Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Tersedia secara online http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/ EISSN: 2502-471X DOAJ-SHERPA/RoMEO-Google Scholar-IPI Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan Volume: 4 Nomor: 5 Bulan Mei Tahun 2019 Halaman: 556—561 67 Analisis Efikasi Diri Siswa pada Pembelajaran Sains Berdasarkan Kuesioner yang Dikembangkan Lin dan Tsai Prima Mutiara Meidayanti1, Parno1, Arif Hidayat1 1 Pendidikan Fisika-Universitas Negeri Malang INFO ARTIKEL Riwayat Artikel: Diterima: 10-04-2019 Disetujui: 22-05-2019 Kata kunci: self efficacy; science learaning; questionnaire; efikasi diri; pembelajaran sains; kuesioner ABSTRAK Abstract: This study aims to find out how the self-efficacy of MA students in physics material. This study uses a quantitative descriptive method with a sample of class XI students. The instrument used was a questionnaire that had been developed by Tzung and Chin with 28 statements with answers ranging from 0 to 10 levels of student confidence. The results of the study showed that the students as a whole had science self-efficacy levels in the good category. Self-efficacy of students in all dimensions, namely conseptual understanding, higher-order cognitive skills, practical work, everyday application dan science communication are in the good category. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efikasi diri siswa MA pada materi fisika. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan sampel siswa kelas XI. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner yang telah dikembangkan oleh Tzung dan Chin dengan 28 pernyataan dengan jawaban rentang nilai 0 sampai 10 tingkat keyakinan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa secara keseluruhan memiliki tingkat efikasi diri pemebelajaran sain pada kategori baik. Efikasi diri siswa pada semua dimensi, meliputi conseptual understanding, higher-order cognitive skills, practical work, everyday application dan science communication termasuk dalam kategori baik. Alamat Korespondensi: Prima Mutiara Meidayanti Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang E-mail: parno.fmipa@um.ac.id Fisika merupakan salah satu materi pembelajaran yang berkaitan dengan alam. Fisika sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang mendasar mengenai struktur dan perilaku suatu benda (Giancoli, 2014). Fisika juga menjadi salah satu ilmu yang diperlukan siswa dalam pengembangan IPTEK dan bekal melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 mengenai pembelajaran fisika yaitu menguasai konsep dan prinsip serta memiliki keterampilan dalam mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri untuk bekal melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi juga mengembangkan IPTEK (Djuandi, 2013). Pengembangan sikap percaya diri atau efikasi diri merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam kehidupan sehari-hari. Efikasi diri adalah salah satu kemampuan yang secara naluri telah dimiliki setiap individu dan juga dapat membantu seseorang untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Efikasi diri merupakan komponen yang penting, (Bandura, 1997) tidak hanya penting dalam kehidupan sosial, tetapi juga dalam hal pendidikan. Semua pemikiran yang memengaruhi fungsi manusia dan merupakan bagian paling inti dari teori kognitif sosial adalah efikasi diri (self efficacy) (Bandura, 1997). Beberapa penelitan menemukan bahwa efikasi diri memiliki dampak dan pengaruh terhadap motivasi, sikap kognisi, dan kinerja siswa (Sungur, 2007; Usher & Pajares, 2006). Efikasi diri dalam pembelajaran sains berbeda dengan efikasi diri secara umum. Efikasi diri dalam pembelajaran sains memiliki lima dimensi yang bisa dianalisis. Dimensi tersebut adalah pemahaman konsep (Conceptual Understanding), ketrampilan kognitif tingkat tinggi (High Cognitive Skill), praktikum dalam laboraturium/Practical Work, pengaplikasian dalam kehidupan sehai-hari/ Everyday Aplications/EA dan komunikasi sains (Sains Comunication) (Lin & Tsai, 2013). Kelima dimensi yang ada dalam efikasi diri pada pembelajaran sains