Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 22

PENDIDIKAN LIFE SKILLS DAN PROJECT BASED LEARNING

MADRASAH INTERNASIONAL TECHNONATURA


Ahmad sujai
sujaiahmad@uinjakarta.ac.id.

Abstrak
At the beginning of 2019 Indonesia's open unemployment rate was at 5.13%, or as many as
13,594,500 people out of Indonesia's total population of around 265,000,000. This is what
the Technonatura madrasa tries to answer, which implements education that is different from
education policies in Indonesia, but within the corridor of the Madrasa unit under the
auspices of the ministry of religion. Life skills development is an integrated part of religious
activities that is taught without leaving the side of the theory of science and knowledge
related to sharia and ubudiah. The educational process at Madrasah Techno Natura is
project-based education (Project Based Learning).
Life Skills in Project Base Learning have many advantages, including 1) being able to help
students become more independent in learning because they organize and are personally
responsible for their own learning process through a project based on everyday problems. 2)
Students are more motivated when the learning process is with simple research. 3) Learners
learn to manipulate their environment to be more active and creative. This will provide an
increase in learning outcomes.
The Life Skills that are implemented in TechnoNatura madrasas use nine principles in
Problem-Based Learning (PBL) and Content Of Learning. Life skills learning is carried out
through integration in all subjects, separate subjects, and work programs at each level or
department. The theory is obtained that Project Base Learning in learning with its Nine
Principles is integrated into Strategic Of Learning, and Content Of Learning is able to
develop the Life skills of students, especially in TechnoNatura International Madrasahs.
keywords: Life Skills, Project Based Learning, Madrasah TechnoNatura.

A. Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang dianugerahi banyak kelebihan oleh Allah selain
kekayaan alam yang berlimpah, negeri ini memiliki keragaman etnis dan budaya,
setidaknya terdapat 17.504 Pulau, 742 Bahasa dan 13.010 Suku di Indonesia. Orang
Indonesia patut bersyukur karena diberi ketenteraman dan kedamaian yang selalu dijaga
oleh penduduknya sebagai komunitas muslim terbesar di dunia yang corak muslimnya
terkenal paling toleran karena keberhasilannya mensinergikan prinsip-prinsip agama dan
demokrasi yang semua itu tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan terdapat usaha keras
dan komitmen yang sangat tinggi menjaga keutuhan anugerah itu, salah satu yang
menjaga dan memagari agar komitmen itu tetap tinggi adalah pendidikan Islam.
Diperlukan pendidikan untuk menghasilkan lulusan manusia yang memiliki
kompetensi, kepribadian dan kualitas untuk memenuhi kemajuan pembangunan yang
dicanangkan oleh pemerintah di Indonesia. Peserta didik harus menjadi subjek yang
memainkan peran terbesar dalam hal keunggulan, kemandirian dan profesionalisme.
Semua siswa harus memiliki keterampilan dan kemampuan untuk menghadapi tantangan
era globalisasi di segala bidang.
Berkaitan dengan madrasah sebagai penyelenggara pendidikan di Indonesia,
madrasah harus mampu memantapkan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang
berkualitas dan mampu bersaing dengan lembaga/sekolah formal lainnya. Pengembangan
kecakapan hidup merupakan bagian integral dari kegiatan keagamaan yang diajarkan
tanpa berangkat dari aspek teori dan keilmuan keilmuan yang berkaitan dengan Syariah
dan Ubudyah. Siswa menjadi lebih kreatif dan produktif dalam pengetahuan sebagai
konsep ilmu dan praktik mengenai kecakapan hidup melalui teknologi dan informasi
sebagai media untuk mengembangkan potensi dirinya baik dalam dunia kerja maupun
kewirausahaan. Kenyataannya, program keterampilan dan kecakapan dalam
memberdayakan potensi diri yang berkaitan dengan kemandirian hidup telah mampu
bertumbuh bahkan berkembang dengan baik dalam naungan Madrasah sendiri. Dengan
demikian tidak heran bahwa program-program dalam rangka menumbuhkembangkan
kemampuan peserta didik secara bertahap telah diimplementasikan selama ini. Diawali
denganm program beasiswa, training dan pelatihan, pembiayaan sebagai modal usaha,
koperasi dan lain-lain. Madrasah diharapkan mampu menjadi dan menampilkan lembaga
pendidikan yang berkualitas dengan mampu berprestasi secara membanggakan tidak
hanya pada bidang ilmu pengetahuan dan sains tetapi juga pada ranah moralitas dan
akhlak. Dengan demikian pembelajaran di Madrasah harus berupaya menjadi fasilitator
terhadap pengembangan life skills para peserta didik sebagai generasi masa depan Islam.
Kecakapan hidup adalah keteguhan dalam menyesuaikan diri secara tepat dan
efektif dengan situasi kehidupan yang sulit yang harus dilalui dalam segala keadaan.
Berbagai dinamika kehidupan dapat diatasi dan dikelola secara positif tanpa kehilangan
pengharapan akan anugerah Tuhan sebagai pusat kehidupan. Sehingga mampu
menyelesaikan semua masalah yang dihadapi dan dialami menjadi lebih mudah. 1
Muhaimin berpendapat bahwa kecakapan hidup merupakan kapabilitas yang idealnya
dimiliki individu untuk menjalani kehidupan dan percaya diri mengatasi problematika
hidup dan dinamika kehidupan secara alami tanpa mengalami perasaan depresi,
selanjutnya mampu secara aktif, kreatif dan inovatif demi mencari berbagai solusi yang
finalnya mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi.2 Anwar menyatakan bahwa
kecakapan hidup merupakan kapabilitas yang dibutuhkan untuk melakukan interaksi dan
adaptasi dengan individu atau lingkungannya berada, meliputi kapasitas dalam
pengambilan sebuah tindakan, memecahkan persoalan, kritis dan kreatif dalam berpikir,
efektif dalam komunikasi, menjalin interaksi interpersonal, memiliki kesadaran diri,
bersifat empati, menguasai emosi dan mengendalikan stress yang merupakan elemen dari
pendidikan”.3 Pada dasarnya, kecakapan hidup dapat dikategorisasikan menjadi dua faksi
atau kelompok; yaitu kecakapan hidup umum (Generic Life Skills) dan kecakapan hidup
khusus (Specific Life Skills). Personal skill dan sosial skill masuk ke dalam kategori GLS,
sedangkan Academic Skill dan Vocational Skill termasuk kepada SLS.
Sayangnya, pada awal tahun 2019, angka pengangguran tercatat di Indonesia
sebesar 5,13% atau 13.594.500 orang dari total penduduk sekitar 265.000.000 orang. Hal
itu disampaikan Suhariyanto, Direktur Badan Pusat Statistik (BPS), pada Senin, 5 Juni
2019, di Kantor Pusat BPS di Jakarta. Jumlah pengangguran naik dari 7 juta pada
Agustus 2018 menjadi 7,05 juta pada Agustus 2019, tetapi turun dari 5,34% menjadi
5,28% secara persentase. Pada Agustus 2019, jumlah penduduk yang tercatat sebagai
pengangguran sebesar 5,28% atau 7,05 juta orang, menurut catatan BPS. Tingkat
pengangguran meningkat atau menurun secara numerik sebesar 5,34% dari Agustus 2018
sebanyak 7 juta orang. Sementara itu, tingkat pengangguran mencapai 5,01% pada
Februari 2019 atau mencapai 6,82 juta orang. Setelah itu seluruh dunia mengalami
pandemi selama 2 tahun berikutnya yang semakin memperburuk kondisi ekonomi seluruh
negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Hal itu yang coba dijawab oleh madrasah
Technonatura yang menerapkan pendidikan yang berbeda dengan kebijakan pendidikan
di Indonesia, tetapi dalam koridor satuan Madrasah di bawah naungan kementerian
agama.
Madrasah technonatura merupakan salah satu institusi pendidikan berbasis Islam
yang berusaha mengadopsi kemajuan sejarah abad pertengahan peradaban Islam yang

