UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
FAKULTAS FILSAFAT
PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT
Terakreditasi Berdasarkan Keputusan BAN-PT DEPDIKNAS-RI
Nomor: 468/SK/BAN-PT/Akred/S/XII/2014
PEMAKNAAN UANG DALAM DUNIA MODERN
MENURUT GEORG SIMMEL
PAPER
Oleh:
Gerardus Evam Dwibala
NPM: 2016510012
Dosen Pembimbing :
Dr. Stephanus Djunatan
BANDUNG
2017
1
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
FAKULTAS FILSAFAT
PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT
Terakreditasi Berdasarkan Keputusan BAN-PT DEPDIKNAS-RI
Nomor: 468/SK/BAN-PT/Akred/S/XII/2014
PEMAKNAAN UANG DALAM DUNIA MODERN
MENURUT GEORG SIMMEL
PAPER
Oleh:
Gerardus Evam Dwibala
NPM: 2016510012
Dosen Pembimbing :
Dr. Stephanus Djunatan
BANDUNG
2017
2
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
FAKULTAS FILSAFAT
PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT
Terakreditasi Berdasarkan Keputusan BAN-PT DEPDIKNAS-RI
Nomor: 468/SK/BAN-PT/Akred/S/XII/2014
HALAMAN PENGESAHAN PAPER
Nama
: Gerardus Evam Dwibala
NPM
: 2016510012
Fakultas
: Filsafat
Program Studi
: Ilmu Filsafat
Judul Paper
: Memaknai Uang Dalam Dunia Modern
Menurut Georg Simmel
Bandung, Desember 2017
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Stephanus Djunatan
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Bijaksana,
yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan paper ini dalam jangka waktu yang relatif singkat. Paper yang
berjudul: “Memaknai Uang Dalam Dunia Modern Menurut Georg Simmel” ini
disusun sebagai salah satu mata kuliah Semester ganjil 2017/2018, yakni sebagai
sebuah latihan bagi penulis untuk memperdalam teknik penulisan terstruktur,
sistematis, logis, dan filosofis. Selain itu, penulis berupaya memberikan insight
baru mengenai gagasan dari Georg Simmel tentang uang.
Atas terselesaikannya paper ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Stephanus Djunatan selaku dosen pembimbing yang telah memberi ideide segar, kritik, saran, motivasi serta setia mendampingi penulis dari sejak
awal hingga akhir penulisan paper ini.
2. Para dosen yang mengajarkan penulis untuk berpikir kritis.
3. Keluarga besar Ordo Salib Suci Provinsi Sang Kristus Indonesia, khususnya
komunitas Biara Pratista Kumara Warabrata Sultan Agung yang telah
mendukung, memotivasi dan memberikan fasilitas dalam penyusunan paper
ini.
4. Pada Teman-teman Angkatan (Kristian, Toni, Niko, Tio, dan Paul) yang
telah menyemangati dan menjadi teman berpikir penulis dalam penyusunan
paper ini
5. Pak Toni yang telah bersedia membantu penulis untuk mencari sumbersumber kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Filsafat UNPAR.
4
6. Semua pihak yang tak bisa disebutkan satu per satu atas segala pikiran,
tenaga, dan waktunya yang amat berharga guna mendukung penulis
menyelesaikan penulisan paper ini.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih belum layak disebut sempurna,
baik gagasan, penulisan kata, pemakaian bahasa, maupun struktur kalimatnya.
Penulis sangat terbuka bagi saran dan segala kritik dari para pembaca sekalian, demi
peningkatan mutu dalam penulisan karya-karya tulis ilmiah berikutnya. Pada
ahkirnya, penulis sungguh berharap bahwa paper ini akan bermanfaat bagi para
pembaca dan saya sendiri, khususnya dalam pemaknaan uang sebagai sebuah media
pertukaran (exchange) yang lebih bijaksana menurut Georg Simmel.
Bandung, Desember 2017
Penulis
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Uang memiliki kompleksitas makna yang pelik. kompleksitas pemaknaan
uang ini selalu bersifat equivalen dengan perkembangan zaman. Konsep “uang”
awalnya bermakna sebagai medium pertukaran antar individu. Terminologi yang
digunakan adalah barter untuk menyebut adanya pertukaran. Kemudian
berkembang menjadi pertukaran yang berorirentasi pada keuntungan. Sampai
sekarang pemaknaan uang sebagai medium pertukaran semakin pelik dan
pengaruhnya dalam kehidupan sosial manusia sangat kuat. Manusia menjadi
semakin lekat pada uang. Terbukti dengan kebutuhan manusia yang hampir semua
berkaitan dengan uang. Kini manusia menjadi homo economicus1.
Manusia sebagai homo economicus, melakukan setiap aktivitas ekonomi
yang isinya adalah membuat, mendapat, membelanjakan,dan menyimpan uang2.
Salah satu ciri manusia sebagai homo economicus adalah ciri liberal. Manusia yang
liberal adalah manusia yang memiliki kebebasan; otonomi pribadi untuk
menjalankan hidupnya sesuai dengan kehendaknya.
Lih. Rachmat, Agus, April-Agustus 2005,“ Landasan Etis Kegiatan Ekonomi”. Jurnal Melintas.
Th. 21,No.64. Homo Economicus dijelaskan sebagai visi tentang watak dan hakekat manusia
menurut pandangan yang liberal tentang perekonomian. Homo Economicus memiliki lima
ciri antropologis. Yaitu, insan individualis yang atomistik, liberal, utilitarian, produktif dan
rasional.
2
Lih. Smithin, John, (ed). 2000. “What is Money”. London. Routledge., 1.
1
6
Paham ini semakin berkembang dan termanifestasi dalam aktivitas ekonomi
kaum liberal. Dalam bidang ekonomi mereka menyakini bahwa hak-hak individu
harus diakui untuk melakukan kegiatan ekonomi; ekonomi pasar bebas. Kini paham
ini dikenal sebagai kapitalisme. Mereka menilai uang sebagai medium pertukaran
adalah alat untuk mencari keuntungan. Mereka ---para pemodal--- yang datang
dengan uang untuk mendapatkan surplus uang “keuntungan”. Kegiatan ekonomi
kaum kapital dapat di simbolkan dengan U-K-U1 (Uang-Komoditas-Surplus
Uang)3.
Inilah paham yang kemudian ditentang oleh Karl Marx. Uang adalah
komoditas universal yang setara dengan komoditas lainnya. Uang dalam kaitannya
dengan pertukaran adalah media yang menghubungkan komoditas satu dan
komoditas lainnya. Dalam hal ini produsen datang bukan membawa uang
melainkan membawa komoditas untuk dijual guna mendapatkan uang kemudian
kembali untuk membeli komoditas. Kegiatan ini disombolkan dengan K-U-K
(Uang-komoditas-uang)4. Dengan demikian uang dianggap sebagai objek
pertukaran menjadi terfokus pada pencarian keuntungan
Dewasa ini muncul anggapan lain mengenai uang. Uang dimaknai tidak
hanya sebagai media pertukaran dalam aktivitas ekonomi melainkan, ada indikasi
keterkaitan uang dengan kekuasaan. Implikasinya tampak dengan munculnya
fenomena mata uang tunggal dunia. Dunia tidak bisa menutup matanya terhadap
hegemoni US Dollar terhadap mata uang lainnya. Sebagai Contoh Rupiah (Rp) --mata uang Indonesia--- sering mengalami depresiasi maupun apresiasi terhadap US
3
Bdk. Smith, David. 1982.“Das Kapital Untuk Pemula”.Terj.Ugoran Prasad.Yogyakarta. Insist
Press., 64-66
4
Bdk. Smith, David Ibid., 72-75
7
Dollar5. Selain itu US Dollar sering digunakan sebagai mata uang untuk
perdagangan internasional.
Konsep-konsep ini mengusik hati penulis untuk mencari sudut pandang baru
mengenai pemaknaan uang dalam perspektif Georg Simmel. Georg Simmel adalah
tokoh yang dipilih oleh penulis untuk memberi angin segar dalam pemaknaan uang
dalam konteks dunia modern. Simmel memberikan insight baru mengenai
pemaknaan uang. Secara umum pendekatan yang dilakukan Simmel adalah
pendekatan sosial, kultural, dan filosofis guna menemukan pemaknaan uang dalam
konteks dunia modern. Dengan demikian penulis merumuskan judul “ Memaknai
Uang Dalam Budaya Modern Menurut Georg Simmel”. Dengan harapan supaya
apa yang penulis paparkan dalam paper ini dapat menjadi angin segar dalam
pemaknaan uang.
