Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Ilmu Takhrij Al-Hadits Dalam Sorotan:Seputar Perkembangan-Penggambaran Teori Dan Praktik

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

ILMU TAKHRIJ AL-HADITS DALAM SOROTAN:Seputar Perkembangan-

Penggambaran Teori Dan Praktik

Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis*

Abstract
This research explains the important picture that is highlighted regarding the development of the theories and
practices in the science of takhrij al-hadith. The hadith is part of one of the two sources of Islamic law after
the Koran. The prince of tahkhrij hadith has actually been done at the beginning of the development ‘ulum
al-hadith, by only tracing the location of the hadith in the sources of literature or books compiled by hadith
collectors. The rest regarding in-depth research on the quality of the hadith (sanad-matan) was not too carried
out by previous scholars. discourse of hadith is classified into 2 (two) types, such as: 1) discourse about the
authority of the hadith as hujjah in Islamic law, and 2) study of the authenticity of the hadith itself (whether or
not the Hadith itself is valid). So it is important for the next generation to be introduced to the science of takhrij
al-Hadith. This has become important for Muslims to be able to connect and reveal their messages historically
from the Prophet Muhammad. The author uses a literature study which introduces the methods in the takhrij
al-hadith. The results of his conclusion that takhrij al-hadith had indeed been carried out by previous scholars
with their respective methods, but nowadays the development and portrayal of takhrij hadith has begun to
target digitalisation methods in the form of online, software or applications. For this reason, it is necessary to
introduce these technology and information-based methods while elaborating and collaborating on pre-existing
methods with contemporary methods based on technology and information.
Keywords: Takhrij al-Hadith, Theory, Practice

Abstrak
Penelitian ini menjelaskan gambaran penting yang disorot mengenai perkembangan-penggambaran
teori dan praktik dalam ilmu takhrij al-hadits. Hadits adalah bagian dari salah satu sumber hukum
Islam yang ke-2 (dua) setelah al-Quran. Prakrik tahkhrij hadits sebetulnya sudah dilakukan pada
awal perkembangan ‘ulum al-hadits, dengan hanya menelusuri letak hadits pada sumber literatur
atau kitab yang disusun oleh para kolektor hadits. Selebihnya mengenai penelitian mendalam
tentang kualitas hadits (sanad-matan) tidak terlalu dilakukan oleh ulama terdahulu. diskurusus
hadits digolongkan menjadi 2 (dua) macam, seperti: 1) diskursus seputar otoritas hadits sebagai
hujjah dalam syariat Islam, dan 2) kajian daripada keotetikan hadits itu sendiri (sahih atau tidaknya
Hadits itu sendiri). Maka penting untuk generasi selanjutnya dikenalkan dengan ilmu takhrij al-
Hadits. Hal ini yang menjadi penting bagi umat Islam agar bisa terhubung dan terungkap pesannya
secara historitas yang berasal dari Nabi Muhammad Saw. Penulis menggunakan studi kepustakaan
yang memperkenalkan metode-metode dalam takhrij al-hadits. Hasil kesimpulannya bahwa takhrij
al-hadits memang sudah dilakukan oleh ulama terdahulu dengan metodenya masing-masing, namun
dewasa ini perkembangan dan penggambaran takhrij hadits sudah mulai menyasar pada metode
digitalisasi berbentuk online, software atau aplikasi. Untuk itu perlu diperkenalkan metode berbasis
teknologi dan informasi ini sembari mengelaborasi dan mengkolaborasi metode-metode yang telah
ada sebelumnya dengan metode kontemporer berbasi teknologi dan informasi.
Kata Kunci : Takhrij al-Hadits, Teori, Praktik

A. PEMANASAN LATAR (dua) setelah al-Quran. Hadits yang dimaksud


Umat Islam pada umumnya memberikan disini ialah istilah yang biasa disinonimkan
ponten bahwa Hadits adalah bagian dari sebagai sunnah, karena mayoritas cendikiawan
salah satu sumber hukum Islam yang ke-2 Hadits mendudukkan pengertiannya
pada nomenklatur kabar atau berita yang
* Pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga

Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, Ilmu Takhrij al-Hadits dalam Sorotan 85
berhubungan dengan sabda, perbuatan, taqrir permasalahan dewasa ini, dengan melihat bahwa
dan segala hal yang berkaitan dengan sifat dan para ahli yang menempatkan posisi terminologi
keadaan Nabi Muhammad. Sebenarnya istilah hadits-pun berbeda-beda. Hanya saja perlu un-
Hadits ini mempunyai banyak padanan bentuk
tuk di dewasakan kembali bahwa Hadits yang
yang mirip seperti khabar dan atsar, meskipun
pada terminologi para ahli mengenai sunnah, dipahami merupakan bagian daripada corak nal-
hadits, khabar, dan atsar masih dalam kesimpang- ar dalam beragama, sehingga perlu untuk terus
siuran. Ragam terminologi ini disebabkan oleh dikontekstualisasikan terus menerus sesuai kon-
kompetensi disiplin ilmu pengetahuan para teks zaman. Hal yang menarik dalam penjelasan
ahli. Misalnya doktrin hadits/sunnah Nabi
soroush, antara lain:
Muhammad dalam pandangan muhadditsin
menempatkan Nabi Muhammad sebagai model “yes it is true that sacred scriptures are (in the
yang pertama untuk dijadikan contoh baku judgment of followers) flawless; however, it is
atau khas sebagai sosok ideal (uswah hasanah), just as true thet human beings’ understanding
sementara ushuliyyun lebih menempatkan of religion is flawed. Religion has not faltered in
Nabi Muhammad sebagai sosok peletak dasar articulating its objectives and its explanations
of good and evil; the defect is in human beings’
fondasi filsafat ke-Islaman yang kemudian
understanding of religion’s intend. Religion
dikembangkan sila tersebut oleh para mujtahid
is no need of reconstruction and completion.
setelahnya sesuai dengan berkembangnya Religious knowledge and insight that is human
zaman dan fuqaha menempatkan Nabi and incomplete, however, is in constant need of
Muhammad sebagai aktor percontohan dalam reconstruction. Religion is free from cultures
setiap perbuatannya (action) yang mempunyai and unblemished by the artifacts of human
implikasi hukum bagi para mukallaf di luar minds, but religious knowledge is, without a
hukum fardhu dan wajib (walam yakun min shadow of doubt, subject to such influences”.
babul fardhu wa laa al-wajib).
Secara garis besar digambarkan bahwa
Perbedaan terminologi oleh kualifikasi
agama itu suci-ukhrawi dan dan pemahaman
keilmuan tertentu adalah hal yang paling
manusia tentang agama itu bercacat (profan-
utama menyebabkan perbedaan pandangan
duniawi), sehingga dengan jelas soroush
dalam beragama (religious knowledge), namun
menyatakan bahwa agama tidak ragu
akan menjadi regresif jika masing-masing ahli
dalam menjelaskan maksudnya. Sehingga
mengklaim bahwa pemahamannya memiliki
penekannya bahwa agama tidak perlu di
otoritas kebenaran mutlak (religion), sehingga
rekonstruksi dan disempurnakan, justru
wajar bahwa pengikutnya-pun mengamalkan
nalar beragama yang bersifat manusiawi
ajaran atau tradisi saling klaim kebenaran.
dan tidak sempurna yang terus-menerus
Hal inilah yang dimaknai oleh soroush sebagai
perlu rekonstruksi sesuai kebutuhan zaman.
kegagalan revivalis dan reformis dalam
Sehingga layak sekali dalam kajian mengenai
memahami agama dan nalar beragama, berikut
ilmu hadits perlu terus dikembangkan sesuai
pernyataannya:
kebutuhan zaman, ilmu hadits yang dibahas
“The missing link in the endeavors of the
pada tulisan ini ialah mengenai Takhrij al-Hadits
revivalists and reformers of the past is the
distinction between religion and religious
dalam lingkup perkembangan-penggambaran
knowledge. They failed to recognize religious teori dan praktik.
knowledge as a variety of human knowledge. Prakrik tahkhrij hadits sebetulnya sudah
This neglect caused significant inconsistencies dilakukan pada awal perkembangan ‘ulum al-
in their judgments and allowed the desired hadits, dengan hanya menelusuri letak hadits
solution to slip through their fingers” pada sumber literatur atau kitab yang disusun
oleh para kolektor hadits. Selebihnya mengenai
Penting kiranya jika ingin menjelaskan penelitian mendalam tentang kualitas

