Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Xii.5.1. Tugas Pengenalan Peta Geologi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

XII.5.

1 TUGAS PENGENALAN PETA GEOLOGI


RINGKASAN MENGENAI KONDISI GEOLOGI DAERAH RUTENG,
NUSATENGGARA

Nama : Muhammad Ismail Kadir Ali


Kelas : XII
Jurusan : Geologi Pertambangan 1
NO.Absen : 20

A. FORMASI-FORMASI BATUAN YANG ADA BESERTA JENIS


BATUANNYA DAN DESKRIPSINYA, UMUR FORMASI, DAN
LINGKUNGAN PENGENDAPANNYA

1. FORMASI LAKA (Tmpl)


Jenis Batuan: Tuf, setempat berselingan dengan batupasir tufan,
setempat bersisipan batupasir gampingan.

Deskripsi: Tuf atau batu putih adalah jenis batuan piroklastik yang
mengandung debu vulkanik yang dikeluarkan selama letusan gunung
berapi. Tuf ini memiliki karakteristik warna putih kehijauan, berukuran
butir pasir halus sampai kasar, bentuk butir menyudut-membulat
tanggung, dan padat.

Batupasir tufan. Batu ini memiliki karakteristik warna putih kehijauan,


berukuran butir pasir halus sampai kasar, bentuk butir menyudut-
membulat tanggung, dan cukup padat.

Batupasir gampingan. Batu ini memiliki karakteristik warna putih


kecoklatan, keras, dan mengandung fosil: Globigerinoides,
Globorotalia, Globoquadrina, Spaerodinellopsis, dan Hastigerina.
Umur Formasi: Umur formasi laka ini berada pada Miosen Akhir-
Pliosen (N17-N19).

Lingkungan Pengendapannya: Lingkungan pengendapan formasi


laka ini terdapat pada lingngkungan pengendapan sublitoral pinggir-
sublitoral luar. Tebalnya diperkirakan 750-1000 m. Formasi ini
menjemari dengan Formasi Waihekang dan tertindih takselaras
dengan Satuan Batuan Gunungapi Tua (QTv). Lokasi tipe di Kp. Laka
lebihkurang 20 km timurlaut kota Ende.

2. FORMASI WAIHEKANG (Tmpw)


Jenis Batuan: Batugamping klastika.

Deskripsi: Batugamping klastika adalah hasil rombakan jenis batu


gamping non klasik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi,
dan sedimentasi. Oleh karenanya selama proses tersebut terikut jenis
mineral lain yang merupakan pengotor dan memberi warna pada batu
gamping yang brsangkutan. Batugamping klastika ini memiliki
karakteristik warna putih kekuningan yang mengandung tuf, kurang
padat, yang kurang padat bersifat pasiran, dan mengandung rijang
merah jingga, berlapis, fosilnya: Pulleniatina, Globorotalia,
Globoquadrina, Orbulina, Amphistegina sp., Operculina sp.,
Marginophora, Alveolinella, dan Lepidocyclina.

Umur Formasi: Umur formasi waihekang ini berada pada Miosen


Akhir- Pliosen.

Lingkungan Pengendapannya: Lingkungan pengendapan formasi


waihekang ini terdapat pada lingngkungan pengendapan laut dalam.
Lingkungan pengendapan laut dalam terjadi di kedalaman laut 180
sampai 1800 meter di bawah permukaan relief dasar laut.
Lingkungan pengendapan laut dalam terjadi di daerah abisal dan
cekungan laut. Pengendapan ini terjadi karena kandungan garam
yang tinggi. Tebalnya diperkirakan 700 m. Formasi ini menjemari
dengan Formasi Laka (Tmpl) dan tertindih takselaras oleh Satuan
Gunungapi Tua (QTv).Lokasi tipe di Kp. Waihekang, Kecamatan
Talibura, Lembar Ende (Suwarna, 1990).

3. FORMASI BARI (Tmb)


Jenis Batuan: Batugamping berselingan dengan batugamping
pasiran, setempat sisipan batupasir gampingan.

