Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

G. Nilai, Sikap dan Kepuasan Kerja

7 Nilai, Sikap dan Kepuasan Kerja 7.1 1) 2) 3) Pendahuluan Deskripsi Singkat : Pada Bab ini dibahas deskripsi umum tentang Nilai, Sikap dan Kepuasan Kerja. Relevansi : Pada bagian ini dibahas tentang pengertian nilai, perbedaan nilai dan norma, pengertian etika dan moral, pengertian sikap dan kepuasan kerja. Dengan dasar pemahaman ini akan menjadi landasan bagi mahasiswa untuk memahami pengertian nilai, sikap dan kepuasan kerja. Bagian ini merupakan dasar untuk mempelajari, mendalami serta memahami pentingnya mengetahui perilaku organisasi Kompetensi Dasar : Mahasiswa mampu menjelaskan tentang nilai, sikap dan kepuasan kerja 75 7.2 A. Penyajian Pengertian Nilai Tiap orang, tiap keluarga, tiap kelompok, tiap organisasi, tiap daerah, agama, bangsa dan lain-lainnya mempunyai nilai-nilai yang dapat berbeda dari yang lain. Nilai yang ada pada seseorang adalah bagian dari kepribadiannya, merupakan keyakinan (beliefs) yang diperoleh dari pengalaman dan dipertahankan selama jangka waktu relatif lama, meskipun mungkin dapat berubah secara perlahan. Nilai-nilai yang ada pada seseorang turut menentukan persepsinya, sikapnya, motivasinya, dan perilakunya, termasuk perilaku kerjanya. Menurut Sigit (2003:79), nilai ialah keyakinan yang bertahan lama mengenai sesuatu yang dianggap berharga (wortwhile), penting. (importance), mempunyai arti (meaningfull), diinginkan (desirable), dan diprioritaskan (preferable). Robbins (2001:130) menyatakan bahwa nilai adalah suatu modus perilaku atau keadaan akhir dari eksistensi yang khas lebih disukai secara pribadi atau sosial daripada suatu modus perilaku atau keadaan yang berlawanan. Sementara itu itu, Geert Hofstede dalam Culture‟s Consequens (1980,19) yang dikutip oleh Draha, 2003:17 mendefenisikan nilai sebagai “a broad tendency for prefer certain states of affairs over others” Defenisi Hostede merupakan ringkasan defenisi Kluckhon “A value is conception, explicit or implicit, distintive of an individual of characteristic of a group, of the desirable which influences the selection from available modes, means and ends of action. Dengan demikian nilai dapat diartikan sesuatu yang dinginkan, penting dan memiliki arti, sehingga diperjuangkan untuk direalisasikan. 76 B. Nilai dan Norma Norma adalah nilai, tetapi nilai belum tentu berbentuk norma. Norma adalah nilai secara yang umum diterima oleh suatu masyarakat, perkumpulan orang atau organisasi dan dijadikan pedoman bagi masyarakatnya. Nilai yang sudah menjadi norma mengandung janji hadiah dan ancaman/sanksi. Orang berperilaku sesuai dengan norma menerima hadiah berupa diterima oleh masyarakatnya, diberi pujian, dan rasa kepuasan, sedangkan mereka yang melanggar dicaci maki atau dikenakan hukuman. Menurut Ndraha,( 2003:18) mengemukakan bahwa nilai dibedakan atas nilai subyektif dan nilai obyektif. Menurutnya bahwa nilai subyektif adalah sesuatu yang oleh seseorangdi anggap dapat memenuhi kebutuhannya pada sutu waktu dan oleh karena itu ia (seseorang tadi) berkepentingan atasnya (sesuatu itu),disebut bernilai atau mengandunng nilai bagi orang yang bersangkutan.Oleh karena itu ia dicari, diburu dan dikejar dengan menggunakan berbagai cara dan alat.Dalam hubungan itu, nilai dianggap subyektif dan ekstrinsik (extrinsic). Nilai ekstrinsik sutu barang berbeda menurut seseorang dibanding dengan orang lain. Nilai objektif adalah nilai dapat juga dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat objektif .Segala sesutu yang ada mengandung nilai, jika bagi seseorang tidak ,mungkin bagi orang lain.Berdasarkan anggapan ini , seolah-olah ada ada sebuah bag of virtues , kantong berisi nilai yang siap ditransfer kepada orang-orang. Menurut pendekatan ini ,nilai dianggap intrinsik (intrinsic). Berdeda dengan Robbins (2007:148), Nilai dapat dibedakan antara nilai terminal yaitu sesuatu yang menjadi tujuan akhir dan nilai instrumental, tetapi norma adalah semata-mata nilai instrumental. 77 Contoh Nilai–nilai instrumental dan nilai-nilai terminal sebagai berikut. Nilai Instrumental Nilai Terminal Tentram........................................................ Bahagia Lulus Ujian.................................................. Bekerja Bekerja.......................................................... Kawin Kawin .......................................................... Punya Anak Laba.............................................................. Penghargaan Biaya Rendah...............................................Laba Sembahyang................................................ Naik Sorga Nilai terminal keadaan akhir kehidupan yang diinginkan; tujuan-tujuan yang ingin dicapai seseoang selama masa hidupnya, sedangkan Nilai instrumental adalah perilaku atau cara-cara yang lebih disukai untuk mencapai nilai terminal seseorang. Secara sederhana, nilai dapat dirumuskan sebagai obyek dari keinginan manusia. Nilai menjadi pendorong utama bagi tindakan manusia dari pelbagai macam nilai yang mempengaruhi kompleksitas tindakan manusia. Moore (1978) dalam Kumorotomo (2008: 11), membedakan enam macam nilai yaitu: Pertama dia membedakan antara nilai primer dan nilai sekunder. Pembedaan ini didasarkan pada kerangka berpikir yang menentukan usaha, angan-angan, atau kepuasan seseorang. Apabila seseorang sangat mencintai perdamaian dan punya kecenderungan untuk bertindak kea rah itu, hal itu disebut nilai primer, sebaliknya dia punya harapan, misalnya dengan menolak untuk menjadi tentara, ia memiliki perdamaian dngan keyakinan bahwa tidak aka nada perang, atau sekedar punya rasa puas bila perdamaian itu terwujud, sehingga dia hanya memiliki nilai sekunder. Kedua, terdapat perbedaan antara nilai semu (quast values) dan nilai ril (real values). Seseorang memiliki nilai semu apabila dia bertindak seolah78 olah bertindak berpedoman kepada suatu nilai padahal sesungguhnya dia tidak menganut nilai tersebut. Bentuk lain nilai semu adalah kepura-puraan (hypocrisy). Seorang pejabat yang bersimpati dan memberikan sumbangan kepada kaum gelandangan hanya supaya dipuji di mata public agar supaya mendapat suara terbanyak dalam pemilihan suara, maka pejabat ini memiliki nilai semu. Sebaliknya jika pejabat tersebut benar-benar menginginkan pemecahan menyeluruh terhadap masalah gelandangan karena kesadaran sosial, empati dan merasa bertangung jawab, maka pejabat tersebut memili nilai riil. Dengan demikian nilai semu bersifat labil dan mudah dipengaruhi situasi dan kondisi, sedangkan nilai ril akan lebih kokoh dan untuk menanamkannya memerlukan waktu internalisasi yang lama serta terus menerus. Ketiga ada nilai yang terbuka dan ada pula yang tertutup. Suatu nilai yang terbuka bila tidak terdapat rentang waktu yang membatasinya. Misalnya orang harus bahagia selama hidupnya walaupun tidak ada jaminan untuk itu. Sebaliknya nilai tertutup memiliki batas waktu. Misalnya dua yang bertengkar mempertahankan pendiriannya akan warta warisan. Namun ketika salah satunya meninggal pertikaian tidak akan berlanjut. Keempat terdapat pula nilai negative dan nilai positif. Suatu nilai negative terjadi bila proposisi yang mendasari suatu keinginan bersifat negative dan kebalikannya adalah nilai positif. Hal ini dapat dilihat dari moralitas yang punya ciri khas adanya larangan dan anjuran. Misalnya larangan “jangan membunuh”, atau “jangan berzinah”. Memang kelihatannya agak kabur melihat mana yang bernilai negative atau bernilai positif, tetapi setidaknya kita bias mengenal mana pertanyaan-pertanyaan yang memiliki ciri negative atau posotif. Kelima, suatu nilai dapat pula dibedakan menurut orde atau urutan. Sehingga akan terdapat nilai pertama (first order 79 values), orde kedua (second orde values), demikian selanjutnya. Dengan kata lain nilai pertama aka ada jika terdapat nilai lainnya.Misalnya, ada orang yang bersedia menolong orang lain bukan karena ingin dipuji tetapi benar-benar ingin menolong. Inilah yang disebut nilai pertama. Jika kita kemudian memuji tindakannya itu, berarti kita telah memasukkan nilai yang baru sebab kita telah mengajukan agar orang bertindak seperti itu termasuk diri kita sendiri. Keenam, terdapat pula nilai relative dan nilai absolut. Suatu nilai bersifat relative bila merujuk kepada orang yang memiliki spesifikasi nilai tersebut. Kebalikannya adalah nilai absolut, tidak merujuk kepada orang dan dianut secara mutlak. Misalnya, seseorang melihat orang yang dalam bahaya, dan ia berkeinginan untuk menolongnya. Sesaat ketika dia akan menolong, tiba-tiba ada orang lain yang mendahuluinya. Apabila dia merasa terpuaskan dengan orang yang datang tiba-tiba menolongnya, maka berarti dia tidak mempunyai keinginan esensial. Dalam hal ini dia memiliki nilai relative. Sementara itu dalam situasi pertama, dimana dia sekedar ingin supaya orang yang dalam bahaya itu ditolong oleh siapa saja, maka ia memilik nilai absolut. Dari ke enam pembeda nilai tersebut kita akan meperoleh serangkaian pembedaan nilai yang beraneka ragam (Kumorotomo,2008:16). C. Etika dan Moral Istilah etika dan moral sering dicampur adukan. Dalam banyak tulisan, jarang ditemukan penulis yang menggunakan peristilahan tersebut secara konsisten. Namun dalam tulisan ini penulis berusaha mencari kandungan kedua istilah tersebut. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos”, yang artinya kebiasaan atau watak, sedangkan moral dari bahasa Latin “mos” 80 (jamak mores) yang artinya cara hidup ata kebiasaan. Berbeda dengan moril yang artinya semangat atau dorongan batin. (Kumorotomo, 2008:6). Sekalipun terdapat pengertian yang sama antara etika, moral dan moralitas, namun Solomon (1987:2) berpendapat bahwa ketiga istilah tersebut memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut adalah: Etika merujuk kepada dua hal. Pertama, etika berkenaan dengan disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang di anut oleh manusia beserta pembenarannya dan dalam hal ini etika merupakan salah satu cabang filsafat. Kedua, etika merupakan pokok permasaalahan didalam disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Moral dalam pengertiannya yang mengatur tingkah laku manusia. Moral dalam pengertiannya yang umum menaruh penekanan kepada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus, di luar ketaatan kepada peraturan. Oleh karena itu, moral merujuk kepada tingkah laku yang bersifat spontan seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan sebagainya, yang kesemuanya tidak terdapat dalam peraturan-peraturan hukum. Sedangkan moralitas mempunyai makna yang lebih khusus sebagai bagian dari etika. Moralitas berfokus kepada hukum-hukum dan prinsipprinsip yang abstrak dan bebas. Orang yang mengingkari janji yang telah diungkapkannya dapat dianggap sebagai orang yang tak bisa dipercaya atau tidak etis tetapi bukan berarti tidak bermoral. Jadi tekanananya disini ialah pada unsur keseriusan pelanggaran. Di lain pihak, moralitas lebih abtrak jika dibandingkan dengan moral. Oleh sebab itu, semata-mata berbuat sesuai dengan moralitas tidak sepenuhnya bermoral, dan melakukan hal yang benar dengan alasan-alasan yang salah bisa berarti tidak bermoral sama sekali. Senada dengan itu, Keban (2008:166) berpendapat bahwa etika dapat menjadi suatu factor mensukseskan dan juga sebaliknya 81 menjadi pemicu dalam mengagalkan tujua kebijakan, struktur organisasi, serta manajemen public. Dengan kata lain bila moralitas para penyusun kebijakan public rendah, maka kualitas kebijakannya sangat rendah, demikian pula sebaliknya. Pengertian Sikap (Attitude) Berbicara masalah sikap, sebenarnya hal ini sudah merupakan sesuatu yang sangat opuler dan penting,terutama dalam rangka pembahasan psikologi sosial.para ahli mengakui bahwa setiap sikap dapat terbentuk karena adanya pengaruh dan peranan pembawaan dan lingkungan, yang keduanya mempunyai fungsi yang sama, dalam arti bahwa sikap tidak dibawa sejak manusia lahir. Pengertian sikap sudah banyak dikemukakan oleh para ahli. Dalam memeberikan pengertian tentang sikap ini para ahli berbeda pendapatnya. Namun pada hakekatnya perbedaan pendapa tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang mendasar. Dalam kaitan ini, kita ketahui bahwa setiap individu didalam aktivitas hidupnya mjempunyai suatu reaksi ataupun gerakan terhadap suatu obyek tertentu dan inilah nantinya akan menjadi bagian dari sikap individu tersebut. Untuk jelasnya dikutip pendapat W.A. Gerungan (2009) yang mengatakan bahwa sikap adalah kesediaan bereaksi terhadap suatu hal. Ini berarti bahwa sikap senantiasa terarahkan pada suatu obyek tertentu dalam arti bahwa taka da sikap tanpa obyek, dan gerakan atau reaksi terhadap obyek inilah yang di maksud dengan sikap. Sehubungan dengan sikap ini, Krech dan kawan-kawan (1982:139), memberikan pendapatnya bahwa: As the individual develops his cognitionc, feeling, and action tendencies with respects to the various objects in his world become organized into enduring sistem called attitudes. D. 82 Keterangan Krech dan kawan-kawan ini menggambarkan bahwa dalam perkembangan individu, kognisinya,perasaannya dan kecendrungan untuk bertindak terhadap macam-macam obyek dilingkungannya menjadi terorganisir dalam suatu system yang disebut sikap. Jelas bahwa disamping adanya reaksi individu terhadap obyek tertentu, maka setiap individu akan memperlihatkan perkembanagn-perkem-bangan, baik kognisinya atau pengetahuanya, perasaanya atau keyakinannya maupun kecenderungan untuk bertindak atau pengalamannya