Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Review Jurnal 9 10 11 Seminar Ak Syariah

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 10

Nama : Shafira Husdini Pertiwi

NPM : 0227 1511 120

MK : Seminar Akuntansi Syariah

REVIEW JURNAL

1. "REFLEKSI KINERJA MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH DALAM


PERSPEKTIF AMANAH: SEBUAH STUDI FENOMENOLOGIS". Niswatin,
Universitas Negeri Gorontalo. Rosidi, Universitas Brawijaya. Gugus Irianto,
Universitas Brawijaya.

Pendahuluan

 Ketersediaan penyampaian isu riset


Penelitian berkembang dalam konteks manajemen yang lebih kecil, terutama
dalam manajemen cabang perbankan syariah. Penelitian ini sangat berkaitan
dengan konteks akuntansi syariah (Islam) dan etika syariah berdasarkan
realitas bisnis pada organisasi syariah (perbankan syariah) yang tidak
terlepas dari masalah sosial dan agama.

 Tujuan, rumusan masalah (research question)


Penelitian ini bertujuan untuk memahami kinerja manajemen perbankan
syariah di Bank Muamalat Cabang Gorontalo melalui perspektif amanah.
Motivasi peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah selama ini setiap
organisasi bisnis dalam konteks akuntansi manajemen (konvensional),
pengukuran kinerja manajemen hanya selalu diukur (didominasi) dengan
perspektif keuangan dengan menggunakan rasio keuangan baik dengan
menggunakan tolok ukur tradisional, kontemporer (balanced scorecard), dan
juga CAMELS hanya dapat melihat sisi paling luar dari prestasi suatu
perbankan. Asumsi-asumsi yang mendasari ketercapaian prestasi tersebut
tentunya tidak dapat diukur dengan menggunakan pendekatan penelitian
kuantitatif sebagai pendekatan yang mendominasi dalam penelitian. Ini
menjadi suatu fenomena dari realitas sosial, dimana perbankan syariah yang
berpraktik dengan berdasarkan prinsip-prinsip syariah, kinerja manajemen
diukur dengan tolok ukur tersebut, bisa saja berdampak pada perilaku
manajemen

 Manfaat dari riset


Implikasi penelitian ini adalah pertama berkaitan dengan manajemen pada
situs penelitian untuk dapat lebih berupaya memperbaiki kinerjanya, baik
kinerja ekonomi, sosial, mental, dan terlebih kinerja spiritualnya. Sementara
implikasi untuk regulator, yaitu menyarankan kepada BI sebagai pengawas
perbankan di Indonesia sudah saatnya memperbaiki indikator-indikator
pengukuran kinerja yang digunakan untuk menilai kesehatan perbankan
khususnya perbankan syariah yang tidak hanya menggunakan kriteria rasio-
rasio keuangan (CAMELS), namun juga memperhatikan dan mengawasi dari
sisi etika dan spiritual. Dan implikasi untuk penelitian selanjutnya untuk
mengembangkan fokus penelitian dengan memilih situs yang lebih luas dan
pemilihan alat analisis yang lainnya, sehingga akan ditemukan pemahaman
yang lebih luas tentang refleksi kinerja manajemen perbankan syariah.

Kajian literatur
 Kinerja perusahaan merupakan cerminan kinerja manajemen, oleh karena
keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuan manajemen
dalam mengelola segala sumber daya yang ada (Simanjuntak, 2005:13).
Dalam kontek perusahaan, manajemen adalah individu atau sekelompok
individu yang diberikan kepercayaan oleh stakeholders, khususnya oleh
shareholder (pemegang saham). Untuk melihat apakah manajemen berhasil
mengelola perusahaan maka dilakukan evaluasi atau pengukuran kinerja
(prestasi) dengan menggunakan indikator-indikator penilaian. Berkaitan
dengan pengukuran kinerja perbankan di Indonesia, Bank Indonesia (BI)
sebagai regulator perbankan di Indonesia selain memberikan dukungannya
dalam pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia juga telah memberikan
peraturan dalam bentuk pengawasan (penilaian) terhadap perbankan syariah.