Deskripsi: Batugamping atau batu kapur (CaCO3) adalah batuan


sedimen yang tersusun dari mineral kalsit dan aragonit, yang
merupakan dua varian yang berbeda dari kalsium karbonat (CaCO3).
Sumber utama dari kalsit adalah organisme laut. Organisme ini
membentuk cangkang yang kaya dengan kapur, yang kemudian
tertumpuk di dasar laut dan terdeposit di lantai samudra sebagai ooze
pelagik. Batugamping ini memiliki karakteristik warna putih kelabu,
kurang padat sampai padat, mengandung fosil: Floscullinella,
Miogypsina, Miliolida sp., Peneroplida sp., Ammonia, Amphistegina
sp., Anomalinella sp., Gypsina sp., Hastegerina sp., Polystomellina
sp., Anomalina sp., Elphidium sp., Borelis sp., (PT. Shell, 1976;
hubungan tertulis, 1976); Orbulina, Globorotalia, Praeorbulina,
Globigerinoides, Miogypsina (Purnamaningsih, hubungan tertulis,
1977).

Umur Formasi: Umur formasi bari ini berada pada Miosen Tengah.

Lingkungan Pengendapannya: Lingkungan pengendapan formasi


bari ini terdapat pada lingngkungan pengendapan litoral. Tebal
diperkirakan 1200 m. Formasi ini tertindih selaras Formasi
Waihekang (Tmpw) dan Formasi Laka (Tmpl). Lokasi tipe terletak di
Kp. Bari lebih kurang 60 km baratlaut kota Ruteng.
4. FORMASI NANGAPANDA (Tmn)
Jenis Batuan: Batupasir dan batugamping, setempat lensa dan
sisipan napal, setempat sisipan breksi.

Deskripsi: Batu pasir adalah Batuan Sedimen yang terutama terdiri


dari mineral berukuran pasir atau butir-butir batuan yang dapat
berasal dari pecahan batuan-batuan lainnya. Sebagian besar batu
pasir terbentuk oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral
tersebut paling banyak terdapat di kulit bumi. Batupasir ini memiliki
karakteristik berukuran butir pasir halus-kasar, konglomeratan,
komponen andesit dan basal, berukuran 0,5-2 cm, perekat batupasir,
bentuk butir menyudut tanggung sampai membundar, padu, berlapis,
setempat berselingan dengan batupasir gampingan.

Batugamping atau batu kapur (CaCO3) adalah batuan sedimen yang


tersusun dari mineral kalsit dan aragonit, yang merupakan dua varian
yang berbeda dari kalsium karbonat (CaCO3). Sumber utama dari
kalsit adalah organisme laut. Organisme ini membentuk cangkang
yang kaya dengan kapur, yang kemudian tertumpuk di dasar laut dan
terdeposit di lantai samudra sebagai ooze pelagik. Batugamping ini
memiliki karakteristik warna kelabu, keras, dan padu.

Napal adalah kalsium karbonat atau kapur kaya lumpur atau


batulumpur yang mengandung sejumlah variabel tanah liat dan
aragonit. Napal ini memiliki karakteristik warna putih kotor dengan
kemiringan perlapisan 25°-30° ke barat baratdaya-timur timur-laut.

Di dalam sisipan batupasir gampingan terkandung fosil: Praeorbulina


sp., Orbulina, Globoquadrina, Globorotalia, Hastigerina,
Sphaeroidinella sp., (Kadar, 1976, 1977; PT. Shell, 1976, hubungan
tertulis).
Umur Formasi: Umur formasi nangapanda ini berada pada Miosen
Tengah.

Lingkungan Pengendapannya: Lingkungan pengendapan formasi


nangapanda ini terdapat pada lingngkungan pengendapan neritik.
Lingkungan pengendapan transisi (neritik) adalah semua lingkungan
pengendapan yang berada atau dekat pada daerah peralihan darat
dengan laut. Tebal formasi diperkirakan 2000 m. Formasi ini diduga
menjemari dengan Formasi Kiro (Tmk) dan Formasi Bari (Tmb),
tertindih takselaras Formasi Waihekang (Tmpw) dan Formasi Laka
(Tmpl). Lokasi tipe di Kp. Nangapanda lebih kurang 30 km sebelah
barat Kota Ende (Suwarna, 1990).

