Tersedia secara online
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/
EISSN: 2502-471X
DOAJ-SHERPA/RoMEO-Google Scholar-IPI
Jurnal Pendidikan:
Teori, Penelitian, dan Pengembangan
Volume: 4 Nomor: 5 Bulan Mei Tahun 2019
Halaman: 556—561
67
Analisis Efikasi Diri Siswa pada Pembelajaran Sains
Berdasarkan Kuesioner yang Dikembangkan Lin dan Tsai
Prima Mutiara Meidayanti1, Parno1, Arif Hidayat1
1
Pendidikan Fisika-Universitas Negeri Malang
INFO ARTIKEL
Riwayat Artikel:
Diterima: 10-04-2019
Disetujui: 22-05-2019
Kata kunci:
self efficacy;
science learaning;
questionnaire;
efikasi diri;
pembelajaran sains;
kuesioner
ABSTRAK
Abstract: This study aims to find out how the self-efficacy of MA students in physics
material. This study uses a quantitative descriptive method with a sample of class XI
students. The instrument used was a questionnaire that had been developed by Tzung and
Chin with 28 statements with answers ranging from 0 to 10 levels of student confidence.
The results of the study showed that the students as a whole had science self-efficacy
levels in the good category. Self-efficacy of students in all dimensions, namely conseptual
understanding, higher-order cognitive skills, practical work, everyday application dan
science communication are in the good category.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efikasi diri siswa MA
pada materi fisika. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan
sampel siswa kelas XI. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner yang telah
dikembangkan oleh Tzung dan Chin dengan 28 pernyataan dengan jawaban rentang nilai
0 sampai 10 tingkat keyakinan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa secara
keseluruhan memiliki tingkat efikasi diri pemebelajaran sain pada kategori baik. Efikasi
diri siswa pada semua dimensi, meliputi conseptual understanding, higher-order
cognitive skills, practical work, everyday application dan science communication
termasuk dalam kategori baik.
Alamat Korespondensi:
Prima Mutiara Meidayanti
Pendidikan Fisika
Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang
E-mail: parno.fmipa@um.ac.id
Fisika merupakan salah satu materi pembelajaran yang berkaitan dengan alam. Fisika sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang
mendasar mengenai struktur dan perilaku suatu benda (Giancoli, 2014). Fisika juga menjadi salah satu ilmu yang diperlukan siswa
dalam pengembangan IPTEK dan bekal melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sesuai dengan tujuan kurikulum 2013
mengenai pembelajaran fisika yaitu menguasai konsep dan prinsip serta memiliki keterampilan dalam mengembangkan
pengetahuan dan sikap percaya diri untuk bekal melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi juga mengembangkan
IPTEK (Djuandi, 2013). Pengembangan sikap percaya diri atau efikasi diri merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki
siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Efikasi diri adalah salah satu kemampuan yang secara naluri telah dimiliki setiap individu dan juga dapat membantu
seseorang untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Efikasi diri merupakan komponen yang penting, (Bandura, 1997) tidak
hanya penting dalam kehidupan sosial, tetapi juga dalam hal pendidikan. Semua pemikiran yang memengaruhi fungsi manusia
dan merupakan bagian paling inti dari teori kognitif sosial adalah efikasi diri (self efficacy) (Bandura, 1997). Beberapa penelitan
menemukan bahwa efikasi diri memiliki dampak dan pengaruh terhadap motivasi, sikap kognisi, dan kinerja siswa (Sungur, 2007;
Usher & Pajares, 2006).