5
Dalam https://bisnis.tempo.co/read/1032305/rupiah-kembali-melemah-terhadap-dolar-as diakses
pada 15 November pukul 21.30 WIB. Perdagangan, pada Kamis 9 November 2017 ditutup
dengan pelemahan nilai Rupiah terhadap US Dollar sekitar 0,01 persen atau turun sebesar 2 poin
dari Rp.13. 507 menjadi Rp. 13. 516 per US Dollar. Bdk, juga dengan data dari badan pusat
statistik yang menunjukan perkembangan nilai Rupiah Terhadap US Dollar. Dari data tersebut
nampak adanya perubahan nilai (kurs) Rupiah terhadap US Dollar dari tahun 2000 –berkisar pada
Rp. 9.595 per US Dollar- sampai pada tahun 2015 –berkisar pada Rp. 13.795 per US Dollar -.
8
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Paper berjudul “Memaknai Uang Dalam Budaya Modern
Menurut Georg Simmel” dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Tujuan umum dan
Tujuan Khusus. Tujuan umum dari penulisan Paper ini penulis ingin memperdalam
teknik penulisan karya ilmiah secara sistematis dan logis terutama dalam bidang
Filsafat dengan merangkai berbagai pendapat Georg Simmel. Tujuan khusus dari
penulisan paper ini adalah menguraikan pendapat Georg Simmel tentang uang
dalam kajian filosofis terutama dalam kaitannya dengan uang sebagai nilai dan
simbol pertukaran (exchange). Selain itu penulis ingin mengkaitkan pandangan
Simmel mengenai uang dalam konteks munculnya fenomena mata uang tunggal
dunia. Dengan demikian penulis ingin mendapat sudut pandang baru mengenai
pemaknaan uang dalam dunia modern.
1.3 Rumusan Masalah
1. Siapakah Georg Simmel dan siapakah tokoh-tokoh dibalik pemikiran
filsafatnya?
2. Apakah makna uang menurut perspektif Georg Simmel?
3. Bagaimana cara memahami dan memaknai uang menurut Georg Simmel
dalam konteks pertukaran?
4. Mengapa US Dollar menjadi mata uang dunia?
5. Apa kritik dan saran Georg Simmel tehadap munculnya mata uang
internasional?
9
1.4 Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan untuk menulis karya ilmiah ini adalah metode
analitis-deskriptif yang bersumber dari data-data kepustakaan. Penulis membaca
sejumlah literatur yang berkaitan dengan tema yang diangkat dalam tulisan ini, baik
buku-buku, sumber internet, maupun jurnal ilmiah. Buku yang menjadi sumber
utama (Primary Source) dalam penulisan karya ilmiah ini adalah “The Philosophy
of Money” karya Georg Simmel dan buku maupun jurnal ilmiah sebagai sumber
penunjang (Secondary Source), maupun sumber literasi lain yang berkaitan dengan
tema yang dibahas dalam karya tulis ilmah ini.
1.5 Sistematika penulisan
Tulisan ini terdiri atas lima Bab, yang masing-masing Bab-nya menjelaskan
satu rangkaian utuh tentang pemikiran Georg Simmel tentang uang. Bab I adalah
bagian pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, penggagasan tema,
tujuan penulisan, rumusan masalah, dan sistematika penulisan.
Bab II berisi uraian singkat mengenai riwayat hidup Georg Simmel, filsuffilsuf yang mempengaruhinya dan pemikiran filosifis Georg Simmel. Tokoh-tokoh
yang dijelaskan pada Bab ini adalah Rene Descartes dengan Dualisme, Edmund
Husserl dengan Fenomenologi, dan Immanuel Kant dengan Filsafat Transendental.
Bab III berisi sistesis pendapat Filsafati Georg simmel mengenai nilai dan
uang, substansi uang, pertukaran dalam kaitannya dengan hidup manusia, serta
peranan uang dalam proses pertukaran. Penjelasan pada bagian ini ditopang oleh
pemikiran Georg Simmel dalam bukunya yang berjudul “The Philosophy of
Money”.
10
Bab IV berisi realitas dewasa ini, yakni adanya hegemoni US Dollar sebagai
mata uang internasional. Kemudian bagaimana kritik Simmel terhadap munculnya
mata uang US Dollar sebagai mata uang internasional.
Bab V berisi mengenai simpulan atas proses berpikir kritis-logis-sistematis
atas rangkaian penulisan dari Bab I sampai dengan Bab IV.
11
BAB II
RIWAYAT HIDUP GEORG SIMMEL
DAN JARINGAN PEMIKIRAN FILSAFATNYA.
2.1 Riwayat Hidup Georg Simmel
Georg Simmel lebih dikenal sebagai Sosiolog dari pada seorang Filsuf.
Akan tetapi ketika melihat kompleksitas hidup Georg Simmel, ternyata ia dapat
digolongkan juga sebagai seorang filsuf, sejarawan, estetikawan, dan esai-is.
Simmel ---seorang keturunan Yahudi--- lahir pada 1 Maret 1858 di persimpangan
Leipzigerstrasse dan Friedrichstrasse6 di kota Berlin, Jerman. Persimpangan jalan
ini akan mempengaruhi pemikiran Simmel7. Ia bungsu dari tujuh bersaudara.
Ayahnya seorang pengusaha Yahudi yang kemudian berpindah keyakinan menjadi
Kristen.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Gymnasium8, Simmel pada tahun
1876 melanjutkan pendidikannya di Universitas Berlin. Ia mempelajari Sejarah
dibawah bimbingan Theoder Mommsen. Simmel juga mempelajari Psikologi
6
7
8
Leipzigerstrasse dan Friedrichstrasse adalah persimpangan jalan di kota Berlin yang oleh Hans
Simmel (anak Georg Simmel) dikatakan sebagai tempat kelahiran Ayahnya yang kelak kedua
jalan ini menjadi ciri khas dan tempat yang penting dalam bidang komersial di kota Berlin
David Frisby, dalam bukunya yang berjudul “Georg Simmel” menuliskan bahwa Simmel
digambarkan sebagai seorang yang seluruhnya diwarnai, dengan konflik-konflik sosial, dan juga
berbagai pergeseran yang dipengaruhi dengan tingkat pendidikan formal dan moral yang beragam.
Simmel juga digambarkan sebagai seorang “Modern Urban” ; sebagai seorang asing di tanah
kelahirannya (karena ke-Yahudi-annya)
Lih. Dalam Encyclopaedia Britannica, Gymnasium merupakan sekolah pendidikan menengah
yang mempersiapkah murid-muridnya untuk menempuh pendidikan tinggi. Gymnasium di Jerman
ditempuh kurang lebih selama sembilan (9) tahun. Dan kompetensi yang diajarkan dalam
Gymnasium adalah bahasa Latin, Yunani, maupun bahasa modern, serta pengetahuan sains dan
matematika.
12
dibawah bimbingan Moritz Lazarus (guru dari Wilhelm Dilthey dan Wilhelm
Wundt). Ia juga mempelajari Etnologi dibawah bimbingan Adolf Bastian. Ia belajar
Filsafat dibawah bimbingan Eduard Zeller dan Friedrich Harms. Simmel
mendapatkan gelar doktornya dalam bidang Filsafat pada tahun 1881 dengan karya
tulis yang berdasarkan judul esainya yaitu “ Description and Assessment of Kant’s
Various Views On The Nature of Matter”.9
Georg Simmel menikah dengan Gertrud Kinel, seorang filsuf yang sering
dikenal sebagai Marie-Luise Enckendorf, pada tahun 1890. Pada tahun 1914, ia
mendapatkan jabatan untuk mengajar dalam bidang Filsafat di Universitas
Strassbourg. Simmel meninggal pada 28 September 1918 karena kanker hati, di
Straassbourg, Jerman.
Sepanjang hidupnya, Simmel telah mempublikasikan kurang lebih 25 buku,
sekurang-kurangnya dalam tiga bidang pokok , yaitu Etika “Einleitung in die
Moralwissenschaft” (893 halaman), bidang Filsafat “Philosophie Des Geldes”
(554 halaman), dan dalam bidang sosiologi; “Soziologie” (782 halaman) serta
sekitar 300 artikel. Buku pertama yang ia publikasikan berjudul “On Social
Differentiation” (1890).
Karakter
konsep
pemikiran
Simmel
dalam
buku
“On
Social
Differentiation” ---salah satu karyanya yang besar--- mulai terlihat. Melalui buku
ini, pemikiran Simmel muda -terutama perkara individu- muncul. Pemikirannya ini
dipengaruhi oleh aliran Pragmatisme, Sosial Darwinisme, dan Evolusionisme
9
Lih. Firsby, David. 2002. “Georg Simmel”. Routladge. London., 10.
13
Spencerian dan Atomisme Logis Fechner.10 Setelah itu Simmel mempublikasikan
buku-bukunya yang berjudul “Problems of the Philosophy of History” ( 1892),
“Introduction to Moral Science” (1892-1893), “The Philosophy of Money” (1900),
“Sociology” (1908).