5. FORMASI TANAHAU (Tmt)


Jenis Batuan: Lava, breksi, dan tuf.

Deskripsi: Lava adalah lelehan batu pijar yang mengalir keluar dari
dalam bumi melalui kawah gunung berapi atau melalui celah yang
kemudian membeku menjadi batuan beku yang bentuknya
bermacam-macam. Lava ini memiliki karakteristik warna kelabu
kehijauan bersusunan dasit dan setempat struktur bantal.

Breksi adalah batuan yang terdiri dari fragmen-fragmen mineral rusak


atau batuan yang disemen secara bersama-sama oleh matriks
berbutir halus yang dapat mirip dengan atau berbeda dari komposisi
fragmen. Breksi ini memiliki karakteristik warna kelabu kehitaman,
komponen dasit, berukuran 0.5-3 cm, bentuk butir menyudut-
tanggung-menyudut, perekat tuf pasiran terkersikkan.

Tuf atau batu putih adalah jenis batuan piroklastik yang mengandung
debu vulkanik yang dikeluarkan selama letusan gunung berapi. Tuf ini
memiliki karakteristik warna putih kelabu, bersusunan dasit, berbutir
halus-menengah, pejal, terkersikkan, pemineralan.

Umur Formasi: Umur formasi tanahau ini berada pada Miosen


Tengah.

Lingkungan Pengendapannya: Lingkungan pengendapan formasi


tanahau ini terdapat pada lingngkungan pengendapan daratan dan
pegunungan, dimana lingkungan tempat terkumpulnya material
sedimen yang dipengaruhi oleh aspek fisik, kimia dan biologi yang
dapat mempengaruhi karakteristik sedimen yang dihasilkannya.

6. FORMASI KIRO (Tmk)


Jenis Batuan: Breksi, lava, dan tuf dengan sisipan batupasir tufan,
breksi dengan komponen batuan andesit dan basal, perekat tuf
pasiran, terkersikkan dan termineralkan yang terbentuk magnetit dan
mangan.

Deskripsi: Lava bersusunan andesit, basal, latit dan trakit, berwarna


kelabu kehijauan sampai kehitaman. Lava andesit dan basal
bertekstur porfiri, sebagian terkersikkan dan terkalsitkan,
memperlihatkan kekar lapis. Latit, berwarna kelabu kecoklatan,
porfiritik, matriks kaca, serisit, dan padu. Trakit, berwarna putih
kelabu, padu, berongga, porfiritik dengan sanidin sebagai fenokris.
Matriksnya serisit dan kaca serta terkersikkan. Tuf pasiran dan
batupasir tufan berupa sisipan berwarna kecoklatan dan terkersikkan.
Berlapis baik dengan kemiringan antara 10°-25° ke baratdaya-
timurlaut.

Umur Formasi: Umur formasi kiro ini berada pada Miosen Awal-
Miosen Tengah (19± 2 m.y.; Nishimura drr., 1981).
Lingkungan Pengendapannya: Lingkungan pengendapan formasi
kiro ini terdapat pada lingngkungan pengendapan darat. Lingkungan
pengendapan darat (Terrigeneous): Alluvial fan, Dataran banjir,
Lakustrin (basah, kering), Padang pasir, Rawa (swamp), dan
Endapan es. Tebalnya diperkirakan 1000 sampai 1500 m. Menjemari
dengan Formasi Nangapanda (Tmn) dan Formasi Bari (Tmb),
tertindih tak selaras oleh Formasi Waihekang (Tmpw) dan Formasi
Laka (Tmpl). Lokasi tipe terletak di Keli Kiro, Lembar Ende (Suwarna,
1990), lebih kurang 15 km baratlaut Kota Ende.