berkaitan erat dengan konsepsi penting yang ada dalam fisika. Konsepsi penting tersebut ialah pemahaman, kalkulus (perhitungan) dan pengujian (Lin, Liang, & Tsai, 2015). Konsepsi pertama yaitu pemahaman. Pemahaman yang dilakukan oleh siswa merupakan proses belajar yang aktif dan sering menghasilkan pemahaman yang berkualitas ataupun yang tak terduga (Tran, 2013). Konsepsi yang kedua adalah menghitung serta menerapakan konsep persamaan. Pembelajaran Fisika membutuhkan pengetahuan ilmiah yang terdiri dari persamaan, rumus, perhitungan, pengujian (meliputi proses pemecahan masalah dan statistik) (Kim & Pak, 2002; Thomas, 2013). Konsep yang ketiga adalah pengujian, seperti halnya dengan Ujian Nasional maupun ulangan setiap akhir bab. Ketiga konsepsi ini perlu dipertimbangkan untuk menganalisis pembelajaran siswa pada materi fisika (Suprapto, Chang, & Ku, 2017). Selain itu, penelitian lain menunjukkan 556 557 Jurnal Pendidikan, Vol. 4, No. 5, Bln Mei, Thn 2019, Hal 556—561 bahwa pemahaman konsep siswa pada pembelajaran sains secara tidak langs ung berdampak pada efikasi diri terhadap pendekatan pembelajaran sains yang dilakukan (Chiou & Liang, 2012). Sebagai salah satu kemampuan yang harus dimiliki dalam kehidupan sehari-hari maka perlu dilakukan analisis efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains, khususnya fisika menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Lin dan Tsai (2012). METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah Aliyah YP KH Syamsudin kelas XI IPA sejumlah 22 siswa. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains yang dikembangkan oleh Lin dan Tsai (2012). Instrumen ini memuat 28 pernyataan yang terdistribusi dalam lima dimensi, yaitu pemahaman konsep/conceptual understanding/CU (empat pernyataan), keterampilan kognitif tingkat tinggi/High Cognitive Skill (enam pernyataan), praktikum dalam laboraturium/Practical Work/PW (empat pernyataan), pengapliaksian dalam kehidupan sehai-hari (Everyday Aplications), (8 pernyataan), komunikasi sains/Sains Comunication/ SC (6 pernyataan) dan telah divalidasi serta memiliki reliabilitas sebesar 0,97. Setiap pernyataan diberikan lima pilihan tanggapan berupa sangat setuju, setuju, agak setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju berupa skala Likert lima poin. Instrumen tersebut kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dan juga divalidasi keterbacaannya agar mudah dipahami oleh siswa. Selain itu, dalam penelitian ini siswa diberikan rentang skala Likert sepuluh poin yang bertujuan untuk lebih menjelaskan tanggapan keyakinan siswa dalam menjawab pernyataan kuesioner yang diberikan. Kesepuluh poin tersebut memiliki rentang skor 1—10. Keterangan penilaian tanggapan tersebut disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Penilaian Tanggapan Efikasi Diri Siswa Dalam Pembelajaran Sains No 1 2 3 4 5 Rentang Nilai 1—2 3—4 5—6 7—8 9—10 Kriteria Sangat Tidak Yakin Tidak Yakin Kurang Yakin Yakin Sangat Yakin Berdasarkan skor total tanggapan siswa, maka efikasi diri siswa pada pembelajaran sains bisa dikategorikan ke dalam beberapa kategori ideal (Widoyoko, 2009). Pengategorian tersebut seperti pada tabel 2. Tabel 2. Kategori Peringkat Rentang Skor Xi +1.8 SBi < X Xi + 0,6 SBi < X ≤ Xi + 1,8 Xi - 0,6 SBi < X ≤ Xi + 0,6 SBi Xi - 1,8 SBi <X ≤ Xi - 0,6 SBi X ≤ Xi - 1,8 SBi Rentang Persentase Pengategorian 80% < X 60% < X ≤ 80% 40% < X ≤ 60% 20% < X ≤ 40% X ≤ 20% Kategori Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk Xi merupakan skor maks ideal + skor min ideal); SBi = (skor maks ideal - skor min ideal); X= skor rata-rata efikasi diri siswa. Skor total siswa dikategorikan menggunakan skor maksimal 280 dan minimal 0 serta dikonversikan dalam persentase. HASIL Skor Total Efikasi Diri Seluruh Siswa Hasil efikasi diri dalam pembelajaran sains siswa diperoleh dari jawaban angket kuesioner. Hasil statistik deskriptif skor total efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Statistik Deskriptif Efikasi Diri Pembelajaran Sains Skor N Minimum (%) Maksimum (%) Mean (%) (Std. Deviasi) Kategori 22 61,8 84,3 73,7 (18) Baik