1
Sandhya Khera & Shivani khosla, a study of core life skills of adolescents in relationto their
self concept developed through yuva school life skill programme. International Journal of Social
Science & Interdisciplinary Research New Delhi. (November 2012), h. 117.
2
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Bandung: Nuansa, 2003), h. 155.
3
Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 54.
menjadi fondasi riset di Madrasah Technonatura. Kurikulum yang digunakan di
Madrasah TechnoNatura adalah kurikulum berbasis standar isi KTSP 2006 yang
ditambah dengan standar isi yang dikembangkan sendiri yang diambil dari 21st century
skil yang meliputi 4C + 3R. 4C yang dimaksud adalah Critical Thinking, Creativity,
Collaboration dan Communication, sedangkan 3R adalah Reading, Writing dan
Aritmatics dengan penambahan 1C dan 1R yaitu Concordance Work dan Religious.
Kurikulum yang digunakan merupakan manifestasi dari visi dan misi yang diemban oleh
madrasah Tachnonatura, yang memiliki visi: “To be a leading education institution that
capable of reengineering education systematically, self sustained, centre of excellence in
human development with international connection and reputation, capable of deploying a
highest standard of continous quality system in education, dengan misi: “Fostering all
kids to develop their potentials and prepare their role as Caliph of this world Creative
and confidence Academic Excellence Life Motivation In Equilibrium Provide and
Adapt Human and Nature Interaction”. Madrasah technonatura berada dibawah naungan
Yayasan CREATE (Center for Research on Education, Art, Technology and
Enterpreneurship) yang didirikan pada tahun 2004 oleh para engineer dari IPTN (industri
pesawat terbang nusantara) yang dimotori oleh Dr. Ing Ilham A. Habibie.
Proses pendidikan di Madrasah Techno Natura adalah dengan pendidikan berbasis
proyek  (Project Based Learning). Secara sederhana pembelajaran yang berbasis proyek
ini merupakan inovasi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) dan
posisi guru hanya sebagai fasilitator dan motivator, dimana seluruh siswa diberi
kesempatan belajar mengkontruksi proses pendidikannya. 4 PBL merupakan suatu model
pembelajaran yang melibatkan suatu proyek dalam rangkaian pembelajaran.
Terdapat 5 buah proyek yang senantiasa berulang di madrasah Technonatura pada
tiap bulannya, yaitu:
1. Proyek Rekayasa: sebuah proyek yang mengajak siswa untuk merancang sebuah
benda/produk teknologi
2. Proyek Sains: sebuah proyek yang mengajak siswa untuk meneliti fenomena alam
disekitar mereka
3. Proyek Sosial: sebuah proyek yang mengajak siswa untuk menamati gejala sosil ayang
terjadi disekitar mereka dan aktif untuk memeprsiapkan siswa terjun dalam
lingkungan sosial yang ada.
4. Proyek Entrepreneurship: sebuah proyek yang mengajak siswa untuk merancang
sebuah wirausaha dengan penekanan pada pengembangan keselerasan antara Produk,
Price, Promotion and Place satu buah proyek akan mengambil waktu satu minggu,
dengan demikian dalam satu bulan akan tercipta 4 pekan dengan proyek yang berbeda
sepeti diatas,
5. Bilamana dalam satu bulan terdapat minggu maka minggu kelima akan diisi oleh
minggu dengan tema proyek Art atau Sport Event.
Perpaduan pendidikan Islam yang direfleksikan dalam satuan pendidikan madrasah
dan pendidikan kecakapan hidup dalam menghadapi revolusi industri keempat inilah
menjadi pembahasan yang sangat menarik, karena masih sedikitnya madrasah yang
melakukan inovasi pendidikan dalam keterlibatan di pentas internasional khususnya
dalam bidang robotik dan cyber yang bisa menjadi bekal utama kompetensi peserta didik
memiliki Life skills yang mumpuni tanpa meninggalkan kompetensi spiritual yang
menjadi ciri khas madrasah.
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ilmiah ini adalah field research
atau penelitian lapangan, artinya pengumpulan data penelitian langsung dilakukan dan