B. GEOMORFOLOGI DAERAH RUTENG, NUSATENGGARA


Menurut Bemmlen (1970) dalam Sudarno Herlambang, Pulau-pulau di
Nusa Tenggara terletak pada dua jalur geantiklinal, yang merupakan
perluasan busur Banda di sebelah barat. Geantiklinal yang membujur
dari timur sampai pulau-pulau Romang, WetarKambing, Alor, Pantar,
Lomblen, Solor, Adonara, Flores, Rinca, Komodo, Sumbawa, Lombok,
dan Bali. Sedangkan dibagian selatan dibentuk oleh pulau-pulau Timor
Roti, Sawu, Raijua, dan Dana. Punggungan geantiklinal tersebut
bercabang di daerah Sawu. Salah satu cabangnya membentuk sebuah
ambang yang turun ke laut melewati Raijua dan Dana, berakhir ke arah
punggungan bawah laut di selatan Jawa. Cabang lain merupakan rantai
penghubung dengan busur dalam yang melintasi daerah dekat Sumba.

1. PALUNG BELAKANG
Di sebelah timur Flores dibentuk oleh bagian barat Basin
BandaselatanDi sebelah utara Flores dan Sumbawa terbentang Laut
Flores yang dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Laut Flores barat laut, berupa dataran (platform) yang luas dan
dangkal, yang menghubungkan lengan selatan Sulawesi dengan
dangkalan Sunda.
b. Basin Flores Tengah, berbentuk segitiga dengan puncak terletak
di sebelah selatan Volkan Lompobatang, yang berhubungan dengan
depresi Walanae. Sedangkan dasarnya terletak di sepanjang pantai
utara Flores, yang merupakan bagian terdalam (-5140 m).

c. Laut Flores Timur, terdiri dari punggungan dan palung di


antaranya yang menghubungkan lengan selatan Sulawesi dengan
punggungan bawah laut Batu Tara. Disebelah utara Bali dan Lombok
Palung belakang ini dibentuk oleh Laut Bali (lebar 100 km dan dalam
1500 m). kearah barat dasarnya berangsur-angsur terangkat sampai
bersambungan dengan laut dangkal di Selat Madura (100 m).

2. BUSUR DALAM
Busur dalam Nusa Tenggara merupakan kelanjutan dari Jawa
menuju Busur Dalam Banda. Di Nusa Tenggara merupakan
punggungan geantiklinal, lebarnya sekitar 100 km pada ujung barat
berangsur-angsur berkurang ke arah timur hingga 40 km. selat
diantara pulau di bagian barat dangkal dan menjadi lebih dalam ke
arah timur.

Bali dipisahkan terhadap Jawa oleh selat Bali yang sempit, menurut
sejarah Hindu terjadi tahun 280 sebelum Masehi (Stuterheim1922).
Zone di Bali sama dengan Jawa. Bagian utara merupakan bagian
terluas terdiri dari volkan-volkan Kuarter yang masih aktif,
menunjukkan kelanjutan kompleks volkan muda di Jawa Dataran
Denpasar yang membentang pada kaki selatan volkan termasuk sub
zone Blitar di Jawa. Dataran ini dihubungkan oleh tanah genting yang
menyempit dengan bukit-bukit kapur Tertier Ulu Watu (213 m) yang
dapat di bandingkan dengan semenanjung Blambangan. Pulau Nusa
Penida (529 m) antara Bali dan Lombok juga terdiri dari kapur Tertier
ini.
Struktur umum Lombok sama dengan Bali, di sebelah utara
merupakan zone volkanis dengan volkan aktif Rinjani (Zone Solo),
dataran rendah Mataram (subzone Blitar). Di selatan berupa
pegunungan selatan dengan materi kapur Tertier dan breksi volkanis
(Mareje, 710 m).

Fisiografi Sumbawa tidak sama dengan Bali dan Lombok, keadaan


alam yang khas adalah adanya depressi yang memisahkan
geantiklinal menjadi beberapa bagian, di antaranya berupa teluk
dibagian timur. Teluk tersebut dipisahkan dari laut oleh Pulau Mojo
(600 m) yang memberikan sifat khas dari depressi antar pegunungan
pada puncak geantiklinal.

Sisi utara ditumbuhi oleh beberapa volkan muda. Volkan Ngenges,


Tambora, dan Soromandi menghasilkan batuan leucit. Volkan
tersebut dapat dibandingkan dengan volkan-volkan alkali dari
Subzone Ngawi di Jawa, misalnya Lurus dan Ringgit Besar. Untuk
yang akhir ini sedimen Tertier dan batuan kapur alkali disebarkan
secara luas pada Pulau Sumbawa. Hal ini memberi gambaran bahwa
zone pegunungan Selatan Jawa terdapat di seluruh pulau itu dan
depressi menengah yang disebut Zone Solo, hanya mencapai tidak
begitu jauh di sebelah timur Lombok. Teluk Saleh merupakan sebuah
depressi terpencil dari Zone Solo di Sumbawa.

