menunjuk pihak lain (seperti konsultan lingkungan hidup) untuk membantu melaksanakan kajian AMDAL, namun tanggung jawab terhadap hasil kajian dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan AMDAL tetap di tangan pemrakarsa kegiatan.
Masyarakat yang berkepentingan
Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh oleh segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL. Masyarakat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam AMDAL yang setara dengan kedudukan pihak-pihak lain yang terlibat dalam AMDAL. Di dalam kajian AMDAL, masyarakat bukan obyek kajian namun merupakan subyek yang ikut serta dalam proses pengambilan keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan AMDAL. Dalam proses ini masyarakat menyampaikan aspirasi, kebutuhan, nilai-nilai yang dimiliki masyarakat dan usulan-usulan penyelesaian masalah untuk memperoleh keputusan terbaik.
Dalam proses AMDAL masyarakat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu;
Masyarakat terkena dampak: masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana kegiatan (orang atau kelompok yang diuntungkan (beneficiary groups), dan orang atau kelompok yang dirugikan (at-risk groups).
Masyarakat Pemerhati: masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap kegiatan maupun dampak-dampak lingkungan yang ditimbulkan.
MANFAAT AMDAL
AMDAL bermanfaat untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan agar layak secara lingkungan. Dengan AMDAL, suatu rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, dan mengembangkan dampak positif, sehingga sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (sustainable).
Bagi pemerintah, AMDAL bermanfaat untuk:
Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pemborosan sumber daya alam secara lebih luas.
Menghindari timbulnya konflik dengan masyarakat dan kegiatan lain di sekitarnya.
Menjaga agar pelaksanaan pembangunan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Bahan bagi rencana pengembangan wilayah dan tata ruang.
Bagi pemrakarsa, AMDAL bermanfaat untuk:
Menjamin keberlangsungan usaha dan/atau kegiatan karena adanya proporsi aspek ekonomis, teknis dan lingkungan.
Menghemat dalam pemanfaatan sumber daya (modal, bahan baku, energi).
Dapat menjadi referensi dalam proses kredit perbankan.
Memberikan panduan untuk menjalin interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar sehingga terhindar dari konflik sosial yang saling merugikan.
Sebagai bukti ketaatan hukum, seperti perijinan.
Bagi masyarakat, AMDAL bermanfaat untuk:
Mengetahui sejak dini dampak positif dan negatif akibat adanya suatu kegiatan sehingga dapat menghindari terjadinya dampak negatif dan dapat memperoleh dampak positif dari kegiatan tersebut.
Melaksanakan kontrol terhadap pemanfaatan sumberdaya alam dan upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan pemrakarsa kegiatan, sehingga kepentingan kedua belah pihak saling dihormati dan dilindungi.
Terlibat dalam proses pengambilan keputusan terhadap rencana pembangunan yang mempunyai pengaruh terhadap nasib dan kepentingan mereka.
PROSEDUR AMDAL
Prosedur AMDAL terdiri dari:
Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah.
Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL
Proses pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan.
Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
Proses pelingkupan (scoping)
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan.
Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.
Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Persetujuan kelayakan lingkungan
PERATURAN TERKAIT AMDAL
Ada 3 jenis peraturan yang berkaitan dengan AMDAL, yaitu :
PERUNDANG-UNDANGAN
PERATURAN PEMERINTAH
KEPUTUSAN PRESIDEN/MENTRI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERDAPAT 9 PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, ANTARA LAIN :
Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok -pokok Agraria.
Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara RI Tahun 1990 No. 49 Tahun 1990 Tambahan Lembaran Negara No 3419).
Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman
Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
PERATURAN PEMERINTAH
TERDAPAT 9 PERATURAN PEMERINTAH TERKAIT AMDAL , ANTARA LAIN :
Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 1982 Tentang Tata Pengaturan Air.
Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan.
Peraturan Pemerintah RI No 35 Tahun 1991 Tentang Sungai.
Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
KEPUTUSAN PRESIDEN/MENTRI
TERDAPAT SEKITAR 30 PERATURAN, ANTARA LAIN :
Keputusan Presiden RI No 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Keputusan Presiden RI No 75 Tahun 1990 Tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional.
Keputusan Presiden RI No. 552 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988 tentang Pendoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
CONTOH-CONTOH KEGIATAN YANG WAJIB AMDAL
Bidang Multisektor
Bidang Multisektor berisi jenis kegiatan yang bersifat lintas sektor. Jenis kegiatan yang tercantum dalam bidang multisektor merupakan kewenangan Kementerian/Lembaga Pemerintah Nonkementerian terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
No.
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1
Pengambilan air
bawah tanah (sumur
tanah dangkal,
sumur tanah dalam)
≥ 50 liter/detik
(dari satu atau
beberapa sumur
pada kawasan < 10
ha)
Potensi gangguan
terhadap kondisi
lingkungan, antara lain
amblesan tanah (land
subsidence), intrusi air
laut/asin (salt water
intrusion) dan kekeringan
terhadap sumur bor
dangkal/gali yang
dipergunakan masyarakat
sekitar.
2
Pembangunan
bangunan gedung
- Luas lahan, atau
- Bangunan
> 5 ha
>10.000 m2
Besaran diperhitungkan
berdasarkan:
a. Pembebasan lahan.
b. Daya dukung lahan.
c. Tingkat kebutuhan air
sehari-hari.
d. Limbah yang dihasilkan.
e. Efek pembangunan
terhadap lingkungan sekitar (getaran, kebisingan, polusi
udara, dan lain-lain).
f. KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB. (koefisien luas bangunan)
g. Jumlah dan jenis pohon yang mungkin hilang.
h. Konflik sosial akibat pembebasan lahan
(umumnya berlokasi dekat pusat kota yang memiliki kepadatan tinggi).
i.Struktur bangunan
bertingkat tinggi dan Basement menyebabkan masalah dewatering dan
gangguan tiang-tiang
pancang terhadap akuifer sumber air sekitar.
j.Bangkitan pergerakan
(traffic) dan kebutuhan
permukiman dari tenaga kerja yang besar.
k. Bangkitan pergerakan
dan kebutuhan parkir
pengunjung.
l.Produksi sampah, limbah domestik
m. Genangan/banjir lokal.
B. Bidang Pertahanan
No.
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1
Pembangunan Pangkalan TNI AL
Kelas A dan B
a. Kegiatan pengerukan dan reklamasi berpotensi mengubah ekosistem laut dan pantai.
b. Kegiatan pangkalan
Berpotensi Menyebabkan dampak akibat limbah cair dan
sampah padat.
2
Pembangunan Pangkalan TNI AU
Kelas A dan B
Kegiatan pangkalan
Berpotensi menyebabkan dampak
akibat limbah cair,
sampah padat dan
kebisingan pesawat.
Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas militer dengan skala/besaran sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini berpotensi menimbulkan dampak penting antara lain potensi terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat kegiatan operasional dan penggunaan lahan yang cukup luas.
Bidang Pertanian
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas air akibat kegiatan pembukaan lahan, persebaran hama, penyakit dan gulma pada saat beroperasi, serta perubahan kesuburan tanah akibat penggunaan pestisida/herbisida. Disamping itu sering pula muncul potensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik.
Skala/besaran yang tercantum dalam tabel di bawah ini telah memperhitungkan potensi dampak penting kegiatan terhadap ekosistem, hidrologi, dan bentang alam. Skala/besaran tersebut merupakan luasan rata- rata dari berbagai ujicoba untuk masing-masing kegiatan dengan mengambil lokasi di daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi.
No.
