LP Ulkus Diabetikum
LP Ulkus Diabetikum
LP Ulkus Diabetikum
B. Etiologi
Menurut (Rebolledo FA, 2011), beberapa etiologi yang dapat menimbulkan
ulkus diabetikum diantaranya adalah neuropati, penyakit arteri perifer, trauma,
dan infeksi.
1. Neuropati
Neuropati merupakan komplikasi yang paling sering dialami penderita DM (30-
50%) (Rebolledo FA, 2011). Serabut saraf tidak memiliki suplai darah sendiri, karena
itu saraf bergantung pada difusi nutrisi dan oksigen lintas membran. Pada penderita DM
yang mengalami kondisi hiperglikemia, glukosa diubah oleh aldose reduktase menjadi
sorbitol, dan terakumulasi di endotel pembuluh darah sehingga mengganggu suplai
nutrisi ke akson dan dendrit, serabut saraf menjadi atropi dan transmisi impuls menjadi
lambat. Neuropati yang paling banyak dialami penderita DM adalah neuropati perifer.
Polineuropati sensori perifer simetris merupakan salah satu bentuk neuropati perifer,
yang menyerang saraf sensorik terutama di 7 bagian distal. Gangguan ini menyebabkan
hilangnya ransang sensori secara simetris, kebanyakan terjadi pertamakali pada
ekstermitas bawah (Baradero M, 2009). Hilangnya sensori pada ekstermitas bawah
dapat meningkatkan potensi trauma dan menimbulkan ulkus kaki diabetikum (diabetic
foot ulcer) (Ginsberg L, 2008). Hal ini disebabkan karena pada neuropati terjadi
penurunan sensasi nyeri di kaki atau hingga mati rasa, sehingga tidak terasa saat terkena
benda tajam, tumpul, alas kaki yang tidak tepat dan penekanan berulang pada salah satu
bagian kaki, kemudian menimbulkan ulserasi (Irfan & Wibowo, 2015).
2. Penyakit Arteri Perifer
Penyakit arteri perifer disebabkan oleh adanya arteriosklerosis dan aterosklerosis
(Rebolledo FA, 2011). Penyakit ini terjadi pada sekitar 45-65% pasien yang memiliki
masalah kaki diabetes (Malhotra R, 2014). Arteriosklerosis adalah penurunan elastisitas
pada arteri. Sedangkan arterosklerosis adalah adanya akumulasi “plaques” yang dapat
berupa lemak, kalsium, sel darah putih, sel otot halus di dalam dinding arteri (Rebolledo
FA, 2011). Salah satu penyebab dari kedua penyakit tersebut adalah
hiperglikemia.Hiperglikemia menimbulkan peningkatan viskositas darah, dan juga
menyebabkan disfungsi sel endotelium arteri perifer. Pada kondisi normal, sel endotel
mensintesis nitrit oksida yang menyebabkan vasodilatasi dan melindungi pembuluh
darah dari cedera endogen (Irfan & Wibowo, 2015). Namun pada hiperglikemia, terjadi
gangguan sintesa nitrit oksida yang berfungsi mengatur homeostasis endothel,
antikoagulasi, proliferasi sel otot polos. Sel endothel yang kekurangan vasodilator dan
nitrit oksida akan mengalami vasokonstriksi, yang akhirnya menyebabkan iskemia
(Azhari Nur Luthfi, 2016). Saat kaki mengalami cedera kecil atau lecet, bagian tersebut
membutuhkan suplai darah yang adekuat untuk regenerasi, jika terdapat iskemia maka
pemulihan cedera kecil akan terhambat dan berkembang menjadi ulkus kaki diabetikum
yang jika tidak ditangani dapat membentuk gangren (Dabak C, 2016).
3. Trauma
Penurunan sensasi nyeri di kaki atau hingga mati rasa, akibat neuropati, dapat
menyebabkan terjadinya trauma. Penurunan sensasi pada kaki dapat menimbulkan
tekanan berulang, cedera, kelainan struktur kaki, misalnya terbentuk kalus, kaki charcot,
claw toes, hammer toes (Rebolledo FA, 2011). Tidak terasanya sensasi panas maupun
dingin, penggunaan alas kaki yang tidak tepat, cedera akibat benda tajam maupun
tumpul dapat menimbulkan ulserasi (Amstrong D, 2008).
4. Infeksi
Neuropati menyebabkan hilangnya sensasi dan kelemahan otot kaki sehingga
terjadi penekanan berlebih pada salah satu area kaki, lama kelamaan membentuk kalus.
Kalus adalah kulit yang menebal, keras, dan pecah-pecah. Kalus merupakan tempat
berkembang biaknya bakteri, yang dapat menjadi ulkus yang terinfeksi. Selain itu suplai
darah dan oksigenasi jaringan yang buruk akibat iskemia mengurangi kemampuan
respon imun jaringan sehingga bakteri mudah berkembang (Dabak C, 2016). Infeksi
banyak disebabkan karena bakteri golongan Mcycobacterial dan Clostridium, serta
infeksi karena fungi (Muliawan S, 2007).
C. Klasifikasi
Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada ulkus diabetikum adalah
Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit, sistem ini menilai luka berdasarkan
pada kedalaman luka. (James, 2008).