Dalam bidang Filsafat, Simmel merupakan penganut Filsafat Kantian dari
tahun 1885 sampai awal abad ke 20 dan Fenomenologi Husserlian. Namun, sekitar
tahun 1890-an, dia tertarik dengan pemikiran Nietzsche dan konsekuensi dari
pemikirannya. Selain itu ia juga tertarik dengan pemikiran pesimisme filosifis dan
psikologis dari Schopenhaure. Bahkan pada tahun 1907 ia mempublikasikan
kombinasi antara pemikiran Schopenhauer dan Nietzsche. Dalam bidang Estetika,
Simmel awalnya belajar seni dari karya-karya Dante, Michelangelo, Bocklin,
Stefan George, Rodin dan sebagainya. Karyanya dalam bidang Estetika antara lain
“Kant and Goethe” (1906), dan “Rambradt” (1916).
Maka dari itu Simmel sebenarnya bukan saja sebagai Sosiolog melainkan
juga sebagai seorang Sejarawan, Estetikawan, dan tentu saja seorang Filsuf.
Pemikiran Simmel dapat menjadi inspirasi bagi para pemikir berikutnya. Ia juga
menjadi salah satu inspirator bagi Georg Lukacs dan Ernst Bloch (Filsuf marxisme),
Martin Buber (Filsuf sekaligus Teolog eksistensialisme), Max Scheler (Filsuf dan
Sosiolog), dan Bernhard Groethuysen (Sejarawan Sosial). Bahkan Karl Mannheim,
10
Pada semester genap Tahun ajaran 1886-1887 dam Tahun ajaran 1888/89 Simmel mengadakan
seminar mengenai Konsekuensi filosofis atas Darwinisme dan pada tahun 1895 ia
mempublikasikan esainya yang berjudul “On The Relation between the Doctrine of Selection and
Epistemology” yang berdasar pada teori kelestarian spesies Darwin yang menjadi isu utama dalam
sosiologi Simmel. David Frisby meragukan bahwa Evolutionsme Spencerian mengambil peran
penting dalam pemikiran Simmel muda tentang Teori masyarakat Simmel karena Simmel tidak
secara khusus mendalami Herbert Spencer.
14
Alfred Vierkandt, Hans Freyer, dan Leopold Von Wiese. Selain itu Theodor
Adorno, Max Hokheimer, dan orang lain dalam sekolah Franfort terutama aliran
Neo-Sosiologi Marxisme yang terinspirasi dari teori kritisnya Simmel tentang
budaya dan masyarakat sosial. Filsuf modern Jerman mulai dari Nicolai Hartmann
sampai pada Martin Heidegger terinspirasi juga oleh Georg Simmel.
2.2 Jaringan Filsuf Yang Mempengaruhi Pemikiran Filosifis Georg Simmel
Mengenai Filsafat Uang
2.2.1 Rene Descartes dan Dualisme
Rene Descartes (1596-1650) kerap kali dikenal sebagai “Bapa Filsafat
Modern”. Ia memperkenalkan suatu metode berpikir baru mengenai pengetahuan.
Dengan metode keraguan; kesangsiannya, ia memulai suatu era kemoderenan
dalam dunia Filsafat. Pengetahuan menurut Descartes, adalah pengetahuan yang
klaim kebenarannya absolut; tidak dapat disalahkan atau diragukan lagi. Dengan
demikian untuk mencapai kebenaran absolut diperlukan penyangsian atas realitas.
Descartes tidak dapat disebut sebagai penganut Skeptisisme; Relatifisme,
karena pemikirannya ini bersifat motodis. Artinya, bahwa setiap manusia dapat
memisahkan antara yang benar dan yang salah melalui metode. Seperti halnya
dengan logika, metode ini jelas hanya melahirkan hasil-hasil positif yakni
penyelesaian suatu masalah. Dengan demikian Descartes menyakini bahwa setiap
hal yang tergolong tidak benar maka hal itu adalah yang salah. Dengan kata lain, ia
tidak menyakini adanya titik tengah antara yang benar dan yang salah. Hal ini
menegasi pandangan yang bersifat relatifis ataupun skeptis.
15
“Je Pense Donc Je Suis”11 merupakan slogan yang menjadi fondasi metode
keragu-raguan Descartes. Berawal dari pemikiran ini Descartes memulai sebuah
bangunan filosofis yang cukup berpengaruh. Metode ini mempengaruhi pandangan
Descartes sampai ahkirnya memunculkan teori mengenai ide-ide bawaan,
substansi, dan manusia. Pandangan mengenai ide-ide bawaan, yaitu adanya ketiga
ide ini sejak manusia dilahirkan, yaitu pemikiran, Allah sebagai wujud yang sama
sekali sempurna, dan keluasan. Kemudian Descartes menyimpulkan adanya dua
substansi selain Allah, yaitu jiwa yang hakekatnya adalah perluasan dan materi
yang hakekatnya adalah perluasan. Manusia merupakan perluasan dari teori dua
subtansi itu. Descartes menyebutkan bahwa jiwa merupakan bagian dari pemikiran
dan tubuh adalah bagian dari keluasan, pandangan ini kelak disebut dualisme
Descartes12.
Dualisme Descartes mengandaikan pikiran dan materi itu terpisah dan
memiliki realitas masing-masing. Pikiran sering disebut “res cogitan” dan materi
disebut “res extensa”. Res cogitan berarti pengamat yang sedang mengamati
eksistensi diluar subjek “res extensa”. Descartes menyebutkan bahwa mind adalah:
“ The power of knowing, according to its various function, is sometimes
called pure understanding, sometimes imagination, sometimes memory, sometimes
sensation; but, properly speaking, it is called mind when it forms new ideas in the
Kata ini terungkap dalam bukunya yang berjudul “Discource on Method” tahun 1637. Dalam
terjemahan bahasa Inggris kalimat ini dikenal dengan “I Think Therefore I am”. Dalam bahasa
Latin dikenal dengan “Cogito Ergo Sum” dalam bahasa indonesia istilah yang sering didengar
adalah saya berpikir maka saya ada. Kata “cogito” muncul dari para pembacanya -salah satunya
Marine Marsenne- yang mengkaitkannya dengan pemikiran Agustinus.
12
Bdk. Kees, Bertens. 1975. ”Ringkasan Sejarah Filsafat”. Yogyakarta. Kanisius., 45-47
11
16
imagination (phantasia), or when it applies itself to those which are already traced
there.”13
Sedangkan “Res extensa” adalah realitas luar yang sedang diamati “obyek” atau
descartes menyebutnya sebagai tubuh. Tubuh menurut Descartes adalah
“The substance which is immediately the subject of extension and of
the accidents which presuppose extension, like shape, position, local
movements, etc.”
14
Pemikiran Descartes secara umum pengengaruhi para filsuf Jerman yang
sering dikenal idealisme. Salah satunya juga mempengaruhi Edmud Husserl tentang
Filsafat melalui Fenomenologi. Husserl ---dengan bantuan metode keragu-raguan
kartesian--- dapat mencari suatu pendasaran yang absolut dalam membangun suatu
kerangka berpikir ilmiah yang otonom. Dengan demikian Filasafat harus
memurnikan “dirinya” dari asumsi-asumsi lama15. Dualisme Kartesian juga
membuat Husserl memiliki pandangan untuk membatasi wilayah subjektifitas
transendental dengan “psyche” (objek studi psikologi) dengan cara reduksi
transendental16.
Pemkiran
kartesian
juga
mempengaruhi
Simmel
dalam
metode
berfilsafatnya. Karena, Simmel sering menggunakan terminologi dualisme
kartesian dalam pemikirannya tentang subjek dan objek. Selain itu, dualisme juga
Lih. Riyanto, Armada, April 2008. “The Union of Mind and Body in The Cartesian Dualism”.
Jurnal Melintas. Vol 24. No.1., 42.
14
Bdk. Riyanto, Armada. ibid., 42
15
Bdk. Russel, Matheson. 2006.”Husserl :A Guide for The Perplexed”. London. Continuum., 53.
16
Bdk. Russel, Matheson. ibid., 55.
13
17
ada dalam pemikiran Simmel mengenai budaya, masyarakat, dan kepribadian17.