Efikasi diri dalam pembelajaran sains berbeda dengan efikasi diri secara umum. Efikasi diri dalam pembelajaran sains
memiliki lima dimensi yang bisa dianalisis. Dimensi tersebut adalah pemahaman konsep (Conceptual Understanding),
ketrampilan kognitif tingkat tinggi (High Cognitive Skill), praktikum dalam laboraturium/Practical Work, pengaplikasian dalam
kehidupan sehai-hari/ Everyday Aplications/EA dan komunikasi sains (Sains Comunication) (Lin & Tsai, 2013). Kelima dimensi
yang ada dalam efikasi diri pada pembelajaran sains berkaitan erat dengan konsepsi penting yang ada dalam fisika. Konsepsi
penting tersebut ialah pemahaman, kalkulus (perhitungan) dan pengujian (Lin, Liang, & Tsai, 2015). Konsepsi pertama yaitu
pemahaman. Pemahaman yang dilakukan oleh siswa merupakan proses belajar yang aktif dan sering menghasilkan pemahaman
yang berkualitas ataupun yang tak terduga (Tran, 2013). Konsepsi yang kedua adalah menghitung serta menerapakan konsep
persamaan. Pembelajaran Fisika membutuhkan pengetahuan ilmiah yang terdiri dari persamaan, rumus, perhitungan, pengujian
(meliputi proses pemecahan masalah dan statistik) (Kim & Pak, 2002; Thomas, 2013). Konsep yang ketiga adalah pengujian,
seperti halnya dengan Ujian Nasional maupun ulangan setiap akhir bab. Ketiga konsepsi ini perlu dipertimbangkan untuk
menganalisis pembelajaran siswa pada materi fisika (Suprapto, Chang, & Ku, 2017). Selain itu, penelitian lain menunjukkan
556
557 Jurnal Pendidikan, Vol. 4, No. 5, Bln Mei, Thn 2019, Hal 556—561
bahwa pemahaman konsep siswa pada pembelajaran sains secara tidak langs ung berdampak pada efikasi diri terhadap pendekatan
pembelajaran sains yang dilakukan (Chiou & Liang, 2012). Sebagai salah satu kemampuan yang harus dimiliki dalam kehidupan
sehari-hari maka perlu dilakukan analisis efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains, khususnya fisika menggunakan instrumen
yang dikembangkan oleh Lin dan Tsai (2012).
METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah Aliyah YP
KH Syamsudin kelas XI IPA sejumlah 22 siswa. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner efikasi diri siswa dalam
pembelajaran sains yang dikembangkan oleh Lin dan Tsai (2012). Instrumen ini memuat 28 pernyataan yang terdistribusi dalam
lima dimensi, yaitu pemahaman konsep/conceptual understanding/CU (empat pernyataan), keterampilan kognitif tingkat
tinggi/High Cognitive Skill (enam pernyataan), praktikum dalam laboraturium/Practical Work/PW (empat pernyataan),
pengapliaksian dalam kehidupan sehai-hari (Everyday Aplications), (8 pernyataan), komunikasi sains/Sains Comunication/ SC (6
pernyataan) dan telah divalidasi serta memiliki reliabilitas sebesar 0,97. Setiap pernyataan diberikan lima pilihan tanggapan
berupa sangat setuju, setuju, agak setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju berupa skala Likert lima poin.
Instrumen tersebut kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dan juga divalidasi keterbacaannya agar mudah
dipahami oleh siswa. Selain itu, dalam penelitian ini siswa diberikan rentang skala Likert sepuluh poin yang bertujuan untuk lebih
menjelaskan tanggapan keyakinan siswa dalam menjawab pernyataan kuesioner yang diberikan. Kesepuluh poin tersebut
memiliki rentang skor 1—10. Keterangan penilaian tanggapan tersebut disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Penilaian Tanggapan Efikasi Diri Siswa Dalam Pembelajaran Sains
No
1
2
3
4
5
Rentang Nilai
1—2
3—4
5—6
7—8
9—10
Kriteria
Sangat Tidak Yakin
Tidak Yakin
Kurang Yakin
Yakin
Sangat Yakin
Berdasarkan skor total tanggapan siswa, maka efikasi diri siswa pada pembelajaran sains bisa dikategorikan ke dalam
beberapa kategori ideal (Widoyoko, 2009). Pengategorian tersebut seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Kategori Peringkat
Rentang Skor
Xi +1.8 SBi < X
Xi + 0,6 SBi < X ≤ Xi + 1,8
Xi - 0,6 SBi < X ≤ Xi + 0,6 SBi
Xi - 1,8 SBi <X ≤ Xi - 0,6 SBi
X ≤ Xi - 1,8 SBi
Rentang Persentase Pengategorian
80% < X
60% < X ≤ 80%
40% < X ≤ 60%
20% < X ≤ 40%
X ≤ 20%
Kategori
Sangat baik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat buruk
Xi merupakan skor maks ideal + skor min ideal); SBi = (skor maks ideal - skor min ideal); X= skor rata-rata efikasi diri
siswa. Skor total siswa dikategorikan menggunakan skor maksimal 280 dan minimal 0 serta dikonversikan dalam persentase.