Berdasarkan penghitungan skor total dari seluruh siswa diketahui persentase minimum dari semua siswa adalah sebesar 61,8%, nilai maksimumnya adalah 84,3% dan skor rata-rata dari keseluruhan siswa adalah 73,7%, dan termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan penghitungan skor total siswa bisa dikategorikan menjadi beberapa kategori sangat baik, baik, sedang, buruk dan sangat buruk. Hasil pengategorian rata-rata siswa disajikan pada tabel 4. Meidayanti, Parno, Hidayat, Analisis Efikasi Diri… 558 Tabel 4. Hasil Pengategorian Skor Total Efikasi Diri Siswa Dalam Pembelajaran Sains Kategori Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Jumlah Siswa 4 18 0 0 0 Bersumber data tabel 4 terdapat empat siswa yang termasuk dalam kategori sangat baik dan 18 siswa termasuk dalam kategori baik. Selain itu, kategori yang lain bernilai 0. Pengategorian ini berdasarkan kategori peringkat pada tabel 2. Rata-rata Total Efikasi Diri Siswa Setiap Kategori Perolehan rata-rata total setiap dimensi lima, yaitu CU, HCS, PW, EA, dan SC dalam bentuk persentase disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Persentase Setiap Dimensi Efikasi Diri Siswa Dimensi Conceptual Understanding (CU) High Cognitive Skills (HCS) Practical Work (PW) Everyday Application (EA) Science Communication (SC) Rata-rata Persentase (%) 75,5 72,7 65,1 79,9 71,2 72,9 Kategori Baik Baik Baik Baik Baik Baik Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui efikasi diri dalam lima dimensi menunjukkan kategori baik. Secara keseluruhan, semua dimensi termasuk kategori rata-rata baik. Kelima dimensi tersebut dapat diurutkan dari yang terkecil ke terbesar EA, CU, HCS, SC, dan PW. Dimensi terendah adalah PW dan dimensi dengan tertinggi adalah EA. PEMBAHASAN Analisis Rata-rata Efikasi Diri Seluruh Siswa Secara keseluruhan, efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains tergolong kategori baik. Hal ini sesuai dengan persentase sebesar 72,9 dan termasuk kategori baik. Selain itu, skor siswa secara keseluruhan dalam setiap kategori termasuk kategori baik. Dari keseluruhan siswa terdapat empat siswa dengan kategori sangat baik dan 18 siswa kategori baik. Keempat siswa dengan kategori sangat baik memang memiliki peringkat baik diantara lainnya. Hal ini sesuai dengan kesimpulan beberapa peneliti menyatakan bahwa pada umumnya siswa di Taiwan cenderung memiliki efikasi diri dalam pembelajaran sains yang baik dalam semua dimensi sebab mereka memiliki motivasi intrinsik dan faktor pendekatan pembelajaran sains yang mendalam (Lin & Tsai, 2013; Moneta, Spada, & Rost, 2007; Prat-Sala & Redford, 2010). Sementara itu, 18 siswa lainnya yang termasuk kategori baik banyak dimotivasi oleh guru agar lebih tekun lagi belajar untuk bisa lulus dan diterima perguruan tinggi. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa siswa merasa memiliki efikasi diri dalam pembelajaran sains yang tinggi disebabkan memiliki motivasi lain, misalnya belajar sains yang tekun untuk persiapan karir selanjutnya (Chiou & Liang, 2012). Oleh sebab itu, pada penelitian ini siswa termasuk dalam kategori sangat baik dan baik dengan beberapa faktor yang memengaruhi. Analisis Skor Efikasi Diri Siswa Setiap Kategori Conseptual Understanding (CU) Salah satu aspek penting dalam efikasi diri adalah tekun dan rajin untuk berusaha dan mencoba (Nais, Sugiyarto, & Ikhsan, 2018). Hampir keseluruhan siswa memiliki efikasi diri tentang pemahaman konsep fisika yang baik dan benar. Skor total rata-rata pada kategori ini merupakan yang paling tinggi, yakni sebesar 75,5%. Siswa memiliki keyakinan yang baik tentang pemahaman fisika yang dimiliki. Efikasi diri dipengaruhi oleh keberhasilan dan kegagalan yang dialami (Ormrod, 2003). Dengan kata lain, efikasi diri siswa yang masuk dalam kategori baik ini menunjukkan bahwa siswa memiliki pengalaman keberhasilan. Siswa akan memiliki efikasi diri yang baik jika mereka mampu untuk menyelesaikan suatu tugas (Bandura, 1997) sehingga pengalaman tentang keberhasilan akan memberikan dampak positif bagi siswa. Selain itu, motivasi ekstrinsik siswa yang kuat untuk memenuhi tuntutan orangtua untuk mencapai karir tertentu memberikan dampak kepada siswa untuk mempelajari sains dan motivasi intrinsik, misalnya keinginan pribadi atau kepuasan dalam belajar sains cenderung memiliki efikasi diri yang tinggi (Lin & Tsai, 2013). 