Contohnya dalam aspek sosiologis ditemukan dualisme antara yang publik dan
yang privat. Kesesuaian (aspek kelompok) dan individualisasi, antagonisme dan
solidaritas, kepatuhan dan pemberontakan, kebebasan dan kendala. Tetapi, simmel
menolak anggapan kartesian mengenai kerangka berpikir metodis, yakni bahwa
individu dapat ditemukan hanya melalui struktur kesadaran manusia. Melainkan,
dapat ditemukan pula melalui relasi sosial, penilaian mendalam, bahkan realitas
metafisik.18
2.2.2 Immanuel Kant dan Filsafat Transendental
Immanuel kant (1723-1804) adalah filsuf yang sangat berpengaruh dalam
sejarah filsafat barat terutama dalam Mazhab filsafat idealisme Jerman ---dimana
Georg Simmel termasuk di dalamnya---. Ia memberikan konstribusi dalam bidang
Epistemologi, Metafisika, Estetika, dan Etika. Kant mendamaikan perdebatan
panjang antara kaum empirisme (Locke, Berkeley, dan Hume). Dan kaum
rasionalisme (Descartes, Spinoza, dan Leibniz).
Kant memberikan insight yang mendamaikan kedua pandangan ini, yaitu
pengetahuan merupakan kerja sama antara dua unsur. Kedua unsur tersebut adalah
pengalaman inderawi (Empirisme) dan keaktifan akal budi (Rasionalisme). Kant
memberikan terminologinya untuk menyebut pengalaman pribadi yaitu a-
17
18
Bdk. Firsby, David. 2002. “Georg Simmel”. Routladge. London., 104
Bdk. Lehtonen, T.-K. & O. Pyyhtinen. “On Simmel’s Conception Of Philosophy. Continental
Philosophy Review”, Vol. 41(3) 2008., 309
18
posteriori (yang datang kemudian). Sedangkan terminologi Kant bagi keaktifan
akal budi adalah a-priori (yang datang lebih dulu)19
Pokok pemikiran kant yang mempengahuri Simmel salah satunya adalah
idealisme transendental. Kata “transendental” dibedakan oleh kant dengan kata
“transenden”,20 berdasarkan cangkupan wilayah yang menjadi objek kajiannya.
Kata trancendental ini pertama kali dipublikasikan oleh Kant. Kata ini dimunculkan
dalam pengantar “Critique Pure Reason”, yang nantinya akan dibahas lebih dalam
dengan menggabungkan antara pengetahuan dan Filsafat21.
Kant ingin memperdalam pemaknaan “a-priori” dalam konteks filsafat
transendentalnya. Pokok permasalahan yang ingin ia selesaikan adalah bagaimana
pengetahuan ---dalam hal ini a-priori--- dapat menjadi suatu penilaian atas objek?
Kant menyemakan pandangan metafisik dengan konsep filsafat transendentalnya,
dengan argumen bahwa secara fundamental konsep apriori dianggap juga sebagai
konsep metafisis, yakni, substansi, aksiden, dan sebab-akibat22. Pengetahuan
apriori memungkinkan subyek untuk mengetahui objek secara umum. Maka dari
itu kant secara khusus membuat metafisika menjadi suatu bidang studi yang serius.
Pandangan kant mengenai Estetika transendental juga mempegaruhi
pemikiran Simmel terkait dengan objek, subjek dan penilaian ‘nilai’. Bagi kant,
Bdk. Hamersma, Harry. 1990. “Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern”. Jakarta. Gramedia., 27.
Lih. Dalam “From Kant to Davidson ‘Philosophy and the idea of the trancendental” , Jelf Malpas
menuliskan bahwa kant dalam proglomenanya mengatakan “ The Word trancendental … does not
signify something passing beyond all experience but something that indeed precedes it a-priori,
but that is intended that is simplify to make knowladge of experience possible. Rather than the
word “trancendent” means that, these conception overstep experience”.
21
Bdk. Dengan tulisan Camilla Serck-Hanssen dalam“From Kant To Davidson ‘Philosophy and The
Idea of The Trancendental”., 8.
22
Bdk. Camilla Serck-Hanssen. Ibid., 9
19
20
19
intuisi merupakan sarana bagi pengetahuan untuk berhubungan dengan suatu
objek23. Dengan demikian objek dapat diartikan sebagai sebuah penemuan oleh
intuisi dalam tataran konseptual. Kant juga memperkenalkan pandangannya
mengenai teori revolusi Kopernikus, bahwa objek memberikan dirinya kepada
subjek, atau pemebrian obyek kepada subjek24. Estetika transendental kant hanya
dapat dimungkinkan bila objek memberikan dirinya pada subyek yang ditangkap
oleh intuisi. Simmel menyebutkan bahwa objektifikasi adalah proses perubahan
nilai guna menjadi nilai estetis.
25
Simmel menggunakan penilaian estetis guna
menunjukan suatu penilaian objektif secara umum dan signifikan.
Dengan demikian pandangan Kant mempengaruhi Simmel dalam
menciptakan fondasi pemikiran mengenai subjek, objek, dan penilaian nilai.
Pengatahuan a-priori dapat membantu subjek untuk mengetahui objek secara
umum. Tetapi tetap saja bahwa Simmel menolak anggapan kant mengenai subjek
transendentalnya. Alasannya, Simmel ingin memperlihatkan aspek interaksi dalam
teorinya mengenai bagaimana masyarakat terbentuk? Selain itu, pengetahuan apriori Kant tidak diterima begitu saja. Ia mengkritik pandangan a-priori Kant,
bahwa pengetahuan tentang dunia material didasarkan pada pengetahuan subjek
manusia mengetahui. Melainkan, bukan berpusat pada diri melainkan juga “yang
lain”. Simmel menyebutkan ada tiga bentuk a-priori dalam aspek sosial, yakni,
peran, individualitas, dan struktur26.
Bdk. Hughes, Fiona. 2007. “Kant’s Aesthetic Epistemology ‘Form and World’. Edinburgh.
Edinburgh University Press., 100.
24
Bdk. Hamersma, Harry. 1990. op.cit., 29.
25
Bdk. Simmel, Georg. 2004 (third-ed). “The Philosophy of Money”. London. Routledge., 72.
26
Bdk. Firsby, David. 2002. “Georg Simmel”. op.cit., 108-109.
23
20
2.2.3 Edmund Husserl dan Fenomenologi
Simmel Membangun metode berfilsafatnya berdasarkan inspirasi dari
Edmund Husserl (1859-1938), Bapa Fenomenologi. Simmel dan Husserl menjalani
masa pendidikan di Universitas yang sama yaitu Universitas Berlin. Husserl mulai
menggunakan istilah “Fenomeologi” pada tahun 1901. Fenomenologi merupakan
metode yang berusaha untuk melukiskan apa yang tampak secara langgsung bagi
kesadaran. Dengan demikian Fenomenologi ingin menyadari realitas sebagaimana
adanya (Per se; An sich; Thing it self). Husserl menyebutkan istilah Lebenswelt,
yaitu dunia sebagaimana ku-hayati; dunia sehari-hari. Maka dari itu slogan terkenal
dari penganut Fenomenologi yaitu Zu Den Sachen Selbst (terarah kepada benda itu
sendiri). 27
Husserl memperkenalkan metode reduksi fenomenologis atau dalam
terminologinya disebut ”Epoché “Metode ini mendukung slogan para fenomenolog
terutama husserlian. Metode Epoché mengandaikan bahwa setiap penafsiran atas
realitas ini dimasukkan di antara tanda kurung dengan tujuan memunculkan dunia
yang apa adanya. Dengan memasukkannya dalam tanda kurung tidak berarti bahwa
makna dari realitas tereduksi. Melainkan, guna mendapatkan essensi dari realitas
secara natural. Pokok pemikiran Fenomenologi bertumpu pada kesadaran subyek
yang mampu menangkap realitas dunia, dengan kata lain kemampuan untuk
memangdang keluar ---dari subjek---. Husserl menyebutnya dengan terminologi
27
Bdk. Budi Hardiman, Francisco. 2007. “Filsafat Fragmentaris ’Deskripsi, Konstruksi, dan
Dekonstruksi’. Yogyakarta. Kanisius., 39-40.
21
intuisi (Anschauung). Dalam aktivitas kesadaran ini selalu ada polarisasi antara
kutub subyek yang mengetahui (noesis) dan kutub obyek yang diketahui (noema).
Simmel memakai metode Fenomenologi Husserl (intentionality, reduction,
and constitution) untuk membangun kerangka berpikirnya, pertama-tama memang
digunakan dalam bidang Sosiologi baru kemudian dalam bidang Filsafat. Simmel
dan Husserl mengungkapkan beberapa prinsip dalam metode Fenomenologi.
Pertama, keduanya mengawali investigasi mereka dengan melihat dan
mendeskripsikan realitas dunia. Kedua, keduanya memiliki tujuan yang sama untuk
mengeksplorasi esensi-esensi “Wesen” atau bentuk (forms). Ketiga, keduanya
perlu untuk mengambil jarak untuk berefleksi28. Maka dari itu Simmel mengawali
karya
tulisnya
dengan
memilih
pengalaman
manusia,
kemudian
mendeskripsikannya, menganalisis kemudian membuat sebuah simpulan.