Pulau Flores dipisahkan dari Sumbawa oleh Selat Sape. Komodo dan
Rinca termasuk ke dalam puncak geantiklinal Flores Barat sampai
Flores Tengah, yang terdiri dari batuan volkanis lebih tua (Tertier)
dan intrusi magmatis yang dapat dibandingkan dengan Pegunungan
Selatan Jawa. Volkan-volkan yang lebih muda muncul di sepanjang
pantai selatan Flores Barat. Di Flores Tengah volkan-volkan
semacam itu tidak hanya terdapat di sepanjang pantai selatan saja,
akan tetapi juga di sepanjang sisi utara. Di Flores Timur geantiklinal
itu berupa sumbu yang tenggelam sehingga batuan volkanis yang
lebih tua dan intrusi granodiorit tidak begitu banyak, serta hanya
terdapat volkan muda yang muncul di bagian puncaknya. Geantiklinal
itu bersambung di sepanjang Solor, Adonara, Lomblen, dan Pantar
dimana pulau-pulau tersebut terdiri dari volkan muda yang aktif.
Sumbu itu kemudian melalui Alor, Kambing, Wetar, dan Romang. Di
bagian ini busur dalam tidak memiliki volkan aktif. Pulau-pulau
tersebut tersusun dari endapan volkanis Tertier akhir yang sebagian
terdapat di bawah permukaan laut.

3. PALUNG ANTARA DENGAN SUMBA


Palung ini berada di antara busur dalam volkanis Jawa-Bali- Lombok
dan punggungan dasar laut sebelah selatan Jawa. Bagian terdalam
terdapat di selatan Lombok, bercabang dua ke arah timur menjadi
dua cabang yaitu sebelah utara dan selatan Sumba (Selat Sumba, -
1020 m dan Selat Sawu, -1160 m). Cabang-cabang ini merupakan
penghubung antara palung sebelah selatan Jawa dan Basin Sawu (-
3440 m), paling lebar 200 km, antara Flores Timur dan Roti.

Cabang-cabang itu kemudian berangsur-angsur menyempit ke arah


timur sampai ke ambang antara Kambing dan Timor yang
memisahkan Basin Sawu terhadap Palung Wetar. Palung Wetar itu
dibatasi oleh Kisar di ujung timurnya. Lereng yang curam pada Wetar
dan Basin Sawu serta dasar laut yang datar menunjukkan adanya
penurunan permukaan bumi. Sedangkan ujung timur dan baratnya
dibatasi oleh pengangkatan seperti sembur (horst) di Kisar dan
Sumba. Kedua pulau tersebut secara morfologis termasuk zone
palung antara.

Sumba merupakan mata rantai geologis yang terpenting antara busur


dalam dan busur luar Sistem Sunda. Volkan muda tidak terdapat
disini, sebagian besar tertutup oleh deposit marin Neogen-Kuarter
berupa lahan rusak (bad land) yang tidak terdapat di tempat lain di
Indonesia.

4. BUSUR LUAR
Pulau-pulau di Nusa Tenggara yang termasuk busur luar adalah:
Dana, Raijua, Sawu, Roti, Seman, dan Timor. Punggungan dasar laut
dari selatan Jawa muncul sampai 1200 m di bawah permukaan laut,
selanjutnya turun ke arah timur sampai 4000 m. Palung antara
tersebut sebagian terangkat. Selanjutnya sumbu geantiklinal itu naik
lagi sampai ke pulau-pulau Sawu, Dana, Raijua, Ruteng, dan Sawu.