HASIL
Skor Total Efikasi Diri Seluruh Siswa
Hasil efikasi diri dalam pembelajaran sains siswa diperoleh dari jawaban angket kuesioner. Hasil statistik deskriptif skor
total efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Statistik Deskriptif Efikasi Diri Pembelajaran Sains
Skor
N
Minimum (%)
Maksimum (%)
Mean (%)
(Std. Deviasi)
Kategori
22
61,8
84,3
73,7
(18)
Baik
Berdasarkan penghitungan skor total dari seluruh siswa diketahui persentase minimum dari semua siswa adalah sebesar
61,8%, nilai maksimumnya adalah 84,3% dan skor rata-rata dari keseluruhan siswa adalah 73,7%, dan termasuk dalam kategori
baik. Berdasarkan penghitungan skor total siswa bisa dikategorikan menjadi beberapa kategori sangat baik, baik, sedang, buruk
dan sangat buruk. Hasil pengategorian rata-rata siswa disajikan pada tabel 4.
Meidayanti, Parno, Hidayat, Analisis Efikasi Diri… 558
Tabel 4. Hasil Pengategorian Skor Total Efikasi Diri Siswa Dalam Pembelajaran Sains
Kategori
Sangat baik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat Buruk
Jumlah Siswa
4
18
0
0
0
Bersumber data tabel 4 terdapat empat siswa yang termasuk dalam kategori sangat baik dan 18 siswa termasuk dalam
kategori baik. Selain itu, kategori yang lain bernilai 0. Pengategorian ini berdasarkan kategori peringkat pada tabel 2.
Rata-rata Total Efikasi Diri Siswa Setiap Kategori
Perolehan rata-rata total setiap dimensi lima, yaitu CU, HCS, PW, EA, dan SC dalam bentuk persentase disajikan pada
tabel 5.
Tabel 5. Persentase Setiap Dimensi Efikasi Diri Siswa
Dimensi
Conceptual Understanding (CU)
High Cognitive Skills (HCS)
Practical Work (PW)
Everyday Application (EA)
Science Communication (SC)
Rata-rata
Persentase (%)
75,5
72,7
65,1
79,9
71,2
72,9
Kategori
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui efikasi diri dalam lima dimensi menunjukkan kategori baik. Secara keseluruhan,
semua dimensi termasuk kategori rata-rata baik. Kelima dimensi tersebut dapat diurutkan dari yang terkecil ke terbesar EA, CU,
HCS, SC, dan PW. Dimensi terendah adalah PW dan dimensi dengan tertinggi adalah EA.
PEMBAHASAN
Analisis Rata-rata Efikasi Diri Seluruh Siswa
Secara keseluruhan, efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains tergolong kategori baik. Hal ini sesuai dengan persentase
sebesar 72,9 dan termasuk kategori baik. Selain itu, skor siswa secara keseluruhan dalam setiap kategori termasuk kategori baik.