Pemikiran Lebenswelt (dunia-kehidupan) ala Husserl mempengaruhi
pemikiran sosial Simmel. Pengaruhnya, bahwa situasi sosial tidak dapat dilihat
secara umum dan berlaku sama bagi kasus yang lainnya. Pandangan Husserl
mengenai lebenswelt menyadarkan Simmel untuk melihat realitas sosial sebagai
suatu interaksi antara individu satu dengan individu lainnya. Tetapi Simmel tidak
memaksakan bahwa interaksi merupakan satu-satunya jalan yang paling benar
untuk melihat realitas sosial29. Alasannya interaksi dalam bahasa Jerman disebut
dengan “Wechselwirkung” yang artinya resiprositas relasional. Dengan demikian
Bdk. Owsley, Richard. 1994.”Simmel, Modernism, and Phenomenology”. New Mexico-Texas.
Vol.16., 50-51
29
Bdk. Dengan Helle, Horst. J.2013. “Massages From Georg Simmel”. Leiden. Koninklijke Brill
NV., 71
28
22
realitas sosial hendaknya dipandang apa adanya. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara Epoché.
Perbedaan antara Simmel dan Husserl sangatlah menyolok. Diawali dari
latar belakang pendidikan mereka. Fondasi Filsafat Husserl adalah Matematika dan
Logika. Sedangkan Simmel, berangkat dari latar belakang sejarah dan Psikologi.
Husserl berusaha membuat suatu pendasaran yang ketat, non-empiris, ilmiah untuk
Filsafat30. Sedangkan Simmel secara konsisten melihat perbedaan antara Filsafat
dan ilmu pengetahuan lainnya. Simmel dan Husserl memiliki tujuan yang sama
untuk mencari “Wesen Essences and forms” namun bukan untuk mendapatkan
pengetahuan yang murni (pure consciousness).31 Simmel lebih tertarik pada kondisi
dan bentuk dalam relasi kulturalnya dengan dunia dan objeknya. Alasannya,
Simmel berpendapat bahwa “Wesen Essences and Forms” bukan hanya didapatkan
melalui pengetahuan yang murni, melainkan, juga bisa didapatkan melalui relasi
sosial, penilaian yang mendalam, dan realitas metafisis.32
2.3 Pemikiran Filosofis Georg Simmel
Simmel mendefinisikan filsafat melalui tiga aspek berikut ini, pertama,
Kegiatan filosofis membawa implikasi pada usaha untuk berpikir tanpa adanya
prasyarat. Kedua, Simmel menekankan bahwa hanya filsafatlah ---dibandingkan
ilmu pengetahuan lainnya--- yang berorientasi pada usaha untuk membangun suatu
sudut pandang yang menyeluruh terhadap dunia. Ketiga, Simmel mengklaim bahwa
Filsafat-lah yang telah berjasa menciptakan bidang yang sangat esensial mengenai
30
Bdk. Owsley, Richard.1994. op.cit., 50-51
Bdk. Lehtonen, T.-K. & O. Pyyhtinen. op.cit., 309
32
Bdk. Lehtonen, T.-K. & O. Pyyhtinen. ibid.
31
23
“way of being” dalam percaturan dunia, yaitu keterkaitan antara hal yang bersifat
subjektif dan yang objektif.
Menurut Simmel, hanya Filsafat-lah yang menganggap konsep “berpikir
tanpa prasyarat” sebagai tujuannya. Lain halnya dengan ilmu pengetahuan ---selain
filsafat--- yang menurut Simmel terikat dengan suatu kondisi tertentu dalam artian
mereka terperangkap dalam bidangnya masing-masing33. Berbeda dengan Filsafat,
yakni merupakan titik terahkir dari pengetahuan karena berusaha untuk melampaui
semua bidang obyek studi dari ilmu lainnya. Ide Filsafat Simmel yang dipengaruhi
juga oleh Fenomenologi Husserlian, yang bercirikan kembali pada benda itu
sendiri. Akan tetapi tujuan yang ingin dicapai Simmel berbeda dengan
Fenomenologi Huserlian, yaitu bukan kesadaran murni. Melainkan, relasi antara
“kondisi dan bentuk” dalam keterkaitannya dengan budaya manusia. Menurut
Simmel dengan malampaui prasyarat tersebut kemudian mewujudkannya secara
tipical dalam dirinya sendiri sebagai sebuah cara untuk mempelajarinya. 34 Inilah
yang akan dijelaskan Simmel dalam bukunya yang berjudul “The Philosophy of
Money” ---yang menjadi sumber utama dalam paper ini---.
Filsafat menurut Simmel, tidak tereduksi menjadi suatu obyek studi yang
hanya membahas satu tema saja. Melainkan keseluruhan dunia ini dapat menjadi
obyek studi Filsafat. Filsafat memiliki otonomi dalam proses berpikirnya. Dengan
demikian tugas Filsafat adalah untuk mendefinisikan lagi dan lagi realitas yang ada
dalam kerangka berfikir filosofis. Ia membandingkan lagi perbedaan Filsafat dan
33
Lehtonen dan Pyyhtinen memberikan contoh bahwa sosiologi, ilmu sejarah, antropologi,
psikologi, dan ilmu lainnya bekerja dalam ruang lingkup yang sesuai dengan bidangnya dan
sangat dimungkinkan ilmu-ilmu itu juga mengekspolasi prasyarat dalam bidangnya masingmasing. Dalam Lehtonen, T.-K. & O. Pyyhtinen., ibid.
34
Bdk. Lehtonen, T.-K. & O. Pyyhtinen. op.cit., 308-310.
24
ilmu pengetahuan lainnya, ilmu-ilmu empiris berorientasi untuk menemukan dan
mengetahui secara pasti, konten-konten partikular dalam dunia ini. Sayangnya
konten-konten yang terbentuk tidak pernah didapatkan secara menyeluruh. Lain
halnya dengan Filsafat, Simmel berpendapat bahwa Filsafat adalah tambahan ;
suplement, yang menyimbangkan konsep-konsep abstrak dan pemahaman ilmiahnya, dalam memandang realitas; sebuah “worldview”; Weltanschauung.
Simmel memadang dunia, sebagai suatu realitas yang tersusun atas
fragmen-fragmen, dan Filsafatlah yang berusaha mengatur fragmen-fragmen
tersebut dalam suatu kesatuan. Filsafat itu juga adalah budaya atau dunia itu sendiri,
secara keseluruhan. Fragmen-fragmen tersebut dibentuk sesuai dengan prinsipprinsip yang spesifik dan itu semua dikombinasikan ; artikulasikan oleh para filsuf
dengan aturan ; alirannya masing-masing. Dengan demikian Simmel menganggap
filsuf adalah orang yang mencinptakan konsep35 dan juga melihat paradoksparadoks dalam dunia ini dan mengelaborasinya. Filsuf adalah orang yang terbuka
untuk menganalisis realitas secara spesifik bahkan “setiap menit dalam sehari”
dilihat secara detail tampa sebuah hasrat untuk menilai dalam suatu aturan
penilaian.
35
Bdk. Dengan “conpetual persona” Deluze dan Guatari dalam “What is Philosophy?”., 61-65.
25
BAB III
FILSAFAT UANG SIMMELIAN
3.1 Filsafat Nilai Ala Georg Simmel
3.1.1 Nilai dan Realitas
Simmel menyusun teorinya tentang nilai pertama-tama bukan melalui
pendekatan ekonomi. Ia memulainya dengan pendekatan filosofis yang berakar dari
filsafat Kantian atau neo-Kantian. Nilai dan realitas bagi Simmel memiliki
keterkaitan, ia berpendapat bahwa,
“ Reality and value as mutually independent categories through
which our conceptios become images of the world”36
Realitas dan Nilai sebagai dua hal yang berbeda dan otonom, melalui kesadaran
manusia keduanya menjadi gambaran dari dunia. Dengan kata lain, nilai dan relitas
merupakan dua hal yang berbeda. Sejalan dengan pemikiran Kant mengenai
realitas, nilai merupakan Noumena. Sedangkan realitas yang tampak adalah
Phenomenon.
Nilai tak terdefinisikan sama halnya dengan pengertian mengenai ada
(being) itu apa? Meskipun nilai dan realitas berbeda, dan otonom, keterkaitan antar
36
Lih. Dalam Simmel, Georg. 2004 (third-ed). “Philosophy of Money”. London. Routledge., 56.
26
keduanya terletak pada pengalaman hidup manusia37. Pengalaman hidup manusia
tersusun dari korelasi antara nilai dan realitas yang masing-masing memiliki
perannya yang khas.
Realitas bagi Simmel memiliki dua bagian, bagian subjek dan bagian objek.