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1
Budidaya Tanaman Perkebunan :
a. Semusim dengan
atau tanpa unit
pengolahannya:
1) Dalam kawasan
budidaya non kehutanan, luas
2) Dalam kawasan
hutan produksi yang dapat dikonversi
(HPK), luas
b.Tahunan dengan/tanpa pengolahannya :
1. Dalam kawasan budidaya non kehutanan
2. Dalam kawasan budidaya kehutanan yang dapat dikonversi
> 2.000 ha
>3000 ha
Kegiatan akan berdampak pada ekosistem, hidrologi dan bentang alam
D. Bidang Perikanan dan Kelautan
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tambak udang dan ikan adalah perubahan ekosistem perairan dan pantai, hidrologi, dan bentang alam. Pembukaan hutan mangrove akan berdampak terhadap habitat, jenis dan kelimpahan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang berada di kawasan tersebut. Pembukaan hutan mangrove dimaksud wajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, seperti memperhatikan kelestarian sempadan pantai mangrove, tata cara konversi mangrove yang baik dan benar untuk meminimalisasi dampak, dan lain sebagainya.
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1.
Usaha budidaya
Perikanan
a. Budidaya tambak
a. Rusaknya ekosistem
udang/ikan tingkat
mangrove yang
teknologi maju dan
menjadi tempat
madya dengan atau
pemijahan dan
tanpa unit
pertumbuhan ikan
Pengolahannya
(nursery areas) akan
-
Luas
> 50 ha
mempengaruhi
tingkat produktivitas
daerah setempat.
b. Beberapa komponen
lingkungan yang
akan terkena dampak
adalah: kandungan
bahan organik,
perubahan BOD,
COD, DO, kecerahan
air, jumlah
phytoplankton
maupun peningkatan
virus dan bakteri.
c. Semakin tinggi
penerapan teknologi
maka produksi
limbah yang
diindikasikan akan
menyebabkan
dampak negatif
terhadap
perairan/ekosistem
di sekitarnya.
b.
Usaha budidaya
a. Perubahan kualitas
perikanan
perairan.
terapung (jaring
b. Pengaruh perubahan
apung dan pen
arus dan penggunaan
system):
ruang perairan.
- Di air tawar
c. Pengaruh terhadap
(danau)
estetika perairan.
Luas, atau
> 2,5 ha
d. Mengganggu alur
Jumlah
> 500 unit
pelayaran.
- Di air laut
Luas, atau
> 5 ha
Jumlah
> 1.000 unit
E. Bidang Kehutanan
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap ekosistem hutan, hidrologi, keanekaragaman hayati, hama penyakit, bentang alam dan potensi konflik sosial.
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1.
Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan
a. Usaha
Semua besaran
a. Pemanenan pohon
Pemanfaatan Hasil
dengan diameter
Hutan Kayu
tertentu berpotensi
(UPHHK) dari
merubah struktur
Hutan Alam (HA)
dan komposisi
tegakan.
b. Mempengaruhi
kehidupan satwa
liar dan habitatnya.
b. Usaha
> 5.000 ha
Usaha hutan tanaman
Pemanfaatan Hasil
dilaksanakan melalui
Hutan Kayu
berpotensi
(UPHHK) dari
menimbulkan dampak
Hutan Tanaman
erosi serta perubahan
komposisi tegakan
(menjadi homogen),
satwa liar dan
habitatnya
F. Kegiatan Perhubungan (Transportasi)
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1.
Pembangunan Jalur
berpotensi
Kereta Api, dengan
menimbulkan dampak
atau tanpa
berupa emisi,
stasiunnya
gangguan lalu lintas,
a. Pada permukaan
kebisingan, getaran,
tanah (at-grade),
gangguan pandangan,
Panjang
> 25 km
ekologis, dampak
sosial, gangguan
b. Di bawah
jaringan prasaranan
permukaan tanah
sosial (gas, listrik, air
(underground),
minum,
Panjang
semua besaran
telekomunikasi) serta
dampak perubahan
c. Di atas
kestabilan lahan, land
permukaan tanah
subsidence dan air
(elevated), panjang
> 5 km
tanah
H. Bidang Perindustrian
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1.