Dari keseluruhan siswa terdapat empat siswa dengan kategori sangat baik dan 18 siswa kategori baik. Keempat siswa dengan
kategori sangat baik memang memiliki peringkat baik diantara lainnya. Hal ini sesuai dengan kesimpulan beberapa peneliti
menyatakan bahwa pada umumnya siswa di Taiwan cenderung memiliki efikasi diri dalam pembelajaran sains yang baik dalam
semua dimensi sebab mereka memiliki motivasi intrinsik dan faktor pendekatan pembelajaran sains yang mendalam (Lin & Tsai,
2013; Moneta, Spada, & Rost, 2007; Prat-Sala & Redford, 2010).
Sementara itu, 18 siswa lainnya yang termasuk kategori baik banyak dimotivasi oleh guru agar lebih tekun lagi belajar
untuk bisa lulus dan diterima perguruan tinggi. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa siswa merasa memiliki efikasi diri
dalam pembelajaran sains yang tinggi disebabkan memiliki motivasi lain, misalnya belajar sains yang tekun untuk persiapan karir
selanjutnya (Chiou & Liang, 2012). Oleh sebab itu, pada penelitian ini siswa termasuk dalam kategori sangat baik dan baik dengan
beberapa faktor yang memengaruhi.
Analisis Skor Efikasi Diri Siswa Setiap Kategori
Conseptual Understanding (CU)
Salah satu aspek penting dalam efikasi diri adalah tekun dan rajin untuk berusaha dan mencoba (Nais, Sugiyarto, &
Ikhsan, 2018). Hampir keseluruhan siswa memiliki efikasi diri tentang pemahaman konsep fisika yang baik dan benar. Skor total
rata-rata pada kategori ini merupakan yang paling tinggi, yakni sebesar 75,5%. Siswa memiliki keyakinan yang baik tentang
pemahaman fisika yang dimiliki. Efikasi diri dipengaruhi oleh keberhasilan dan kegagalan yang dialami (Ormrod, 2003). Dengan
kata lain, efikasi diri siswa yang masuk dalam kategori baik ini menunjukkan bahwa siswa memiliki pengalaman keberhasilan.
Siswa akan memiliki efikasi diri yang baik jika mereka mampu untuk menyelesaikan suatu tugas (Bandura, 1997) sehingga
pengalaman tentang keberhasilan akan memberikan dampak positif bagi siswa. Selain itu, motivasi ekstrinsik siswa yang kuat
untuk memenuhi tuntutan orangtua untuk mencapai karir tertentu memberikan dampak kepada siswa untuk mempelajari sains
dan motivasi intrinsik, misalnya keinginan pribadi atau kepuasan dalam belajar sains cenderung memiliki efikasi diri yang tinggi
(Lin & Tsai, 2013).
559 Jurnal Pendidikan, Vol. 4, No. 5, Bln Mei, Thn 2019, Hal 556—561
Higher-Order Cognitive Skills (HCS)
Kemampuan kognitif tingkat tinggi yang dimiliki siswa menunjukkan nilai rata-rata sebesar 72,7%. Persentase tersebut
termasuk dalam kategori baik. Pada kategori ini siswa dinilai dalam kemampuan berpikir kognitif tingkat tingginya. Pada kategori
ini, siswa diberikan pernyataan yang berkaitan tentang pemecahan suatu masalah serta merancang sebuah eksperimen dalam fisika.
Rata-rata siswa yakin dan merasa mampu untuk melakukan hal tersebut. Siswa dengan efikasi diri yang tinggi akan meluangkan
waktu dan mengusahakan lebih keras untuk menyelesaikan suatu tugas (Schunk, 2012). Salah satu penelitina menunjukkan bahwa
siswa dengan efikasi diri yang baik akan meluangkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikan tugasnya (Bassi, Steca, Fave, &
Caprara, 2007).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa siswa SMA di Taiwan mempercayai bahwa pembelajaran sains berkaitan erat
dengan kemampuan kognitif tingkat tinggi (Lin & Tsai, 2013). Hal ini juga didukung oleh salah satu peneliti yang menyatakan
bahwa pemahaman komprehensif siswa dalam pengetahuan ilmiah dengan menggunakan strategi pembelajaran mendalam dapat
memengaruhi kemampuan pemahaman dan kinerja pemrosesan kognitif tingkat tinggi (Thomas, 2013). Oleh sebab itu, siswa
memiliki efikasi diri yang baik sebab fisika membutuhkan kemampuan berpikir tersebut untuk menyelesaikan soal dalam Fisika.