Pulau Ruteng mempunyai terumbu karang yang tingginya 300 m di


atas permukaan laut dan mengelilingi pulau ini yang tersusun dari
batuan Pre-tertier. Punggungan Dana-Raijua-Sawu serong terhadap
punggungan Roti-Timor, dari tempat itu dipisahkan oleh Selat Daong.
Pulau Roti tersusun dari sedimen terlipat kuat dan tertutup oleh batu
karang Kuarter yang tingginya 430 m, di atas permukaan laut Timor
yang merupakan hasil geantiklinal yang lebar. Di samping itu terdapat
depressi memanjang di puncaknya, melalui Teluk Kupang sampai
perbatasan Timor Leste dan berakhir di muara Sungai LDis.

5. PALUNG DEPAN
Antara Pulau Christmast dan punggungan bawah laut di selatan Jawa
terdapat cekungan dalam utama yang membujur arah timur barat,
kedalamannya 7450 m. Palung depan Jawa dari sistem Pegunungan
Sunda itu membentang ke arah timur, seperti sebuah palung sempit
yang dalamnya 6000 7000 m Sampai di Sumba ke dalamannya
berkurang dan di sebelah selatan Sawu melengkung ke timur laut
sejajar dengan Timor. Sampai di Pulau Roti dipisahkan oleh
punggungan (1940 m) terhadap palung Timor (-3310 m). Palung di
selatan Jawa itu di bagian selatan di batasi oleh pengangkatan dasar
laut yang tidak jelas batasnya melalui Pulau Christmast menuju dasar
laut y ang dalamnya 3000-4000 m. Data bathymetris yang ada tidak
cukup untuk menentukan apakah palung itu membentuk punggungan
sambungan pada dasar laut yang dalamnya 5000 hingga 6000 m,
atau yang menjadi suatu relief dasar laut yang lebih kompleks di
Samudra Hindia. Bagian timur palung Timor ini dibatasi oleh
dangkalan Australia atau dangkalan Sahul.

C. STRUKTUR GEOLOGI YANG BERKEMBANG DI DAERAH RUTENG,


NUSATENGGARA
Struktur geologi yang ada di Ruteng, Nusatenggara ini adalah berupa
sesar, lipatan, dan kelurusan.

1. SESAR
Sesar yaitu sesar normal dan sesar geser. Sesar normal yang
terdapat pada batuan Miosen Tengah dan Miosen-Pliosen berarah ke
baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya. Kemungkinan
penyesaran ini terjadi pada Kala Pliosen. Sesar geser yang terdapat
pada batuan Miosen Tengah dan Miosen-Pliosen berarah ke
baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya. Kemungkinan
penyesaran ini berlangsung pada Pliosen juga.

2. LIPATAN
Pelipatan terjadi pada Formasi Nangapanda (Tmn) dengan
kemiringan 20°-50°, di beberapa tempat kemiringan lapisan 10°-15°,
Formasi Laka (Tmpl) dan Formasi Waihekang (Tmpw) berhubungan
menjemari dan telah terlipat kuat dengan kemiringan 10°-30°, berarah
ke timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Sisipan tuf dan tuf
batupasir Formasi Kiro terlipat dengan kemiringan 10°-25°. Maka itu
pelipatan terjadi pada Pliosen Akhir atau Plistosen Awal.
3. KELURUSAN
Kelurusan yang terdapat pada batuan Miosen Tengah sampai
termuda, yakni batuan gunungapi Holosen berarah ke baratlaut-
tenggara dan baratdaya-timurlaut.

Pengendapan batuan sedimen berlangsung di dalam cekungan yang


telah terbentuk sejak Miosen Tengah sampai Miosen Akhir-Pliosen.
Formasi Nangapanda dan Formasi Bari diendapkan pada Kala Miosen
Tengah. Sementara itu kegiatan gunungapi menghasilkan batuan
gunungapi Formasi Kiro. Kegiatan magma berupa penerobosan
granodiorit dan diorit kuarsa pada Formasi Kiro terjadi akhir Miosen
Tengah atau awal Miosen Akhir. Pada Miosen Akhir sampai Pliosen
diendapkan Formasi Waihekang dan Formasi Laka. Kegiatan gunungapi
Pliosen-Plistosen menghasilkan Satuan Gunung-api Tua (QTv). Pada
Plistosen Akhir daerah ini merupakan daratan. Hasil kegiatan gunungapi
muda (Qhv) menutupi sebagian batuan yang lebih tua. Undak pantai di
pantai selatan dan di P. Nusa Mules serta batugamping koral di pantai
utara menunjukkan bahwa daerah ini masih mengalami pengangkatan
pada Kala Holoser.