terhadap obyek itu sendiri. Sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan terhadap aspek lingkungannya (Milton 1981). Sikap seseorang tercermin dari kecenderungan perilakunya dalam menghadapi suatu situasi lingkungan yang berhubungan dengannya. Sigit (2003:88), menyatakan bahwa sikap adalah tanggapan (response) yang mengandung komponen-komponen kognitif (pengetahuan), afektif (sejauhmana penilaiannya terhadap obyek) dan konaktif (kecenderungan untuk berbuat), yang dilakukan oleh seseorang terhadap sesuatu obyek atau stimulus dari lingkungannya. Robbins (2007:92) mengemukakan pengertian sikap adalah pernyatan evaluatif baik yang menyenagkan maupun tidak menyenagkan terhadap obyek, individu atau perisitiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Senada dengan itu, Ndraha, (2003:33) mengemukakan pengertian sikap adalah kecenderungan jiwa terhadap sesuatu. Ia menunjukkan arah, potensi dan dorongan menuj sesuatu itu. Ada perbedaan antara sikap dan nilai, meskipun keduaduanya beliefs dan cognitive, Pertama sikap adalah keyakinan (beliefs) mengenai sesuatu obyek yang khusus mengenai orang atau situasi, sedangkan nilai adalah bersifat umum. Nilai adalah 83 keyakinan yang melekat pada diri orang, terlepas bagaimana orang lain, sedangkan sikap adalah tanggapan terhadap pihak lain. Ada lima karakteristik sikap 1) ada obyek, 2) mengarah, 3), berintensitas atau sederajat, 4) berstruktur, dan 5) dipelajari. Dikatakan ada obyek, karena ada sesuatu yang disikapi. Tidak ada sikap tanpa obyek Dikatakan mengarah karena setiap obyek ada arahnya. Jadi sikap mengarah kepada obyek yang disikapi. Dikatakan berintensitas atau berderajat karena dalam sikap ditanyakan sejauhmana atau seberapa tinggi rendah sikapnya. Dikatakan berstruktur, karena dalam sikap itu ada komponenkomponen yang secara intern terbentuk dengan sendirinya, yaitu komponen kognitif, afektif yang saling menjalin. E. Pengertian Kepuasan Kerja Ada beberapa defenisi dari kepuasan kerja yang diberikan oleh para ahli Anoraga (1998:80) yaitu : - Kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. - Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya itu sendiri, situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dan sesama karyawan. - Kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja. - Kepuasan kerja pada dasarnya adalah security feeling (rasa aman) dan mempunyai segi-segi : a. Segi sosial ekonomi (gaji dan jaminan sosial) b. Segi sosial psikologi : kesempatan untuk maju, kesempatan mendapatkan penghargaan, dan lain-lain. 84 Kepuasan kerja menurut Davis (1995), adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Pegawai/karyawan yang bergabung dalam suatu organisasi,tentu mereka membawa serta seperangkat keinginan,kebutuhan,hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan kerja.Dengan demikian kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan. Dari pernyataan tersebut ,ini berarti bahwa kepuasan kerja pada umumnya mengacu pada sikap seseorang pegawai atau karyawan terhadap pekerjaannya.Hal ini dapat dilihat pada sutu contoh manakala seorang administrator memberikan suatu kesimpulan terhadap bawahannya misalnya bahwa si A tampaknya sangat senang dengan promosinya sekarang. Sebagai sekumpulan perasaan , kepuasan kerja bersifat dinamis, seseorang dapat menurun dalam sekejap. Oleh sebab itu seorang pimpinan harus mampu menciptakan kondisi yang dapat meninbulkan kepuasan kerja dalam segala bentuk. Sementara itu Siagian (2000) berpendapat bahwa pembahasan mengenai kepuasan kerja perlu di dahului oleh penegasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya, karena kepuasan mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Namun menurutnya bahwa sekalipun konsep kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana namun demikian tetep relevan untuk mengatakan bahwa kepuasan jerja adalah merupakan cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya. Karena tidak sederhana, maka dalam menganalisis tentang kepuasan kerja banyak faktor yang perlu mendapat perhatian 85 yang serius. Apalagi menurut Davis (1995) bahwa masalah rendahnya kepuasan kerja merupakan salah satu fenomena yang banyak meyakini dan rusaknya kondisi dalam suatu organisasi .Bahkan dalam bentuk yang lebih sinis fenomena tersebut bersembunyi di belakang pemogokan liar, pelambanan kerja,kemangkiran, dan penggantian pegawai. