Metodik Didaktik: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an
Metodik Didaktik: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an
Metodik Didaktik: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an
ABSTRAK
Kurikulum Merdeka yang akhir-akhir ini dicanangkan oleh
Kemendikbudristek, memberikan warna baru dengan munculnya
mata pelajaran baru yaitu Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS).
Hadirnya IPAS sebagai mata pelajaran baru menimbulkan banyak
persepsi khususnya di kalangan guru. Maka dari itu, peneliti merasa
perlu meneliti lebih lanjut mengenai persepsi guru sekolah dasar
terhadap mata pelajaran IPAS yang terdapat pada Kurikulum
Merdeka. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif kualitatif. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 20
orang guru yang berasal dari dua sekolah dasar yang berada di Kota
Jakarta Timur dan Kota Bekasi. Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Teknis analisis data
menggunakan tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian data dan
54
Metodik Didaktik: Vol. 18 No. 2, Januari 2023, Hal 54-65
PENDAHULUAN
Sejatinya dunia selalu mengalami perkembangan setiap harinya, baik dari sisi ekonomi,
teknologi maupun pendidikan. Pendidikan memiliki kontribusi yang cukup penting bagi
berkembangnya suatu negara termasuk dalam aspek pengembangan sumber daya manusia.
Keberhasilan suatu pendidikan dalam mencapai semua harapan yang dicita-citakannya
tentunya bergantung pada kurikulum (Hatim, 2018). Kurikulum memiliki peranan penting
dalam menentukan arah, isi dan proses penyelenggaraan pendidikan serta berperan dalam
menentukan standar kualifikasi lulusan lembaga pendidikan (Kusumaningrum et al., 2017).
Hal tersebut sejalan dengan apa yang tercantum pada UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pengajaran dan cara yang digunakan
sebagai pedoman untuk menyelesaikan kegiatan belajar mengajar guna mencapai tujuan
pendidikan nasional. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kurikulum memiliki peran yang sangat
penting dalam mensukseskan arah, isi, proses dan tujuan pendidikan.
Kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan, karena seiring dengan
perubahan dan perkembangan zaman yang semakin pesat serta karakteristik perkembangan
peserta didik yang semakin berkembang dari masa ke masa. Perubahan tersebut dilakukan
tentunya untuk memperbaiki sistem pendidikan yang ada sehingga ditemukan sistem yang
paling efektif untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Sholekah, 2020). Pada masa
dan pasca pandemik covid-19, Kemendikbudristek mengeluarkan kebijakan penggunaan
kurikulum darurat yang merupakan penyederhanaan dari Kutikulum 2013 agar setiap
satuan pendidikan lebih mudah menyesuaikan substansi materi pembelajaran yang
esensial. Kemudian dalam rangka pemulihan pembelajaran pasca pandemic covid-19,
Kemendikbudristek meluncurkan Kurikulum Merdeka yang sebelumnya dikenal sebagai
Kurikulum Prototipe. Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran
intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik
memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Hal tersebut
sejalan dengan karakteristik utama dari Kurikulum Merdeka yaitu: (1) Pembelajaran
berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar
Pancasila, dan (2) Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk
55
Neneng Widya, dkk / Persepsi Guru Sekolah Dasar / 54-65
pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi (Barlian
et al., 2022).
Ciri khas lain dari Kurikulum Merdeka yaitu adanya penggabungan mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menjadi Ilmu Pengetahuan
Alam dan Sosial (IPAS) pada jenjang sekolah dasar. Penggabungan tersebut didasarkan
atas pertimbangan bahwa peserta didik pada usia sekolah dasar cenderung melihat segala
sesuatu secara utuh dan terpadu. Selain itu, mereka masih ada dalam tahap berpikir
konkret/sederhana, holistik dan komprehensif namun tidak detail (Purnawanto, 2022).
Sehingga penggabungan mata pelajaran IPA dan IPS tersebut diharapkan dapat memicu
peserta didik untuk dapat mengelola lingkungan alam dan sosial dalam satu kesatuan.