P-ISSN: 1978-6948
86 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 85-96
hadits (sanad-matan) tidak terlalu dilakukan yang satu. Juga dimaknai dengan tempat
oleh ulama terdahulu. Disini peneliti akan keluarnya. Jadi jika tarik pesannya bahwa
memberikan gambaran mengenai bagaimana pengertian takhrij memiliki arti: 1) al-Istinbath
kegiatan takhrijul hadits. yang sama dengan akar kata takhrij yaitu
Takhrij hadits merupakan ilmu untuk mengeluarkan; 2) al-Tadrib yang artinya
mengetahui dan melacak asal-usul para perawi membiasakan/melatih, dan; 3) al-Taujih yang
hadits dari sisi hubungannya dengan usaha artinya menghadapkan.
periwayatan mereka terhadap hadits atau Takhrij secara terminologis menurut
sebuah periwayatan hadits. Takhrij hadits Mahmud al-Tahhan (dalam Abdul Haris)
baru muncul sebagai ilmu yang berdiri sendiri mengartikan bahwa takhrij berarti
pada abad-20, meskipun secara praktik sudah menunjukkannya tempat hadits pada sumber-
dilakukan oleh para ulama jauh sebelum sumbernya yang asli di mana hadits dikeluarkan
abad-20. Perlu dicatat bahwa hadits memiliki dengan rangkaian periwayatannya (sanad),
dinamika tersendiri terkait keontetikanya, kemudian menjelaskan tingkat kualitasnya
karena memang sejarah telah banyak jika diperlukan. Sehingga M. Suyuti Ismail
membuktikan di awal-awal Islam berkembang memberikan beberapa definisi, sebagai berikut:
telah banyak didapati hadits palsu. Berbeda 1. Mengemukakan suatu hadits dengan
dengan al-Quran, diantara perbedaannya menyebutkan sejumlah periwayat yang
bahwa sifat al-Quran merupakan mutawattir, menyampaikan dalam spektrum sanad
qat’iyull wurud, dijaga otentitasnya oleh Allah melalui rangkaian metode periwayatan
Swt, terkodefikasi, apalagi secara kuantitas yang ditempuh. Hal ini dapat dilihat dari
lebih sedikit dibandingkan Hadits. Menurut para kolektor hadits, dimana memposisikan
Rahman diskurusus hadits digolongkan dirinya sebagai periwayat terakhir.
menjadi 2 (dua) macam, seperti: 1) diskursus 2. Ulama atau Muhadditsin mengemukakan
seputar otoritas hadits sebagai hujjah dalam berbagai hadits yang telah diriwayatkan
syariat Islam, dan 2) kajian daripada keotetikan oleh guru-guru hadits atau berbagai
hadits itu sendiri (sahih atau tidaknya Hadits kitab hadits, sesuai dengan sistemikanya,
itu sendiri). Hal ini yang menjadi penting bagi atau gurunya dengan menerangkan atau
umat Islam agar bisa terhubung dan terungkap mengungkapkan periwayatnya yang
pesannya secara historitas yang berasal dari dikutip atau kitab hadits yang dijadikan
Nabi Muhammad Saw. rujukan.
3. Menunjukkan genealogi hadits dan
B. TAKHRIJ AL-HADITS: ETIMOLOGI DAN mengemukakan sumber periwayatannya
TERMINOLOGI dari berbagai kitab hadits yang disusun
Kata takhrij secara bahasa berasal dari oleh orang yang men-takhrij langsung
kata kharaja, khurujan yang berarti keluar, sebagai kapasitasnya sebagai penghimpun
tampak, atau jelas. Takhrij dapat juga diartikan kitab hadits (kolektor).
sebagai kumpulan dua hal yang kontradiktif 4. Mengemukakan hadits berdasarkan
dalam satu hal, takhrij juga dimaknai dengan sumbernya atau berbagai sumber yang
mengeluarkan, meneliti, dan mengarahkan. di dalamnya disertakan berbagai metode
Kata Takhrij merupakan bentuk masdar dari periwayatannya masing-masing. Sekalian
fi’il madhi “kharraja”, yang artinya az-zuhur dijelaskan konteks periwayatnya dan
(tampak). Menurut Mahmud al-Tahhan, yang kualitas hadistnya.
merupakan ahli metodologi takhrij hadits, 5. Menunjukkan letak hadits pada sumbernya
selain artinya melatih/membiasakan, dan yang asli. Yaitu kitab yang menyebutkan
memperhadapkan berarti juga berkumpulnya sanad dan matan.
dua perkara yang berlawanan pada sesuatu

Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, Ilmu Takhrij al-Hadits dalam Sorotan 87
Tahrij hadits dapat lebih renyah dipahami al-Jami ash-Shahih li al-Bukhari dan sunan Abu
dengan arti bahwa bagaimana seseorang Dawud. Semua itu itu dilakukan oleh ulama
menyebutkan dalam kitab karangan dan muhaddits gun mempermudah para pembaca
sanadnya sendiri atau mengembalikan suatu untuk mengkajinya, khususnya umat Islam.
hadits kepada ulama yang menyebutkan dalam
suatu kitab dengan memberikan penjelasan C. SEGMEN: METODE PENELUSURAN
kriteria-kriteria hukumnya. Kitab takhrij hadits TAKHRIJ
yang terkenal menurut Abdul Haris ialah: 1) Menelusuri Hadits tidak semudah mencari
Takhriij Ahaadits al-Muhadzdzab li Abi Ishaq al- ayat-ayat al-Quran, karena perlu menelusuri
Syiraji karya Muhammad Ibn Musa al-Hazimi berbagai macam kitab Hadits yang disusun
(wafat 584 H) ; 2) Takhrij Ahadits al-Mukhtasar oleh para ulama muhadditsin (inventarisasi).
al-Kabir li Ibn al-Hajib karya Muhammad Ibn Metode penelusuran yang dapat dilakukan
Ahmad Abdul Hadi al-Maqdisi (wafat 744 H); 3) secara manual seperti: 1) takhrij dengan kata
Nasb al-Rayah li Ahadits al-Hidayah li al-Marginani (bi lafdzi) biasa juga dikenal dengan metode
dan Takhrij Ahadits al-Kasysyaf li al-Zamaksyari indeks kata; 2) takhrij dengan tema (bi al-
karya Abdullah Ibn Yusuf al-Zaila’i (wafat 762 Maudhu’i) biasa juga dikenal sebagai metode
H); 4) al-Badr al-Munir fi Takhrij al-Hadits wa al- berbasis tematis hadits; 3) takhrij dengan
Atsar al-Waqi’ah fi al-Syarh al-Kabir li al-Rafi’i permulaan matan (bi awwal al-matan) yang biasa
karya Umar Ibn Ali Ibn al-Mulaqqan (wafat 804 dikenal dengan metode kata pertama dalam
H); 5) al-Mughni ‘an Haml al-Asfar fi al-Asfar fi matan; 4) takhrij dengan nama sahabat (bi ar-
Takhrij ma fi al-Ihya’ min al-Akhbar dan Takhrij rawi al-a’la) yang biasa dikenal dengan metode
al-Hadits al-Lati Yusyir Ilaiha al-Tirmidzi fi Kull indeks nama sahabatnya; 5) takhrif dengan sifat
Bab karya Abdurrahman ibn al-Husain al-‘Iraqi khusus baik sanad dan matan atau biasa dikenal
(wafat 806 H); 6) al-Talkhis al-Habir fi Takhrij dengan metode penelusuran berdasarkan
Ahadits Syarh al-Wajiz al-Kabir li al-Rafi’i dan kondisi sanad dan matan. Namun kontemporer
al-Dirayah fi Takhrij Ahadits al-Hidayah karya ini sudah mulai berani memperlakukan kitab
Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar al-‘Asqalany (wafat hadits dalam suatu himpunan digitalisasi,
852 H); 7) Tuhfat al-Rawi fi Takhrij Ahadits al- guna mempermudah penelusuran hadits dari
Baidawi karya Abdurrauf Ibn al-Munawi (wafat berbagai sumber. Ini merupakan salah satu
1031 H). metode praktis hasil dari kemajuan teknologi
Langkah yang ditempuh dalam melakukan dan informasi dewasa ini (metode berbasis
takhrij hadits, terlebih dahulu perlu mengetahui teknologi dan informasi). Berikut penjelasan
metode agar tercapainya suatu kemudahan dan gambarannya:
dan juga terhindar dari hambatan-hambatan.
Karena metode adalah suatu hal penting dalam 1. Metode Indeks Kata
sebuah teknik bagaimana cara menelusuri dan Metode ini menggunakan kamus yang
men-takhrij hadits. Perlu juga untuk diketahui digunakan dalam mencari hadits seperti al-
bahwa pembukuan hadits mempunyai masing- Mu’jam al-Muahras li-Alfazh al-Hadits al-Nabawi.
masing keunikan dan keragaman tertentu oleh Kamus ini meruapakan karya indeks yang
para ulama terdahulu (muhaddits), seperti: 1) memuat kata-kata hadits yang terdapat dalam
ada yang menggunakan pendasarannya melalui hadits Sembilan (kutub al-tis’ah) seperti: Shahih
huruf permulaan matan hadits sesuai alphabet al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan
Arab seperti halnya kitab al-Jami ash-Shaghir al-Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan al-Tirmidzi,
karya as-Suyuthi dan lainnya; 2) ada juga yang Muwattha’ Malik, Musnad Ahmad, dan Sunan al-
menggunakan pendasarannya secara maudhu’I Darimi sebagai “kata kunci”, tentunya kamus
(tematik), seperti pengelompokkan hadits ini disusun oleh sebuah tim yang didalamnya
berdasarkan tema-tema tertentu seperti kitab adalah para orientalis. Kamus yang tediri dari

P-ISSN: 1978-6948
88 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 85-96
7 jilid ini disusun selama 33 tahun dari jilid ahadukum hatta yuhibbu li akhihi ma yuhibbu li
pertama diterbitkan oleh penerbit Brill Leiden nafsihi”, lafal yang dijadikan kata kunci ialah
Belanda pada tahun 1936 M dan jilid terakhir “yuhibbu”, sehingga lafal tersebut ditemukan
diterbitkan 1969 M. salah satu pemimpin pada halaman 405 dengan matan pada halaman
dalam menyusun kamus ini adalah Arnold 407, hasilnya terdapat melalui banyak sumber
Jhon Wensinck disingkat A.J. Wensinck yang hadits seperti pada Shahih Muslim, Kitab al-Imam
merupakan seorang professor bahasa-bahasa dengan nomor hadits 71-72; Shahih al-Bukhari,
semit dan seorang dosen bahasa Arab di Kitab al-Iman dengan nomor hadits 7; Sunan al-
Universitas Leiden. Diantara tim penyusunnya Tirmidzi, Kitab al-Qiyamah no Hadits 59; Sunan
ialah Muhammad Fuad Abdulbaqi. An-Nasa’i, Kitab al-Imam nomor hadits 19; Sunan
Lafal-lafal hadits disimbolisasikan dengan Ibn Majah, Muqaddimah dengan nomor hadits 9;
rumus tertentu misalnya: Musnad ad-Darimi, Kitab Isti’dhan dengan nomor
a. Shahih al-Bukhari diberi dengan lambang: hadits 5; dan Musnad Ibn Hambal, Juzz I, halaman
‫( خ‬kha) 89, Juzz III halaman 176, 206, dan 251. Kamus al-
b. Shahih Muslim diberi dengan lambing: ‫م‬ Mu’jam al-Muahras li-Alfazh al-Hadits al-Nabawi
(mim) merupakan petunjuk penelusuran hadits dalam
c. Sunan at-Tirmidzi diberi dengan lambang: berbagai kitab sebagaimana yang disebutkan di
‫( ت‬ta) atas. Maka tugas selanjutnya adalah menulusuri
d. Sunan Abu Dawud diberi dengan lambang: hadits tersebut atas petunjuk kamus tersebut
‫( د‬da) untuk dikumpulkan dan dianalalisis lebih
e. Sunan al-Nasa’i diberi dengan lambang: ‫ن‬ lanjut mengenai kualitas hadist tersebut. Perlu
(nun) diketahui bahwa semua penomoran yang
f. Sunan Ibnu Majah diberi dengan lambang: ditujukkan oleh kamus tersebut tepat jika
‫( جه‬jah) merujuk pada kitab-kitab hadits yang menjadi
g. Al-Muwattha’ Imam Malik diberi dengan rujukannya (al-Mu’jam al-Muahras li-Alfazh al-
lambang: ‫( ط‬tha’) Hadits al-Nabawi) berikut tempat, tahun,, dan
h. Musnad ad-Darimi diberi dengan lambang: penerbitnya, yakni kitab-kitab hadits hasil dari
‫( دي‬di) penyempurnaan Muhammad Fu’ad Abdul Baqi.
i. Musnad Ahmad bin Hambal diberi dengan Sehingga dampaknya jika petunjuk dari kamus
lambang: ‫( حم‬ham) tersebut ditelusuri pada kitab-kitab selainnya,
Misalnya seperti M. Syuhudi Ismail, maka penomoran tersebut bersifat perkiraan.
memberikan contoh hadits yang berbunyi Kelebihan metode ini ialah mudah dan
“man raa minkum munkaran”. Lafal yang dapat cepat dalam men-takhrij, mudah artinya dalam
digunakan dengan akar kata “nakara” dapat menelusuri hadits secara lengkap dengan
juga langsung dengan kata kunci “munkaran”. petunjuk nama kitab, bab, halaman dan juz
Hasilnya bisa terdapat melalui banyak sumber sehingga mudah dalam menelusuri hadits
hadits seperti pada Shahih Muslim, Kitab al-Imam sehingga cepat mendapatkan hasil takhrij
dengan nomor hadits 78; Sunan Abu Dawud, dengan satu lafadz matan saja dapat bias
Kitab al-Shalat bab 242 dan Kitab al-Malahim mengetahui peletakan dimana hadits tersebut.
bab 17; Sunan al-Tirmidzi, Kitab al-Fitan bab 11; Sedangkan kelemahannya hanya terbatas pada
Sunan An-Nasa’i, Kitab al-Iman bab 17; Sunan Ibn kitab hadits semblan imam (kutub al-tis’ah),
Majah, Kitab al-Iqamah bab 155 dan al-Fitan bab sehingga jika hadits yang diteliti tidak tidak
20; dan Musnad Ibn Hambal, Juzz III halaman 10, terdapat dalam al-Mu’jam al-Mufahrasy li Alfadz
20, 49, dan 52-53. al-Hadits al-Nabawi, maka metode ini gagal
Penelusuran lain misalnya yang di untuk digunakan.
contohkan oleh Zainul Arifin, memberikan
contoh hadits yang berbunyi “La yu’minu

Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, Ilmu Takhrij al-Hadits dalam Sorotan 89
2. Metode Berbasis Tematis Hadits m. Thabaqat Ibn Sa’ad diberi dengan lambang:
Metode ini menurut Andi Rahman, ‫‘( عد‬-da/’ad)
“digunakan oleh orang yang neniliki cita rasa Tema yang bahas seperti Nikah Mutah
(dzawq) ilmiah yang memungkinkan menentukan seperti yang dicontohkan oleh Syuhudi Islami
tema bagi hadits yang sedang dikaji”. Metode dengan hasil penelusuran yang digunakan
ini menganut kesamaan tema yang di maksud sesuai topik, maka didapatlah bahwa beberapa
masing-masing hadits, sehingga sangat perlu kitab yang bersumber dari Shahih Bukhari,
untuk mengetahui topik suatu hadits untuk Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Al-
kemudian ditelusuri melalui kamus hadits Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan
tematik. Salah satu kamus yang digunakan al-Darimi, Muwatta’ Imam Malik, Musnad Ahmad,
ialah miftah khunuz al-Sunnah karya A.J Musnad al-Tayalisi, Musnad Zaid Ibn ‘Ali, dan
Wensinck, dengan dasar kamus ini berpijak Tabaqat Ibn Sa’ad.
pada Kitab Mu’jam dan Musnad Zaid Ibn ‘Ali, Kelebihan metode ini adalah peneliti
Musnad Abi Dawud al-Thayalisi, Tabaqat Ibn lain akan mudah membuka kitab-kitab
Sa’ad, Sirah Ibn Hisyam, dan Maghazi al-Waqidi. yang dijadikan sebagai rujukan, dengan
Menurut Abdul Haris, Miftah Khunus al-Sunnah syarat memahami dan mengetahui topik
ini dikumpulkan berdasarkan tema-tema permasalahan yang akan dikaji. Kelebihan
pembahasan fikih oleh orientalis A.J. Wensinck lainnya tidak perlu menguasai asal-usul atau
kemudia diterjemahkan oleh M. Fuad Abdul akar kata dan tidak perlu tahu siapa yang
Baqi dengan beberapa perbaikan, perbandingn meriwayatkannya, asal memahami permulaan
dan pemeriksaan. matan teks hadits. sedangkan kekurangan
Lafal-lafal hadits disimbolisasikan dengan metode ini adalah jika ingin meneliti tetapi
rumus tertentu misalnya: tidak mengetahui kandungan hadits atau
a. Shahih al-Bukhari diberi dengan lambang: kemungkinan hadits memiliki topik berganda.
‫( بخ‬ba-kha/bukha)
b. Shahih Muslim diberi dengan lambing: ‫مس‬ 3. Metode Kata Pertama Dalam Matan
(mim-sa/mus) Metode ini digunakan ketika mengetahui
c. Sunan at-Tirmidzi diberi dengan lambang: dengan pasti atau menetapkan pengetahuan
‫( تر‬ta-ra/tir) ungkapan awal dalam matan hadits. beberapa
d. Sunan Abu Dawud diberi dengan lambang: karya yang membantu menurut Abdul Haris,
‫( بد‬ba-da/buda) antara lain:
e. Sunan al-Nasa’i diberi dengan lambang: ‫نس‬ a. Karya-karya yang menghimpun hadits-
(nun-sa/nas) hadits Populer di Masyarakat. Sebagian
f. Sunan Ibnu Majah diberi dengan lambang: hadits ini terkadang hasan, hasan, tapi juga
‫( مج‬mim-ja/maja) besarnya ialah dha’if atau maudhu’ (palsu)
g. Al-Muwattha’ Imam Malik diberi dengan atau li asla lah (tidak berdasar). Contohnya;
lambang: ‫( ما‬maa) 1) al-Tadzkirah fi al-Hadits al-Musytahirah
h. Musnad ad-Darimi diberi dengan lambang: oleh Burhanuddin Muhammad ibn Abdillah
‫( مي‬mim-ya/mii) al-Zarkasyi (wafat 973 H); 2) Al-Durar al-
i. Musnad Ahmad bin Hambal diberi dengan Muntasyirah fi al-Hadits al-Musytahirah oleh
lambang: ‫( حم‬ha-mim/ham) Jalaludin Abdurrahmad al-Suyuti (wafat
j. Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi diberi 911 H); 3) al-Laali’ al-Mantsurah fi al-Hadits
dengan lambang: ‫( ط‬tha) al-Masyrurah Mimma Ulifahu al-Tab’u wa
k. Musnad Zaid Ibn ‘Ali diberi dengan Laisa Lahu Aslun fi al-Syari’ oleh Ibn Hajar
lambang: ‫( ز‬zai) (wafat 852 H); 4) al-Maqasid al-Hasanah fi
l. Maghazi al-Waqidi diberi dengan lambang: Bayan Katsir min Ahadits al-Musytahirah ‘ala
‫( قد‬qa-da/qidi) al-Alsinah oleh Abdurrahman al-Syakhawi