 Pengawasan tersebut berhubungan dengan sistem penilaian yaitu dengan


dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/1/PBI/2007 Tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah yang menjelaskan bahwa penilaian tingkat kesehatan bank
mencakup penilaian terhadap faktor-faktor capital (permodalan), asset quality
(kualitas asset), management (manajemen), earning (rentabilitas), liquidity
(likuiditas), dan sensitivity to market risk (sensivitas terhadap risiko
pasar)/CAMELS. CAMELS tak ubahnya sama dengan tolok ukur kinerja
tradisional yang mendominasi pengukuran rasio-rasio keuangan dengan
informasi laporan keuangan khususnya laba sebagai bahan pertimbangan
untuk mengukur kinerja suatu organisasi, diantaranya: Return on Investment
(ROI), Return on Capital Employed (ROCE), Economic Value Added (EVA),
dan Return on Equity (ROE). Telah banyak penelitian oleh Tim Peneliti Bank
Indonesia maupun peneliti akademisi (Perguruan Tinggi) yang mengkaji
kinerja perbankan dengan menggunakan indikator CAMELS atau indikator
rasio-rasio keuangan lainnya, diantaranya Sumarta dan Yogiyanto (2000),
Buchori dkk (2003), Zuhroh (2003), Anida (2004), Tarsidin dan Warjiyo (2006),
dan Arifiani (2006). Berangkat dari kelemahan pengukuran tradisional yang
hanya menggunakan informasi keuangan dalam pengambilan keputusan
sehingga terkadang mengabaikan rencana kerja jangka panjang dan semakin
luasnya stakeholders yang patut menjadi perhatian manajemen (bukan hanya
shareholder dan creditor) terutama juga karyawan dan pelanggan, di saat
itulah muncul ide pengukuran kinerja seimbang (balance scorecard) sebagai
pengukuran yang kontemporer. Purwohedi dan Ghozali (2006) melakukan
penelitian tentang designing the balanced scorecard weight on syariah bank
branches through performance measurement (an empirical study on bank
syariah mandiri), hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kinerja
organisasional, perspektif pelanggan dan perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan menjadi hal yang perlu diperbaiki kembali oleh manajemen
perbankan syariah. Walaupun balance scorecard telah dianggap lebih
rasional, namun menurut Triyuwono (2002) bahwa pengukuran balance
scorecard pada intinya tujuan utama yang ingin dicapai adalah kinerja
keuangan dengan menggerakkan kinerja non keuangan (pelanggan
(customers), internal bisnis (internal business process), dan pembelajaran
dan pertumbuhan (learning and growth). Selanjutnya Triyuwono (2002),
Velasquez (2005:70), dan Badroen et al. (2007:28) menjelaskan bahwa tolok
ukur keberhasilan organisasi bisnis dengan melihat utility yang hanya
mempertimbangkan dari sisi mana yang lebih besar antara keuntungan atau
biaya (dari hasil capaian ekonomi melihat laba yang diperoleh), hal tersebut
didominasi oleh penggunaan perspektif etika utilitarianism. Berhubungan
dengan kinerja, perlu disadari ada hal yang sangat “dalam" berhubungan
dengan spiritual (semangat) dan moral (etika) masih terlupakan atau belum
mendapatkan perhatian.

 Penelitian yang telah dilakukan oleh McCuddy dan Pirie (2007) menemukan
bahwa kualitas spiritual berhubungan dengan moral perilaku individu ternyata
dapat mempengaruhi perilaku individu dalam pengambilan keputusan
termasuk keputusan keuangan

Metodologi
 Desain riset (research design) berkait dengan tujuan, riset yang dilakukan
mempunyai data yang aktual, model riset dikonstruksikan dengan baik, situs
riset (riset non-positivisme) relevan dengan unit analisis, ketersediaan metode
pengambilan sampel, dan alat analisis.
 Penelitian menggunakan metode interpretatif-kualitatif dengan pendekatan
fenomenologis untuk mengeksplorasi masalah dan realitas. Tipe data
melibatkan data primer yang dikumpulkan dari kata dan sikap, dan data
sekunder yang berasal dari dokumentasi berbasis arsip dan laporan
keuangan. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara, observasi aktivitas,
dan ulasan dokumenter.