Kedua hal ini sangat berkaitan, jika tidak ada subjek maka tidak ada kepenuhan
pengalaman real. Begitu pula sebaliknya, jika hanya ada subjek tanpa adanya objek
maka realitas tidak dapat ada. Alasannya, realitas terbentuk dari peleburan antara
subjek dan objek dalam suatu dinamika tertentu38. Dualisme Simmelian ini tampak
dari dikotomi antara subjek dan objek; bukan antara mind and body ala cartesian.
Pemikiran subjek-objek ini muncul dari kenyataan bahwa ada diri sebagai “aku”.
Konsekuensi logisnya ada entitas di luar diri sebagai “aku”. Entitas itu disebut
objek, dan diri sebagai “aku” akan menyelidiki eksistensi entitas di luar diri yaitu
sang objek.
Nilai sama halnya dengan realitas yang bagi Simmel merupakan hasil dari
relasi antara subjek dan objek. Nilai berasal dari penilaian subjek atas objek. Nilai
bukannya muncul dari kualitas objek. Simmel berkata demikian,
“Value is never a quality of the objects, but a judgment upon them
which remains inherent in the subject.”39
Nilai tidak akan pernah sebagai sebuah kualitas dari objek. Akan tetapi,
merupakan sebuah penilaian terhadap objek yang tetap melekat dalam diri subjek
Bdk. Dengan Helle, Horst. J.2013. “Massages From Georg Simmel”. Leiden. Koninklijke Brill
NV., 111.
38
Bdk. Dengan Simmel, Georg. op.cit., 57.
39
Bdk. Dengan Simmel, Georg. ibid., 60.
37
27
Dengan demikian subjek adalah pembuat makna dan nilai atas objek.40
Bagaimanapun juga nilai akan selalu mengarah pada subjek41. Subjektivitas
adalah fitur khas dari nilai. Sebagai contoh, uang dapat menjadi nilai kekayaan
bagi pengusaha. Tetapi uang bukan nilai kekayaan bagi siapa saja yang
mengucapkan kaul42 kemiskinan.
Apakah ada penilaian yang bersifat objektif? Simmel menjelaskan bahwa
kesadaran manusia sebagai subjek merupakan sebuah objektivikasi. Secara
fundamental, sistem kerja akal budi manusia adalah mengobservasi, mengetahui,
dan menilai diri mereka sendiri seperti halnya manusia menilai suatu objek43.
Dengan demikian kesadaran manusia-lah yang telah menciptakan realitas objektif.
Selain itu objektivitas mau tidak mau muncul dari pengalaman subjektivitas44.
Objektivitas nilai ada karena relasi antar subjek-objek ; Subjek yang menilai dan
relasinya dengan subjek lainnya yang memiliki nilai yang sama ; objektivitas nilai
berasal dari intersubjective values.
3.1.2 Nilai dan Ekonomi
Simmel menerapkan pemikiran filosofisnya dalam bidang Ekonomi
terutama teorinya mengenai uang. Dengan demikian Simmel memandang
pertukaran ---yang menggunakan uang--- sebagai sebuah aktivitas ekonomi yang
bukan sekadar membeli dan membayar ---mendapat dan kehilangan---
Bdk. Dengan Sassatelli, Roberta. “From Value To Consumption. A Social Theoretical
Perspective on Simmel’s Philosophie Des Geldes”. Acta Sociologica (vol 43). 2000., 209 .
41
Bdk. Dengan Simmel, Georg. op.cit., 60.
42
Kaul seperti halnya sebuah nazar yang diucapkan atau diikrarkan oleh para biarawan atau
biarawati sebagai cara hidup seturut nasihan Injil (Kemiskinan, Ketaatan, dan kemurnian).
43
Bdk. Dengan Simmel, Georg. op.cit., 61.
44
Bdk. Dengan Helle, Horst. J. op.cit., 112.
40
28
menguntungkan dan merugikan. Aktivitas Ekonomi, sebuah relasi antara subjek
dan objek, dalam hal ini manusia sebagai subjek dan ekonomi, tepatnya uang,
sebagai objek. Relasi keduanya menciptakan suatu nilai akan uang.
Substansi nilai uang adalah keinginan (desire). Keinginan mendorong
subjek untuk memperoleh suatu objek sebagai sebuah pemenuhan kepuasan diri45.
Keinginan itu dihayati seperti sebuah dorongan yang muncul dari dalam individu.
Bagaimana manusia dapat memiliki keinginan? Simmel mengatakan bahwa,
“ we desire objects only if they are not immediately given to us for
use and enjoyment; that is, to the extent that they resist our desire. The
content of our desire becomes an object as soon as it is opposed to us,
not only in the sense of being impervious to us, but also in terms of its
distance as something not-yet-enjoyed, the subjective aspect of this
condition being desire.”46
Dengan kata lain manusia tidak mungkin memiliki keinginan akan objek
jika mereka sudah memiliki objek tersebut. Keinginan muncul dari ketiadaan objek
sejauh itu diperlukan entah untuk digunakan atau sekadar pemuasan diri.
Kenikmatan dicapai manusia ketika oposisi antara subjek dan objek hilang dan
menciptakan suatu nilai. Maka dari itu Simmel mempertegas argumennya dengan
berkata,
“…basic fact that values does not originate from the unbroken
unity or the moment of enjoyment, but from the separation between the
Bdk. Dengan Kamolnick, Paul. “Simmel’s Legacy for Contemporary Value Theory: A Critical
Assessment”. Sociological Theory (vol 19:1). 2001., 69.
46
Bdk. Dengan Simmel, Georg. op.cit., 63
45
29
subject ant the content of enjoyment as an object that stands opposed to
the subject as something desired and only to be attained by conquest of
distance, obstacles, and difficulties.”47
Fakta dasariah dari nilai yakni bahwa nilai tidak berasal dari satu kesatuan
kenikmatan sesaat. Melainkan, dari pemisahan antara subjek dan isi dari
kenikmatan itu yang dapat dikatakan sebagai sebuah obyek yang menjadi oposisi
dari subjek sebagai sesuatu yang diinginkan dan hanya dapat dicapai dengan
penaklukan jarak, rintangan, dan kesulitan. Kemudian,
“objects are not difficult to acquire because they are valuable,
but we call those objects valuable that resist our desire to possess
them.”48
Objek tidak sulit untuk didapatkan karena mereka bernilai, tetapi tidak
semua objek dapat disebut sebagai objek yang bernilai. Kategorinya adalah objek
tersebut sulit untuk dimiliki. Sebagai contoh, Subjek A menginginkan objek B
karena dua alasan. Perama, karena Subjek A belum memiliki B. Kedua, karena
benda B bernilai bagi Subjek A. Indikator kebernilaian suatu hal atau benda dinilai
melalui tingkat kesulitannya. Dengan demikian, mengapa subyek memiliki
keinginan untuk memiliki objek? Karena objek bernilai bagi subjek. Objek tersebut
menjadi bernilai karena benda itu berjarak dengan subjek.
Objek yang bernilai merupakan basis bagi segala aktivitas ekonomi.
Adanya jarak antara objek yang bernilai dan subjek memunculkan keinginan untuk
47
48
Bdk. Dengan Simmel, Georg. ibid., 63-64.
Bdk. Dengan Simmel, Georg. ibid., 64
30
memiliki. Subjek yang menginginkan mengaktualisasi hasratnya dengan
mengajukan permintaan. Dengan kata lain permintaan (demand) merupakan
jembatan penghubung antara objek yang bernilai dengan subjek. Ketika jarak ini
terhubung maka aktivitas ekonomi terjadi. Dengan demikian aktivitas ekonomi
tersusun dari jarak-jarak. Jarak subjek dan objek yang bernilai dan proses untuk
mengatasi jarak-jarak tersebut.
3. 2 Pertukaran
Bagaimana cara untuk mengatasi jarak-jarak antara subjek dan objek yang
bernilai dalam suatu aktivitas ekonomi? Jawabannya adalah dengan melakukan
pertukaran. Permintaan subjek menghasilkan suatu bentuk “pertukaran”. Seperti
halnya pendapat Simmel yakni bahwa,
“the individual buys because he values and wants to consume an
object, his demand is expressed effectively only by an object in
exchange” 49
Individu membeli sesuatu karena ia menilai dan menginginkan untuk memiliki
sebuah objek, permintaannya itu diekspresikan hanya oleh sebuah objek yang
mengalami pertukaran. Individu yang membeli mengisyaratkan suatu bentuk
interaksi antara pembeli dan penjual dalam kegiatan ekonomi. Tidak pernah
mungkin, dalam bidang ekonomi, tidak terdapat dua sisi ini. Dengan demikian
pertukaran secara langsung menjadi bagian dari interaksi antar individu. Simmel
melihat bahwa pertukaran bukanlah sesuatu yang asing bagi manusia, karenanya
49
Bdk. Dengan Simmel, Georg. ibid., 76
31
setiap hidup mereka dapat dipahami sebagai suatu kumpulan dari pertukaranpertukaran50.