Practical Work (PW)
Pada kategori ini termasuk dalam kategori yang paling rendah daripada lainnya yaitu 65,1%. Pada kategori ini siswa
diberikan pernyataan tentang bagaimana melakukan prosedur eksperimen yang baik dan benar serta menggunakan waktu yang
efisien untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Dalam pelaksanaan sehari-hari saat melakukan praktikum di laboratorium,
siswa hanya mengikuti langakah apa saja yang telah diberikan dalam Lembar Kerja Siswa. Selain itu, keterbatasan waktu dalam
pelaksanaan praktikum sering dialami. Hal ini sesuai dengan salah satu peneliti yang menunjukkan bahwa siswa dalam melakukan
praktikum di laboratorium masih mengikuti resep sehingga siswa memiliki efikasi diri dalam kategori yang baik sebab siswa
yakin telah melakukan langkah sesuai dengan langkah yang diperintahkan (Tsai, 2003). Selain itu, pada dimensi ini siswa
cenderung tidak memiliki motivasi intrinsik maupun ekstrinsik yang kuat, seperti pada dimensi yang lain (Lin & Tsai, 2013),
maka rata-rata dimensi ini memiliki nilai paling rendah diantara dimensi yang lainnya.
Everyday Application (EA)
Kategori selanjutnya yaitu pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari. Pada kategori ini nilai rata-rata efikasi diri siswa
sebesar 79,9%. Nilai ini sangat tinggi dibanding kategori yang lain. Dalam hal ini siswa diberikan pernyataan mengenai penjelasan
konsep fisika yang berkaitan dengan kehidupan seharai-hari, memberikan ide untuk solusi maslah menggunakan pendekatan sains
khususnya fisika atau siswa bisa memahami tetang berita, film dokumenter mengenai fisika dalam internet maupun TV. Pada
dimensi ini siswa mendapat kemudahan untuk mengamati aplikasi sains dalam kehidupan sehari-hari. Film dokumenter yang
berkaitan dengan fisika atau fiksi ilmiah banyak ditonton oleh siswa, misalnya film superhero Iron Man ataupun lainnya, sehingga
siswa bisa mengaitkan konsep sains dengan keseharian mereka. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa cenderung untuk
mampu mengasosiasikan pemahaman konsep yang diperoleh dalam pembelajaran fisika dengan pengalaman yang ada dalam
kehidupan nyata (Wang & Newlin, 2002).
Science Communication (SC)
Kategori yang terakhir adalah komunikasi dalam sains. Rata-rata dalam kategori ini sebesar 71,2 % dan termasuk dalam
kategori baik. Dalam hal ini siswa diberikan pernyataan tentang efikasi diri siswa dalam memberikan komentar saat teman sekelas
mempresentasikan tentang sains, menjelaskan konsep fisika kepada teman sebaya serta berdiskusi denga tema sains, khususnya
fisika. Dalam pelaksanaan pembelajaran, siswa dengan aktif memberikan komentar saat teman sebaya mempresentasikan suatu
hasil atau menyampaikan pendapat tentang fisika. Siswa juga mampu berdiskusi dalam kelompok tentang konsep fisika yang
dibuktikan dengan mengumpulkan tugas dalam bentuk rangkuman setiap kelompoknya. Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa
jika siswa memiliki pandangan bahwa sains atau khususnya fisika sebagai penerapan dari pengetahuan ilmiah maka siswa akan
cenderung memiliki efikasi diri yang lebih tinggi serta siswa akan mampu untuk memanfaatkan keterampilan kognitif tingkat
tinggi dalam menerapkan konsep dan keterampilan sains dalam kehidupan sehari-hari serta mampu untuk berkomunikasi atau
berdiskusi dalam sains dengan teman sebaya atau orang lain (Lin & Tsai, 2013). Penelitian lain juga menunjukkan pentingnya
siswa untuk berkomunikasi aktif dalam pembelajaran sains, misalnya debat, mendiskusikan pertanyaan sains ataupun konsep
sains dengan teman sebaya ataupun orang lain (Carlsen, 2013; Chang et al., 2011; Yore, Bisanz, & Hand, 2003). Kemampuan ini
sangat dibutuhkan siswa dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam lingkungan karir yang ingin dicapai.