Hasil analisis
 Hasil penelitian menunjukkan sintesis pemahaman tentang kinerja
manajemen perbankan syariah sebagai temuan empiris dengan empat
pemahaman, terutama terkait dengan pembentukan laba, ukhuwah
(kekeluargaan), kepercayaan dan kepatuhan terhadap etika syariah.
Mempertimbangkan pemahaman ini, sementara dianalisis melalui perspektif
amanah, maka manajemen perbankan syariah menanggung pada tiga jenis
amanah. Pertama, ia berdiri untuk organisasi bisnis yang berorientasi laba
untuk kepentingan pemegang saham dan kreditur. Ini memiliki tanggung
jawab untuk manajemen pusat dan penyedia modal. Kedua, tetap sebagai
organisasi sosial. Ini tidak sepenuhnya mencerminkan organisasi sosial
dengan hanya layanan publik sebagai bisnis inti, karena ia juga memberikan
kontribusi organisasi terhadap tanggung jawab sosial manajemen dalam
pengembangan dan pemberdayaan karyawan, komunitas lain, dan
masyarakat luas. Akhirnya, itu mewakili sebagai organisasi spiritual yang
dilihat melalui kesadaran manajerial untuk menumbuhkan dan
mengembangkan spiritualitas karyawan, pelanggan, masyarakat luas dan
permintaan syariah. Dapat dijelaskan bahwa ketiga jenis amanah kinerja
manajerial ini hanya berkaitan dengan spiritualitas berbasis syariah.

Kesimpulan
 Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja
manajemen perbankan syariah dipahami tidak hanya sepenuhnya berperan
sebagai organisasi bisnis saja yang hanya menciptakan laba sebagai kinerja
ekonomi, namun juga ditemukan pemahaman kinerja sosial melalui
terwujudnya ukhuwah (kekeluargaan) semua stakeholders, kinerja mental
dengan menumbuhkan kepercayaan kepada semua stakeholders, dan kinerja
spiritual dengan menunjukkan ketaatan manajemen pada etika syariah.
Walaupun ditinjau lebih lanjut, masih dominannya kinerja ekonomi
(menciptakan laba) menjadi target utama setiap aktivitas yang dilakukan oleh
manajemen. Dengan demikian dipahami pula bahwa cerminan pemahaman
kinerja manajemen perbankan syariah berperan dan bertanggung jawab
sebagai organisasi bisnis, organisasi sosial, dan organisasi spiritual. Prinsip
kebersamaan dan prinsip berbagi dan memberi, walaupun tidak sepenuhnya
sebagai organisasi sosial murni. Dan sebagai organisasi spiritual, sangat
berperan dalam membangun spiritual stakeholders, walaupun jika dilihat dari
operasionalnya spiritual tersebut hanya dimotivasi karena tuntutan syariah
Keterbatasan utama penelitian ini adalah 1). keterbatasan waktu pengamatan
dan keterlibatan peneliti pada situs penelitian yang sangat singkat, sehingga
masih keterbatasan pemahaman kinerja manajemen yang diperoleh. 2).
keterbatasan alat analisis yang digunakan adalah perspektif amanah, dan 3).
keterbatasan situs penelitian hanya pada perbankan syariah pada level
cabang, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat disamakan pada konteks
obyek yang berbeda

"ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN BANK MUAMALAT INDONESIA PERIODE

1992-1998 DAN 1999- 2006". Ratna Sahara. Nunung Nurul Hidayah. Universitas Al Azhar Indonesia.

Pendahuluan
 Ketersediaan penyampaian isu riset
Selama beberapa tahun kami telah melihat perkembangan luar biasa
perbankan syariah di Indonesia. Pelopor dalam pembentukan perbankan
syariah adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). BMI juga memiliki rating
yang baik selama bertahun-tahun, dan dapat mengembangkan banyak
produk inovatif.

 tujuan, rumusan masalah (research question),


Penelitian ini bertujuan mengukur kinerja suatu bank. Sebagai pelaksanaan salah satu fungsi
pengawasan, Bank Indonesia telah menerapkan standar tingkat kesehatan yang berdasarkan
pada lima komponen utama yaitu permodalan (Capital), kualitas aset (Asset Quality), kualitas
manajemen (Management), profitabilitas (Earning), dan tingkat likuiditas (Liquidity) atau
lebih dikenal dengan istilah CAMEL. Metode ini merupakan sistem peringatan dini yang
dapat menggambarkan risiko operasional untuk menjamin kesinambungan perbankan yang
berhati-hati, serta konsep pelaporan yang transparan.
Bank Muamalat Indonesia merupakan salah satu bank umum syariah yang pertama di
Indonesia harus dapat mempertahankan kinerjanya yang baik seperti saat berdiri sendiri tanpa
adanya pesaing. Melihat dari perkembangannya inilah penting untuk mengetahui
perbandingan kinerja Bank Muamalat Indonesia sebelum dan sesudah memiliki pesaing.

 manfaat dari riset


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada Bank Muamalat Indonesia
(BMI) khususnya, dalam melihat pertumbuhan perbankan syariah (Bank Umum Syariah
maupun Unit Usaha Syariah). BMI sebagai bank syariah pertama di Indonesia yang sedang
mengalami pertumbuhan dituntut untuk menjaga kinerja keuangannya untuk periode saat ini
dan mendatang, agar tidak terpengaruh oleh hadirnya bank-bank syariah baru yang semakin
menjamur.