Maka dari itu, peneliti merasa perlu meneliti lebih lanjut mengenai persepsi guru sekolah
dasar terhadap mata pelajaran IPAS karena guru memiliki peran penting dalam
mensukseskan kurikulum yang berlaku di masing-masing satuan pendidikan. Pada
dasarnya, berjalan tidaknya kurikulum dengan baik pada satuan pendidikan ditentukan oleh
kemampuan dan kecakapan guru dalam memahami kurikulum yang berlaku (Anwar,
2020).
Persepsi adalah organisasi, identifikasi, dan interpretasi dari sebuah sensasi yang akan
membentuk representasi mental. Sensasi adalah sebuah kesadaran atau tanggapan yang
berasal dari rangsangan pada organ indera (Schacter et al., 2020). Perasaan dan tanggapan
ini kemudian menimbulkan dua pilihan perasaan, yaitu tanggapan positif atau tanggapan
negatif (Azahari et al., 2022). Secara singkat persepsi dapat dikatakan sebagai respon
seseorang terhadap sebuah objek yang membentuk cara pandang dan perilakunya terhadap
objek tersebut. dan persepsi pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh rangsangan fisik,
tetapi juga dipengaruhi oleh rangsangan dari lingkungan dan keadaan individu yang
bersangkutan (Triyono & Febriani, 2018). Secara sederhana, faktor yang mempengaruhi
persepsi ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari
dalam diri seseorang dan faktor eksternal adalah faktor dari lingkungan seseorang yang
turut mempengaruhi terciptanya sudut pandang.
Karena pergantian kurikulum di Indonesia kerap dilakukan, maka topik mengenai
kurikulum menjadi menarik untuk diteliti. Perubahan kurikulum pendidikan Indonesia
yang telah berlangsung beberapa kali kini tengah berada pada penetapan kurikulum yang
ke-11, yaitu Kurikulum Merdeka. Meskipun baru diluncurkan pada bulan Februari 2022
lalu, keberadaan kurikulum baru ini telah melahirkan sejumlah persepsi yang bersumber
dari pelaku pendidikan, yaitu guru, siswa dan satuan pendidikan. Seperti kajian yang
dilakukan oleh Jojor & Sihotang (2022) bahwa pada konsep Kurikulum Merdeka
ditemukan adanya peningkatan dalam motivasi belajar siswa dibandingkan dengan
penerapan Kurikulum 2013 lalu. Hal tersebut dikarenakan adanya project pada Kurikulum
Merdeka yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bereksplorasi sehingga
mengurangi beban belajar yang harus dipenuhi oleh peserta didik. Jika dilihat dari sudut
pandang guru, Kurikulum Merdeka disambut dengan positif dan mendapatkan apresiasi
yang baik. Atas dasar inilah responden mengungkapkan bahwa masih diperlukan
sosialisasi dan pelatihan lebih lanjut dan berkala bagi guru terkait penerapan Kurikulum
Merdeka (Saputra & Hadi, 2022). Hal ini didukung pula oleh Fitriyah & Wardani (2022)
56
Metodik Didaktik: Vol. 18 No. 2, Januari 2023, Hal 54-65
yang menemukan bahwa banyak guru yang masih membutuhkan sosialisasi lebih detail
mengenai Kurikulum Merdeka.
Disamping sambutan baik para guru kepada Kurikulum Merdeka, terdapat pula sudut
pandang guru yang resah dalam penerapan Kurikulum Merdeka. Menurut Rosidah et al.,
2021 berdasarkan FGD yang melibatkan 50 guru di Mojokerto ditemukan bahwa guru
mengalami permasalahan dalam hal penilaian Kurikulum Merdeka yang terlalu rumit.