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi untuk bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoeh umpan balik tentang hasil yang dilakukannya,dan yang bersangkutan akan merasa puas.Bentuk Program perkenalan yang tepat serta berakibat ada diterimanya seseorang sebagai anggota kelompok kerja dan oeh organisasi secara ikhlas dan terhormat juga pada umumnya berakibat pada tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Dengan demikian situasi lingkungan pun ajan turut berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seseorang. Ini berarti bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari kepuasan hidup dalam arti bahwa sifat lingkungan seseorang diluar pekerjan mempengaruhi perasaan didalam pekerjaan. Demikian juga halnya,karena pekerjaan merupakan bagian penting kehidupan,kepuasan kerja mempengaruhi kepuasan hidup seseorang. Dapat disimpulkan pendapat para ahli di atas bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para pekerja terhadap kondisi dan situasi kerja termasuk didalamnya masalah upah, kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi psikologis. 86 F. Faktor-faktor Kepuasan Kerja Tidak bisa dipungkiri dan hampir sebagian orang berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan faktor utama untuk dapat menimbulkan kepuasan kerja. Namun pendapat tersebut berbenturan dengan kenyataan, karena pada sebagian orang yang sudah memenuhi kebutuhan financial keluarganya secara wajar, maka gaji atau upah tidak lagi menjadi factor penentu. Gilmer (1966) dalam bukunya Moch. As‟ad (2004 : 114 ) berpendapat tentang tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut : 1) Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh kesempatan peningkatan pengalaman dan kemampuan kerja selama bekerja. 2) Keamanan kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengarugi perasaan kerja karyawan selama bekerja. 3) Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang yang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang di perolehnya. 4) Manajemen kerja. Manajemen kerja yang baik adalah yang memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, sehingga karyawan dapat bekerja dengan nyaman. 5) Kondisi kerja. Dalam hal ini adalah tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat parkir. 6) Pengawasan (Supervisi). Bagi Karyawan, Supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn tover. 7) Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan 87 mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan. 8) Komunikasi. Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pimpinan banyak dipakai untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak pimpinan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbukan kepuasan kerja. 9) Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja 10) Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas. Disamping faktor-faktor tersebut diatas menurut pendapat Moh. As‟ad (2004:115), faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain : 1) Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja. 2) Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, perlengkapan kerja, sirkulasi udara, kesehatan pegawai. 3) Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan pegawai, yang meliputi sistem penggajian, jaminan sosial,besarnya tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan lain-lain. 4) Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan 88 atasannya, maupun pekerjaannya. karywan yang berbeda jenis Berbeda dengan Gilmer, Harold E Burt (Dalam Anoraga, 1998:82), menegaskan bahwa faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja adalah sebagai berikut : a. Faktor hubungan antar karyawan b. Faktor individual, yaitu berhubungan dengan sikap, umur, jenis kelamin. c. Faktor luar, yaitu keadaan keluarga, rekreasi, pendidikan. Sedangkan Chiselli dan Brown mengemukakan faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja adalah kedudukan, pangkat jabatan, masalah umur, jaminan finansial dan sosial, dan mutu pengawasan. G. Soal Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan nilai. 2. Apa pula yang dimaksud dengan norma, etika dan moral.Jelaskan 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sikap 4. Bedakan ke tiga istilah di atas. 5. Sebutkan karaktersitik dari sikap. 6. Bedakan nilai Subyetif dengan Nilai Obyektif lengkap dengan contoh-contohnya. 7. Jelaskan pula enam macam perbedaan nilai menurut Kumorotomo 8. Berikan contoh nilai instrumen dan nilai terminal. 9. Jelaskan apa yang dimaksud denga kepuasan kerja. 10. Apa saja yang menyebabkan timbulnya kepuasan kerja. 89 90