559 Jurnal Pendidikan, Vol. 4, No. 5, Bln Mei, Thn 2019, Hal 556—561 Higher-Order Cognitive Skills (HCS) Kemampuan kognitif tingkat tinggi yang dimiliki siswa menunjukkan nilai rata-rata sebesar 72,7%. Persentase tersebut termasuk dalam kategori baik. Pada kategori ini siswa dinilai dalam kemampuan berpikir kognitif tingkat tingginya. Pada kategori ini, siswa diberikan pernyataan yang berkaitan tentang pemecahan suatu masalah serta merancang sebuah eksperimen dalam fisika. Rata-rata siswa yakin dan merasa mampu untuk melakukan hal tersebut. Siswa dengan efikasi diri yang tinggi akan meluangkan waktu dan mengusahakan lebih keras untuk menyelesaikan suatu tugas (Schunk, 2012). Salah satu penelitina menunjukkan bahwa siswa dengan efikasi diri yang baik akan meluangkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikan tugasnya (Bassi, Steca, Fave, & Caprara, 2007). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa siswa SMA di Taiwan mempercayai bahwa pembelajaran sains berkaitan erat dengan kemampuan kognitif tingkat tinggi (Lin & Tsai, 2013). Hal ini juga didukung oleh salah satu peneliti yang menyatakan bahwa pemahaman komprehensif siswa dalam pengetahuan ilmiah dengan menggunakan strategi pembelajaran mendalam dapat memengaruhi kemampuan pemahaman dan kinerja pemrosesan kognitif tingkat tinggi (Thomas, 2013). Oleh sebab itu, siswa memiliki efikasi diri yang baik sebab fisika membutuhkan kemampuan berpikir tersebut untuk menyelesaikan soal dalam Fisika. Practical Work (PW) Pada kategori ini termasuk dalam kategori yang paling rendah daripada lainnya yaitu 65,1%. Pada kategori ini siswa diberikan pernyataan tentang bagaimana melakukan prosedur eksperimen yang baik dan benar serta menggunakan waktu yang efisien untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Dalam pelaksanaan sehari-hari saat melakukan praktikum di laboratorium, siswa hanya mengikuti langakah apa saja yang telah diberikan dalam Lembar Kerja Siswa. Selain itu, keterbatasan waktu dalam pelaksanaan praktikum sering dialami. Hal ini sesuai dengan salah satu peneliti yang menunjukkan bahwa siswa dalam melakukan praktikum di laboratorium masih mengikuti resep sehingga siswa memiliki efikasi diri dalam kategori yang baik sebab siswa yakin telah melakukan langkah sesuai dengan langkah yang diperintahkan (Tsai, 2003). Selain itu, pada dimensi ini siswa cenderung tidak memiliki motivasi intrinsik maupun ekstrinsik yang kuat, seperti pada dimensi yang lain (Lin & Tsai, 2013), maka rata-rata dimensi ini memiliki nilai paling rendah diantara dimensi yang lainnya. Everyday Application (EA) Kategori selanjutnya yaitu pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari. Pada kategori ini nilai rata-rata efikasi diri siswa sebesar 79,9%. Nilai ini sangat tinggi dibanding kategori yang lain. Dalam hal ini siswa diberikan pernyataan mengenai penjelasan konsep fisika yang berkaitan dengan kehidupan seharai-hari, memberikan ide untuk solusi maslah menggunakan pendekatan sains khususnya fisika atau siswa bisa memahami tetang berita, film dokumenter mengenai fisika dalam internet maupun TV. Pada dimensi ini siswa mendapat kemudahan untuk mengamati aplikasi sains dalam kehidupan sehari-hari. Film dokumenter yang berkaitan dengan fisika atau fiksi ilmiah banyak ditonton oleh siswa, misalnya film superhero Iron Man ataupun lainnya, sehingga siswa bisa mengaitkan konsep sains dengan keseharian mereka. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa cenderung untuk mampu mengasosiasikan pemahaman konsep yang diperoleh dalam pembelajaran fisika dengan pengalaman yang ada dalam kehidupan nyata (Wang & Newlin, 2002). Science Communication (SC) Kategori yang terakhir adalah komunikasi dalam sains. Rata-rata dalam kategori ini sebesar 71,2 % dan termasuk dalam kategori baik. Dalam hal ini siswa diberikan pernyataan tentang efikasi diri siswa dalam memberikan komentar saat teman sekelas mempresentasikan tentang sains, menjelaskan konsep fisika kepada teman sebaya serta berdiskusi denga tema sains, khususnya fisika. Dalam pelaksanaan pembelajaran, siswa dengan aktif memberikan komentar saat teman sebaya mempresentasikan suatu hasil atau menyampaikan pendapat tentang fisika. Siswa juga mampu berdiskusi dalam kelompok tentang konsep fisika yang dibuktikan dengan mengumpulkan tugas dalam bentuk rangkuman setiap kelompoknya. Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa jika siswa memiliki pandangan bahwa sains atau khususnya fisika sebagai penerapan dari pengetahuan ilmiah maka siswa akan cenderung memiliki efikasi diri yang lebih tinggi serta siswa akan mampu untuk memanfaatkan keterampilan kognitif tingkat tinggi dalam menerapkan konsep dan keterampilan sains dalam kehidupan sehari-hari serta mampu untuk berkomunikasi atau berdiskusi dalam sains dengan teman sebaya atau orang lain (Lin & Tsai, 2013). Penelitian lain juga menunjukkan pentingnya siswa untuk berkomunikasi aktif dalam pembelajaran sains, misalnya debat, mendiskusikan pertanyaan sains ataupun konsep sains dengan teman sebaya ataupun orang lain (Carlsen, 2013; Chang et al., 2011; Yore, Bisanz, & Hand, 2003). Kemampuan ini sangat dibutuhkan siswa dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam lingkungan karir yang ingin dicapai. SIMPULAN Secara keseluruhan, efikasi diri fisika siswa dalam pembelajaran sains termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan analisis skor total dari efikasi diri fisika siswa dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu kategori baik dan sangat baik. Pada kategori sangat baik dimiliki oleh empat siswa dan kategori baik sebanyak 18 siswa. Sementara itu, analisis berdasarkan rata-rata dalam setiap dimensi dibagi dalam lima dimensi yang bisa diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar, yaitu EA, CU, HCS, SC, dan PW termasuk dalam kategori baik. Dari kelima dimensi efikasi diri tersebut pada dimensi PW termasuk nilai rata- Meidayanti, Parno, Hidayat, Analisis Efikasi Diri… 560 rata yang paling rendah dibanding yang lainnya. Hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya motivasi yang ingin dicapai dalam dimensi ini masih rendah, motivasi dari orangtua, dan pendekatan pembelajaran yang diberikan. Motivasi dari orangtua serta pendekatan pembelajaran sains secara tidak langsung memberikan motivasi bagi siswa dan berdampak pada efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains. Saat siswa memiliki motivasi intrinsik yang kuat untuk mempelajari sains, maka siswa akan cenderung akan aktif dalam mengingat, memahamai, berpikir secara kritis, memecahkan masalah serta mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi mereka. Oleh sebab itu, beberapa dimensi dalam hal ini, seperti CU, EA, dan HCS termasuk dalam kategori yang baik, tetapi perlu diperhatikan penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa tekanan siswa untuk mengikuti UN mencegah siswa untuk memiliki motivasi yang kuat untuk mempelajari sains dan cenderung menurunkan efikasi diri dalam pembelajaran sains. Dengan demikian, diperlukan kerjasama yang baik antara sekolah serta orangtua untuk tetap memberikan motivasi yang baik tentang pentingnya belajar sains yang tidak hanya diperlukan untuk mencapai karir yang dibutuhkan dan lulus dalam ujian, tetapi juga berguna untuk beradaptasi dengan lingkungan yang global. Penanaman motivasi dari dalam diri siswa harus dimiliki dengan sadar karena sangat memengaruhi efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains. Pendekatan pembelajaran sains juga harus lebih inovatif dan lebih terbuka untuk saling berbicara, berdiskusi agar siswa lebih nyaman untuk menyampaikan ide dan selalu termotivasi untuk belajar tau dan ingin tau tentang sains setiap hari. Penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam diperlukan untuk mepertahankan efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains sehingga bisa menjadikan motivasi yang kuat untuk belajar sains dengan lebih tekun dan rajin serta