Meski terdapat juga beberapa guru yang telah siap menerapkan kurikulum baru ini. Dalam
kajian lain, Sasmita & Darmansyah (2022) menemukan bahwa terdapat kendala-kendala
yang dialami oleh guru dalam penerapan Kurikulum Merdeka, yaitu; (1) dikarenakan
Kurikulum Merdeka hadir diiringi perkembangan dan kebutuhan kecakapan berteknologi,
masih ditemukan keterbatasan guru dalam penggunaan teknologi; selain itu (2) dengan
adanya fleksibilitas dalam pembelajaran, dimana kegiatan belajar mengajar harus
disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, sehingga guru kesulitan dalam
mengakomodir kebutuhan masing-masing peserta didik yang beragam; (3) adanya program
Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang telah menjadi kegiatan kokulikuler
menuntut guru untuk mengamatai proses dan perkembangan masing-masing peserta didik,
karena itulah guru merasa kesulitan dalam mengamati dan melaporkan progress
pencapaian masing-masing peserta didik sesuai kapabilitasnya dengan maksimal.
Beragam persepsi terkait Kurikulum Merdeka telah dikaji dan disimpulkan oleh para
peneliti. Persepsi peserta didik dan guru dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi
pemangku kepentingan dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui kurikulum yang
tepat guna. Namun, kajian dalam topik Kurikulum Merdeka belum secara menyeluruh
dilakukan lantaran keberadaannya yang masih belum genap satu tahun. Salah satu topik
penelitian yang belum dikaji adalah tentang adanya mata pelajaran baru dalam Kurikulum
Merdeka, yaitu IPAS. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan
sebelumnya, kajian mengenai persepsi guru terhadap mata pelajaran IPAS dirasa penting
untuk dilaksanakan. Hal ini dilakukan guna memahami sudut pandang guru tentang adanya
mata pelajaran baru di Sekolah Dasar dalam rangka memastikan bahwa pengadaan mata
pelajaran baru ini mampu memenuhi kebutuhan peserta didik dan guru. Pada dasarnya,
berjalan tidaknya kurikulum dengan baik pada satuan pendidikan ditentukan oleh
kemampuan dan kecakapan guru dalam memahami kurikulum yang berlaku (Anwar,
2020). Oleh karena itu peneliti mengangkat kajian yang fokus membahas mengenai
persepsi guru terhadap mata pelajaran IPAS pada kurikulum merdeka. Penelitian ini akan
menggali persepsi dari guru-guru yang mengampu pembelajaran IPAS di dua sekolah
dasar yang berada di Kota Jakarta Timur dan Kota Bekasi.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena
metode ini bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, aktual, dan akurat yang
melibatkan partisipan untuk menjelaskan fenomena sesuai dengan apa adanya (Tanjung &
Nababan, 2016). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai
persepsi guru sekolah dasar pada pembelajaran IPAS di sekolah dasar. Adapun pendekatan
57
Neneng Widya, dkk / Persepsi Guru Sekolah Dasar / 54-65
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena peneliti berupaya mencari
dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, data lapangan dan bahan-bahan
lainnya secara sistematis (Surayya, 2015). Partisipan dalam penelitian terdiri dari 20 orang
guru sekolah dasar dari dua sekolah yang bertempat di Jakarta Timur dan Kota Bekasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai guru sekolah dasar yang di
sekolahnya menerapkan Kurikulum Merdeka dan pembelajaran IPAS serta dilakukan
observasi dan studi dokumentasi. Adapun teknis analisis data yang digunakan
menggunakan model Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga tahapan yaitu reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan (Fitriyah & Wardani, 2022).
Perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia tidak semata-mata diubah begitu saja tanpa
mempertimbangkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip tersebut
yaitu: (1) prinsip relevansi, (2) prinsip fleksibilitas, (3) prinsip kontinuitas, (4) prinsip
efisiensi, dan (5) prinsip efektivitas (Prasetyo & Hamami, 2020). Sejarah mencatat bahwa
perubahan kurikulum di Indonesia sudah berubah dan berkembang sebanyak 11 kali yang
dimulai dari Awal Kemerdekaan atau Masa Orde Lama meliputi Kurikulum 1947,
Kurikulum 1952, Kurikulum 1964. Kurikulum Orde Baru diantaranya Kurikulum 1968,
Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 serta Kurikulum Masa Reformasi
yaitu kurikulum 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), Kurikulum 2013 dan sekarang Kurikulum Merdeka (Iramdan &
Manurung, 2019). Proses perkembangan kurikulum tersebut tentunya memiliki tujuan
dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam menjamin mutu pendidikan di
Indonesia, jadi jelas bukan karena ganti menteri ganti kurikulum. Lebih lanjut, kegiatan
pengembangan kurikulum di dalamnya mencakup: perencanaan, penerapan, dan evaluasi
(Ulum, 2020), termasuk di dalamnya dalam mengembangkan mata pelajaran IPAS yang
menggabungkan mata pelajaran IPA dan IPS.