Grade Ulkus
0 Kulit utuh, tidak ada luka terbuka, namun ada deformitas atau
selulitis
1 Ulkus superfisial (dapat berupa partial atau full thickness)
2 Ulkus dalam, meluas hingga ligamen, tendon, kapsula sendi atau
fasia dalam, tidak terdapat abses atau osteomyelitis
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomyelitis dan sepsis sendi
4 Gangren yang terbatas, pada jari kaki atau distal kaki, atau tumit
5 Gangren meluas meliputi seluruh kaki, & sebagian tungkai bawa
D. Patofisiologi
Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus kaki diabetik
pada pasien diabetes, dapat dibagai sebagai berikut:
a) Neuropati perifir (sensorik, motorik, autonom)
Merupakan Faktor kausatif utama dan terpenting. Neuropati sensorik biasanya
derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami kehilangan sensasi proteksi yang
berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan termal sehingga meningkatkan
resiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri dan tekanan yang hilang, tetapi juga
propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga menghilang. Neuropati motorik
mempengaruhi semua otot-otot di kaki, mengakibatkan penonjolan tulang-tulang
abnormal, arsitektur normal kaki berubah, deformitas yang khas seperti hammer toe dan
hallux rigidus. Sedangkan neuropati autonom atau autosimpatektomi, ditandai dengan
kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat
pintasan arteriovenous di kulit , hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit ,
semuanya menjadikan kaki rentan terhadap trauma yang minimal. (American Diabetes
Association. 2012).
b) Tekanan plantar kaki yang tinggi
Merupakan faktor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan dengan dua hal
yaitu keterbatasan mobilitas sendi (ankle, subtalar, and first metatarsophalangeal joints
) dan deformitas kaki. Pada pasien dengan neuropati perifir, 28% dengan tekanan
plantar yang tinggi, dalam 2,5 tahun kemudian timbul ulkus di kaki dibanding dengan
pasien tanpa tekanan plantar tinggi.
c) Trauma
Terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas kaki, 11%
karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat komplikasi tinea
pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari kaki.
d) Aterosklerosis
Aterosklerosis karena penyakit vaskuler perifir terutama mengenai pembuluh darah
femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah lutut, merupakan faktor kontributif
terpenting. Risiko ulkus, dua kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibanding dengan
pasien non-diabetes.
e) Deformitas kaki
Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan kerusakan arkus
longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait biomekanik. Perubahan pada
calcaneal pitch menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal, cuneiform, navicular
dan tulang kecil lainnya dimana akan menambah panjang lengkung pada kaki.
Perubahan degenerative ini nantinya akan merubah cara berjalan (gait), mengakibatkan
kelainan tekanan tumpuan beban, dimana menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi,
infeksi, gangren dan kehilangan tungkai merupakan hasil yang sering didapatkan jika
proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal
F. Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup
memakai GOD.
3. HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin yang
berikatan dengan glukosa di dalam darah nilai normal <6%, prediabetes 6,0-
6,4% dan diabetes ≥ 6,5%. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 3 bulan.
4. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
5. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans (inlet
cellantibody).
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetes adalah penutupan luka.
Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh derajat keparahan
ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi. 3 Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi
3 hal yaitu debridement, offloading dan kontrol infeksi. Regulasi glukosa darah perlu
dilakukan, meskipun belum ada bukti adanya hubungan langsung antara regulasi
glukosa darah dengan penyembuhan luka. Hal itu disebabkan fungsi leukosit terganggu
pada pasien dengan hiperglikemia kronik. Perawatan meliputi beberapa faktor sistemik
yang berkiatan yaitu hipertensi, hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, obesitas, dan
insufisiensi ginjal.
1. Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan
luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus
dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke
jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang
membantu proses penyembuhan luka. Metode debridement yang sering dilakukan
yaitu surgical (sharp), autolitik, enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode
surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis (debridement
selektif), sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan
hidup (debridement non selektif).
Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetes dan
metode yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan
nekrosis atau terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau
membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol
infeksi dan penutupan luka selanjutnya.
Debridement enzimatis menggunakan agen topikal yang akan merusak
jaringan nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain, colagenase, fibrinolisin-
Dnase, papainurea, streptokinase, streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan
pada luka sehari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan
agen topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan
perawatan terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas dan secara
umum diindikasikan untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan pada
luka dengan perfusi arteri terbatas.
Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik pada
dasar luka. Teknik debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa
basah-kering (wet-to-dry saline gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada
dasar luka dan dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa
dan secara mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan [ CITATION
Har15 \l 1033 ].
2. Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu
komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak
kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk
mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan Total Contact Casting (TCC)
merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC dibuat dari gips yang
dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus.
Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan
bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan
luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada luka dan itu
ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara lain membutuhkan
ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat menimbulkan luka baru, kesulitan
untuk menilai luka setiap harinya. Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih
banyak digunakan Cam Walker,removable cast walker, sehingga memungkinkan
untuk inspeksi luka setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini
[ CITATION Har15 \l 1033 ].
3. Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan
infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes,
maka diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis
infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak,
hangat dan keluarnya nanah dari luka. Penentuan derajat infeksi menjadi sangat
penting. Menurut The Infectious Diseases Society of America membagi infeksi
menjadi 3 kategori, yaitu:
- Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
- Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
- Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik
(California Podiatric Medical Association Diabetic Wound Care:2008).
4. Perawatan Luka
Perawatan luka menggunakan berbagai bahan perawatan antara lain balutan,
larutan pembersih, larutan antiseptik, balutan sekunder dan semprotan perekat.
5. Pembalut luka
Pembalutan luka bertujuan untuk mengabsorsi eksudat dan melindungi luka
dari kontaminasi eksogen. Penggunaan balutan juga harus disesuaikan dengan
karakteristik luka.
Daftar pustaka
Hasena O. 2019. Hubungan Tingkat Stress Dengan Kondisi Luka Ulkus
Diabetikum di Poli Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang.
Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas ilmu kesehatan. Universitas Muhammadiyah:
Magelang
NANDA. (2018). NANDA-I Diagnosa Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi
2018- 2020. (T. H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (11th ed.). Jakarta: EGC.