4
Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif dan
Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada kurikulum 2013 (kurikulum tematik
Integratif), (Jakarta: Kencana, 2014), h. 42.
diambil dari lapangan sebagai objek dan lokus penelitian. Pendekatan yang digunakan
peneliti adalah naturalistic inquiry, yaitu teknik penelitian yang memunculkan data
deskriptif berupa teks atau bahasa dan perilaku yang dapat diamati. Reduksi terhadap data
diperoleh dari data mendalam atas bukti fakta yang berada di lapangan. Diharapkan
bahwa peneliti dapat memperoleh, menemukan dan mengkonstuksi fakta data secara
komprehensif dan integral tentang pendidikan life skill siswa melalui kegiatan Project
Based Learning sebagai Strategic Based Learning di Madrasah Internasional
Technonatura.
Dalam penelitian ini jenis data diklasifikasi ke dalam data primer dan data
sekunder. Peneliti memperoleh data primer dalam bentuk formasi verbal kata-kata,
bahasa lisan dan sikap perilaku dari subjek (informan) yang korelatif dengan pendidikan
dan pengembangan life skill siswa melalui Project Based Learning. Sedangkan sumber
data sekunder dalam bentuk skema dokumen, foto dan benda-benda yang dapat
diakomodir sebagai komplemen data primer. Karakteristik data skunder yaitu berupa
tulisan-tulisan, rekaman-rekaman, gambar-gambar atau foto-foto yang berhubungan
dengan penelitian yang dilakukan. Kemudian sumber data yang diambil dalam penelitian
ini dibedakan menjadi manusia/orang dan bukan manusia. Manusia sebagai sumber data
berfungsi selaku subjek atau informan inti (key informan), dan penentuan informan
dilaksanakan secara purposif. Sumber data non manusia berbentuk dokumen yang
memiliki relevansi terhadap fokus penelitian, dalam bentuk gambar, foto, catatan tentang
rapat, tulisan-tulisan yang ada berhubungan dengan fokus penelitian.
Dalam menghimpun data yang dibutuhkan, peneliti menggunakan tiga teknik agar
diperoleh data secara holistik dan integratif dengan atensi relevansi data terhadap fokus
dan tujuan, yaitu: (1) wawancara mendalam (indepth inteview); (2) observasi partisipan
(participant observation); dan (3) studi dokumentasi (study of documentation). Tiga
klasififikasi tersebut adalah tiga teknik yang mendasar dalam sebuah penelitian ilmiah
dalam pendekatan kualitatif yang dikonsensuskan sebagian besar penulis. 5
Derajat kepercayaan (credibility) digunakan dalam meentukan kriteria keabsahan
data. Rekomendasi Lincoln dan Guba (1985: 40) dijadikan acuan untuk membagi dan
memilah teknik akurasi kredibilitas dari sebuah data menjadi: (1) Jenjang durasi tinggal
di lokus penelitian, (2) melakukan observasi secara tekun (persistent observation), (3)
menguji dengan triangulasi (triangulation), (4) melaksanakan analisis kasus negatif
(negative case analysis), (5) melakukan pengecekan anggota (member check), (6)
membahas dengan rekan sejawat (peer debriefing), dan (7) melakukan pengecekan dan
kecukupan bahan referensi (referensial adequacy).6
Aktivitas terakhir adalah date analysis (analisis data), dilakukan dengan menelaah
data, menyusun dan memilah menjadi satuan-satuan yang bisa ditata. Analisis data
dilakukan peneliti secara mendalam pada tema yang dominan, sedangkan tema-tema lain
diintegrasikan pada tema utama sehingga memperkuat teori hasil penelitiannya. Istilah
data display atau sajian data digunakan oleh Miles dan Huberman untuk aktivitas inti dari
pokok dalam pengolahan sebuah data, hasil observasi dan wawancara, serta observasi
terhadap berbagai fasilitas yang terdapat pada setting penelitian.7 Dengan demikian dalam
penelitian ini proses penelitian dan analisis data menggunakan reduksi data dan sajian
data. Setelah itu melakukan sintesis, memeriksa polarisasi data, mencari dan menemukan
hal-hal yang bermakna sehingga dapat diungkapkan secara sistematis. Proses kegiatan
analisis data penelitian ini dilakukan secara continue/berkelanjutan dimulai awal data
dihimpun hingga akhir final penelitian. Analisis dan interpretasi data dari penelitian yang
dilakukan ini mengacu atas dasar landasan teoritis yang berkorelasi dengan masalah
5
Bogdan and Biklen. Qualitative Research For Education, An Introduction to Theory and
Methods. (Boston: Allyn and Bacon, 1982).
6
Yvonna S Lincoln & Guba Egon G, Naturalistic Inquiry, (California: Sage, 1985), h. 40.
7
Dede Rosyada, Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2020), h.
214.
penelitian. Analisis data yang dilakukan oleh peneliti berupa interactive model analysis
yang dipelopori oleh Miles dan Huberman8 yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3)
penarikan kesimpulan dan verifikasi.
C. Pembahasan
1. Life Skills
Life skills atau Kecakapan hidup menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO,
2020) adalah “kapabilitas untuk mampu memiliki karakter adaptif dan aktual yang
menjadikan seseorang mampu mengatasi problem kepentingan hidup dan
tantangannya sehari-hari dengan pola yang baik, efisien dan efektif. Konsepsi
pendidikan Life skills ialah merealisasikan suatu pendidikan yang mecetak siswa
mandiri yang dibekali dengan kecakapan hidup, yakni keberanian dalam menghadapi
permasalahan hidup dan hidup tanpa tertekan, sehingga dapat menemukan solusi dan
mampu menyelesaikannya. Kecakapan hidup dapat kategorikan menjadi empat
modeling: Pertama: Kecakapan Pribadi (personal skill), meliputi kemampuan
mengenali diri atau self awareness dan kemampuan berpikir secara rasional atau
thinking skill, Kedua: Kemampuan Sosial (social skill), Ketiga: Kemampuan
Akademik (academic skill), dan Keempat: Kecakapan vokasi (vocational skill)”.9
E. Mulyasa menyatakan “Pendidikan merupakan suatu kehidupan, dengan
demikian itu kegiatan atau proses pembelajaran patut mampu membekali individu
peserta didik yang berkorelasi dengan kecakapan dan kompetensi hidup (Life skills
atau life competency) yang juga harus selaras dengan lingkungan hidup siswa dan
kebutuhannya”10. Pendidikan adalah salah satu variabel yang utama dalam rangka
mengembangkan potensi diri yang telah dimiliki individu siswa sebelumnya untuk
bekal kemampuan menjalani kehidupan dengan cara yang lebih efektif dan baik.
Sebab itu, proses pendidikan harus dapat melengkapi siswa dengan pembekalan
kecakapan hidup. Pendidikan dalam kecakapan hidup ialah proses pendidikan yang
bersifat mengasah dan mematangkan keterampilan dan kesanggupan yang paling
dibutuhkan oleh masing-masing individu untuk menjalankan kehidupan. Sementara itu
Tim Broad-Based Education (2002) dalam interpretasinya menyatakan “kecakapan
hidup sebagai kemampuan yang terdapat dalam didi seseorang untuk berkehendak dan
percaya diri menghadapi dan mengatasi problema kehidupan secara natural tanpa
merasa terbebani yang kemudian dengan cara pro-aktif, inovatif dan kreatif
menemukan dan mengaplikasikan solusi dengan baik sehingga pada akhirnya mampu
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut” 11. Dalam Undang Undang Republik
Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 3
menyatakan bahwa “pendidikan kecakapan hidup (Life skills) adalah pendidikan yang
memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan
kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri” 12
Dari semua pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan yang berkaitan dengan kecakapan hidup merupakan pendidikan dari
berbagai kecakapan, kemampuan dan keterampilan yang secara praktis mampu
menjadi bekal peserta didik dalam rangka menghadapi macam-macam problem hidup
8
M. B Miles and A. M Huberman, Qualitative Data Analysis. Second Edition, London: Sage,
1992), h. 20.
9
WHO. Life Skill Adalah Kecakapan Hidup yang Sebaiknya Dikuasai Anak, Apa Saja?. 11
Agustus 2020. (2020). https://www.sehatq.com/artikel/life-skill-adalah-kecakapan-hidup-yang-
sebaiknya-dikuasaianak-apa-saja Diakses pada tanggal 16 April 2021.
10
E, Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung PT. Remaja Rosda Karya, 2004), h.
4
11
Tim Broad-Based Educationm, Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup, (Jakarta:
Depdiknas, 2002), h. 53.
12
Depdiknas. Undang-undang republik indonesia no.20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. (Jakarta: Depdiknas, 2003), h. 59.
dan kehidupan. Kenudian spesifikai Life skills oleh Departemen Pendidikan Nasional
dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (a) Kecakapan personal (personal skill) yang
mencakup kecakapan mengenal diri (self awarenes) dan kecakapan berpikir rasional
(thinking skill), (b) Kecakapan sosial (social skill), (c) Kecakapan akademik
(academic skill), dan (d) Kecakapan vokasional (vocational skill)13. Sementara itu
menurut Asmani, pendidikan kecakapan hidup dikategorisasikan menjadi dua model
utama, yaitu: Kecakapan Hidup Umum (General Life skills/GLS), dan Kecakapan
Hidup Khusus (Specific Life skills/SLS).14
Hakikatnya, kecakapan diri adalah kemampuan dalam menyadari posisi dan
peran sebagai Hamba Allah Swt, peran sebagai bagian dari masyarakat, warga negara
dan warga dunia yang menjadi elemen penting dari lingkungan dengan sepenuh hati
menyadari dan mensyukuri segala pemberian Tuhan yang pada saat yang sama selalu
berupaya meningkatkan kemampuan diri sebagai individu dan kelompok agar
bermanfaat bagi pribadi dan lingkungannya. Kesadaran diri ini mampu menghasilkan
sebuah proses internalisasi nilai dari data, informasi dan pengetahuan yang telah
diperoleh dan pada saatnya menjadi sebuah keyakinan terhadap nilai-nilai yang benar
dan mampu diwujudkan menjadi habit dalam kehidupan. Karena itu, kesadaran diri
hanyalah sebuah sikap yang masih membutuhkan kecakapan dalam proses
internalisasi nilai-nilainya sehingga menjadi aplikatif dan implementatif yang
berkarakter dala diri seseorang. kemudian, sebagai minimal dasar usaha
mempertahankan keberlangsungan hidup manusia berada pada nilai orientasi utama
manusia menuju kepada tiga arah keterikatan, yaitu:
a. Hubungan manusia dengan Sang Maha Pencipta yaitu Allah Swt.
b. Hubungan sesama umat manusia.
c. Hubungan dengan alam sekitar yang terdiri dari berbagai elemen kehidupan,
seperti tumbuh-tumbuhan, binatang dan kekuatan alamiah yang ada. 15
Ketiga prinsip ikatan ini manusia kemudian melahirkan, mengembangkan dan
meningkatkan proses akulturasi budaya dan peradaban. Prosesi seperti ini mampu
mendorong manusia menuju pada kemajuan hidup yang sesuai dan adaptif dengan
ketentuan yang selalu dan semakin meningkat.

LIFE SKILLS

Generic Life Skills Specific Life Skills


(GLS) (SLS)

Personal Skill Social Skill Academic Skill Vocational Skill


(PS) (SS) (AS) (VS)