Industri semen (yang
Semua besaran
Industri semen dengan
dibuat melalui
Proses Klinker adalah
produksi klinker)
industri semen yang
kegiatannya bersatu dengan
kegiatan penambangan,
dimana terdapat proses
penyiapan bahan
baku, penggilingan bahan
baku (raw mill process),
penggilingan batubara (coal
mill) serta proses
pembakaran dan
pendinginan klinker (rotary
kiln and clinker cooler).
Umumnya dampak yang
ditimbulkan disebabkan
oleh:
a. Debu yang keluar dari
cerobong.
b. Penggunaan lahan yang
luas.
c. Kebutuhan air cukup
besar (3,5 ton semen
membutuhkan 1 ton air).
d. Kebutuhan energi cukup
besar baik tenaga listrik
(110 – 140 kWh/ton) dan
tenaga panas (800 – 900
Kcal/ton).
e. Tenaga kerja besar (+ 1-2
TK/3000 ton produk).
f. Potensi berbagai jenis
limbah: padat (tailing),
debu (CaO, SiO2, Al2O3,
FeO2) dengan radius 2-3
km, limbah cair (sisa
cooling mengandung
minyak
lubrikasi/pelumas),
limbah gas (CO2, SOx,
NOx) dari pembakaran
energi batubara, minyak
dan gas.
I. Bidang Pekerjaan Umum
Beberapa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum mempertimbangkan skala/besaran kawasan perkotaan (metropolitan, besar, sedang, kecil) yang menggunakan kriteria yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku yang mengatur tentang penyelenggaraan penataan ruang (Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang) atau penggantinya.
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1.
Pembangunan
a. termasuk dalam kategori
Bendungan/Waduk
“large dam” (bendungan
atau Jenis
besar)
Tampungan Air
b. Pada skala ini dibutuhkan
lainnya
spesifikasi khusus baik
bagi material dan desain
1) tinggi; atau
> 15 m
konstruksinya
c. pada skala ini diperlukan
quarry/borrow area yang
besar, sehingga berpotensi
menimbulkan dampak
d. jika terjadi failure maka
akan menimbulkan
bencana banjir
2) daya tampung
≥ 500.000 m3
kegagalan bendungan pada
waduk, atau
daya tampung ≥ 500.000 m3
3) luas genangan,
> 200 ha
a. pengadaan tanah untuk
atau
tapak bendungan dan
daerah genangan waduk
memerlukan pembebasan
kawasan yang relatif luas
dan menyangkut
keberlanjutan kehidupan
penduduk dan ekosistem
b. akan mempengaruhi pola
iklim mikro pada kawasan
disekitarnya dan ekosistem
pada daerah hulu dan hilir
bendungan/waduk
J. Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1.
Pembangunan
Perumahan dan
kawasan
Pembangunan
Permukiman dengan
perumahan dan kawasan
pengelola tertentu :
permukiman
a. Kota Metropolitan,
berdasarkan:
luas
> 25 ha
a. Hubungan
antar
b. Kota besar, luas
> 50 ha
kawasan
fungsional
c. Kota sedang dan
sebagai
bagian
kecil, luas
>100 ha
lingkungan
hidup
d. Untuk keperluan
diluar
kawasan
settlement
> 2000 ha
lindung;
transmigrasi
b. Keterkaitan lingkungan
hunian
perkotaan
dengan
lingkungan
hunian perdesaan;
c. Keterkaitan
antara
L. Bidang Pariwisata
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap ekosistem, hidrologi, bentang alam dan potensi konflik sosial.
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1.
a. Kawasan
Berpotensi menimbulkan
Pariwisata
Semua besaran
dampak berupa perubahan
fungsi lahan/kawasan,
b. Taman Rekreasi,
gangguan lalu lintas,
luas
> 100 ha
pembebasan lahan, dan
sampah.
2.
Lapangan golf
Semua besaran
Berpotensi menimbulkan
(tidak termasuk
dampak dari penggunaan
driving range)
pestisida/herbisida, limpasan
air permukaan (run off), serta
kebutuhan air yang relatif
besar.