D. POTENSI BENCANA ALAM YANG BISA TERJADI DI DAERAH


RUTENG, NUSATENGGARA

Potensi bencana alam yang bisa terjadi di daerah Ruteng, Nusatenggara


seperti di banyak wilayah lainnya, dapat mencakup berbagai jenis
bencana alam. Beberapa diantaranya yaitu:

1. GEMPA BUMI
Ruteng berada di wilayah yang rentan terhadap gempa bumi karena
letaknya yang berada di daerah pegunungan. Gempa bumi adalah
getaran atau getar-getar yang terjadi di permukaan bumi akibat
pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan
gelombang seismik. Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan
kerak bumi (lempeng Bumi). Gempa bisa menyebabkan kerusakan
pada bangunan dan infrastruktur, serta menyebabkan potensi tanah
longsor.

2. TANAH LONGSOR
Topografi pegunungan daerah Ruteng, Nusatenggara dapat
meningkatkan risiko tanah longsor, terutama saat curah hujan tinggi.
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng
berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran
tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya
tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap
ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Tanah longsor bisa
menyebabkan kerusakan pada hunian dan jalan, serta menimbulkan
ancaman bagi keselamatan warga.

3. BANJIR
Curah hujan yang tinggi di daerah Ruteng, Nusatenggara dapat
menyebabkan banjir, terutama di daerah dataran rendah di sekitar
Ruteng. Banjir adalah keadaan dimana suatu daerah tergenang oleh
air dalam jumlah yang besar. Kedatangan banjir dapat diprediksi
dengan memperhatikan curah hujan dan aliran air. Namun kadang
kala banjir dapat datang tiba-tiba akibat dari angin badai atau
kebocoran tanggul yang biasa disebut banjir bandang. Banjir dapat
merusak rumah, pertanian, dan sarana infrastruktur lainnya.

4. KEKERINGAN
Meskipun daerah Ruteng, Nusatenggara lebih sering mengalami
curah hujan, tetapi periode kekeringan juga bisa terjadi dan
berdampak pada pertanian dan sumber daya air. Kekeringan ini
merupakan kondisi di mana suatu wilayah, lahan, maupun
masyarakat mengalami kekurangan air sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhannya.

5. LETUSAN GUNUNG BERAPI


Sebagai bagian dari Nusa Tenggara, Ruteng terletak di dekat
beberapa gunung berapi yang berpotensi aktif. Letusan gunung
berapi ini adalah peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di
dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan
tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan
bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari
1.000°C. Letusan gunung berapi dapat mengakibatkan ancaman bagi
keselamatan dan infrastruktur daerah.

E. POTENSI SUMBER DAYA ALAM YANG BISA DIJUMPAI DI DAERAH


RUTENG, NUSATENGGARA

Potensi sumber daya alam yang bisa dijumpai di daerah Ruteng,


Nusatenggara adalah pemineralan yang dapat terletak di Kampung
Wangkal, hulu Sungai Ncuring. Kabupaten Manggarai, bijih mangan
dalam breksi gunungapi Formasi Kiro. Juga malakit dan azurit ditemukan
dalam batuan gunungapi (Tmk). Endapan sekunder bijih mangan juga
terdapat secara setempat berupa bongkah di Kampung Nggorang, di
selatan Reo, Kabupaten Manggarai. Bijih besi dilaporkan terdapat di
daerah Riung, Kabupaten Ngada, pada batuan gunungapi di sekitar
terobosan diorit kuarsa. Gipsum terdapat dalam sedimen gunungapi
muda di selatan Aisisa, Kabupaten Ngada. Bahan bangunan seperti
batugamping, pasir, kerikil serta batu untuk fondasi bangunan dan jalan
(andesit dan basal) terdapat secara berlimpah. Mata air panas dijumpai
di dekat gunungapi dan pada sesar yang sebagian mengandung
belerang.
Selain itu, terdapat beberapa potensi sumber daya alam yang bisa
dijumpai di daerah Ruteng, Nusatenggara, yaitu:

1. BIJIH BESI
Bijih besi adalah cebakan yang digunakan untuk membuat besi
gubal. Bijih besi terdiri atas oksigen dan atom besi yang berikatan
bersama dalam molekul. Besi sendiri biasanya didapatkan dalam
bentuk magnetit, hematit, goethit, limonit atau siderit. Mineral Biji Besi
terdapat di Desa Nggorang, Kecamatan Reok. Potensi sumber daya
mineral ini diperkirakan sebesar 671.000 ton dan belum dieksploitasi.