Spiritual Thinking Communication Collaboration Basic Vocational Occupational


Skill Skill Skill Skill Skill Skill

Gambar 1 Garis Besar Life Skills

2. Project Based Learning

13
Depdiknas. Konsep Pengembangan Model Integrasi Kurikulum Pendidikan Kecakapan
Hidup (Pendidikan Menengah), (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum,
2007), h. 11.
14
Jamal Ma’ruf Asmani, Kiat Melahirkan Madrasah Unggulan. Jogjakarta: Diva Press,
2013), h. 37.
15
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 1-2.
Madrasah TechnoNatura sebagai madrasah internasional yang mengadopsi
kurikulum 21st century skill menilai bahwa Pembelajaran berbasis proyek dan
pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang ideal untuk
memenuhi tujuan pendidikan abad ke-21, karena melibatkan prinsip 4C yaitu critical
thinking, communication, collaboration dan creativity. Penelitian tentang
pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran berbasis masalah menunjukkan
bahwa pembelajaran memberi siswa keuntungan dalam pembelajaran berbasis bukti
dibandingkan pembelajaran di tingkat yang lebih tradisional. Trilling dan Fadel (2009)
menjelaskan bahwa pembelajaran dengan model ini dalam jangka waktu yang lama
menunjukkan bahwa hasil belajar dan berbagai keterampilan siswa abad 21 berbeda
secara signifikan dengan tingkat metode tradisional. Namun, agar pembelajaran
berbasis proyek dan berbasis masalah dapat berjalan dengan baik, guru perlu
merancang rencana kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa dan
tentunya disesuaikan dengan kurikulum dan dilanjutkan melalui program alternatif
kegiatan pembelajaran yang terencana dengan baik. Mungkin tidak mudah untuk
menerapkan kedua model pembelajaran dengan standar alokasi waktu 45-50 menit per
jam seperti biasa, tetapi hal ini dapat dicapai melalui alternatif penjadwalan kegiatan
pembelajaran yang direncanakan dengan baik. “Woods (2014) menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran berbasis masalah pada akhirnya
memerlukan perubahan dalam peran guru dari menjadi 'sumber pengetahuan' menjadi
pelatih dan fasilitator untuk memperoleh pengetahuan. Bagi sebagian guru, mungkin
menimbulkan ketidaknyamanan dengan adanya pergeseran dari pembelajaran yang
berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa ini.”
Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) merupakan adaptasi dan
pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) yang pada
awalnya berakar pada pendidikan kedokteran (medis). Pembelajaran berbasis masalah
banyak diterapkan pada pendidikan kedokteran di negara maju. Karakteristik masalah
pendidikan kedokteran mirip dengan pendidikan teknologi dan kejuruan. Lulusan
pendidikan teknologi belum tentu siap memasuki dunia kerja atau bahkan tidak
bekerja, meskipun pengetahuan faktual yang memadai telah diperoleh di sekolah.
Berdasarkan pengalaman dalam pendidikan kedokteran, pendekatan pembelajaran
berbasis masalah telah diadaptasi menjadi model pembelajaran berbasis proyek untuk
pendidikan teknologi dan kejuruan, khususnya program keterampilan produktif hanya
saja terletak pada perbedaan objek.
PBL adalah pendekatan cara pembelajaran secara konstruktif untuk pendalaman
pembelajaran dengan pendekalan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan
yang berbobot, nyata dan relevan bagi kehidupannya. Pembelajaran berbasis proyek
adalah proyek perseorangan atau grup dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu,
menghasilkan sebuah produk, hasilnya kemudian ditampilkan atau dipresentasikan.
Saat pengerjaan level rnenggunakan berbagai macam bahan, dengan pendekatan
belajar aktif terpusat pada siswa.
Pendekatan pembelajaran berbasis proyek dapat dianggap sebagai salah satu
pendekatan pada pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan sendiri. Dukungan teoritis konstruktivisme sosial
Vygotsky yang memberikan dasar bagi perkembangan kognitif dengan meningkatkan
intensitas interaksi interpersonal. Memiliki kesempatan untuk menyampaikan ide,
mendengar ide orang lain, dan merefleksikan ide mereka sendiri tentang ide orang lain
adalah bentuk pengalaman pemberdayaan individu. Proses interaktif dengan rekan
kerja membantu proses membangun pengetahuan (sense of the creation process). Dari
perspektif ini, transaksi sosial memainkan peran yang sangat penting dalam
pembentukan kognisi, pengetahuan dan kemampuan. Proses tawar-menawar kognitif
interpersonal sebagai bentuk penyajian ide, perdebatan dan penerimaan selama proses
interaksi dengan kolega memungkinkan untuk mengembangkan ekspansi dan
pengetahuan dan keterampilan yang luar biasa.
Dari perspektif teoretis ini, pendekatan pembelajaran berbasis proyek disini
menyediakan lingkungan belajar alternatif yang otentik di mana siswa dapat
membantu siswa meningkatkan kerja kolaboratif dan keterampilan pemecahan
masalah mereka. Sebagai pendekatan baru untuk pembelajaran, pembelajaran berbasis
proyek memiliki potensi untuk berhasil meningkatkan praktik pembelajaran dalam
pendidikan teknologi (dan kejuruan). Pendekatan pembelajaran berbasis proyek
memiliki potensi besar untuk menciptakan pengalaman belajar yang menarik dan
bermakna bagi pembelajar dewasa untuk memasuki dunia kerja.
Selarna berlangsungnya proses belajar dalam PBL pelajar akan mendapat
bimbingan dan narasumber atau fasilitator, tergantung dan tahapan kegiatan yang
dijalankan. Narasumber, menyusun trigger problems, sebagai sumber pembelajaran
untuk informasi yang tidak ditemukan dalam sumber pembelajaran bahan cetak atau
elektronik dan melakukan evaluasi hasil pembelajaran. Fasilitator, berperan memantau
dan mendorong kelancaran kerja kelompok, serta melakukan evaluasi terhadap
efektifitas proses belajar kelompok.
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran berbasis masalah, siswa dituntut untuk
berpikir secara kritis dan ilmiah dalam melaksanakan setiap langkah-langkah
pembelajaran berbasis masalah. bahan/topik permasalahan dalam pembelajaran
berbasis masalah yang dipilih adalah bahan/topik permasalahan yang bersifat aktual
dan faktual yang bersumber pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar
lingkungan siswa. Dengan demikian siswa tidak mengalami hambatan dalam proses
pembelajaran. Selain itu bahan/topik yang dipilih haruslah sesuai dengan topik
pelajaran yang sedang dipelajari sehingga dapat mendukung tujuan atau kompetensi
yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Hakikat
masalah dalam PBL adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang
diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan.
Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keluhan, keresahan, kerisauan atau
kecemasan. Oleh karena itu, maka materi atau topik pelajaran tidak sebatas bersumber
pada buku saja, tetapi juga dapat bersumber pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di
lingkungan sekitar yang sesuai dengan topik pelajaran yang sedang dipelajari.
Project based learning merupakan salah satu model pembelajaran (ways of
learning) yang mampu menjembatani tercapainya keterampilan 4C karena dimulai
dari perencanaan ditahapan ini keterampilan kritis siswa dilatih dimana siswa akan
melakukan perencanaan untuk memecahkan sebuah masalah, mencoba untuk
menyelidiki dan menyimpulkan sesuatu yang akan dilaksanakan. Pengembangan
proyek dimana keterampilan berpikir kreatif siswa terlatih dimana siswa akan
menciptakan suatu karya yang original dengan melakukan inovasi sehingga ditemukan
sebuah gagasan dengan menghasilkan suatu karya berupa produk untuk menghasilkan
suatu produk siswa perlu bekerja bersama tim di tahapan ini keterampilan kolaborasi
siswa akan terlatih. Siswa akan bekerja sama dengan kelompok, menerima pendapat
dan saran teman, bertanggung jawab terhadap kelompok, memiliki jiwa pemimpin dan
bisa menghargai prespektif orang lain, selanjutnya produk akan dipresentasikan dan
dipublikasikan ditahapan ini keterampilan komunikasi siswa akan dilatih dimana
siswa akan mempresentasikan produk yang dihasilkannya dengan sikap presentasi
yang baik, bahasa tubuh dan intonasi yang sesuai.
a. Critical Thinking
Berpikir kritis dapat didefinisikan sebagai keterampilan yang melampaui
menghafal. Ketika siswa berpikir kritis, mereka didorong untuk mempertanyakan
asumsi, menganalisis dan mensintesis peristiwa. Berpikir kritis mendorong siswa
untuk melangkah lebih jauh dengan mengembangkan hipotesis baru dan terlibat
dengan fakta. Keterampilan berpikir kritis merupakan komponen pembelajaran
tingkat tinggi yang merupakan inti dari pembelajaran abad 21. Tabel pemikiran
hierarkis terlihat seperti ini:

Memory Basic

Creatif Critic
Gambar 2. Hirarki Berpikir (Krulik dan Rudnick)
Hirarki dimulai dengan memori, berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir
kreatif. Penalaran melibatkan pemikiran pada tingkat yang lebih tinggi daripada
ingatan, sedangkan pemikiran tingkat tinggi melibatkan pemikiran kritis dan
kreatif. Onion (2009:2): mengatakan “Critical thinking is a way of thinking and
skills carried out to obtain information consciously, systematically, and with
logical consideration of deciding what to do. Critical thinking leads to valid
conclusions that are resistant to criticism" 16. Hal ini sejalan dengan pandangan
Ronald A. Styron (2014) yang berpendapat bahwa “berpikir kritis adalah proses
disiplin intelektual kegiatan dan keterampilan dalam konseptualisasi, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi informasi yang dikumpulkan dari pengamatan,
refleksi, penalaran atau komunikasi sebagai pedoman untuk bertindak”.17 Benjamin
Bloom (1956) membagi proses berpikir menjadi tiga domain, “yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor. Ranah kognitif menekankan pada pencapaian intelektual
yang terbagi menjadi 6 tingkatan, yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi”.18 Analisis, sintesis dan evaluasi dianggap berpikir
kritis.
Ken Changwong, dkk (2018:46) dalam penelitiannya yang berjudul
“critical thinking skill development: Analysis of a new learning management model
for Thai high schools” menyimpulkan bahwa “all students at all academic levels
will clearly benefit from curricula steeped in critical thinking strategies and
practice. Students who master the ability to think critically and insightfully will
perform better academically in their current high school setting, and will also be
better prepared for the rigors and enhanced academic expectations in college”. 19
Berpikir kritis tidak sama dengan berdebat atau mengkritisi orang lain.
Kata “kritis” terhadap suatu argumen tidak identik dengan “ketidaksetujuan”
terhadap suatu argumen atau pandangan orang lain. Penilaian kritis bisa saja
16
P. Onions, (2009). “Thinking Critically. An Introduction, Working Paper”.
.http://www.patrickonions.org/docs/academic/2009%20Thinking%20critica lly.pdf. [12 September
2020].
17
Ronald A. Styron, Jr. (2014). “Critical Thinking and Collaboration: A Strategy to Enhance
Student Learning”. Systemics, Cybernetics, And Informatics Journal. Volume 12 Number 7. 1690-
4524
18
B., S. Bloom, Taxonomy of Educational Objectives, Handbook I: The Cognitive Domain,
(New York, NY: David McKay Co Inc, 1956).
19
K. Changwong, (2018). “Critical thinking skill development : Analysis of a new learning
management model for Thai high schools”. 11, 37–48.
https://doi.org/10.14254/20718330.2018/11-2/3.
dilakukan terhadap suatu argumen yang bagus, sebab pemikiran kritis bersifat
netral, imparsial dan tidak emosional. Critical thinking mencakup ketrampilan
menafsirkan dan menilai pengamatan, informasi, dan argumentasi. Hal ini meliputi
pemikiran dan penggunaan alasan yang logis, mencakup ketrampilan
membandingkan, mengklasifikasi, melakukan pengurutan (sekuensi),
menghubungkan sebab dan akibat, mendeskripsikan pola, membuat analogi,
menyusun rangkaian, memberi alasan secara deduktif dan induktif, peramalan,
perencanaan, perumusan hipotesis, dan penyam-paian kritik. Cakupan berpikir
kritis merupakan penentuan tentang makna dan kepentingan dari apa yang dilihat
atau dinyatakan, penilaian argumen, pertimbangan apakah kesimpulan ditarik
berda-sarkan bukti-bukti pendukung yang memadai.
b. Creativity
Tras Rustamaji selaku Kepala Madrasah Aliyah TechnoNatura menyatakan
bahwa “Madrasah TechnoNatura menerapkan sistem belajar yang kreatif untuk
siswa dengan cara membiasakan siswa dalam berkreasi memecahkan masalah
yang dihadapi berkaitan dengan projek sain maupun projek rekayasa. Dalam
projek sains, jika siswa menemukan fenomena dan telah diteliti sebelumnya maka
siswa diharuskan mencari solusi lain. Teknik yang digunakan adalah Projek Based
Learning yaitu mencari solusi atau pemecahan masalah dengan solusi yang sudah
ada atau menciptakan solusi baru dengan pengembangan situasi dan kondisi yang
dihadapi. Dalam projek sains siswa diharuskan melihat fenomena yang terjadi di
lingkungan, seperti persoalan sampah yang tiada habisnya dan menjadi agenda
umum di pemerintah daerah dengan lebih bertanya mengapa dan apa yang terjadi,
itulah critical thinking.”20
Kreativitas anak dapat berkembang dengan baik bila didukung oleh beberapa
faktor seperti berikut: 1) Memberikan rangsangan mental yang baik. Rangsangan
diberikan pada aspek kognitif maupun kepribadiannya serta suasana psikologis
anak 2) Menciptakan lingkungan kondusif. Lingkungan kondusif perlu diciptakan
agar memudahkan anak untuk mengakses apapun yang dilihatnya, dipegang,
didengar, dan dimainkan untuk mengembangkan kreativitasnya. 3) Peran serta guru
dalam mengembangkan kreativitas. Guru yang kreatif akan memberikan stimulasi
yang tepat pada anak agar anak didiknya menjadi kreatif. 4) Peran serta orangtua.
Orangtua yang dimaksud disini adalah orangtua yang memberikan kebebasan anak
untuk melakukan aktivitas yang dapat mengembangkan kreativitas. Inovasi
(innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati
sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat),
baik itu berupa hasil invention maupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk
mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu.” 21
c. Collaboration
“Untuk collaboration collaboration itu di pengaturan memang lebih banyak
menerapkan kegiatan pembelajaran yang kalaborasi, bekerja sama karena
memang oleh pembelajarannya adalah projeck base maka di Project itu akan
dipikul bersama jadi berdasarkan tadi kreativitas berdasarkan persoalan yang
didapat kemudian solusi yang ditemukan mereka membuat resolusi itu bersama-
sama jadi ini penerapan implementasinya di Project rekayasa di mana mereka
mengkritik sesuatu kemudian dari sesuatu Pemuda secara manajerial mereka
memilih Project tidurnya Kemudian dari dari satu kelompok itu nanti ada project
leader kemudian ada yang bagian desain ada yang bagian ide bagian hardware
dan software ada yang bagian bisnisnya yang berkolaborasi terutama pada saat

20
Wawancara terhadap Tras Rustamaji selaku Kepala Madrasah Aliyah TechnoNatura pada
tanggal 13 September 2020.
21
Udin Saefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), h.3.
Project besar yang ngetik ya kalau pergi ke sekolah kan sifatnya internal hanya
lingkungan sekolah saja tapi kalau robot itu udah skalanya udah nasional dan
internasional di mana Kalau skalanya internasional mereka harus berkoordinasi
dengan instansi lain yang bisa mensponsori mereka untuk pergi untuk mereka
untuk membuat robotnya seperti itu kolaborasi ini yang yang di jadi bahan apa ya
yang dijunjung tinggi di kami di mana tadi harapannya anak-anak itu bekerja
bersama itu bukan jadi Katakanlah antara software dengan hardware maka tidak
bisa sendiri-sendiri itu ketika menjalankan robot misalnya ada tim desain yang
mendesain robot modelnya seperti mobil misalnya dan harus bergerak kanan kiri
secara vertikal maupun horizontal itu nah di situ nanti mereka perlu bekerjasama
dengan programming di mana program itu harus tahu betul bagian dari desain
nya polanya Bagaimana gitu malah gerakannya Seperti apa dan hardware harus
bisa menterjemahkan harus bisa mengeksekusi apa yang disarankan oleh
kelompok secara bersama-sama itu jadi kolaborasi ini yang yang terlihat jelas
sekali benar pada saat ini robot itu mendesain robotnya Jadi kalau berarti antara
tim hardware yang mekaniknya kemudian tim software yang bagian software
development terus ada lagi nanti bagian elektrikal elektrik listrik nya gimana
harus bisa berkolaborasi harus tahu bagaimana kalau misalnya bermain dengan
kabel pada saat robot ini berhadapan dengan obat lain kabelnya tidak copot
misalnya tidak tersangkut dengan robot yang lain seperti itu sih Pak itu yang yang
kami Explorer ke anak-anak dan anak-anak praktikan kolaborasinya.”22
Berbagai bukti menunjukkan bahwa siswa yang bekerja secara kooperatif
dapat mencapai tingkat keterampilan yang lebih tinggi jika dilihat dari hasil
berpikir dan kemampuan menyimpan informasi untuk jangka panjang
dibandingkan siswa yang bekerja secara individu. Belajar Bersama akan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi,
terus memantau strategi dan pencapaian belajar mereka, dan menjadi pemikir yang
kritis.
d. Communication
Untuk communication adalah komunikasi berkomunikasi itu jadi di dalam
sebuah project sendiri ini akan berkelompok dan berkolaborasi mereka harus bisa
berkomunikasi harus bisa saling memahami persepsi dalam satu kelompok itu
komunikasi bisa jadi komunikasi dalam dalam kelompok sendiri atau komunikasi
dengan luar Dimana mereka harus presentasi kita makan mie itu hari Jumat
adalah hari presentasi mereka harus bisa mengkomunikasikan apa yang mereka
lakukan sejak dari hari Senin sampai hari Kamis itu Dan kalau MI dan MTs itu
biasanya lebih ke skalanya karena produknya adalah mingguan Jadi terlihat Kalau
adik Aliyah project-nya itu tahunan jadi bisa jadi Jumat itu presentasinya sekedar
progress progress Project mereka nanti akan ada presentasi besar lagi dimana
harus mereka harus presentasi total dari awal sampai akhir bahkan untuk kalau
mereka join dengan tim robotik mereka harus bisa presentasi terutama untuk
bisnis ya ya mereka harus presentasi kepada instansi yang yang sekali mungkin
lebih lebih profesional dari mereka itu mereka harus bisa berkomunikasi mereka
bisa menyampaikan ide mereka mereka harus bisa dalam tanda kutip menjual ide
mereka meyakinkan instansi itu untuk mau memberikan sponsor kepada tim robotik
ini itu ustad yang selama ini dilakukan oleh anak-anak dan kami langsung
terjunkan ke anak-anak untuk mempraktekkan 4C tersebut. 23