M. Bidang Ketenaganukliran
Secara umum, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan dan penggunaan teknologi nuklir selalu memiliki potensi dampak dan risiko radiasi. Persoalan kekhawatiran masyarakat yang selalu muncul terhadap kegiatan-kegiatan ini juga menyebabkan kecenderungan terjadinya dampak sosial.
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1.
Pembangunan dan
pengoperasian reaktor
nuklir, yang meliputi:
a. Reaktor Daya
Semua Kapasitas
a. Pada tahap pra
konstruksi yang
meliputi kegiatan
survei dan
pembebasan lahan
akan berpotensi
menimbulkan
masalah sosial yaitu
isu keberterimaan
masyarakat terhadap
proyek
b. Pada tahap
kontruksi yang
meliputi kegiatan
pembangunan
reaktor nuklir akan
mengakibatkan
perubahan mendasar
terhadap: bentang
alam, fungsi
N. Bidang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3)
Kegiatan yang menghasilkan limbah B3 berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, terutama kegiatan yang dipastikan akan mengkonsentrasikan limbah B3 dalam jumlah besar sebagaimana tercantum dalam tabel. Kegiatan-kegiatan ini juga secara ketat diikat dengan perjanjian internasional (konvensi basel) yang mengharuskan pengendalian dan penanganan yang sangat seksama dan terkontrol.
No.
Jenis Kegiatan
Skala/besaran
Alasan ilmiah khusus
1.
Industri jasa pengelolaan
Semua besaran
a. Berpotensi
limbah B3 yang melakukan
menimbulkan
kombinasi 2 (dua) atau lebih
pencemar di udara
kegiatan meliputi:
berupa dioksin
pemanfaatan, pengolahan,
dan furans
dan/atau penimbunan limbah
b. Berpotensi
B3
menimbulkan
penurunan
kualitas udara
ambient (debu,
SOx, NOx, HF, HCl,
As, Cd, Cr, Pb, Hg,
dan Tl)
c. Berisiko terjadinya
lindi dari produk
yang dihasilkan
dan/atau landfill
Yang
menyebabkan
terlepasnya unsur
dan/atau senyawa
berbahaya dan
beracun ke
lingkungan
CONTOH KASUS ATAU PELANGGARAN AMDAL
KASUS I
Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan. Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. “Kalau sebuah kawasan industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda tidak bisa berbuat apa -apa.
Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun yang bisa kami lakukan. Terus terang, Bapedalda adalah instansi yang mandul,” kata Mohammad Wahyudin, Kepala Sub -Bidang Amdal, Bapedalda Semarang, Kamis (1/8), di Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga saat ini belum mempunyai Amdal.
Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri bisa beroperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal. “Bapedalda berkali -kali menelpon pengelola kawasan industri tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen Amdal mereka. Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa kesiapan membuat studi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah,” ujarnya. Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan izin kepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau belum menjalankan studi Amdal.
Menurut dia, hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah. Sikap tidak peduli terhadap masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupun kawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan rutin enam bulan sekali kepada Bapedalda. Wahyudin mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak pernah menyampaikan laporan perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan berdampak pada lingkungan, kepada Bapedalda.
Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di Bugangan Baru. Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak bisa mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri tersebut. Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu diketahui oleh Bapedalda agar instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran yang bisa terjadi. Ia menambahkan, industri kecil, seperti industri mebel, sebenarnya berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering hanya menyoroti industry berskala besar.
(Kompas Agustus)
Pendapat kami :
Setelah kami membaca artikel diatas, baru kami tahu bahwa pelaksanaan studi Amdal di Indonesia masih diabaikan. Bukan saja para pengusaha yang mengabaikannya tetapi pemerintah daerah juga. Kasus diatas merupakan salah satu pelanggaran Amdal yang seharusnya mendapat hukuman sesuai dengan UU dan PP tentang Lingkungan Hidup, tetapi tidak diperhatikan oleh pemerintah daerah.