Tidak ada sesuatu hal yang berhasil tanpa perencanaan yang matang, begitupun dalam
merencanakan pembelajaran IPAS di kelas. Perencanaan pembelajaran merupakan suatu
hal yang sangat krusial karena sebagai pedoman tercapai tidaknya tujuan pembelajaran
58
Metodik Didaktik: Vol. 18 No. 2, Januari 2023, Hal 54-65
yang telah dirancang, selain itu juga sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran di kelas (Widyanto & Wahyuni, 2020). Perencanaan dipandang
sebagai usaha untuk menilai dan menganalisis cara yang dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan di masa yang akan datang (Sahnan, 2017). Maka perencanaan sangat penting untuk
mencapai tujuan pendidikan dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran IPAS di kelas.
Dalam melakukan perencanaan pembelajaran IPAS, para guru sepakat bahwa persiapan
yang dilakukan dalam pembelajaran IPAS tidak jauh berbeda dengan mata pelajaran
lainnya. Biasanya guru mempersiapkan; bahan ajar, materi ajar, media ajar, modul ajar,
rubrik penilaian, instrumen penilaian, hingga mempersiapkan dirinya untuk melakukan
langkah-langkah pembelajaran berdasarkan modul ajar yang telah dibuat. Hal ini seperti
yang disampaikan oleh salah seorang guru berinisial NS yang selaras dengan pernyataan
guru lainnya yang menyatakan bahwa: “Dalam merencakan pembelajaran IPAS tetap sama
saja dengan yang sebelum-sebelumya. Ya kita siapkan bahan ajar, materi, media, modul,
rubrik, instrumen, dan lainnya yang kita butuh sesuai materi” (NS).
Diperoleh dari hasil wawancara, maka pada dasarnya perencanaan dalam pembelajaran
khususnya mata pelajaran IPAS tidak berbeda secara signifikan dengan perencanaan mata
pelajaran lainnya yaitu dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran. Perangkat
pembelajaran merupakan sumber belajar yang memungkinkan peserta didik dan guru
melakukan proses pembelajaran (Patmawati et al., 2021). Adapun perangkat pembelajaran
yang dimaksud dapat berupa: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahan/materi
ajar, media ajar, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). instrument penilaian dan rubrik
penilaian. Perangkat pembelajaran tersebut sangatlah penting untuk mendukung dan
menunjang keberhasilan suatu tujuan pembelajaran. Dalam mengembangkan perangkat
pembelajaran guru menjadi faktor kunci dalam mensukseskan tercapai tidaknya tujuan
pembelajaran yang sudah direncanakan. Sebagai guru yang profesional, tentunya guru
dituntut untuk dapat menguasai kemampuan dalam mengembangkan perangkat
pembelajaran karena perangkat pembelajaran adalah pedoman guru dalam melaksanakan
pembelajaran sekaligus tolak ukur pelaksanaan pembelajaran (Anggraini et al., 2021).
Selanjutnya dalam tahap pengembangan kurikulum setelah tahap perencanaan adalah tahap
implementasi, namun fokus dalam penelitian berfokus pada tahap implementasi mata
pelajaran IPAS di sekolah dasar. Implementasi bertujuan untuk mengkonfirmasi apakah
perencanaan yang sudah direncanakan sudah mampu mencapai tujuan seefektif atau
seefisien mungkin. Menurut pendapat para guru, seluruhnya berpendapat sama, bahwa
pelaksanaan pembelajaran IPAS secara umum sama dengan mata pelajaran lainnya.