22
Wawancara terhadap Tras Rustamaji selaku Kepala Madrasah Aliyah TechnoNatura pada
tanggal 13 September 2020
23
Wawancara terhadap Tras Rustamaji selaku Kepala Madrasah Aliyah TechnoNatura pada
tanggal 13 September 2020
Selama proses pembelajaran, para Mentor di Madrasah TechnoNatura
membiasakan siswanya untuk berkomunikasi tentang level serta hal-hal lain, baik
dengan mentor maupun dengan siswa. Bahasa yang digunakan siswa dalam
komunikasi memiliki dampak pada siswa mereka sendiri. Penggunaan kata-kata
yang kurang baik untuk komunikasi berdampak negatif terhadap pesan yang
dikirim oleh siswa sehingga tidak dapat diterima oleh penerima pesan, hal ini
menyebabkan kesalahan dalam menerima pesan yang dapat menimbulkan
kesalahpahaman atau konflik dalam interaksi. Selain itu, membiarkan siswa
menggunakan kata-kata kasar dalam berkomunikasi dapat menimbulkan kebiasaan
buruk pada siswa. Komunikasi yang baik memiliki efek positif pada siswa
sehingga akan merasa puas karena tujuan yang diinginkan tercapai dan rasa
percaya diri meningkat.
3. Life Skills dan Project Based Learning di Madrasah Internasional TechnoNatura
Dalam penyusunan rencana pendidikan kecakapan hidup di Madrasah
TechnoNatura dilakukan di ruang terbuka yaitu halaman sekolah dan biasanya
dilakukan bersamaan dengan rapat kerja. Adapun penyusunan perencanaan ini
memperhatikan hal-hal di bawah ini, yaitu:
a. Tujuan dan target yang harus dicapai Madrasah TechnoNatura yaitu untuk
melahirkan sosok manusia yang kompeten memiliki “Intellectual Curiosity,
Creative Imagination, Art of Discovery and Invention dan Noble Attitude.” Untuk
Intellectual Curiosity, diharapkan akan muncul sosok pembelajar yang memiliki
rasa ingin tahu yang besar, hal ini dilakukan dengan melatih siswa untuk mahir
bertanya dan melihat tantangan yang dapat mengembangkan kemampuan pribadi
siswa (Personal Skill). Sedangkan Creative Imagination untuk membentuk sosok
siswa yang memiliki daya cipta dan imajinasi yang tinggi serta berani
mengungkapkan gagasan yang dapat mengembangkan kemampuan pribadi siswa
(Personal Skill). Art of Discovery and Invention sendiri ertujuan untuk
menciptakan siswa yang senang menemukan sesuatu dalam setiap pelajaran,
bahkan jika sesuatu yang sederhana diajarkan, dapat membantu siswa
mengembangkan keterampilan akademik mereka (Academic Skill). Sedangkan
yang terakhir yaitu Noble Attitude bertujuan untuk membentuk sosok pembelajar
yang tumbuh dengan karakter yang kuat sehingga terbentuk keterampilan sosial
(social skill) siswa dan mengasah aspek spiritual (personal skill) siswa. Untuk
mendukung tujuan tersebut, dalam proses belajar mengajar, sekat-sekat antara guru
dan siswa sengaja dihilangkan.
b. Menekankan prinsip pembelajaran yang cukup unik dan berbeda dengan sekolah
formal pada umumnya, terutama dengan menerapkan metode pembelajaran PBL
yang bertujuan untuk: Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan
masalah proyek, Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam
pembelajaran, Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah
proyek yang kompleks dengan hasil produk nyata, Mengembangkan dan
meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola bahan atau alat untuk
menyelesaikan tugas atau proyek, dan Meningkatkan kolaborasi peserta didik
khususnya pada PBL yang bersifat kelompok
c. Menerima dengan pikiran terbuka beragam pendapat, ide dan gagasan dari guru,
orang tua, manajemen sekolah, pimpinan sekolah dan yayasan.
Salah satu Proyek yang akan dilaksanakan di Tahun 2022 adalah sebagaimana
yang disusun dalam tabel berikut:
Tabel 1
Life skills dan PBL di Madrasah TechnoNatura
Program Life
No. Kegiatan Project Based Learning
Skills
1 Strategic Of Pendekatan dan metode a. Pengajaran Autentik (Autenthic
Instruction), yaitu pendekatan
pengajaran yang memperkenankan
peserta didik untuk mempelajari
konteks bermakna.
b. Pembelajaran Berbasis Inquiri (Inquiry
Based Learning) yang membutuhkan
strategi pengajaran yang mengikuti
metodologi sains dan menyediakan
kesempatan untuk pembelajaran
bermakna.
c. Pembelajaran Berbasis Kerja (Work
Based Learning) yang memerlukan
pembelajaran yang
suatu pendekatan pengajaran yang
Learning diimplementasikan dalam
memungkinkan peserta didik
program kecakapan hidup
menggunakan konteks tempat kerja
untuk mempelajari materi pelajaran
berbasis sekolah dan bagaimana materi
tersebut dipergunakan kembali di
tempat kerja.
d. Pembelajaran Koperatif (Coperative
learning) yang memerlukan pendekatan
pengajaran melalui penggunaan
kelompok kecil peserta didik untuk
bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar dalam mencapai tujuan
belajar.
Madrasah TechnoNatura adalah sekolah yang menekankan belajar untuk
hidup, belajar untuk hidup dan hidup untuk belajar. Bukan hanya belajar mengejar
nilai. Ini adalah tempat di mana anak-anak belajar melalui bermain tanpa merasa
tertekan. terdapat 6 langkah agar perencanaan dalam pelaksanaan pembelajaran
berbasis proyek ini berhasil yaitu dengan mempersiapkan pertanyaan penting
terkait suatu topik maeri yang akan dipelajari, membuat rencana proyek, membuat
jadwal, memonitor pelaksaan pembelajaran berbasis proyek (PBL), melakukan
penilaian, dan valuasi pembelajaran berbasis proyek (PBL).

Essential Monitor Asseass


Question

Plan Schedule Evaluate

Pada akhir proses pembelajaran, pendidik dan peserta didik melakukan


refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi
dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini, peserta didik
diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama
menyelesaikan proyek. Dapat digambarkan sebagai berikut:
(Start with the
big question)

(Design a
(Evaluate the
experience) plan for the
project)

(Assess the (Create a


outcome). schedule)

(Monitor the
students and
the progress
of the project)

Strategic of Learning yang diterapkan di madrasah TechnoNatura


menggunakan nine principal dalam Problem-Based Learning (PBL), yaitu:
curriculum, responsibility, realisme, active-learning, feedback, general skills,
driving questions, constructive, investigations dan autonomy.

9 PRINCIPALS Curriculum responsibility realisme

diving
general skills feedback active-learning
questions

constructive investigations autonomy

Penerapan Strategic of Learning pada Problem-Based Learning dalam


kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Para peserta didik terlebih dahulu dibagi menjadi beberapa kelompok yang
terdiri dari 3 sampai 5 orang.
2) Pada setiap kelompok tersebut dipilih satu orang yang bertindak sebagai ketua
dan satu orang lagi menjadi sekretaris. Ketua tersebut bertugas untuk
mengkoordinir anggotanya dan menjadi juru bicara, serta memimpin dalam
diskusi kelompok. Dan sekretaris tersebut bertugas untuk mencatat dan
merumuskan hasil diskusi serta laporan pemecahan masalah.
3) Pada minggu pertama setiap kelompok menentukan pokok masalah yang akan
dipecahkan. Permasalahan tersebut dapat diekplorasi dari bahan pelajaran yang
telah disiapkan mentor dalam silabus atau dapat pula berupa permasalahan yang
diusulkan oleh para kelompok masing-masing.
4) Mentor meminta para peserta didik dalam setiap kelompok tersebut untuk
mendiskusikan pokok masalah tersebut sesuai dengan waktu yang tersedia.
5) Selanjutnya dalam diskusi kelompok tersebut meliputi kegiatan-kegiatan
berikut:
a) Mengumpulkan data dengan cara masing-masing anggota kelompok tersebut
bertukar pikiran, melakukan observasi, mempelajari berbagai sumber
bacaan, mengakses internet dan inventarisasi data lainnya.
b) Menganalisis data yang telah dikumpulkan dengan cara mengkajinya dan
mempertanyakannya, yakni apakah data tersebut telah memadai untuk
menjawab permasalahan tersebut.
c) Menyusun hipotesis yang didasarkan pada hasil analisis atau data-data
tersebut, yaitu berupa dugaan jawaban atau kesimpulan sementara sebagai
salah satu alternative pemechan masalah atau jawaban atas permasalahan
tersebut, kebenran hasilnya harus dibuktikan.
d) Mengolah data, artinya data yang telah ada dan yang telah dianalisis itu
diolah dengan baik agar dapat memperjelas arah penyelesaian masalah yang
tepat.
e) Menguji hipotesis, yakni hipotesis yang telah disusun tersebut diuji dan
dibuktikan apakah sudah tepat sebagai jawaban atau solusi atas permaslahan
tersebut atau belum.
f) Menarik kesimpulan yang berisi jawaban atau solusi atas masalah tersebut. 24
6) Pada minggu kedua, masing-masing kelompok mulai mengimplementasikan
dan menjalankan proyek sesuai dengan permasalahan yang ditemukan dengan
bimbingan mentor masing-masing.
7) Pada minggu ketiga, seluruh kelompok mempresentasikan laporan hasil
kerjanya dan memberikan pertanyaan atau penjelasan apabila ada pertanyaan
dari kelompok lain.
8) Pada minggu keempat, mentor memberikan tanggapan dan apresiasinya
terhadap hasil kerja masing-masing kelompok tersebut serta memberikan
kesimpulannya.
9) Bilamana dalam satu bulan terdapat minggu kelima akan diisi oleh tema
proyek Art atau Sport Event.
C. Analisis
Tabel 2 Analisis Deskripsi & Kategori Life Skills
Aspek
No. Deskripsi Kegiatan PBL Kategori Life Skills
Analisis
1 Based On Minggu a. Mengidentifikasi Masalah yang 1. GLS
Project Ke-1 terjadi secara kontekstual PS:
sebagai Dasar PBL; a. Spiritual Skill. “Artinya,
b. Merumuskan Proyek yang akan aktivitas spiritual yang
dilakukan ; diwujudkan dalam bentuk
c. Mencari informasi yang penghargaan diri sebagai
berkaitan dengan proyek; hamba Tuhan yang hidup
bersama-sama dengan
sesama manusia di alam
semesta”.
b. Thinking Skill. Artinya
“kecakapan menggali dan
menemukan data informasi,
kecakapan mencerna,
membuat keputusan dan
merekonstruksi