Kajian literatur
 Riset terdahulu memadai untuk digunakan. Masa acuan riset sebaiknya di
atas tahun 2000, terdapat penjelasan mengenai bagaimana rumusan
masalah belum terjawab oleh riset terdahulu, dan ketersediaan hipotesis
(khusus pada riset postivisme)

 Perbankan syariah adalah salah satu representasi aplikasi dari ekonomi Islam yang melarang
penggunaan sistem bunga dalam perekonomian khususnya perbankan, karena sistem tersebut
dianggap riba yang dilarang oleh agama. Bahkan pelarangan riba ini tidak hanya dari agama
Islam saja tetapi juga dari agama-agama lainnya. Hal ini disebabkan karena penerapan sistem
ribawi akan membawa kerusakan moral di masyarakat. Perkembangan perbankan syariah
terhadap perbankan nasional di Indonesia sampai dengan Desember 2006 menunjukkan
pertumbuhan yang positif. Jumlah aset di perbankan syariah secara nominal menunjukkan
kenaikan. Sampai saat ini (Desember, 2006) aset yang dimiliki sebesar Rp. 26,68 triliun atau
1,58% dari total aset perbankan nasional. Memang apabila dibandingkan dengan total aset
perbankan nasional, aset perbankan syariah masih sangat kecil. Tetapi dengan pertumbuhan
aset yang positif ini mengindikasikan perbankan syariah dapat mengelola manajemen
likuiditasnya sehingga jumlah asetnya terus bertambah. Begitu pula dana pihak ketiga (DPK)
yang terkumpul sebanyak Rp. 20,67 triliun, atau 1,61% dari total dana pihak ketiga
perbankan nasional. Dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang positif ini mengindikasikan
bahwa perbankan syariah dapat memaksimalkan produk yang ditawarkan, berarti masyarakat
mulai melihat keuntungan dari produk yang ditawarkan. Selain dari produk yang ditawarkan
kenaikan DPK sampai saat ini dikarenakan juga oleh fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah
Nasional (DNS) mengenai haramnya bunga bank. Dan jumlah pembiayaan perbankan syariah
mencapai 20,44 triliun atau 2,58% dari total pembiayaan/kredit yang disalurkan perbankan
nasional. Dengan pertumbuhan pembiayaan yang positif mengindikasikan perbankan syariah
dapat melakukan fungsi sebagai lembaga intermediasi dengan baik.

 Dengan makin maraknya perkembangan perbankan syariah sangat dirasakan adanya


persaingan yang semakin tajam dalam dunia perbankan di Indonesia. Bank Umum Syariah di
Indonesia dimulai sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992,
kemudian diikuti oleh berdirinya beberapa bank umum syariah lain dan unit-unit usaha
syariah (hingga Desember 2006, terdapat 3 bank umum syariah, 20 Unit Usaha Syariah, dan
105 Bank Perkreditan Syariah). Posisi BMI dibanding dengan bank syariah lainnya adalah
sebagai leader bila ditinjau dari tahun berdiri, dan image yang telah tertanam di benak
masyarakat tentang bank syariah di Indonesia. Munculnya Bank Syariah Mandiri (BSM) pada
tahun 1999 merupakan sinyal bahwa BMI mulai memasuki era persaingan perbankan dengan
sistem bagi hasil. Hal tersebut jika tidak diantisipasi dapat mengancam kinerja BMI.
Keberadaan bank syariah di Indonesia telah diakui secara formal dengan diberlakukannya
Undang-undang No. 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.10
tahun 1998 tentang perbankan. Menurut Undang-undang tersebut, terdapat dua jenis bank
syariah di Indonesia yaitu Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS). Sementara itu dalam Undang-undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
Bank Indonesia memiliki peran yang sangat strategis yaitu sebagai pengatur sekaligus
pengawas bank, guna mendorong praktek perbankan yang sehat dengan tetap memperhatikan
prinsip kehati-hatian. Ketiga Undang-undang tersebut juga memperkenalkan konversi cabang
bank umum konvensional untuk membuka cabang/unit usaha syariah.