Dimana pembelajaran selalu diawali dengan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup. Bahkan strategi, metode, pendekatan, dan model pembelajaran dirasa
sama dengan yang lain, yaitu tetap harus menyesuaikan dengan karakter materi yang
dibahas. Hal tersebut sejalan dengan pendapat salah satu guru yang berinisial WAP yang
mengungkap bahwa “Saat mengajarkan IPAS sebetulnya sama-sama saja dengan
kurikulum lainnya. Dimana hal baru pasti perlu adaptasi ya. Langkah-langkahnya pun
sama saja, ada pendahuluan, inti, penutup. Selebihnya, yaitu media, perangkat ajar, hingga
cara mengajar ya seperti biasa, harus disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan”
(WAP).
59
Neneng Widya, dkk / Persepsi Guru Sekolah Dasar / 54-65
60
Metodik Didaktik: Vol. 18 No. 2, Januari 2023, Hal 54-65
hasil proyek, rubrik penilaian sikap, tes, oral test, dan portofolio. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan guru yang berinisial NR yang menyatakan bahwa, “Kalau instrumen
penilaian tidak jauh beda dari sebelum-sebelumnya. Ada buku penilaian sikap, nilai harian
lewat latihan di buku atau worksheet, tes, praktek, dan lain-lain yang kita butuhkan” (MR).
Jadi, pada dasarnya penilaian hampir seperti sebelum-sebelumnya, hanya saja proporsi
penggunaan alat ukurnya dirasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Karena IPAS lebih
ditekankan pada pembelajaran berbasis proyek, maka lembar observasi praktikum, lembar
laporan hasil proyek, rubrik penilaian sikap, dan portofolio lebih sering digunakan,
meskipun penilaian pada aspek kognitif tetap perlu diperhatikan.
Berbicara tentang persepsi, persepsi memiliki arti pemahaman mengenai sesuatu yang
dihasilkan dari proses penginterpretasian stimulus yang diterima oleh panca indera (Zhafira
et al., 2020). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi diantaranya adalah (Yoedo
Shambodo, 2020): (a) faktor fungsional, faktor yang bersifat subjektif berdasarkan fungsi
seperti ketika seorang ahli komunikasi tidak akan memberikan pengertian apabila seorang
ahli saraf berbicara mengenai jaringan otak; (b) faktor personal yang bersifat pribadi
seperti pengalaman, motivasi dan kepribadian; (c) faktor situasional yang berdasarkan
situasi dengan apa yang terjadi pada saat seseorang mulai menginterpretasi; (d) faktor
struktural merupakan faktor yang mempengaruhi di luar diri individu seperti lingkungan,
budaya dan norma sosial. Maka, dapat disimpulkan bahwa persepsi seseorang dapat
dipengaruhi berbagai faktor baik itu datang dari internal maupun eksternal termasuk dalam
hal ini persepsi yang diberikan guru terhadap mata pelajaran IPAS di sekolah dasar.
Hasil dari wawancara menunjukkan bahwa para guru sudah memahami bahwa mata
pelajaran IPAS merupakan peleburan dari dua mata pelajaran yang sebelumnya telah ada,
yaitu IPA dan IPS. Menurut mereka penggabungan antara dua mata pelajaran ini dirasa
memudahkan guru dan peserta didik dalam belajar, karena materi yang terdapat dalam
IPAS merupakan materi esensial yang merupakan irisan dari kedua mata pelajaran
tersebut. Selain itu juga, kegiatan praktik yang bisa dilakukan akan memberikan
pengalaman kepada peserta didik. Seperti yang diungkapkan oleh guru yang menjadi
responden: “Sebetulnya pelajaran IPAS itu adalah gabungan dari mata pelajaran IPA dan
IPS. Bagi saya enaknya itu karena materinya yang esensial saja yang diambil, jadi anak-
anak tidak terlalu banyak beban belajarnya. Tapi memang kegiatan praktiknya sangat
banyak yang bisa menjadi pengalaman bagi anak, jadi guru dituntut harus kreatif
mengemasnya” (NS). Lebih lanjut guru berinisial NHM juga berpendapat, “Jadi IPAS itu
penggabungan dari IPA dan IPS. Materinya berupa irisan dari kedua mata pelajaran
tersebut. Bagi kita ini memudahkan, karena beban guru menyampaikan materi jadi
berkurang dan beban anak untuk memahami konsep-konsep juga berkurang” (HHM).