P-ISSN: 1978-6948
90 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 85-96
(wafat 902 H); 5) Tamyiz al-Tayyib min al- dikenal menghimpun ribuan hadits terpilih
Khabits fi ma Yarudu ‘ala Alsinat al-Nas min dan singkat yang dipetik dari kitabnya. Seperti
al-Hadits oleh Abdurrahman Ibn ‘Ali ibn hadits popular yang berbunyi “thalabul ‘ilmi
al-Diba’ al-Syaibani (wafat 944 H); 6) al- fariidhzatu ‘ala kulli muslim”, hadits berikut
Badr al-Munir fi Gharib al-Hadits al-Basyir dilacak dalam kitab al-Jami’ ash-Shagir pada bab
al-Nadzir oleh Abdul Wahab Ibn Ahmad ‫ ط‬ditemkan dalam juz 2 halaman 54. Lafal-lafal
al-Sya’rani (wafat 973 H); 7) Tahsil al- hadits diatas disimbolisasikan dengan rumus
Sabil ila Kasyfi al-Iltibas ‘Anma Dara min al- tertentu misalnya:
Ahadits Baina al-Nas oleh Muhammad Ibn a. Ibnu Adi dalam kitab al-Kamil diberi
Ahmad al-Khalili (wafat 1057 H); 8) Itqanu lambang: ‫)هب) عد‬
ma Yahsunu min al-Ahadits al-Dairah ‘ala al- b. Ath-Thabarani dalam ash-Shaghir diberi
Alsinah oleh Najmuddin Muhammad ibn lambang: (‫)طص خط‬
Muhammad al-Ghazi (wafat 985 H); 9) Kasyf c. Ath-Thabarani dalam al-Awsath diberi
al-Khafa’ wa Muzil al-Ilbas ‘an ma Isytahara lambang: (‫)طس‬
min al-Ahadits ‘ala Alsinat al-Nas oleh Ismail d. Ath-Thabarani dalam al-Kabir diberi
Ibn Muhammad al-Ajaluni (wafat 1162 H); lambang: (‫)طب‬
10) Usni al-Mathalib fi Ahadits Mukhtalifah e. Al-Khathib diberi lambang: ‫خط‬
al-Maratib oleh Muhammad Ibn Darwis f. Sunan Ibn Majah diberi lambang: (‫)ه‬
populernya bernama al-Hut al-Bairuti g. Hadits dha’if diberi lambang: (‫)ض‬
(wafat 1276 H). h. Hadits shahih diberi lambang: ‫صح‬
b. Karya-karya yang menghimpun hadits- i. Al-Baihaqi dalam syu’ab al-Iman diberi
hadits berdasarkan sistematika urutan lambang: ‫هب‬
alafebetis. Contohnya: 1) Kitab al-Jami’ al- Kelebihan metode ini adalah dapat dicari
Sagir min Hadits al-Basyir al-Nadzir, al-Jami’ dengan cepat dan mendapatkan hadits secara
al-Kabir, dan al-Ziyadah ‘ala Kitab al-Jami’ utuh secara keseluruhan, tidak seperti metode
al-Sagir oleh Jalaluddin Abdurrahman ibn sebelumnya. Sedangkan kelemahannya ialah
Abi Bakr al-Suyuti (wafat 941 H); dan 2) al- jika tidak mengetahui permulaan matan hadits
Fath al-Kabir fi Damn al-Ziyadah ila al-Jami’ maka akan sulit untuk diketahui.
al-Sagir oleh Syaikh Yusuf al-Nubhani.
c. Karya-karya kunci (mafatih), indeks 4. Metode Indeks Nama Sahabat
(faharis) yang disusun oleh ulama terhadap
Metode ini adalah pengenalan terhadap
karya-karya tertentu. Contohnya: 1) Miftah
nama periwayat pertama ditingkat sahabat.
al-Shahihain oleh Muhammad al-Syarif
Metode ini akan berfungsi jika nama sahabat
ibn Mushthafa al-Tauqadi; 2) Miftah al-
disebutkan dalam hadits, sebaliknya jika
Tartib li Ahadits Tarikh al-Khatib oleh Sayyid
tidak terdapat nama sahabat maka metode
Ahmad Ibn Sayyid Muhammad Ibn Sayyid
ini tidak dapat dilakukan. Abdul Haris,
al-Shadiq al-Ghumari al-Maghribi; 3) al-
mengelompokkan menjadi 3 (tiga) macam
Bugyah fi Tartib Ahadits al-Hilyah oleh Sayyid
karya, antara lain:
Abdul Aziz Ibn Sayyid Muhammad Ibn
a. Karya-karya Musnad, yang disusun oleh
Sayyid Shadiq al-Ghumari; 4) Fihris li Tartib
muhaddits berdasarkan nama sahabat
Ahadits Sahih Muslim oleh Muhammad Fu’ad
Nabi Muhammad Saw. Karya-karya
Abdulbaqi; 5) Miftah li Ahadits Muwatta’
ulama muhaddits ini banyak dijumpai
Malik oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi; 6)
mencapai 100-an lebih, namun al-Kattani
Fihris li Tartib Ahadits Sunan Ibn Majah oleh
dalam karyanya al-Risalah al-Musytatrafah
Muhammad Fu’ad Abdulbaqi.
menyebut sebanyak 82 musnad, terkadang
Misalnya seperti kitab al-Jami’ al-Sagir min urutan nama sahabat tersebut berdasarkan
Hadits al-Basyir al-Nadzir, sebuah kitab yang alfabetis, etnis/suku, daerah, dan lain-

Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, Ilmu Takhrij al-Hadits dalam Sorotan 91
lain. Contoh karya musnad, antara lain: 1) Maharah bi Athraf al-‘Asharah karya Ibn
Musnad Ahmad Ibn Hanbal (wafat 241 H); Hajar al-Asqalany; 4) Dhakhair al-Mawarith
2) Musnad Abu Bakr Abdullah Ibn al-Zubair fi al-Dilalat ‘ala Mawadi al-Hadits karya Abd
al-Humaidi (wafat 219 H); 3) Musnad Abu al-Ghani bin Ismail al-Nablusi.
Dawud Sulaiman Ibn Dawud al-Thayalisi Kelebihan dari metode ini ialah
(wafat 204 H). memberikan informasi kedekatan pembaca
b. Karya-karya Mu’jam, yang disusun secara dengan mustakhraj hadits sekaligus kitabnya.
sistematis berdasarkan musnad-musnad Namun kekurangannya akan sulit jika tidak
sahabat, atau guru-guru (al-syuyukh), mengenal nama sahabat Nabi Muhammad Saw
atau daerah, dan lain-lain. Secara umum yang meriwayatkan hadits, juga dalam setiap
disusun secaa alfabetis. Namun ada chapter dalam kitab tersebut merangkum
beberapa contoh karya mu’jam, antara lain: berbagai masalah atau tidak fokus pada satu
1) al-Mu’jam al-Kabir, al-Mu’jam al-Ausath, masalah saja.
dan al-Mu’jam al-Shaghir oleh Abu al-Qasim
Sulaiman Ibn Ahmad al-Thabrani (wafat 5. Metode Penelusuran Berdasarkan
360 H); 2) Mu’jam al-Shahabah oleh Ahmad Kondisi Sanad dan Matan
Ibn Ali Ibn Lali al-Hamdani (wafat 398 H); 3)
Metode ini digunakan dengan cara
Mu’jam al-Shahabah oleh Abu Ya’la Ahmad
melihat status, nilai, kondisi sebuah hadits,
Ibn Ali al-Moushili (wafat. 307).
kemudian setelah itu baru dicari sumber
c. Karya-karya Athraf, yang disusun secara
kitab tersebut yang secara rinci membahas
ringkas yang hanya menyampaikan ujung
statu, nilai, kondisi sanad atau matan hadits.
hadits, lalu menyebutkan periwayat-
Menurut Andi Rahman “jika hadits yang dikaji
periwayat yang ada pada jalur matn
memiliki ciri dan tanda kepalsuan, maka kita dapat
bersangkutan. Namun ada juga yang
melakukan penelusuran dalam kitab yang khusus
menyebutkan secara lengkap atau
mengumpulkan hadis palsu…”. Jadi metode ini
menyebutkan dengan menyandarkan pada
melirik keadaan-keadaan dan sifat hadits (baik
karya tertentu kemudian penyusunnya
sanad dan matan), ada beberapa karya yang
menyebutkan jalur periwayatan matn
membantu dalam melakukan takhrij metode
secara lengkap, sebagaian lainnya ada
ini melalui jalur sanad seperti dalam Abdul
ringkas yang hanya menyebutkan guru
Haris dijelaskan:
pengarangnya saja. Umumnya karya ini
a. Periwayatan oleh bapak dari anak dalam
disusun secara alfabetis, dimulai dengan
sebuah hadits, seperti kitab Riwayat al-Aba’
menyebut hadits-hadits sahabat dengan
‘an al-Abna oleh Abu Bakar Ahmad bin Ali
awalan alif, ba, ta, tsa sampai seterusnya.
al-Khatib al-Baghdadi.
Beberapa contoh karyat Athraf, seperti:
b. Periwayatan dengan sanad musalsal, seperti
1) Athraf al-Shahihain oleh Abu Mas’ud
kitab al-Musalsalat al-Kubra oleh al-Suyuti
Ibn Ibrahim Ibn Muhammad al-Dimasqi
yang menghimpun 85 hadits, kitab al-
(wafat 401 H); 2) Athraf al-Shahihain oleh
Manahil al-Salsalah fi al-Ahadits al-Musalsalah
Abu Muhammad Khalaf Ibn Muhammad
oleh Muhammad bin Abdul Baqi al-Ayyubi
al-Wasithi (wafat 401 H); 3) al-Isyraf ‘ala
yang menghimpun 212 hadits.
Ma’rifat al-Atraf, Athraf al-Sunan al-Arba’ah
c. Periwayatn dengan sanad mursal, seperti
oleh al-Hafiz Abu Qasim Ali Ibn al-Hasan,
kitab al-Marasil oleh Abu Dawud al-
populernya bernama Ibn ‘Asakir (wafat 571
Sajistani, kitab al-Marasil oleh Ibn Abi
H). Zainul Arifin menambahkan; 1) Athraf
Hatim Abdurrahman bin Muhammad al-
al-Kattub al-Sittah karya Ibn al-Qasyarani;
Hanbali ar-Razi,
2) Tuhfatu al-Asraf, karya al-Mizzi; 3) al-
d. Periwayatan dengan sanad lemah, seperti
Naktu al-Zurraf ‘ala al-Athraf dan Ithaf al-
kitab Mizan al-I’tidal oleh al-Dzahabi.