Metodologi
 Menggunakan metode CAMEL untuk menganalisis kinerja BMI selama sebelas
tahun. Untuk membenarkan apakah ada perbedaan kinerja kompetitif BMI
sebelum dan sesudah adanya kompetitornya, kami juga menguji perbedaan
kinerja kompetitif BMI dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Kami memilih BSM
sebagai pesaing yang kredibel karena perkembangannya yang signifikan
setelah keberadaan BMI.

 riset yang dilakukan mempunyai data yang aktual, model riset dikonstruksikan
dengan baik, situs riset (riset non-positivisme) relevan dengan unit analisis,
ketersediaan metode pengambilan sampel, dan alat analisis.

Hasil analisis
 secara deskriptif kinerja BMI sesudah ada pesaing relatif lebih baik terutama pada rasio yaitu
FDR, NPF, ROA dan ROE dibandingkan kinerja sebelum ada pesaing. Sedangkan untuk rasio CAR
lebih baik pada periode sebelum ada pesaing. Secara statistik hanya pada rasio NPF yang terlihat
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara periode sebelum dan sesudah ada pesaing,
untuk rasio CAR, ROA, ROE, dan FDR membuktikan terdapatnya perbedaan yang signifikan antara
sebelum dan sesudah ada pesaing pada α = 5%. Hal ini menunjukkan bahwa BMI mengalami
peningkatan kinerja keuangan pada setiap tahunnya, semakin banyaknya pesaing tidak terlalu
mempengaruhi kinerja keuangan BMI, terutama dilihat dari sisi Capital, Assets, Earning, dan
Liability.

Kesimpulan
 Secara keseluruhan kinerja keuangan BMI sebelum dan sesudah ada pesaing dilihat
menggunakan metode CAMEL,
 Secara umum kinerja BMI adalah salah satu bank syariah yang selalu memiliki kinerja sehat/baik,
hal ini harus dipertahankan dan ditingkatkan baik kinerja maupun pengembangan produk yang
berbasis Islam dan halal. Selain itu BMI harusnya lebih berani dalam menyalurkan pembiayaan,
sehingga dana yang berhasil dihimpun menjadi lebih produktif. Tetapi penyaluran tersebut juga
harus memperhatikan aspek kehati-hatian, agar tidak terjadi pembiayaan macet. Sehingga dari
penyaluran dana yang tinggi juga akan mendapatkan keuntungan yang tinggi. Dengan begitu BMI
selalu akan berpotensi lebih besar dalam merangkul masyarakat Indonesia, yang penduduknya
mayoritas Muslim.
 Keterbatasan penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah tidak digunakannya aspek
manajemen dan jumlah rasio yang digunakan hanya 5 rasio yang dibandingkan. Hal ini
menunjukkan masih ada beberapa rasio dan aspek manajemen yang jika tidak dieliminasi
mungkin dapat merubah kesimpulan hasil analisa. Oleh karena itu untuk mencapai
kesempurnaan pada studi perbandingan rasio berdasarkan CAMEL ini perlu diadakan penelitian
selanjutnya yang menggunakan aspek manajemen dan memasukkan seluruh rasio yang
dibutuhkan sesuai dengan peraturan Bank Indonesia. Selain itu juga untuk penelitian selanjutnya
dapat menggunakan beberapa bank syariah lainnya sebagai bank pembanding.

"MENGGAGAS LAPORAN ARUS KAS SYARI’AH BERBASIS MA’ISYAH: DIANGKAT DARI HABITUS BISNIS
MUSLIM INDONESIA". AJI DEDI MULAWARMAN, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi Pasca Sarjana
Universitas Brawijaya