Dengan demikian, adanya mata pelajaran IPAS dapat mengurangi beban dalam mengejar
materi dan capaian pembelajaran, sehingga guru bisa memiliki banyak waktu dalam
memfasilitasi peserta didik agar dapat bereksplorasi melalui bebagai model dan metode
pembelajaran yang menarik. Selain itu, IPAS memang dibutuhkan oleh peserta didik di
zaman sekarang, supaya peserta didik senantiasa terbiasa dalam menyeimbangkan antara
kegiatan menjaga dan memelihara alam dengan sikap simpati dan empati terhadap sesama
manusia. Selain itu juga banyaknya proyek yang bisa dilakukan pada mata pelajaran ini
61
Neneng Widya, dkk / Persepsi Guru Sekolah Dasar / 54-65
mampu meningkatkan motivasi belajar peserta didik karena pada Kurikulum Merdeka ini
pembelajaran lebih menekankan kepada pembelajaran berbasis Project Based Learning
(PjBL), yang mana kegiatan PjBL dapat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik
(Insyasiska et al., 2015). Pembelajaran berbasis proyek juga menekankan pada student
centered atau berpusat pada peserta didik sehingga guru hanya sebagai fasilitator saja. Hal
tersebut memiliki dampak positif karena sejatinya embelajaran harus berkenaan dengan
kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam
proses kognitifnya (Meinarni et al., 2020).
Lebih lanjut, Sebagian besar guru berpendapat bahwa walaupun mata pelajaran IPAS
dinilai banyak memberikan dampak positif, hanya saja tidak akan dapat diimplementasikan
dengan maksimal apabila guru tidak mampu menyampaikan materi dan pesan di dalamnya
dengan tepat. Maka dari itu, guru dituntut untuk aktif dan kreatif dalam menyampaikan
sebuah pesan dalam pembelajaran agar peserta didik antusias menerima pesan yang
disampaikan (Pentury, 2017). Kemudian, apabila ketika mengajar guru tetap memisah-
misahkan antara pengetahuan alam dan sosial, maka tujuan diciptakannya mata pelajaran
IPAS tidak akan tercapai. Padahal mata pelajaran IPAS diciptakan agar peserta didik dapat
terpicu untuk mampu mengelola lingkungan alam dan sosial secara sinergis. Selain itu,
Sebagian besar guru berharap agar para guru dapat memahami esensi dari IPAS itu
tersendiri bahwa kunci dari pembelajaran ada pada guru. Sehingga guru dituntut untuk
lebih kreatif dan aktif, terlebih lagi pada mata pelajaran IPAS yang lebih menekankan pada
kegiatan proyek.
Disisi lain, guru juga mengatakan bahwa masih banyak rekan guru dan orangtua yang
belum memahami bahwa kunci dalam pembelajaran di Kurikulum Merdeka berfokus pada
proses. Pada dasarnya pembelajaran adalah sebuah proses yang aktif, kolaboratif,
terintegrasi, serta konstruktif yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial serta kontekstual
(Yuhani et al., 2018). Sampai saat ini peserta didik masih dituntut mendapatkan nilai yang
tinggi pada setiap latihan dan tes, tetapi bapak dan ibu guru bahkan orang tua mengabaikan
proses yang dilalui peserta didik. Melalui kurikulum ini juga, pola pikir guru perlahan-
lahan digeser dari yang awalnya berorientasi pada hasil menjadi berorientasi pada proses.
Jadi peserta didik tidak hanya berupaya untuk mengejar nilai, tetapi berproses untuk
bertumbuh dan berkembang. Salah satunya melalui IPAS, diharapkan peserta didik mampu
memahami hakikat alam dan sosial bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa guru sekolah dasar di dua sekolah yang berada di Kota Jakarta
Timur dan Kota Bekasi memiliki persepsi yang baik terhadap mata pelajaran IPAS yang
terdapat pada Kurikulum Merdeka.