Menurut kami, pemerintah daerah harus lebih memperhatikan hal ini. Setiap perusahaan yang mau melaksanakan kegiatan proyek atau usahanya harus melakukan studi Amdal lewat Bapedalda dan pemkarsa Amdal. Juga bagi para pemilik perusahaan yang mau melaksanakan kegiatan proyek harus sadar akan pentingnya AMDAL, agar kegiatan tidak mengganggu lingkungan sekitar. Masyarakat sekitar perusahaan juga harus berupaya untuk turut ikut serta dalam kegiatan Amdal yang dilakukan, karena ini akan menjamin keselamatan dan terpeliharanya lingkungan sekitar itu.
KASUS II
Sebanyak 575 dari 719 perusahaan modal asing (PMA) dan perusahaan modal dalam negeri (PMDN) di Pulau Batam tak mengantungi analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) seperti yang digariskan. Dari 274 industri penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), hanya 54 perusahaan yang melakukan pengelolaan pembuangan limbahnya secara baik. Sisanya membuang limbahnya ke laut lepas atau dialirkan ke sejumlah danau penghasil air bersih. “Tragisnya, jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh 274 perusahaan industri di Pulau Batam yang mencapai tiga juta ton per tahun selama ini tak terkontrol.
Salah satu industry berat dan terbesar di Pulau Batam penghasil limbah B3 yang tak punya pengolahan limbah adalah McDermot,” ungkap Kepala Bagian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Batam Zulfakkar di Batam, Senin (17/3). Menurut Zulfakkar, dari 24 kawasan industri, hanya empat yang memiliki Amdal dan hanya satu yang memiliki unit pengolahan limbah (UPL) secara terpadu, yaitu kawasan industri Muka Kuning, Batamindo Investment Cakrwala (BIC). Selain BIC, yang memiliki Amdal adalah Panbil Idustrial Estate, Semblong Citra Nusa, dan Kawasan Industri Kabil. “Semua terjadi karena pembangunan di Pulau Batam yang dikelola Otorita Batam (OB) selama 32 tahun, tak pernah mempertimbangkan aspek lingkungan dan social kemasyarakatan. Seolah-olah, investasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan segalanya.
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), maka pengelolaan sebuah kawasan industri tanpa mengindahkan aspek lingkungan, jelas melanggar hukum. “Semenjak Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dan Bapedalda terbentuk tahun 2000, barulah diketahui bahwa Pulau Batam yang kita bangga-banggakan itu, kondisi lingkungan dan alamnya sudah rusak parah. (Kompas, Maret)
Pendapat kami :
Sama dengan kasus yang pertama, yakni masalah perusahaan yang tidak memilik studi Amdal. Padahal industri –industri ini merupakan industri penghasil limbah B3 yang sangat berbahaya bagi lingkungan, tumbuhan dan hewan, terlebih manusia. Perusahaan yang bergerak dalam bidang industri penghasil limbah B3, harus memiliki AMDAL. Studi Amdal akan menjamin keselamatan lingkungan sekitar. Perusahaan yang tidak memilik studi Amdal harus mendapat sanksi karena memang jelas itu melanggar hukum. Pemerintah harus bertindak tegas dalam hal ini. Jangan hanya karena faktor ekonomi, AMDAL diabaikan begitu saja. Bayangkan perusahaan-perusahaan tersebut menghasilkan sampah lebih dari 1 ton per hari. Apa itu sudah memenuhi kelayakan lingkungan jika tidak dilakukan pengolahan limbah atau sampah tersebut. Bayangkan jika sebagian besar perusahaan membuang limbahnya kedalam sungai atau laut, itu akan merusak dan mencemari tanah dan air. Terus akan berakibat bagi kehidupan manusia. Sekarang memang tidak begitu terasa tetapi pada masa yang akan datang baru kita tahu akibat yang akan ditimbulkannya. Perusahaan dan industri didirikan dan beroperasi jangan hanya karena faktor ekonomi saja. Ketika melakukan sebuah kegiatan industri, perhatikanlah juga lingkungan sekitar yang akan menjadi bagian dari kegiatan tersebut. Dan itu bisa di tentukan dengan mengurus dan mempunyai studi AMDAL.