P-ISSN: 1978-6948
92 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 85-96
Beberapa karya yang membantu dalam dalam men-takhrijj hadits. salah satu aplikasi
melakukan takhrij metode ini melalui jalur yang peneliti kenalkan disini ialah Lidwa
matan, seperti: Pusaka, karena selain berbahasa Indonesia
a. Periwayatan dengan matan hadits yang juga mudah dalam penggunaannya.
terdapat tanda-tanda kepalsuan, seperti Lidwa Pusaka didirikan oleh alumni
kitab al-Maudu’at al-Sugra oleh al-Harawi dari Timur-Tengah pada Lembaga Ilmu
(wafat 1014 H), kitab Tanzih al-Syari’ah Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta
al-Marfu’ah ‘an al-Ahadits al-Sani’ah al- serta beberapa perguruan tinggi lain. Lidwa
Maudu’ah oleh Ali Ibn Muhammad ibn ‘Iraqi Pusaka merupakan akronim dari Lembaga Ilmu
al-Kannani (wafat 963 H). dan Dakwah serta Publikasi Sarana Keagamaan.
b. Periwayatan dengan matan hadits qudsi, Lidwa Pusaka memulai langkahnya dengan
seperti kitab Misykat al-Anwar fi ma Ruwiya menterjemahkan dan digitalisasi kitab hadits 9
‘an Alah Subhanallahu Ta’ala min al-Akhbar (Sembilan) imam (kutub al-tis’ah) seperti: Shahih
oleh Ibn Arabi al-Hatimi al-Andalusi (wafat Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan
638 H), kitab al-Ittihafat al-Saniyyah bi al- al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majah,
Ahadits al-Qudsiyyah oleh al-Munawi (wafat Musnad Ahmad, Muwattaha’ Imam Malik, dan
1031 H). kitab al-Hadits Qudsuyah disusun Sunan Darimi. Fitur Lidwa Pusaka bias diakses
oleh Lajnah al-Qur’an wa al-Hadits. melalui versi beta di http://lidwa.com/app.
Beberapa karya yang membantu dalam Kelebihan Lidwa Pusaka ialah menampilkan
melakukan takhrij metode ini melalui jalur terjemahan bahasa Indonesia, cepat dan
sekaligus sanad dan matan dengan periwayatan praktis, data cukup lengkap. Sedangkan
yang ‘illat atau mubham di dalamnya. Seperti kekurangannya ialah tidak bisa memastikan
kitab ‘Ilal al-Hadits oleh Ibn Hatim al-Razi, kitab jalur periwayatan dalam kefaktaan kualitas
al-Asma’ al-Mubhamah fi al-Anba’ al-Muhkamah sanad, selain itu belum ada kajian tentang kitab
oleh Khatib al-Baghdadi, kitab al-Mustafad asli dan terjemahannya serta belum dilengkapi
min al-Mubhamat al-Matn wa al-Isnad oleh Abu dengan keterangan guru murid. Namun bagi
Zur’ah Ahmad bin Abdurrahim al-Iraqi. peneliti, dari metode-metode yang ditawarkan,
software Lidwa Pusaka adalah yang paling
6. Metode Berbasis Teknologi dan praktis dan cepat dalam melakukan takhrij
Informasi hadits. metode lain bersifat manual karena
setelah ditelusuri lalu dicari kitab-kitab hadits
Metode ini hadir atas perkembangan
dan dikumpulkan secara bertahap membuka
zaman, Dilya Ul Fikriyah memberikan
setiap jilid dengan penuh sabar, telaten, teliti
penjelasannya, bahwa:
dan waktu yang cukup lama. Meski demikian
“Dengan perkembangan zaman dan teknologi,
kini telah hadir berbagai software ata
semua metode diatas memiliki kelebihan
aplikasi hadis yang dapat digunakan untuk dan kekurangan masing-masing, karena
memudahkan pencarian hadis dibeberapa memang untuk mencapai suatu kesempurnaan
kitab hadis yang ada. Software atau aplikasi tidaklah mungkin. Namun kemungkinan yang
hadis telah banyak dikenal dalam kurun waktu perlu digiatkan ialah terus berusaha menuju
belakangan ini, seperti Maktabah Syamilah, kepada kesempurnaan. Berikut praktik yang
Lidwa Pusaka, Gawamil Kaleem, Mauyu’ah dan menggunakan metode berbasis teknologi dan
sebagainnya”. informasi khususnya lidwa, contoh pencarian
Metode digitalisasi berbasis Software atau yang telusuri ialah hadist tentang aniaya (‘adaa).
aplikasi ini termaktub didalamnya kitab-kitab Kata kunci yang ditulis ialah ‘adaa, sehingga
hadits dan tafsir yang telah di digitalisasi, yang muncul ialah 2 (dua) hadits dibawah ini:
sehingga dewasa ini sesuai perkembangan ‫َحدَّ ثَ َنا أَبُو َعا ِم ٍر َع ْبدُ ا ْل َم ِل ِك بْ ُن َع ْمرٍو َحدَّ ثَ َنا َع ْبدُ الْ َعزِي ِز بْ ُن‬
zaman akan lebih memudahkan para pengguna
‫الْ ُمطَّلِ ِب بْنِ َع ْب ِد اللَّ ِه ق ََال َحدَّ ثَ ِني أَ ِخي الْ َحك َُم بْ ُن الْ ُمطَّلِ ِب‬

Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, Ilmu Takhrij al-Hadits dalam Sorotan 93
ُ‫ول اللَّ ِه َص َّل اللَّه‬ َ ‫َع ْن أَبِي ِه َع ْن ُق َه ْي ِد بْنِ ُمطَ ِّر ٍف الْ ِغفَار ِِّي أَنَّ َر ُس‬ Keterangan hadits diatas melalui
‫ل َعا ٍد َفأَ َم َر ُه أَنْ يَ ْن َها ُه �ث َ َل َث‬ َّ َ ‫َعلَ ْي ِه َو َسل ََّم َسأَلَهُ َسائِ ٌل إِنْ عَدَ ا َع‬ penelusuran Lidwa Pusaka bahwa Musnad
Ahmad no 14939 berkualitas Hasan, sedangkan
َ‫ف ِب َنا ق ََال إِنْ َق َتلَك‬ َ ‫ِم َرا ٍر ق ََال َفإِنْ أَ َب َفأَ َم َر ُه ِب ِق َتالِ ِه ق ََال َفكَ ْي‬
pada no. 14940 berkualitas shahih. Namun
‫َفأَن َْت ِف الْ َج َّن ِة َوإِنْ َق َتلْتَهُ َف ُه َو ِف ال َّنا ِر‬ bagaimana jika peneliti memadukan metode
berbasis software Lidwa Pusaka dengan metode
Terjemah dalam Lidwa Pusaka Musnad
manual yaitu dengan kata kunci sahabat
Ahmad no. 14939, ialah:
Quhaid bin Muharrif, hal ini diketahui atas
“Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Amir,
Abdul Malik bin ‘Amr telah menceritakan penelusuran dari Lidwa Pusaka seperti yang
kepada kami Abdul Aziz bin Al Muthalib bin telah disebutkan diatas. Lalu kemudian peneliti
Abdullah berkata; telah menceritakan kepadaku langsung membuka kitab Musnad Ahmad.
saudaraku, Al Hakam bin Al Muthalib dari
Bapaknya dari Quhaid bin Mutharrif Al Ghifari
Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam pernah
ditanya oleh seseorang, bagaimana jika ada
orang yang menganiaya diriku? (Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam) menyuruh agar
melarangnya tiga kali, (seseorang tersebut)
berkata; jika dia enggan? maka beliau menyuruh
untuk memeranginya, (dia berkata) lalu
bagaimana dengan posisi kami? (Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam) bersabda: “Jika dia
membunuhmu, kamu berada di surga, jika kamu
membunuhnya maka dia berada di neraka”.

‫ُوب َحدَّ ثَ َنا َع ْبدُ الْ َعزِي ِز بْ ُن الْ ُمطَّلِ ِب الْ َم ْخ ُزو ِم ُّي َع ْن‬ ُ ‫َحدَّ ثَ َنا يَ ْعق‬
‫أَ ِخي ِه الْ َحك َِم بْنِ الْ ُمطَّلِ ِب َع ْن أَبِي ِه َع ْن ُق َه ْي ٍد الْ ِغفَار ِِّي ق ََال َسأَ َل‬
‫ل َعا ٍد‬ َّ َ ‫ول اللَّ ِه َص َّل اللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسل ََّم َفق ََال إِنْ عَدَ ا َع‬ َ ‫َسائِ ٌل َر ُس‬
‫ول اللَّ ِه َص َّل اللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسل ََّم َذكِّ ْر ُه َوأَ َم َر ُه ِب َت ْذ ِكريِ ِه‬ ُ ‫َفق ََال َر ُس‬
ُ‫ات َفإِنْ أَ َب َفقَاتِلْهُ َفإِنْ َق َتلَكَ َفإِنَّكَ ِف الْ َج َّن ِة َوإِنْ َق َتلْتَه‬ ٍ ‫�ث َ َل َث َم َّر‬
Rangkaian nama-nama para periwayat ‫َفإِنَّهُ ِف ال َّنا ِر‬
hadits dari Sahabat Rasulullah Saw sampai
Terjemah dalam Lidwa Pusaka Musnad kolektor hadits yaitu Imam Ahmad Ibn Hambal,
Ahmad no. 14940, ialah: dapat dilihat pada skema yang kemukakan
“Telah menceritakan kepada kami Ya’qub telah berikut: Hadits ‘Adaa (Aniaya) dalam Musnad
menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Al
Ahmad nomor 15425 dan 15426.
Muthalib Al Makhzumi dari saudaranya, Al Hakam
Quhaid bin Mutharrif
bin Al Muthalib dari Bapaknya dari Quhaid Al
Ghifari berkata; ada seseorang yang bertanya Al Muthallib bin 'Abdullah bin Hanthab
kepada Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam,
Al Hakam bin Al Muthalib bin 'Abdullah bin Hanthab
bagaimana jika ada orang yang menganiaya
diriku? Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam Abdul 'Aziz bin Al Muthallib bin 'Abdullah bin Hanthab