KESIMPULAN
Pada Kurikulum Merdeka yang merupakan kurikulum yang dicanangkan akhir-akhir ini
terdapat dua mata pelajaran yang digabungkan yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menjadi Ilmu Pengetahuan Alam dan
Sosial yang disingkat menjadi IPAS di sekolah dasar. Penggabungan tersebut dikarenakan
peserta didik pada usia sekolah dasar berada pada tahap berpikir secara holistik, utuh dan
konkret. Persepsi guru sekolah dasar terhadap mata pelajaran IPAS pada dua sekolah dasar
yang berada di Kota Jakarta Timur dan Kota Bekasi memiliki respon yang positif,
62
Metodik Didaktik: Vol. 18 No. 2, Januari 2023, Hal 54-65
diantaranya guru telah memahami esensi dari adanya mata pelajaran IPAS itu tersendiri.
Hal tersebut dibuktikan dengan guru telah mengetahui bahwa mata pelajaran IPAS
merupakan peleburan dari dua mata pelajaran yaitu mata pelajaran IPA dan IPS. Kemudian
guru juga menilai bahwa IPAS memudahkan guru dan peserta didik dalam belajar karena
materi yang terdapat dalam IPAS merupakan materi esensial yang merupakan irisan dari
kedua mata pelajaran sehingga dapat mengurangi beban dalam mengejar materi dan
capaian pembelajaran sehingga guru bisa memiliki banyak waktu dalam memfasilitasi
peserta didik agar dapat bereksplorasi melalui bebagai model dan metode pembelajaran
yang menarik. Lebih lanjut, guru juga berpendapat bahwa IPAS memang dibutuhkan oleh
peserta didik pada zaman sekarang, agar peserta didik senantiasa terbiasa dalam
menyeimbangkan antara kegiatan menjaga dan memelihara alam dengan sikap simpati dan
empati terhadap sesama manusia. Selain itu juga, guru dinilai sudah siap untuk
melaksanakan pembelajaran IPAS di sekolah dasar yang dibuktikan dengan perencanaan,
implementasi dan penilaian yang telah disusun secara matang oleh guru di sekolah dasar.
REFERENSI
Anggraini, L. M., Wahyuni, P., Wahyuni, A., Dahlia, A., Abdurrahman, & Alzaber.
(2021). Pelatihan Pengembangan Perangkat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) bagi Guru-Guru di Pekanbaru. Community Education Engangement Journal,
2(2), 62–73.
Anwar, R. N. (2020). Persepsi Guru PAUD Terhadap Pembelajaran Paradigma Baru
Melalui Kurikulum Merdeka. Azzahra: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(2), 99–
109.
Arifin, S., Kartono, K., & Hidayah, I. (2019). The Analysis of Problem Solving Ability in
Terms of Cognitive Style in Problem Based Learning Model with Diagnostic
Assessment. Unnes Journal of Mathematics Education Research, 8(2), 147–156.
Azahari, A. R., Sion, H., Kartiwa, W., & Qadariah, A. (2022). Mutu Pengelolaan Program
Pendidikan Profesi Guru (PPG) Universitas Palangka Raya. Equity in Education
Journal (EEJ), 4(2), 111–117. https://e-
journal.upr.ac.id/index.php/eej/article/view/2447/2221
Barlian, U. C., Solekah, S., & Rahayu, P. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan. Journal of Educational and Language Research,
1(12), 2105–2118.
Fitriyah, C. Z., & Wardani, R. P. (2022). Paradigma Kurikulum Merdeka Bagi Guru
Sekolah Dasar. Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 12(3), 236–243.
Hafizha, D., Ananda, R., & Aprinawati, I. (2022). Analisis Pemahaman Guru Terhadap
Gaya Belajar Siswa di SDN 020 Ridan Permai. Jurnal Review Pendidikan Dasar:
Jurnal Kajian Pendidikan dan Hasil Penelitian, 8(1), 25–33.
Hatim, M. (2018). Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum. eL-HIKMAH:
Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam, 12(2), 140–163.
Hikmasari, P., Kartono, K., & Mariani, S. (2018). Analisis Hasil Asesmen Diagnostik dan
Pengajaran Remedial pada Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
melalui Model Problem Based Learning. PRISMA: Prosiding Seminar Nasional
Matematika, 1, 400–408.