SIMPULAN
Secara keseluruhan, efikasi diri fisika siswa dalam pembelajaran sains termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan
analisis skor total dari efikasi diri fisika siswa dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu kategori baik dan sangat baik.
Pada kategori sangat baik dimiliki oleh empat siswa dan kategori baik sebanyak 18 siswa. Sementara itu, analisis berdasarkan
rata-rata dalam setiap dimensi dibagi dalam lima dimensi yang bisa diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar, yaitu EA, CU,
HCS, SC, dan PW termasuk dalam kategori baik. Dari kelima dimensi efikasi diri tersebut pada dimensi PW termasuk nilai rata-
Meidayanti, Parno, Hidayat, Analisis Efikasi Diri… 560
rata yang paling rendah dibanding yang lainnya. Hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya motivasi yang ingin
dicapai dalam dimensi ini masih rendah, motivasi dari orangtua, dan pendekatan pembelajaran yang diberikan. Motivasi dari
orangtua serta pendekatan pembelajaran sains secara tidak langsung memberikan motivasi bagi siswa dan berdampak pada efikasi
diri siswa dalam pembelajaran sains.
Saat siswa memiliki motivasi intrinsik yang kuat untuk mempelajari sains, maka siswa akan cenderung akan aktif dalam
mengingat, memahamai, berpikir secara kritis, memecahkan masalah serta mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi mereka.
Oleh sebab itu, beberapa dimensi dalam hal ini, seperti CU, EA, dan HCS termasuk dalam kategori yang baik, tetapi perlu
diperhatikan penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa tekanan siswa untuk mengikuti UN mencegah siswa untuk memiliki
motivasi yang kuat untuk mempelajari sains dan cenderung menurunkan efikasi diri dalam pembelajaran sains. Dengan demikian,
diperlukan kerjasama yang baik antara sekolah serta orangtua untuk tetap memberikan motivasi yang baik tentang pentingnya
belajar sains yang tidak hanya diperlukan untuk mencapai karir yang dibutuhkan dan lulus dalam ujian, tetapi juga berguna untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang global. Penanaman motivasi dari dalam diri siswa harus dimiliki dengan sadar karena sangat
memengaruhi efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains. Pendekatan pembelajaran sains juga harus lebih inovatif dan lebih
terbuka untuk saling berbicara, berdiskusi agar siswa lebih nyaman untuk menyampaikan ide dan selalu termotivasi untuk belajar
tau dan ingin tau tentang sains setiap hari.
Penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam diperlukan untuk mepertahankan efikasi diri siswa dalam pembelajaran sains
sehingga bisa menjadikan motivasi yang kuat untuk belajar sains dengan lebih tekun dan rajin serta mempertahankan pemberian
motivasi dan pendekatan pembelajaran yang baik.
DAFTAR RUJUKAN
Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The Exercise of Control. In Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York, WH
Freeman/Times Books/ Henry Holt & Co.
Bassi, M., Steca, P., Fave, A. D., & Caprara, G. V. (2007). Academic Self-Efficacy Beliefs and Quality of Experience in
Learning. Journal of Youth and Adolescence, 36(3), 301–312. https://doi.org/10.1007/s10964-006-9069-y
Chin, C., & Brown, D. E. (2000). Learning in Science: A Comparison of Deep and Surface Approaches. Journal of Research in
Science Teaching, 37(2), 109–138.
