Crab Biology and Taxonomy

Crabs of the families Xanthidae, Domeciidae, Trapeziidae, Pinnotheridae, and Pilumn-idae dredged off the Ogasawara Islands are recorded, with some taxonomic and biogeographic notes. Of 43 species (26 of the Xanthidae, 1 of the Domeciidae, 1 of the Trapeziidae, 1 of the Pin-notheridae, and 14 of the Pilumnidae) recorded in the present paper, 8 species are new to Japanese waters, and one species is new to science. The new species of the Pilumnidae, Nanopilumnus modestus, is described with photographs and line drawings. The biogeographic characteristics of these crab groups off the Ogasawara Islands are briefly discussed at the taxonomic comments of the species examined.

Abstrak Scylla serrata merupakan salah satu jenis kepiting bakau yang dominan tertangkap di perairan Pantai Mayangan, Subang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran temporal kondisi kepiting bakau (S. serrata) di perairan Pantai Mayangan, Subang ditinjau dari hubungan lebar karapas-berat dan faktor kondisinya. Survei lapang dilakukan pada bulan April, Juni, Agustus dan November 2009. Data lebar karapas dan berat kepiting bakau dikumpulkan melalui enumerator sejak Januari hingga November 2009. Hasil menunjukkan persamaan hubungan lebar karapas-berat antara kepiting jantan dan betina berbeda nyata (P<0,05). Kepiting jantan dan betina memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif dengan nilai b kepiting jantan cenderung lebih besar dibandingkan betina. Kisaran nilai K dan Kn kepiting jantan lebih lebar dibandingkan betina sehingga kepiting jantan cenderung lebih gemuk. Sebaran temporal faktor kondisi kepiting bakau diduga terkait dengan siklus reproduksinya. Nilai faktor kondisi meningkat sejak bulan Juni hingga puncaknya pada bulan Oktober yang diduga pada saat tersebut merupakan puncak musim pemijahan kepiting bakau di perairan Pantai Mayangan. Kata kunci: faktor kondisi, Pantai Mayangan, Scylla serrata, sebaran temporal Pengantar Perairan pantai Mayangan yang terletak di Desa Mayangan, Kabupaten Subang merupakan salah satu kawasan mangrove di bagian utara Jawa Barat yang kondisinya masih relatif cukup baik dengan jenis vegetasi mangrove yang dominan adalah bakau (Rhizopora sp.) dan api-api (Avicennia sp.) (Satria & Priatna, 2009). Satria & Syam (2009) menyebutkan bahwa luas wilayah mangrove di Desa Mayangan sekitar 196,5 ha. Kawasan tersebut telah dimanfaatkan masyarakat setempat untuk pengembangan perikanan. Dua pertiga hutan mangrove di Mayangan diusahakan sebagai tambak tumpang sari (sylvofishery) (Rahardjo, 2008). Kegiatan penangkapan di daerah mangrove oleh nelayan setempat juga telah berlangsung sejak dahulu. Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perikanan yang banyak tertangkap di perairan mangrove Mayangan. Kepiting bakau yang terdapat di Mayangan terdiri dari empat jenis, yaitu Scylla serrata, S. olivacea, S. tranquebarica dan S. paramamosain (Rugaya, 2006). Menurut Syam & Purnamaningtyas (2010), Scylla serrata (Forskål,1775) merupakan jenis kepiting bakau yang mendominasi hasil tangkapan kepiting di Mayangan (sekitar 61%). Scylla serrata memiliki ciri berupa adanya cheliped dan kaki-kaki dengan pola poligon untuk kedua jenis kelamin dan pada abdomen betina. Warna tubuh bervariasi dari ungu kehijauan hingga hitam kecoklatan. Duri pada rostrum tinggi, rata dan agak tumpul dengan tepian yang cenderung cekung dan membulat. Duri pada bagian luar cheliped berupa dua duri tajam pada propodus dan sepasang duri tajam pada carpus (Keenan et al., 1998). Cholik (1999) menyatakan bahwa kepiting bakau telah menjadi komoditas perikanan yang penting dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi di Indonesia sejak tahun 1980. Produksi kepiting bakau sebagian besar masih berasal dari sektor penangkapan. Permintaan kepiting bakau di dunia internasional cenderung meningkat sehingga berdampak pada tingginya aktivitas penangkapan kepiting di alam. Ekspor kepiting bakau dari Indonesia pada tahun 2000 mencapai 12.381 ton dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 22.726 ton (KOMPAS, 2008). Syam et al. (2009) menyatakan fenomena serupa juga terjadi di daerah Mayangan dan sekitarnya, produksi kepiting bakau hasil tangkapan nelayan meningkat dari 20 ton/tahun (2007) menjadi 28 ton/tahun (2008). Degradasi ekosistem mangrove dan eksploitasi berlebihan yang banyak terjadi di perairan Indonesia telah mengakibatkan penurunan pada populasi kepiting bakau (Scylla sp.). Upaya penangkapan kepiting bakau dapat dioptimalkan melalui pemacuan stok yang meliputi perbaikan habitat dan restoking (Cholik, 1999). Data biologi kepiting bakau sebagai data dasar diperlukan dalam rangka manajemen dan konservasi kepiting bakau di perairan Pantai Mayangan. Salah satu data biologi tersebut adalah data mengenai hubungan lebar karapas-berat dan faktor kondisi

The Guinean Mantis Shrimp is a crustacean of the Order Stomatopoda, having a carapace that does not cover the posterior thorax and a broad abdomen bearing gills on the appendages. The nutritional profile of Squilla aculeata calmani as whole organism and fillet was investigated using standard techniques. The proximate compositions of the fillet and whole organism were significantly different (P>0.05), with fillet having higher protein content (65.91 ± 2.24 %) to the whole organism (31.05 ± 3.55%). The whole organism was significantly higher in calcium, potassium, magnesium and sodium. Cholesterol was not detected in Squilla aculeata calmani as whole organism and fillet. The samples were very good sources of oleic acid, a monounsaturated omega-9 fatty acid with hypotensive (blood pressure reducing) effects. The study showed that both the flesh and the shell contribute positively to the nutritional quality of the Guinea Mantis Shrimp, Squilla aculeata calmani. As the concentrations of the mineral content were within the allowed daily requirement, the shrimp could be employed as an alternative dietary supplement.