Simmel berpendapat bahwa pertukaran dalam keterkaitannya dengan hidup
manusia bukan sekadar bentuk dari memperoleh dan kehilangan. Sebagai contoh,
pengetahuan, seorang dosen yang membagikan pengetahuannya melalui
pendidikan adalah suatu bentuk pertukaran yang tidak berorientasi pada
memperoleh dan kehilangan. Karenanya pengatahuan sang dosen tidak hilang
meskipun dibagikan kepada para mahasiswanya. Maka dari itu, dapat dikatakan
bahwa relasi antar individu merupakan sebuah pertukaran. Pertukaran merupakan
bentuk yang rumit dan murni dari interaksi yang memungkinkan hidup manusia
dapat mengetahui tentang materi dan isi.51
Sedangkan dalam bidang Ekonomi, pertukaran tidak mengandaikan adanya
untung maupun rugi, melainkan pertukaran nilai yang berorientasi pada taking and
giving. Proses ini mensyaratkan adanya relasi antara objek satu dengan objek
lainnya. Melalui proses ini nilai suatu objek dapat diketahui. Dengan demikian,
pertukaran dapat menjadi sumber dari nilai ekonomi karena pertukaran merupakan
representasi dari jarak antara subyek dan objek yang mentransformasi perasaan
subjektif ke dalam penilaian yang bersifat objektif.52
Pertanyaan yang muncul yakni, apakah pertukaran itu benar-benar bersifat
subjektif (dengan mengandaikan bahwa pertukaran adalah perkara relasi subjek dan
50
Simmel menjelaskan bahwa setiap bentuk interaksi dapat dianggap sebagai pertukaran. Contohnya
dalam percakapan, permainan, pemberian rasa kasih-sayang, bahkan ketika melirik seseorang.
Dalam buku “The Philosophy of Money”., 79
51
Bdk. Dengan Helle, Horst. J. op.cit., 116
52
Bdk. Dengan Simmel, Georg. op.cit., 86
32
objek)? Simmel justru berpendapat bahwa nilai dari sebuah objek menjadi sebuah
nilai yang bersifat objektif dengan pertukaran dengan objek lainnya53. Dengan
demikian, pertukaran bukan bersifat individual yakni hanya berarti bagi saya.
Tetapi pertukaran dapat juga berarti bagi orang lain (unsur objektivitas).
Persamaannya adalah bahwa objektivitas itu sama dengan validitas bagi
subyek secara umum, hal ini sangat jelas dalam proses justifikasi nilai ekonomi.
Meskipun pertukaran mungkin dilakukan secara personal dengan kata lain
subjektivitas nilai, akan tetapi fakta menunjukan bahwa pertukaran ini setara
(equal) dengan yang lainnya, inilah faktor yang menjadikan pertukaran dapat
bersifat objektif. Maka dari itu pertukaran mengisyaratkan suatu ukuran
objektivitas dari penilaian yang bersifat subjektif, yang keduanya muncul dari
fenomena tindakan yang sama.
Maka dari itu, nilai merupakan konsekuensi logis dari adanya jarak antara
subjek dan objek. Keinginan (desire) yang teraktualisasi melalui konsep
permintaan (demand) adalah jawaban untuk mengatasi jarak tersebut. Kemudian,
dalam pertukaran nilai-nilai ekonomi tersebut tercipta. Alasannya pertukaran
tersebut telah menghilangkan jarak antara subjek dan objek.
3. 3 Teori Kegunaan, Kelangkaan, dan Harga.
Teori kegunaan dan kelangkaan bagi simmel merupakan bagian dari nilai.
Simmel berargumen bahwa syarat pertama yang dapat membuat objek ekonomi ada
(exist) adalah utilitas, berdasarkan pada pembagian dari subjek ekonomi.54 Selain
53
54
Bdk. Dengan Simmel, Georg. ibid., 79
Bdk. Dengan Simmel, Georg. ibid., 88
33
itu kelangkaan merupakan faktor kedua yang membuat objek ekonomi ada, karena
kelangkaan hanya menunjukan adanya relasi kuantitatif akan suatu objek. Dengan
demikian teori kegunaan terkait erat dengan permintaan (demand), sedangkan
kelangkaan berkaitan dengan penawaran (supply).
Kegunaan (utility) terlihat sebagai bagian tetap dari nilai-nilai ekonomi,
dengan mengetahui tingkatan-tingkatannya (nilai kualitatifnya), objek-objek dapat
masuk ke dalam suatu bentuk pertukaran ekonomi55. Berawal dari permintaan,
subjek menginginkan objek (desiring) jika dan hanya jika objek itu memiliki nilai
guna bagi subjek. Subjek yang menginginkan akan melihat kualitas objek (nilai)
kemudian, ia akan berusaha untuk menukarkannya (being exchangeable) dengan
objek lainnya, yang memiliki kualitas nilai yang setara. Dengan demikian Simmel
ingin bertahan pada konsep kegunaan, yang sungguh-sungguh berarti keinginan
akan suatu objek.
Sedangkan kelangkaan merupakan faktor relatif yang mengacu pada
kuantitas objek.56 Hal ini memperngaruhi nilai ekonomi dalam pertukaran
sekaligus mempertegas objektivitas nilai dan pertukaran. Berkaitan dengan nilai
ekonomi, semakin sedikit jumlah objek yang setara (equal), semakin tinggi nilai
ekonomi benda tersebut, dengan syarat benda tersebut berguna dan tak tergantikan
bagi banyak orang. Ketika benda itu sangat berguna bagi banyak orang secara
langgsung semakin tinggi permintaan akan benda tersebut. Maka dari itu kegunaan
dan kelangkaan tidak dapat dipungkiri lagi menjadi bagian dari teori Simmel
mengenai relasi antar nilai-permintaan-pertukaran.
55
56
Bdk. Dengan Simmel, Georg. ibid., 89-90
Bdk. Dengan Simmel, Georg. ibid.
34
Simmel berpendapat bahwa dalam tataran konseptual, harga (price)
muncul bersamaan dengan nilai objektif yang ekonomis ; tanpa harga, sangat sulit
untuk menggambarkan batas antara nilai objektif dan kesenangan subjektif akan
benda-benda.57 Dengan kata lain dalam bidang ekonomi, tanpa adanya harga maka
nilai juga tidak ada. Harga juga disusun dari tingkat kebutuhan subjek akan benda
tersebut serta keterkaitannya dengan objek lainnya58. Jika nilai dan harga itu
berbeda maka yang muncul adalah ketidakseimbangan dan pereduksian
objektivitas. Hal ini yang terjadi dalam perekonomian yang tidak adil, dalam
konteks pekerja, upah kecil merupakan bentuk ketidakseimbangan nilai dan harga.
Begitu pula benda A yang mahal tapi tidak sesuai dengan kualitasnya.
3. 4 Pemaknaan Uang Ala Simmelian
Simmel menyusun teori filosofisnya tentang uang secara sistematis.
Melalui pendekatan Epistemologi, Simmel menjelaskan bagaimana realitas dapat
dialami. Simmel memperoleh teori tentang nilai dari teorinya tentang realitas dan
kebenaran. Kemudian, dia memperluas teorinya tentang uang melalui teori
pertukaran (exhange). Muara dari semua teori itu adalah pemahaman mengenai
konsep uang.59
Pada bagian ini Simmel mengajukan proposalnya mengenai pemaknaan
uang melalui ketiga argumennya. Pertama, keterkaitan antara uang dan pertukaran.
Kedua, pemaknaan uang sebagai sebuah simbol. Ketiga, argumen-argumen
57
Bdk. Dengan Simmel, Georg. Ibid., 91
Simmel menjelaskan bahwa jika harga benda A ditentukan oleh satu atau dua tanda maka begitu
juga dengan benda B, C, dan D. sejauh benda A tetap terkait dengan “economic cosmos”, segala
hal yang dapat berpengaruh dan merubah benda A berlaku pula terhadap benda B, C, ataupun D.
hal ini nampak dalam proses barter.
59
Bdk. Dengan Helle, Horst. J. op.cit., 118
58
35
sebelumnya selalu dipengaruhi oleh perkembangan kebudayaan (Cultural trends)
sekaligus aspek sosial di dalamnya.
Argumen pertama, Simmel berpendapat bahwa pemahaman tentang uang
tidak berhenti pada pertukaran benda dengan membayarnya. Melainkan, uang dapat
dimaknai sebagai sebuah proses transfer nilai melalui pertukaran. Alasannya uang
tidak bisa berdiri pada dirinya sendiri. Uang mengungkapkan identitasnya melalui
relasi antar manusia sebagai subjek. Dengan kata lain, nilai uang didapatkan
melalui pertukaran, jika tidak ada pertukaran, uang tidak akan bernilai.