Abuddin Nata, Presektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta:Kencana, 2009), h.


24

248-249.
permasalahan secara
kreatif.

SS:
a. communication skill.
Artinya “Kecakapan dalam
komunikasi dapat melalui
lisan dan tulisan”.
b. collaboration skill.
Artinya “Kecakapan ini
membuat mitra kerja
merasa sederajat sebagai
partner yang bisa dipercaya
dan menyenangkan”.
2. SLS
a. Academic Skill.
“kemampuan berfikir
secara ilmiah”. Yaitu:
1) Kecakapan
mengidentifikasi faktor/
variabel dan
mendeskripsikan
hubungan antar variabel
tersebut,
2) Kecakapan merumuskan
hipotesis,
3) Kecakapan
merencanakan dan
melangsungkan
penelitian.
b. Vocational Skill. Artinya:
”kecakapan yang berkaitan
dengan suatu bidang
kejuruan/keterampilan”
Minggu a. Mencari komponen yang 1. GLS
Ke-2 dibutuhkan dalam proyek; PS:
b. Menginventarisir alat yang a. Thinking Skill
tersedia dan belum tersedia; “kecakapan menggali dan
c. Membeli meminjam alat-alat menemukan data informasi,
yang belum tersedia; kecakapan mencerna,
membuat keputusan dan
merekonstruksi
permasalahan secara
kreatif”.
b. communication skill
“Dalam sebuah komunikasi
yang berbentuk tulisan
diperlukan keterampilan
untuk mengantarkan pesan
secara tertulis dengan
alternatif pilihan kata,
bahasa dan kalimat yang
mudah dipahami para
pembaca”.

2. SLS
a. Academic Skill. Artinya
“kecakapan akademik ini
lebih terarah kepada
kegiatan kemampuan yang
bersifat akademik/
keilmuan yang spesifik.”
b. Vocational Skill
1) Basic vocational skill.
Artinya “vokasi dasar ini
melingkupi aspek ketaatan
atas asas, ketelitian,
kecermatan dan ketepatan
waktu yang berfokus pada
aktivitas produktif”.
2) Occupational skill.
“Kecakapan vokasi khusus
hanya dibutuhkan bagi
peserta didik yang berminat
mendalami pekerjaan yang
singkron passion
hidupnya.”
Minggu a. Membuat skema kerja proyek; 1. GLS
Ke-3 b. Merakit proyek sebagai PS:
prototype; a. Thinking Skill
c. Uji coba hasil proyek; SS:
d. Analisis kekurangan /error a. communication skill
system. b. collaboration skill

2. SLS
a. Academic Skill.
 Kecakapan
mengidentifikasi
faktor/ variabel dan
mendeskripsikan
hubungan antar
variabel tersebut,
 Kecakapan
merumuskan
hipotesis,
 Kecakapan
merencanakan dan
melangsungkan
penelitian.

b. Vocational Skill.
 Basic vocational skill.
Kemampuan
menggunakan bidang
pekerjaan manual
(misalnya: tang, palu,
obeng).
Minggu a. Demonstrasi hasil proyek 1. GLS
Ke-4 b. Presentasi hasil proyek PS:
c. Assesmen dan refleksi hasil a. Thinking Skill
proyek. b. spiritual skill

SS:
a. communication skill
b. collaboration skill
2. SLS
a. Academic Skill.
 Kecakapan
mengidentifikasi
faktor/ variabel dan
mendeskripsikan
hubungan antar
variabel tersebut,
 Kecakapan
merumuskan
hipotesis,
 Kecakapan
merencanakan dan
melangsungkan
penelitian.

b. Vocational Skill.
 basic vocational skill.
bidang pekerjaan
manual (misalnya:
tang, palu, obeng).
2 Content On Project Internet Of Thing (Iot); 1. GLS
Arduino Weather Balloon Projects; PS:
Kultur Jaringan (Anggrek); a. Spiritual Skill. “Artinya,
aktivitas spiritual yang
Smart Ecosystem.
diwujudkan dalam bentuk
penghargaan diri sebagai
hamba Tuhan yang hidup
bersama-sama dengan
sesama manusia di alam
semesta”.
b. Thinking Skill. Artinya
“kecakapan menggali dan
menemukan data informasi,
kecakapan mencerna,
membuat keputusan dan
merekonstruksi
permasalahan secara
kreatif.

SS:
a. communication skill.
Artinya “Kecakapan dalam
komunikasi dapat melalui
lisan dan tulisan”.
b. collaboration skill.
Artinya “Kecakapan ini
membuat mitra kerja
merasa sederajat sebagai
partner yang bisa dipercaya
dan menyenangkan”.
2. SLS
a. Academic Skill.
“kemampuan berfikir
secara ilmiah”. Yaitu:
 Kecakapan
mengidentifikasi
faktor/ variabel dan
mendeskripsikan
hubungan antar
variabel tersebut,
 Kecakapan
merumuskan
hipotesis,
 Kecakapan
merencanakan dan
melangsungkan
penelitian.
b. Vocational Skill. Artinya:
”kecakapan yang berkaitan
dengan suatu bidang
kejuruan/keterampilan”
 Basic vocational skill
 Occupational skill