63
Neneng Widya, dkk / Persepsi Guru Sekolah Dasar / 54-65
Insyasiska, D., Zubaidah, S., & Susilo, H. (2015). Pengaruh Project Based Learning
Terhadap Motivasi Belajar, Kreativitas, Kemampuan Berpikir Kritis, dan
Kemampuan Kognitif Siswa pada Pembelajaran Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi,
7(1), 9–21.
Iramdan, I., & Manurung, L. (2019). Sejarah Kurikulum di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Wahana Pendidikan, 5(2), 88–95.
Jojor, A., & Sihotang, H. (2022). Analisis Kurikulum Merdeka dalam Mengatasi Learning
Loss di Masa Pandemi Covid-19 (Analisis Studi Kasus Kebijakan Pendidikan).
Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(4), 5150–5161.
Kusumaningrum, D. E., Arifin, I., & Gunawan, I. (2017). Pendampingan Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Berbasis Kurikulum 2013. Abdimas Pedagogi, 1(1), 16–21.
Meinarni, W., HB, U., & Pathuddin, P. (2020). Analisis Karakteristik Kemampuan Guru
Matematika SMP Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Kurikulum 2013 Di Kota
Palu. Aksioma, 9(1), 22–41.
Nurhadi, N. (2018). Manajemen Penilaian Pembelajaran Kurikulum K13. Al-hayat, 2(1),
63–78.
Patmawati, D., Sholehah, H. A., Muyyasaroh, H., & Karenina, A. (2021). Analisis Profil
Pendekatan Saintifik Terhadap Bahan Ajar dan Perangkat Pembelajaran Madrasah
Tsanaiyah di Kabupaten Ponorogo. Proceeding of Integrative Science Education
Seminar, 1, 1–6.
Pentury, H. J. (2017). Pengembangan Kreativitas Guru dalam Pembelajaran Kreatif
Pelajaran Bahasa Inggris. Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan, 4(3), 265–272.
Prasetyo, A. R., & Hamami, T. (2020). Prinsip-Prinsip dalam Pengembangan Kurikulum.
PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan, 8(1), 42–55.
Purnawanto, A. T. (2022). Perencanakan Pembelajaran Bermakna dan Asesmen
Kurikulum Merdeka. Jurnal Ilmiah Pedagogy, 20(1), 75–94.
Rofisian, N. (2018). Konsep Pendidikan Karakter pada Anak Berkebutuhan Khusus.
Prosiding Komferensi Ilmiah Dasar, 1, 19–25.
Rosidah, C. T., Pramulia, P., & Susiloningsih, W. (2021). Analisis Kesiapan Guru
Mengimplementasikan Asesmen Autentik dalam Kurikulum Merdeka Belajar. JPD:
Jurnal Pendidikan Dasar, 12(1), 87–103.
Sahnan, M. (2017). Urgensi Perencanaan Pendidikan di Sekolah Dasar. Jurnal PPKn &
Hukum, 12(2), 142–159.
Saputra, D. W., & Hadi, M. S. (2022). Persepsi Guru Sekolah Dasar Jakarta Utara Dan
Kepulauan Seribu Tentang Kurikulum Merdeka. Jurnal Holistika: Jurnal Ilmiah
PGSD, 6(1), 28–33. https://jurnal.umj.ac.id/index.php/holistika/article/view/13216
Sasmita, E., & Darmansyah. (2022). Analisis Faktor-faktor Penyebab Kendala Guru dalam
Menerapkan Kurikulum Merdeka (Studi Kasus: SDN 21 Koto Tuo, Kec. Baso).
Jurnal Pendidikan dan Konseling, 4(6), 5545–5549.
Schacter, D. L., & Addis, D. R. (2020). Memory and imagination: Perspectives on
constructive episodic simulation. The Cambridge handbook of the imagination, 111-
131.
Sholekah, F. F. (2020). Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013. Childhood
Education: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 1–6.
Surayya, R. (2015). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Kesehatan. Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan Malikussaleh, 1(2), 75–83.
64
Metodik Didaktik: Vol. 18 No. 2, Januari 2023, Hal 54-65
65