Pendahuluan
 Ketersediaan penyampaian isu rise
Pendekatan teknologi akuntansi syari’ah idealis dalam penelitian ini merupakan salah
satu upaya perekayasaan laporan keuangan yang komprehensif dan utuh.
Perekayasaan dengan cara menggali substansi normatif sekaligus praktik/teknik dari
akuntansi syari’ah berbasis Shari’ate Enterprise Theory

 tujuan, rumusan masalah (research question),


Tujuan penelitian ini adalah merumuskan bentuk Laporan Arus Kas Syari’ah secara
utuh.
Kesimpulan dari penjelasan-penjelasan mengenai teori dan konsep yang mendasari
Laporan Arus Kas jelas belum sesuai dengan konsep dasar teoritis akuntansi syari’ah.
Satu-satunya kemungkinan menghilangkan kebuntuan substansial atas bentuk
Laporan Arus Kas adalah dekonstruksi sesuai nilai dan tujuan syari’ah. Dari
perumusan masalah di atas dapat diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
bagaimana bentuk Laporan Arus Kas berbasis tazkiyah?

 manfaat dari riset


Manfaat penelitian dengan terumuskannya Laporan Arus Kas Syari’ah diharapkan,
pertama, akuntansi Syari’ah yang sampai saat ini masih berada pada tataran filosofis-
teoritis dapat diimplementasikan di lapangan; kedua, memberikan kontribusi praktis
kepada akuntan melakukan praktiknya sesuai nilai-nilai Islam dan tujuan syari’ah;
ketiga memberi bukti empiris bahwa sebenarnya masyarakat Muslim masih
melakukan aktivitas akuntansi sesuai syari’ah yang dapat dijadikan sebagai source
pengembangan laporan keuangan syari’ah; keempat memberi kontribusi konstruktif
dalam penyusunan standar akuntansi keuangan untuk perusahaan-perusahaan di luar
perbankan syari’ah.

Kajian literatur
Riset terdahulu memadai untuk digunakan. Masa acuan riset sebaiknya di atas
tahun 2000, terdapat penjelasan mengenai bagaimana rumusan masalah belum
terjawab oleh riset terdahulu, dan ketersediaan hipotesis (khusus pada riset
postivisme)

Proses pencarian bentuk teknologis telah dimulai dari perumusan ulang konsep Value
Added (VA) (Subiyantoro dan Triyuwono 2004, 198-200) sebagai nilai tambah yang
berubah maknanya dari konsep VA konvensional dan berpusat pada aspek keadilan dan
hakikat manusia.

Terjemahan teknologis VA dilakukan Mulawarman (2006a, 211-217) dengan cara


menyucikan (tazkiyah) menjadi shari’ate value added (SVA) dan dijadikan source untuk
melakukan rekonstruksi sinergis Value Added Statement (VAS) versi Baydoun dan Willett
(1994; 2000) maupun Expanded Value Added Statement (EVAS) versi Mook et al. (2003;
2005) menjadi Shari’ate Value Added Statement (SVAS)Tazkiyah seharusnya dapat
dipakai untuk melakukan rekonstruksi bentuk-bentuk laporan keuangan lain yang
dibutuhkan misalnya Laporan Arus Kas Syari’ah sesuai Islamic values dan maqashid
asy-syari’ah.
Inilah yang disebut Islamisasi Ilmu dalam kerangka teknologisnya, Islamisasi Laporan
Arus Kas berdasar konsep utama Islam, yaitu Tawhid, untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan sosial (mashlaha) bagi semua. Pembahasan akuntansi syari’ah idealis
selama ini masih menekankan pentingnya VAS sebagai pengganti Income Statement dan
Current Value Balance Sheet (CVBS) sebagai pengganti Balance Sheet (lihat misalnya
Gambling dan Karim 1991; Baydoun dan Willett 1994, 2000; Triyuwono 2000, 2004;
Sulaiman 1997, 2000, 2001, 2003; Harahap 2000; Hameed dan Yaya 2003; Mulawarman
2006a). Pembahasan laporan arus kas sendiri jarang diperbincangkan sebagai hal yang
penting. Basis penerapan Laporan Arus Kas sebagai salah satu bentuk laporan dalam
Islamic Corporate Report’s bahkan tidak pernah mendeteksi basis konseptualnya, yaitu
Cash Flow Accounting. Laporan Arus Kas konvensional merupakan rasionalisasi
ditetapkannya Entity Theory dan sangat dipengaruhi konsep interest dari Irving Fisher
(Lee 1979). Menurut Lee (1974) Laporan Arus Kas penting untuk mensuplai kebutuhan
informasi terhadap investor dan bukannya laba akuntansi karena laba rentan praktik
manipulasi dan perubahan metoda akuntansi. Bowen (1987) menunjukkan informasi arus
kas merupakan prediktor yang lebih baik dari laba akrual dalam memprediksi arus kas
masa depan. Lebih lanjut model prediksi Laporan Arus Kas menurut Lawson dalam
Ashton (1976) didasarkan pada time value of money yang ditunjukkan dalam objective
function. Di sisi lain rencana penentuan aliran kas investasi dan time value of money
seperti dijelaskan Hanafi (2004, 141-168) terutama metode NPV, IRR, PI merupakan
metode terbaik melakukan evaluasi rencana investasi.
Adanya time value of money dalam Laporan Arus Kas penting karena adanya uncertainty
condition. Uncertainty condition berkaitan dengan allocation problem dalam Cash Flow
Accounting (Lee 1982 atau Rutherford 1982). Penolakan akuntansi syari’ah terhadap
uncertainty condition dalam konteks time value of money atau interest karena di
dalamnya terkait perilaku riba yang disebabkan oleh gharar10. Gharar sendiri merupakan
bentukan riba paling akut dalam sistem ekonomi dan keuangan, bahkan akuntansi (lihat
misalnya Karim 2004; Achsien 2000; Suwailem 2002; Muhammad 2004; Antonio 2000).