We studied the size structure and population dynamics of blue swimming crab (Portunus pelagicus Linnaeus 1758) in Lasongko Bay, Central Buton - Indonesia from April 2013 to March 2014. We assessed the size structure, growth parameters, recruitment, mortality, and rate of exploitation due to local fisheries. We collected crabs monthly by gillnets with mesh sizes of 1.5, 2.5 and 3.5 inches. The size structure of male and female crabs consisted of one to two groups, most of which were adults. The growth parameters of male and females crabs were CW∞ = 152.04 mm and K = 0.93 year -1, and CW∞= 173.04 mm and K = 0.68 year-1, respectively. Total, natural, and fishing mortality of males were 2.80,
1.09 and 1.71, and 2.95, 0.86, and 2:09 for females, respectively. The exploitation rate of males and females were 0.61 and 0.71, respectively, which suggests overfishing.

Abstrak Perairan pantai Mayangan merupakan kawasan mangrove di Kabupaten Subang dengan komoditas tangkapan utamanya adalah kepiting bakau. Scylla tranquebarica (Fabricius,1798) merupakan salah satu dari empat jenis kepiting bakau yang terdapat di Mayangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek pertumbuhan dan mortalitas S. tranquebarica di perairan Pantai Mayangan, Subang. Survei lapang dilakukan pada bulan April, Juni, Agustus dan November 2009. Data lebar karapas dan berat kepiting bakau dikumpulkan melalui enumerator sejak Januari hingga November 2009. Data yang terkumpul dianalisis hubungan lebar karapas-beratnya dan estimasi parameter pertumbuhan dan mortalitas menggunakan FiSAT II. Hasil menunjukkan kepiting bakau tersebut memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. S. tranquebarica diduga memiliki lebar karapas asimtot (CW∞) sebesar 13,65 cm (jantan) dan 14,18 cm (betina) dengan laju pertumbuhan (K) kepiting bakau betina yang cenderung lebih cepat dibandingkan jantan. Laju mortalitas kepiting betina juga relatif lebih tinggi dibandingkan jantan. Keberadaan S. tranquebarica yang memiliki laju pertumbuhan yang rendah dan mortalitas yang tinggi diduga terkait dengan adanya degradasi habitat mangrove di Mayangan.

A new genus of freshwater crab, Karkata gen. nov., with two
species, K. ghanarakta sp. nov. (type species) and K. kusumbha
sp. nov., and two new species each of Pilarta Bahir and Yeo, 2007
(P. aroma sp. nov. and P. punctatissima sp. nov.) and
Cylindrotelphusa Alcock, 1909 (C. breviphallus sp. nov. and C. longiphallus
sp. nov.), are described from Kerala, India. Additionally, C.
granulata (Pillai, 1951) comb. et stat. nov. is recognised as a
distinct species. Karkata gen. nov. is distinguished from other
Indian gecarcinucid genera by a suite of carapace and gonopod
characters, including a moderately arched, smooth carapace, the
presence of a prominent suture between male thoracic sternites 2,
3 and 3, 4, the absence of a flagellum on the third maxilliped
exopod, a very short terminal segment of the male first gonopod
(G1), and a short distal segment of the male second gonopod (G2).
Karkata ghanarakta sp. nov. is differentiated from K. kusumbha sp.
nov. by the shape of the G1 subterminal segment and its live
colouration. Pilarta punctatissima sp. nov. is distinct among the
congeners mainly by its densely punctate carapace, densely setose
anterolateral and posterolateral margins of the carapace, stouter
G1 terminal segment, and relatively long G2 distal segment
whereas P. aroma sp. nov. can be separated from P. anuka Bahir
and Yeo, 2007 by its relatively smooth carapace, deep H-shaped
groove, relatively long G1 terminal segment, and almost straight
outer margins of the G1 terminal and subterminal segments.
Cylindrotelphusa breviphallus sp. nov. is differentiated from C. longiphallus
sp. nov. and C. steniops (Alcock, 1909) by its stout G1, with
a stout, short terminal segment. Cylindrotelphusa longiphallus sp.
nov. is distinguished from the congeners by its shallow, narrow
cervical grooves and relatively slender ambulatory legs. An identification
key to the species of Karkata, Pilarta and Cylindrotelphusa is provided.

The Island of Borneo harbors a high species richness of freshwater brachyurans, many of which are endemic in the region and their existence is threatened by anthropogenic activities. Our knowledge on the fundamental aspects which are required for species conservation assessment is currently limited. For instance, information on fecundity of most Bornean freshwater crabs is almost non-existent despite this being an important predictor of vulnerability to extinction. This paper describes the fecundity and egg size of the giant freshwater crab (Isolapotamon bauense Ng, 1987) from Kuching Division in Sarawak, Borneo. The fecundity of the crab is between 26 and 81 eggs, with the egg diameter ranging between 3.7-4.2 mm. The macrolecithal eggs are attached to the pleopods of the female abdominal brood pouch; they are bright orange and are comprised of two layers of membrane, with a thicker outer layer and a thinner inner layer, encapsulating the large embryonic yolk sac.