bersabda: “Ingatkanlah dia” dan beliau menyuruh


agar mengingatkannya tiga kali, “Jika dia menolak,
maka perangilah, jika dia membunuhmu, kamu
Abdul Malik bin 'Amru Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'ad
di surga, jika kamu membunuhnya maka dia di Nomor. 154235
bin Ibrahim bin
'Abdur Rahman bin 'Auf
neraka”.
Nomor. 15426

P-ISSN: 1978-6948
94 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 85-96
D. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA
Prakrik tahkhrij hadits sebetulnya sudah
dilakukan pada awal perkembangan ‘ulum al-
hadits, dengan hanya menelusuri letak hadits Abadi, Al-Fairus. al-Qamus al-Muhit, Jilid I,
pada sumber literatur atau kitab yang disusun Mesir: al-Maimunah, 1313H.
oleh para kolektor hadits. Selebihnya mengenai Alkaf, Idrus. Kamus Tiga Bahasa al-manar,
penelitian mendalam tentang kualitas hadits Surabaya: Karya Utama, t.t.
(sanad-matan) tidak terlalu dilakukan oleh
al-Tahhan, Mahmud. Ushul al-Talhrij wa Dirasat
ulama terdahulu. Takhrij hadits merupakan ilmu
al-Asanid, Beriut: Dar al-Qur’an al-Karim,
untuk mengetahui dan melacak asal-usul para
1979.
perawi hadits dari sisi hubungannya dengan
usaha periwayatan mereka terhadap hadits As-Suyuti, Jalaluddin Abdurrahman Ibnu
atau sebuah periwayatan hadits. diskurusus Abi Bakar. al-Jami’ ash-Shaghir, Jilid 11,
hadits digolongkan menjadi 2 (dua) macam, Surabaya: al-Hidayah.
seperti: 1) diskursus seputar otoritas hadits Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar
sebagai hujjah dalam syariat Islam, dan 2) kajian Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
daripada keotetikan hadits itu sendiri (sahih
Arifin, Zainul. Metode Pentarjihan Hadits
atau tidaknya Hadits itu sendiri). Maka penting
Ditinjau dari Segi Sanad dan Matan, Jurnal
untuk generasi selanjutnya dikenalkan dengan
Online Metodologi Tarjih Muhammadiyah
ilmu takhrij al-Hadits. Hal ini yang menjadi
Edisi 1, No 1, 2012.
penting bagi umat Islam agar bisa terhubung
dan terungkap pesannya secara historitas yang Fauziyah, Malihatul. Takhrij Hadits dalam Buku
berasal dari Nabi Muhammad Saw. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Metode penelusuran yang dapat dilakukan Kurikulum 2013 SMP Kelas VII, Didaktika
secara manual seperti: 1) takhrij dengan kata Religia, Volume 2, Nomor 2, 2014.
(bi lafdzi) biasa juga dikenal dengan metode Fikri, Ishom Fuadi. Takhrij dan Fahm Al-Hadits
indeks kata; 2) takhrij dengan tema (bi al- “Khuffat al-Jannah” dalam Kitab Adabul-
Maudhu’i) biasa juga dikenal sebagai metode Alim wal al-Muta’allim, Jurnal Living Hadits,
berbasis tematis hadits; 3) takhrij dengan Vol IV, Nomor 1, Mei 2019.
permulaan matan (bi awwal al-matan) yang biasa
dikenal dengan metode kata pertama dalam Fikriyah, Dilya Ul. Telaah Aplikasi Hadis, Jurnal
matan; 4) takhrij dengan nama sahabat (bi ar- Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadits, vol 17,
rawi al-a’la) yang biasa dikenal dengan metode No. 2, Juli 2016.
indeks nama sahabatnya; 5) takhrif dengan sifat Hambal, Al-Imam Ahmad Ibn Muhammad Ibn.
khusus baik sanad dan matan atau biasa dikenal al-Musnad, Syarrhahu wa Shan’a Faharisahu
dengan metode penelusuran berdasarkan Ahmad Muhammad Syakir, Darul Hadits
kondisi sanad dan matan. Namun kontemporer Qaharah.
ini sudah mulai berani memperlakukan kitab
Haris, Abdul. Usul Hadits: Teori Dasar Studi Hadis
hadits dalam suatu himpunan digitalisasi,
Nabi Muhammad SAW, Yogyakarta: Fakultas
guna mempermudah penelusuran hadits dari
Ekonomi dan Bisnis Islam, 2018.
berbagai sumber. Ini merupakan salah satu
metode praktis hasil dari kemajuan teknologi Ismail, M. Syuduhi. Kaedah Kesahihan Sanad
dan informasi dewasa ini (metode berbasis Hadis; Telaah Kritis dan Tinjauan Dengan
teknologi dan informasi). Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarkat: Bulan
Bintang, 1988.
_____________________. Metodologi Penelitian
Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, Ilmu Takhrij al-Hadits dalam Sorotan 95
Khon, Abdul Majid. Ulumul hadis, Cet-2, Jakarta:
Sinar Grafika Offset, 2009.
Lubis, Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani. Nikah
Mutah di Mata Hamka, Yogyakarta: Semesta
Aksara, 2018.
Mahdi, Abu Muhammad Abdul. Metode Takhrij
Hadits, alih bahasa Sayid Agil Munawar
dan Ahmad Rifki Mukhtar, Semarang: Dina
Utama, 1994.
Nasrullah, Metodologi Kritik Hadits (Studi
Takhrij al-Hadits dan Kritik Sanad), Jurnal
Hunafa, Vol 4, No 4, Desember 2007.
Rahman, Andi. Pengenalan Atas Takhrij Hadits,
Riwayah: Jurnal Studi Islam, Volume 2 Nomor
1, 2016.
Surush, ‘Abd al-Karim. Reason, Freedom, and
Democracy in Islam, New York: Oxpord
Unvesity Press, 2000.
Qadir, Abd. Muhdi Abdul. Turuq Takhrij Hadits
Rasulillah, Kairo: Dar I’tisam, 1986.
____________________________. Thuruq Takhrij
Hadits Rasulllah SAW, Kairo: Dar al-I’tisham,
1987.

P-ISSN: 1978-6948
96 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 13 No. 2 Juli 2019 | 85-96

You might also like