___________________________________________________________________ RILIS MEDIA – POPULI CENTER 25 APRIL 2016 “PILGUB JAKARTA: RASIONALITAS PEMILIH DI ANTARA SKANDAL DAN KINERJA” JAKARTA. Setelah bergulirnya isu seputar dugaan Korupsi...
more___________________________________________________________________
RILIS MEDIA – POPULI CENTER 25 APRIL 2016
“PILGUB JAKARTA: RASIONALITAS PEMILIH DI ANTARA SKANDAL DAN KINERJA”
JAKARTA. Setelah bergulirnya isu seputar dugaan Korupsi Pembelian Lahan Rumah Sakit Sumber Waras dan terjaringnya Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M. Sanusi dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, Populi Center mengadakan survei untuk melihat apakah petahana masih kuat di Pilgub DKI dan apakah pemilih Jakarta mampu membedakan informasi dan menilai kinerja. Survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan 400 responden, di 6 wilayah DKI Jakarta yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Kepulauan Seribu. Survei ini menggunakan metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error ±4.9% pada tingkat kepercayaan 95%. Survei ini juga bertujuan untuk melihat tren dukungan publik di Jakarta dan melihat potensi kandidat yang semakin menguat dukungan elektoralnya dibanding survei sebelumnya yang sudah dilakukan pada bulan Desember 2015, dan Februari 2016.
Dalam survei ini, Populi Center mendapatkan beberapa temuan menarik. Petama, secara keseluruhan, tingkat kepuasan terhadap kinerja Pemprov DKI Jakarta sedikit naik, dari 70% di bulan Februari menjadi 73.3% di bulan April 2016. Sementara itu untuk persentase tingkat kepuasan terhadap kinerja Gubernur Ahok juga naik, yaitu dari 73.5% di bulan Februari 2016 menjadi 73.7% di bulan April 2016. Di bulan April, sebanyak 81.5% masyarakat DKI menyatakan puas terhadap kepemimpinan Gubernur BTP. Sementara itu, di bulan Februari 2016, 85.5% masyarakat DKI yang menyatakan puas dan 77.7% yang menyatakan puas di bulan Desember 2015. Tren ini meski fluktuatif, namun masih tetap berada pada level stabil karena naik dan turunnya persentase tidak signifikan.
Kedua, untuk kinerja DPRD DKI Jakarta, lebih dari 50% masyarakat tidak puas dengan kinerja DPRD DKI Jakarta dan merasa bahwa DPRD DKI tidak mewakili aspirasi rakyat. Meski demikian, angka ini menurun dibanding bulan Februari 2016.
Ketiga, untuk isu-isu yang sedang bergulir seperti isu kasus Rumah Sakit Sumber Waras dan kasus suap Reklamasi Teluk Jakarta, mayoritas masyarakat Jakarta masih menyatakan tidak percaya akan keterlibatan Gubernur Ahok dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras, meski persentase masyarakat yang percaya sedikit bertambah dibanding bulan Februari 2016. 27.2% masyarakat pun lebih percaya Gubernur Ahok dibanding yang percaya dengan BPK sebesar 19%. Meski demikian, 53.8% mengaku tidak mengetahui kasus tersebut dan memilih untuk tidak menjawab. Ini artinya kasus yang bergulir tidak menyita perhatian masyarakat. Sementara itu untuk kasus suap reklamasi Teluk Jakarta, paling banyak masyarakat (34.2%) yang tidak percaya bahwa Gubernur Ahok terlibat kasus tersebut. Sebaliknya, 64.5% masyarakat percaya terhadap keterlibatan anggota DPRD yang lain dalam kasus dugaan korupsi, salah satunya terkait dugaan suap Reklamasi Teluk Jakarta.
Keempat, untuk tingkat popularitas, mayoritas persentase popularitas tokoh naik dibanding bulan Februari 2016. Sementara itu, popularitas Gubernur Ahok masih berada di posisi pertama. Sementara itu, untuk penilaian terhadap 14 tokoh, hanya Abraham Lunggana (Haji Lulung) dan Ahmad Dhani yang masuk dalam top five untuk popularitas namun memiliki penilaian negatif lebih banyak dibanding penilaian positif. Ini artinya Haji Lulung dan Ahmad Dhani popular karena penilaian negatifnya, sementara tokoh lain popular karena dinilai positif oleh masyarakat Jakarta. Adapun nama-nama baru seperti Dede Yusuf, Safrie Sjamsoeddin, Ganjar Pranowo, dan Heru Budi Hartono, meski nama-nama ini baru muncul di survei bulan April namun penilaian positif dari masyarakat masuk dalam 15 besar.
Kelima, untuk tingkat kelayakan, Gubernur Ahok dinilai masih layak untuk maju kembali menjadi Gubernur DKI periode 2017-2022 karena ternyata meski yang menyatakan Gubernur Ahok layak maju kembali memiliki persentase yang lebih kecil dibanding bulan Februari 2016, namun posisinya masih teratas. Selanjutnya masyarakat Jakarta juga masih yakin bahwa Gubernur Ahok bisa membawa perubahan ke arah lebih baik untuk Jakarta. Kemudian untuk persetujuan maju jalur independen, data menunjukkan bahwa 49% masyarakat DKI menyatakan tidak mempermasalahkan jalur parpol dan jalur independen. Namun, secara spesifik, 59.2% masyarakat Jakarta menginginkan Ahok maju kembali menjadi calon Gubernur lewat jalur independen.
Keenam, untuk tingkat elektabilitas top of mind. Temuan menarik dari survei ini adalah meski diterpa kontroversi dan skandal, namun elektabilitas Gubernur Ahok sedikit naik dibanding bulan Februari lalu, yaitu dari 49.5% menjadi 50.8%. Kenaikan Yusril Ihza Mahendra juga cukup signifikan dari 3% pada bulan Februari 2016 menjadi 5% pada bulan April 2016 dan berada di posisi kedua. Elektabilitas Ridwan Kamil pun turun drastis sebagai akibat dari pernyataannya bahwa dia tidak akan ikut Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang.
Ketujuh, Saat BTP diadu head to head dengan Yusril Ihza Mahendra dan Sandiaga Uno, elektabilitasnya menurun dan elektabilitas Yusril dan Sandiaga Uno meningkat. Meski demikian, pemilih yang belum menentukan pilihan dan yang memilih untuk tidak menjawab, lebih besar dibanding bulan lalu. Ini berarti bahwa seiring bertambahnya pilihan bakal calon Gubernur, maka masyarakat pun tidak cepat-cepat menjatuhkan pilihan, namun masyarakat juga ingin melihat seberapa kompeten bakal Calon Gubernur yang lain.
Kedelapan, Untuk top of mind pasangan ideal, paling banyak masyarakat tidak tahu akan pasangan idaman mereka. Namun 11.8% masyarakat menilai pasangan ideal mereka adalah Ahok dan Heru dan angka ini menempati posisi pertama. Sementara itu, untuk posisi kedua, sebanyak 9.5% masyarakat menilai pasangan ideal adalah Ahok-Djarot untuk maju sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.
***