mempertahankan pemberian motivasi dan pendekatan pembelajaran yang baik. DAFTAR RUJUKAN Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The Exercise of Control. In Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York, WH Freeman/Times Books/ Henry Holt & Co. Bassi, M., Steca, P., Fave, A. D., & Caprara, G. V. (2007). Academic Self-Efficacy Beliefs and Quality of Experience in Learning. Journal of Youth and Adolescence, 36(3), 301–312. https://doi.org/10.1007/s10964-006-9069-y Chin, C., & Brown, D. E. (2000). Learning in Science: A Comparison of Deep and Surface Approaches. Journal of Research in Science Teaching, 37(2), 109–138. Chiou, G. L., & Liang, J. C. (2012). Exploring the Structure of Science Self-Efficacy: A Model Built on High School Students’ Conceptions of Learning and Approaches to Learning in Science (Vol. 21). Giancoli, D. C. (2014). Fisika Prinsip dan Aplikasi Edisi Ketujuh Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Kim, E., & Pak, S. J. (2002). Students do not Overcome Conceptual Difficulties after Solving 1000 Traditional Problems. American Journal of Physics, 70(7), 759–765. https://doi.org/10.1119/1.1484151 Lin, T. J., Liang, J. C., & Tsai, C. C. (2015). Identifying Taiwanese University Students’ Physics Learning Profiles and Their Role in Physics Learning Self-Efficacy. Research in Science Education, 45(4), 605–624. Lin, T. J., & Tsai, C. C. (2013). A Multi-Dimensional Instrument for Evaluating Taiwanese High School Students’ Science Learning Self-Efficacy in Relation to Their Approaches to Learning Science. International Journal of Science and Mathematics Education, 11(6), 1275–1301. https://doi.org/10.1007/s10763-012-9376-6 Moneta, G. B., Spada, M. M., & Rost, F. M. (2007). Approaches to Studying when Preparing for Final Exams as a Function of Coping Strategies. Personality and Individual Differences, 43(1), 191–202. https://doi.org/10.1016/j.paid.2006.12.002 Nais, M. K., Sugiyarto, K. H., & Ikhsan, J. (2018). The Profile of Students’ Self-Efficacy Using Virtual Chem-Lab in Hybrid Learning. Journal of Physics: Conference Series, 1097, 012060. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1097/1/012060 Ormrod, J. (2003). Educational Psychology: Developing Learners. https://www.pearson.com/us/highereducation/product/Ormrod-Educational-Psychology-Developing-Learners-8th-Edition/9780132974424.html Prat-Sala, M., & Redford, P. (2010). The Interplay between Motivation, Self-Efficacy, and Approaches to Studying. The British Journal of Educational Psychology, 80(2), 283–305. https://doi.org/10.1348/000709909X480563 Sungur, S. (2007). Modeling the Relationships among Students’ Motivational Beliefs, Metacognitive Strategy Use, and Effort Regulation. Scandinavian Journal of Educational Research, 51(3), 315–326. https://doi.org/10.1080/00313830701356166 Suprapto, N., Chang, T. S., & Ku, C. H. (2017). Conception of Learning Physics and Self-Efficacy among Indonesian University Students. Journal of Baltic Science Education, 16(1), 7-19. Thomas, G. P. (2013). Changing the Metacognitive Orientation of a Classroom Environment to Stimulate Metacognitive Reflection Regarding the Nature of Physics Learning. International Journal of Science Education, 35(7), 1183–1207. https://doi.org/10.1080/09500693.2013.778438 Tran, T. T. (2013). Is the Learning Approach of Students from the Confucian Heritage Culture Problematic? Educational Research for Policy and Practice, 12(1), 57–65. https://doi.org/10.1007/s10671-012-9131-3 Tsai, C. C. (2003). Taiwanese Science Students’ and Teachers’ Perceptions of the Laboratory Learning Environments: Exploring Epistemological Gaps. International Journal of Science Education, 25(7), 847–860. https://doi.org/10.1080/09500690305031 561 Jurnal Pendidikan, Vol. 4, No. 5, Bln Mei, Thn 2019, Hal 556—561 Usher, E. L., & Pajares, F. (2006). Sources of academic and Self-Regulatory Efficacy Beliefs of Entering Middle School Students. Contemporary Educational Psychology, 31(2), 125–141. https://doi.org/10.1016/j.cedpsych.2005.03.002 Widoyoko, E. P. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.