1. Analisis Project Based Learning


Project Based Learning menjadikan proses pembelajaran lebih menarik,
menyenangkan dan lebih bermakna. Salah satu pengembangan antara lain dalam
bentuk life-skill (kecakapan hidup) artinya kecakapan yang selalu diperlukan oleh
siswa dimanapun ia berada ketika mengarungi kehidupan. Siswa dapat mempelajari
proses pembuatan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi,
dan memotivasi untuk berwirausaha. Model pembelajaran ini tidak hanya berorientasi
pada bidang akademik, dan vokasional semata, tetapi juga mempraktekannya untuk
memecahkan problem kehidupan sehari hari. Life Skill (Kecakapan hidup) adalah
kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup
dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan
kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya. Secara
Umum ada dua macam Life Skill, yaitu General Life Skill (GLS) dan Specific Life Skill
(SLS). Dalam life skill diharapkan mampu mengembangkan potensi siswa untuk
pencapaian suatu kompetensi. Salah satu yang diimplementasikan dalam program life
skills di Madrasah TechnoNatura adalah pembelajaran berbasis proyek yang terbukti
mampu meningkatkan kecakapan hisup siswa.
Pembelajaran berbasis proyek ini menuntut siswa untuk mengembangkan
keterampilan seperti kolaborasi dan refleksi. Dengan pembelajaran berbasis proyek ini
siswa terbantu untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka, menyebabkan absensi
berkurang dan lebih sedikit masalah disiplin di kelas. Siswa juga menjadi lebih
percaya diri berbicara dalam kelompok maupun antar kelompok tentang produk yang
dihasilkan. Pembelajaran ini tidak hanya cukup diberikan dalam bentuk keterampilan
untuk diri sendiri, tetapi keterampilan untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Kecakapan hidup atau Life Skill dapat dirinci sebagai berikut: (1) kecakapan
mengenal diri meliputi kesadaran sebagai mahluk Tuhan, kesadaran akan eksistensi
diri dan kesadaran akan potensi diri; (2) kecakapan berfikir meliputi kecakapan
menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, dan kecakapan
memecahkan masalah; (3) kecakapan sosial meliputi kecakapan komunikasi lisan,
komunikasi tertulis, dan kecakapan kerjasama; (4) kecakapan akademik meliputi
kecakapan mengidentifikasi variabel, menghubungkan variabel, merumuskan
hipotesis, dan kecakapan melaksanakan penelitian; (5) kecakapan vokasional sering
juga sebagai kecakapan kejuruan. Dalam memilih pengalaman belajar perlu
dipertimbangkan kecakapan hidup apa yang akan dikembangkan pada setiap
kompetensi dasar. Untuk itu diperlukan analisis kecakapan hidup setiap kompetensi
dasar.
Tema-tema yang diterapkan dalam Life Skill harus betul-betul bermakna bagi
siswa, baik untuk saat ini maupun untuk kehidupan dikelak kemudian hari. Life Skill
diberikan secara tematis mengenai masalah-masalah kehidupan nyata sehari-hari.
Pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari akan membuat para siswa menjadi
terlatih untuk menghadapi kehidupan yang nyata. Dengan kecakapan berfikir rasional
ini diharapkan siswa tidak akan gamang menghadapi problematika hidup dan
kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan.
Antusiasme untuk belajar juga meningkat, ketika siswa bersemangat dan
antusias tentang apa yang mereka pelajari, mereka sering mendapatkan lebih banyak
terlibat dalam subjek dan kemudian memperluas minat mereka untuk mata pelajaran.
Kesadaran akan eksistensi dirinya merupakan kesadaran atas keberadaan diri. Dengan
kesadaran atas kemampuan diri itu siswa akan tahu kelebihan dan kekurangannya,
kekuatan dan kelemahannya. Antusiasme peserta didik juga cenderung untuk
mempertahankan apa yang mereka pelajari, bukan melupakan secepat mereka lulus
tes. Maksudnya bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan suatu
pekerjaan alternatif bagi siswa.
Project Base Learning dalam pembelajaran memiliki keuntungan-keuntungan
yaitu: membantu siswa menjadi lebih otonomi, mengatur sendiri dan bertanggung
jawab terhadap belajar mereka sendiri melalui proyek. Siswa termotivasi ketika
mereka melakukan pembelajaran dengan riset sederhana. Siswa belajar untuk
memanipulasi lingkungan mereka menjadi lebih aktif. Hal ini akan memberikan
peningkatan pada hasil belajar. Penilaian produk dilakukan terhadap proses
pembuatan produk dan kualitas suatu produk. Pengembangan produk meliputi 3 tahap
penilaian. (1) desain produk; (2) menyeleksi menggunakan bahan, alat dan teknik;(3)
produk yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Produk yang
dihasilkan siswa dalam PBL antara lain Internet Of Thing (Iot); Arduino Weather
Balloon Projects; dan Kultur Jaringan (Anggrek). Project Base Learning dalam
pembelajaran dapat menumbuhkan, meningkatkan dan menyempurnakan thinking
skill, social skill, academic skill dan vocational skill siswa Madrasah TechnoNatura.
2. Content Of Project
Diantara muatan proyek yang diimplementasikan PBL di Madrasah
TechnoNatura adalah Internet Of Thing (Iot), Arduino Weather Balloon Projects dan
Kultur Jaringan (Anggrek).
Dengan demikian Strategic Of Learning yang diterapkan di madrasah
TechnoNatura menggunakan nine principal dalam Problem-Based Learning (PBL)
dan Content Of Learning Pembelajaran life skill dilakukan melalui integrasi dalam
semua mata pelajaran, mata pelajaran tersendiri, dan program kerja di setiap level atau
jurusan. Budaya Sekolah Madrasah TechnoNatura memiliki kultur sekolah positif
yaitu sarat dengan kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan kualitas
pendidikan, misalnya kerjasama dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap
prestasi, dan komitmen terhadap belajar. Diperoleh teori novelty bahwa melalui
Strategic Of Learning, dan Content Of Learning mampu menumbuhkembangkan Life
skills peserta didik di Madrasah TechnoNatura.
D. Kesimpulan
Life Skills dalam Project Base Learning memiliki berbagai kelabihan, antaranya:
mampu: membantu peserta didik menjadi lebih merdeka dalam belajar karena mengatur
dan bertanggung jawab secara pribadi sendiri terhadap proses belajar mereka melalui
sebuah proyek berbasis masalah sehari-hari. Peserta didk lebih termotivasi ketika proses
pembelajaran dengan riset sederhana. Peserta didik belajar untuk merekayasa lingkungan
mereka menjadi lebih aktif dan kreatif. Hal ini akan memberikan peningkatan pada hasil
belajar.
Project Base Learning dalam pembelajaran dapat menumbuhkan, meningkatkan
dan menyempurnakan thinking skill, social skill, academic skill dan vocational skill siswa
Madrasah TechnoNatura. Diantara muatan proyek yang diimplementasikan PBL di
Madrasah TechnoNatura adalah Internet Of Thing (Iot), Arduino Weather Balloon
Projects dan Kultur Jaringan (Anggrek). Pengembangan produk meliputi 3 tahap
penilaian. (1) desain produk; (2) menyeleksi menggunakan bahan, alat dan teknik;(3)
produk yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang diharapkan.
Life Skills yang diterapkan di madrasah TechnoNatura menggunakan nine
principal dalam Problem-Based Learning (PBL) dan Content Of Learning. Pembelajaran
life skill dilakukan melalui integrasi dalam semua mata pelajaran, mata pelajaran
tersendiri, dan program kerja di setiap level atau jurusan. Diperoleh teori bahwa Project
Base Learning dalam pembelajaran dengan Nine Priincipal yang dimilikinya dengan
terintegrasi dalam Strategic Of Learning, dan Content Of Learning mampu
menumbuhkembangkan Life skills peserta didik khususnya di Madrasah
InternasionalTechnoNatura.

DAFTAR BACAAN
Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif,
Progresif dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada
kurikulum 2013 (kurikulum tematik Integratif). Jakarta: Kencana.
Anwar. 2015. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta.
Arifin, M. 1996. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. III. Jakarta: Bumi Aksara.
Asmani, Jamal Ma’ruf. 2013. Kiat Melahirkan Madrasah Unggulan. Jogjakarta: Diva
Press.
Bloom, B., S. 1956. Taxonomy of Educational Objectives, Handbook I: The Cognitive
Domain. New York, NY: David McKay Co Inc.
Bogdan and Biklen. 1982. Qualitative Research For Education, An Introduction to
Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.
Miles, M. B and Huberman, A. M, 1992. Qualitative Data Analysis. Second Edition,
London: Sage.
Muhaimin. 2003. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. Bandung: Nuansa.
Mulyasa, E. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nata, Abuddin. 2009. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana.
Rosyada, Dede. 2020. Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sa’ud, Udin Saefudin. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Tim Broad-Based Educationm. 2002. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta:
Depdiknas.
Jurnal:
K. Changwong, (2018). “Critical thinking skill development : Analysis of a new learning
management model for Thai high schools”. 11, 37–48.
https://doi.org/10.14254/20718330.2018/11-2/3.
P. Onions, (2009). “Thinking Critically. An Introduction, Working Paper”.
.http://www.patrickonions.org/docs/academic/2009%20Thinking%20critica
lly.pdf. [12 September 2020].
Ronald A. Styron, Jr. (2014). “Critical Thinking and Collaboration: A Strategy to
Enhance Student Learning”. Systemics, Cybernetics, And Informatics Journal.
Volume 12 Number 7. 1690-4524
Sandhya Khera & Shivani khosla, a study of core life skills of adolescents in relationto
their self concept developed through yuva school life skill programme.
International Journal of Social Science & Interdisciplinary Research New Delhi.
(November 2012), h. 117.
WHO. Life Skill Adalah Kecakapan Hidup yang Sebaiknya Dikuasai Anak, Apa Saja?.
11 Agustus 2020. (2020). https://www.sehatq.com/artikel/life-skill-adalah-
kecakapan-hidup-yang-sebaiknya-dikuasaianak-apa-saja Diakses pada tanggal 16
April 2021.

You might also like