2. EMAS
Emas adalah adalah logam mulia bersifat lunak dan mudah ditempa
yang biasanya menjadi bahan perhiasan atau harta benda berharga.
Selain itu, emas adalah instrumen investasi yang populer dan
terpercaya dari masa ke masa. Bahan galian emas terdapat di
beberapa lokasi di Kabupaten Manggarai. Dari Laporan Eksplorasi
PT. International Dunlap Mineral Corporation, 1998 di Wae Dara,
Desa Kajong, Kecamatan Reok terdapat EmaS dengan kadar rata-
rata Cu:15%, Au=0,3 g/t tebal 5,7 m, cadangan 200.000 ton. Selain
itu data base bahan galian logam Direktorat Inventasisasi Sumber
Daya Mineral menunjukkan beberapa lokasi keterdapatan bahan
galian emas.

3. TIMAH
Timah (timah putih) adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik
yang memiliki simbol Sn (bahasa Latin: stannum) dan nomor atom
50. Timah termasuk logam pasca-transisi di kelompok 14 dalam tabel
periodik. Hasil Inventarisasi Sumber Daya Mineral yang dilaksanakan
atas kerja sama Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten
Manggarai dan Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
menunjukkan bahwa di Kabupaten Manggarai juga terdapat Timah.
4. MANGAN
Mangan merupakan bahan galian yang banyak ditemukan di
Kabupaten Manggarai, khususnya di Kecamatan Reok dan sebagian
di Kecamatan Cibal. Di Kecmatan Reok bahan galian mangan ini
ditemukan di beberapa tempat antara lain : di Wangkal, Ropang,
Maki Bajak, Lemarang. Sedangkan di Kecamatan Cibal ditemukan di
Wae Ajo Desa Wae Renca, Wae Pateng Desa Riung dan Timbang
Desa Ladur.

Dari laporan-laporan Perusahaan yang pernah melakukan eksplorasi


potensi bahan galian mangan di Kabupaten Manggarai dapat
diketahui bahwa kadar Mangan rata-rata berkisar antara 30 % – 45
%. Singkapan mineralisasi mangan ditemukan berasosiasi dengan
satuan Batugamping dan Satuan Breksi dimana terjadi saat Breksi
dialtrasi termineralisasi oleh proses Volkanik membentuk magnetit
dan mangan, selanjutnya ditransport dan terjebak dengan
batugamping. Pergerakan pengangkatan pada Holosen
menyebabkan mangan tersingkap di lereng bukit sampai ke bagian
atas bukit. (Sumber Buku Informasi Potensi Pertambangan
Manggarai, 2011).

5. MIGAS
Minyak dan gas bumi (Migas) merupakan komoditas vital yang
menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan
penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya
harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.

Cadangan Migas pada dua sumur di Off Shore atau lepas pantai
Sumbawa Utara dan Lombok ditemukan perusahaan asal Amerika
Serikat, Amoco.
Ia mengatakan, kendati di dua sumur tersebut telah ditemukan
cadangan Migas, tidak dilanjutkan ke tahapan eksploitasi dengan
alasan kurang menguntungkan dan investasi yang dibutuhkan cukup
tinggi.

Menurut Awang, Investasi yang dibutuhkan untuk pengeboran satu


sumur mencapai 40 juta dolar AS terutama karena posisi cadangan
Migas umumnya berada pada laut dengan kedalaman 600-1000
meter. Bahkan, kata dia, untuk menemukan cadangan migas harus
mengebor hingga kedalaman 5.000 meter di bawah dasar laut.

Anda mungkin juga menyukai