Chiou, G. L., & Liang, J. C. (2012). Exploring the Structure of Science Self-Efficacy: A Model Built on High School Students’
Conceptions of Learning and Approaches to Learning in Science (Vol. 21).
Giancoli, D. C. (2014). Fisika Prinsip dan Aplikasi Edisi Ketujuh Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kim, E., & Pak, S. J. (2002). Students do not Overcome Conceptual Difficulties after Solving 1000 Traditional Problems.
American Journal of Physics, 70(7), 759–765. https://doi.org/10.1119/1.1484151
Lin, T. J., Liang, J. C., & Tsai, C. C. (2015). Identifying Taiwanese University Students’ Physics Learning Profiles and Their
Role in Physics Learning Self-Efficacy. Research in Science Education, 45(4), 605–624.
Lin, T. J., & Tsai, C. C. (2013). A Multi-Dimensional Instrument for Evaluating Taiwanese High School Students’ Science
Learning Self-Efficacy in Relation to Their Approaches to Learning Science. International Journal of Science and
Mathematics Education, 11(6), 1275–1301. https://doi.org/10.1007/s10763-012-9376-6
Moneta, G. B., Spada, M. M., & Rost, F. M. (2007). Approaches to Studying when Preparing for Final Exams as a Function of
Coping Strategies. Personality and Individual Differences, 43(1), 191–202. https://doi.org/10.1016/j.paid.2006.12.002
Nais, M. K., Sugiyarto, K. H., & Ikhsan, J. (2018). The Profile of Students’ Self-Efficacy Using Virtual Chem-Lab in Hybrid
Learning. Journal of Physics: Conference Series, 1097, 012060. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1097/1/012060
Ormrod, J. (2003). Educational Psychology: Developing Learners. https://www.pearson.com/us/highereducation/product/Ormrod-Educational-Psychology-Developing-Learners-8th-Edition/9780132974424.html
Prat-Sala, M., & Redford, P. (2010). The Interplay between Motivation, Self-Efficacy, and Approaches to Studying. The British
Journal of Educational Psychology, 80(2), 283–305. https://doi.org/10.1348/000709909X480563
Sungur, S. (2007). Modeling the Relationships among Students’ Motivational Beliefs, Metacognitive Strategy Use, and Effort
Regulation. Scandinavian Journal of Educational Research, 51(3), 315–326.
https://doi.org/10.1080/00313830701356166
Suprapto, N., Chang, T. S., & Ku, C. H. (2017). Conception of Learning Physics and Self-Efficacy among Indonesian
University Students. Journal of Baltic Science Education, 16(1), 7-19.
Thomas, G. P. (2013). Changing the Metacognitive Orientation of a Classroom Environment to Stimulate Metacognitive
Reflection Regarding the Nature of Physics Learning. International Journal of Science Education, 35(7), 1183–1207.
https://doi.org/10.1080/09500693.2013.778438
Tran, T. T. (2013). Is the Learning Approach of Students from the Confucian Heritage Culture Problematic? Educational
Research for Policy and Practice, 12(1), 57–65. https://doi.org/10.1007/s10671-012-9131-3
Tsai, C. C. (2003). Taiwanese Science Students’ and Teachers’ Perceptions of the Laboratory Learning Environments:
Exploring Epistemological Gaps. International Journal of Science Education, 25(7), 847–860.
https://doi.org/10.1080/09500690305031
561 Jurnal Pendidikan, Vol. 4, No. 5, Bln Mei, Thn 2019, Hal 556—561
Usher, E. L., & Pajares, F. (2006). Sources of academic and Self-Regulatory Efficacy Beliefs of Entering Middle School
Students. Contemporary Educational Psychology, 31(2), 125–141. https://doi.org/10.1016/j.cedpsych.2005.03.002
Widoyoko, E. P. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.