Metodologi

 Formulasi dilakukan dengan memanfaatkan Extention of Integrated Hyperstructuralism


Methodology. Dalam metodologi itu, konsep konvensional akuntansi arus kas dan
Baydoun dan Willett (1994) konsep laporan arus kas disempurnakan oleh Akuntansi
Syari'at .. Hasilnya kemudian disempurnakan oleh (Islam) Technosystem dan Perluas
Structuralisme konstruktif Pierre Bourdieu untuk menghasilkan Laporan Arus Kas
Syari'at. Hasil utama menunjukkan bahwa ma'isyah menjadi substansi dari Arus Kas
Syari'er. Ini berarti bahwa ma'isyah sebenarnya untuk mencari kegiatan yang bernilai
tambah (ekonomi, sosial dan lingkungan) (material) untuk mengambil barakah
(spiritual). Konsekuensi dari hasil utama adalah: (1) bahwa unsur-unsur dalam Laporan
Arus Kas Syariah didasarkan pada nilai tambah acitivites (operasi, pembiayaan dan
kegiatan investasi), dan (2) perluasan nilai tambah berdasarkan pada barakah ( kegiatan
barakah).

Hasil analisis
 Hasil utama menunjukkan bahwa ma'isyah menjadi substansi dari Arus Kas Syari'er. Ini berarti
bahwa ma'isyah sebenarnya untuk mencari kegiatan yang bernilai tambah (ekonomi, sosial dan
lingkungan) (material) untuk mengambil barakah (spiritual). Konsekuensi dari hasil utama
adalah: (1) bahwa unsur-unsur dalam Laporan Arus Kas Syariah didasarkan pada nilai tambah
acitivites (operasi, pembiayaan dan kegiatan investasi), dan (2) perluasan nilai tambah
berdasarkan pada barakah ( kegiatan barakah).

Kesimpulan
 Bentuk Laporan Arus Kas Syari’ah bagi perusahaan masih perlu dielaborasi lebih jauh. Disadari
pula bahwa laporan keuangan syari’ah di atas masih banyak memiliki keterbatasan-keterbatasan.
Secara konseptual laporan keuangan masih mengalami kendala kedalaman substansi, seperti
komparasi normatif dan keterbatasan sumber data empiris. Kendala teknis juga dapat muncul
dengan istilah-istilah baru seperti pemisahan masing-masing pos dalam bentuk ketundukan dan
kreativitas, transaksi barakah serta bentuk kuantitatif dan kualitatif yang tidak lazim dalam
koridor akuntansi keuangan. Menurut Mulawarman (2006b) melakukan perubahan melalui
penyucian harus dimulai dari pendidikan akuntansi dengan proses pencerahan dan pembebasan
tujuan pendidikan. Pendidikan memegang peranan penting dalam memunculkan nilai-nilai baru
dan konsep pembelajaran akuntansi yang Indonesianis. Tugas dan akuntabilitas akademisi
akuntansi tak mungkin berjalan dan berhenti di satu titik tertentu, tetapi harus dengan proses
perubahan sesuai dinamika masyarakat. Ditegaskan Ainsworth (2001): Perhaps, as educators, we
spend too much time trying to “prove” what we teach rather than striving to “improve” what
and how we teach.

You might also like