KASUS III
Sebanyak 575 dari 719 perusahaan modal asing (PMA) dan perusahaan modal dalam negeri (PMDN) di Pulau Batam tak memiliki Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) seperti yang digariskan. Dari 274 industri penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), hanya 54 perusahaan yang melakukan pengelolaan pembuangan limbahnya secara baik. Sisanya membuang limbahnya ke laut lepas atau dialirkan ke sejumlah dam penghasil air bersih. Tragisnya, jumlah libah B3 yang dihasilkan oleh 274 perusahaan industri di Pulau Batam yang mencapai 3 juta ton per tahun selama ini tak terkontrol
Pendapat kami :
Disini terjadi kesalahan dan penyelewengan AMDAL, karena adanya pembuangan limbah yang seharusnya setiap isntansi industri mampu dan harus untuk melakukan pengelolaan secara maksimal dalam pembuangan limbah, namun instansi industri ini malah melakukan pembuangan langsung menuju laut lepas atau dialirkan menuju saluran air bersih. Mereka menyalahi peraturan: Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
KASUS IV
Selama ini, pusat perbelanjaan diserahi tugas membuat studi analisis mengenai dampak lingkungan dan mereka baru melakukan setelah pusat perbelanjaan tersebut collapse dan akan dijual ke bank, karena dalam hal ini perlu adanya rekomendasi amdal
Pendapat kami :
Jelas salah karena dalam melakukan pembangunan suatu bangunan perlu adanya izin pembangunan, dan diterbitkan setelah rekomendasi dari BPLHD. Namun, banyak dari pusat perbelanjaan di indonesia baru melakukan AMDAL setelah mereka akan menjualnya ke bank. Seharusnya AMDAL dilakukan saat sebelum melakukan pembangunan pusat perbelanjaan karena setelah adanya pusat perbelanjaan ini nantinya akan terjadi kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas disekitar tempat pusat perbelanjaan tersebut. Hal ini dapat dianalisi pada AMDAL tersebut.
KESIMPULAN
AMDAL merupakan salah satu cara dari pemerintah untuk menangani dan mencegah adanya pencemaran lingkungan, namun sekarang ini banyak pihak-pihak yang melakukan penyalahgunaan dalam AMDAL seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya tentang kasus-kasus atau pelanggaran AMDAL. Disinilah peran pemerintah khususnya Badan Lingkungan Hidup (BLH) di lihat. Apakah pemerintah mampu menangani permasalahan lingkungan yang dimulai dari analisa, pelaksanaan, pengawasan, pemantauan, pembinaan, hingga penyelamatan lingkungan. Dalam upaya melestarikan kemampuan lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan bertujuan untuk menjaga agar kondisi lingkungan tetap berada pada suatu derajat mutu tertentu demi menjamin kesinambungan pembangunan. Peranan instansi yang berwenang memberikan keputusan tentang proses analisis mengenai dampak lingkungan sudah jelas sangat penting. Keputusan yang diambil aparatur dalam proses administrasi yang ditempuh pemrakarsa sifatnya sangat menentukan terhadap mutu lingkungan, karena analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) berfungsi sebagai instrumen pencegahan pencemaran lingkungan seperti yang telah diterangkan pada bab manfaat AMDAL.
Yang perlu ditekankan lagi oleh AMDAL ini adalah ketertiban para pihak-pihak terkait yang bertugas untuk menilai suatu kegiatan lolos AMDAL atau tidak sehingga tidak ada kasus-kasus adanya kegiatan tidak layak AMDAL namun lolos seleksi. Hal-hal seperti di ataslah yang harus menjadi perhatian pemerintah agar kelestarian lingkungan tetap terjaga.