Argumen kedua, Simmel berpendapat bahwa uang dapat didefinisikan
sebagai nilai yang abstrak ; sebuah substansi. Sebagai sebuah substansi, (nilai) uang
mencari bentuknya melalui (bentuk fisik) uang.60 Dengan kata lain, uang adalah
representasi atau bahkan simbol dari nilai ekonomi yang abstrak. Simbol yang
muncul dari relasinya dengan objek lain dan kemudian menciptakan nilai.
Argumen ketiga, pemaknaan akan uang tidak akan pernah hilang,
melainkan akan terus ada dan berkembang mengikuti perkembangan jaman.
Alasannya yakni bahwa uang memiliki substansi dalam kehidupan sosial-ekonomi
manusia. Sebagai sebuah substansi uang merealisasikan dirinya dalam objek
ekonomi yang tidak akan pernah hilang dalam peradapan manusia61. Dengan
demikian konsep uang tidak akan pernah hilang, justru yang ada adalah
pemaknaannya yang semakin berkembang dan linear dengan perkembangan
jamannya.
60
61
Bdk. Dengan Simmel, Georg. op.cit., 118
Simmel menjelaskannya pemaknaan uang yang tidak akan pernah hilang dari peradapan manusia
dengan istilah dalam bahasa skolastik yakni “universale ante rem, atau in re, atau post rem”
36
Pemaknaan tentang uang tidak akan pernah terpisah dari perkembangan
budaya. Simmel berargumen, bahwa sampai saat ini, bentuk dari uang disusun oleh
kondisi dan kebutuhan masyarakat. Syaratnya adalah uang dimaknai sebagai
sebuah substansi yang tampak dalam bentuk fisik uang. Akibatnya proses
pemaknaan uang tidak akan pernah selesai. Maka dari itu, perkembangan jaman
dan budaya sangat mempengaruhi pemaknaan manusia akan uang. Alasannya, nilai
merupakan fenomena budaya yang universal62.
Selain itu, uang merupakan paradigma suatu kebudayaan dan aspek sosial
masyarakat. Prinsip-prinsip sosial dalam budaya secara tidak langsung telah
menjadikan orang-orang sebagai kreator nilai atas suatu objek, dalam kasus ini
penilaian tersebut termanifestasikan dalam bentuk uang. Dengan kata lain, di dalam
uang, dunia nilai dan dunia nyata bertemu.
Beberapa orang beranggapan bahwa uang merupakan sarana untuk
mencapai kekuasaan. Anggapan ini merupakan implikasi dari pemaknaan uang
yang dapat menghilangkan jarak antara subjek dan objek. Dengan uang, manusia
dapat memiliki setiap objek yang dia inginkan. Jika kekuasaan adalah objek
(mengikuti alur pemikiran Simmelian), maka manusia sebagai subjek akan
menghilangkan jarak antara kekuasaan dengan dirinya melalui uang. Alasanya jelas
karena manusia menganggap kekuasaan sebagai sesuatu yang bernilai. Dengan
demikian, uang merupakan hasil interaksi antara manusia sebagai subjek dan
kekuasaan sebagai objek. Dengan uang, manusia memiliki kekuasaan.
62
Bdk. Dengan Helle, Horst. J. op.cit., 120.
37
Pertanyaannya apakah dengan anggapan ini Simmel mengafirmasi bahwa
uang adalah sarana yang hanya diperuntukkan demi memiliki kekuasaan?
Jawabannya tidak, alasannya kekuasaan bukan satu-satunya objek yang diinginkan
oleh manusia. Uang bukanlah sarana yang digunakan hanya untuk mencapai
kekuasaan.
Simmel menegaskan bahwa uang adalah simbol interaksi antara subjek dan
objek yang bernilai. Selain itu, aspek sosialnya, uang adalah simbol interaksi antar
subjek. Jadi yang diinginkan Simmel dengan adanya uang adalah kebermaknaan
hidup pribadi dan aspek komununalnya. Alasannya agar manusia tidak
menganggap eksistensi uang adalah mencapai kekuasaan. Supaya manusia tidak
mengejar uang hanya demi kekuasaan. Uang adalah simbol dari substansi yang
abstrak dalam pertukaran. Pertukaran yang tidak mencari untung ataupun rugi ;
mendapat ataupun kehilangan.
Uang mentransformasi diri subjek sejauh subjek menilai sesuatu objek
berharga baginya. Orang melihat suatu objek. Berarti subjek mulai berinteraksi
dengan objek tersebut. Kemudian ia menciptakan nilai atas benda tersebut. Ia
membuat objek itu bernilai. Uang menjadi simbol dari nilai ekonomi yang abstrak.
Simbol yang mengatasi jarak antara subjek dan objek. Dengan demikian semakin
bernilai suatu objek bagi subjek semakin uang mentransformasi diri subjek dari
subjek diam menjadi subjek yang bergerak untuk mendapatkan objek tersebut
melalui pertukaran (dengan media uang).
38
BAB IV
RELEVANSI PEMIKIRAN GEORG SIMMEL MENGENAI UANG
5.1 Mata Uang International
5.1.1
Kekuatan US Dollar
Realitas dewasa ini memperlihatkan posisi US Dollar63 sebagai mata uang
international. Sebagai mata uang international, US Dollar, menjadi acuan bagi mata
uang negara-negara lainnya. Penguatan atau pelemahan nilai US Dollar sangat
berpengaruh bagi negara lainnya. Sebagai contoh depresiasi64 Rupiah terhadap US
Dollar65. Contoh tersebut memperlihatkan hegemoni66 US Dollar terhadap mata
uang negara lain, salah satunya terhadap mata uang Indonesia.
Mengapa US Dollar begitu penting? Apa yang membuat US Dollar menjadi
mata uang International? Pendekatan yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan
ini adalah pendekatan historis. Posisi US Dollar saat ini tidak mungkin ada tanpa
adanya fondasi yang tertanam pada masa lalu ---aspek historis--- yakni selama dan
sesudah masa perang dunia II.
63
64
65
66
Dollar ($) adalah mata uang yang digunakan oleh Amerika Serikat. Dengan demikian dollar yang
dimaksud pada tulisan ini adalah US Dollar
Depresiasi diartikan sebagai penurunan. Dalam konteks kalimat ini berarti pelemahan ; penurunan
nilai mata uang Rupiah terhadap US Dollar.
Lih. dalam Bab I mengenai depresiasi dan apresiasi mata uang Rupiah terhadap US Dollar., 3.
Hegemoni dapat diartikan sebagai pengaruh kepemimpinan, dominasi, dan kekuasaan. Dalam hal
ini Pengaruh atau dominasi US Dollar dalam sistem moneter terkait dengan mata uang lainnya.
39
Pada periode 1880-1914, Inggris Raya merupakan pemimpin di dunia baik
secara politik maupun ekonomi67. Buktinya, mata uang Paundsterling adalah mata
uang yang paling banyak dipakai di pasar internasional. Kemudian, pada periode
itu London menjadi pusat keuangan global. Alasan yang membuat Inggris menjadi
pusat adalah kebijakan perdaganan dan kekuatan dalam bidang industri. Kebijakan
Inggris adalah mengadopsi emas ke dalam sistem perdagangan internasional.
Kebijakan ini mengawali adanya periode “The Gold Standard”. Kebijakan ini
dapat diterima secara internasional karena mata uang nasional dan emas dapat
dikonversi satu sama lain pada tingkat tertentu. Selain itu adanya kredibilitas
terhadap penggunaan emas yang memunculkan kerja sama internasional.68
Berahkirnya Perang Dunia Pertama, berdampak pula pada berahkirnya
periode emas. Alasannya ketika perang berlangsung, negara-negara Eropa yang
berperang memperbesar pengeluaran guna menutup biaya perang. Akibatnya,
negara-negara tersebut mengalami defisit, termaksud Inggris. Amerika sebagai
penyuplai senjata bagi negara-negara Eropa untuk perang mendapatkan
keuntungan, karena Emas berpindah ke Amerika.
Pada tahun 1914 The Gold Standard ditinggalkan oleh Inggris.
Implikasinya, terjadi ketidakstabilan emas. Setelah perang, posisi Inggris sebagai
pemimpin dunia melemah sedangkan posisi Amerika semakin membaik. Setelah
perang mata uang US Dollar adalah satu-satunya mata uang yang dapat
dikonversikan ke emas. Mata uang Eropa pada saat itu mengalami ketidakstabilan.
Bdk. Dengan Köse, Tekin.“The Dominance of The Dollar And Its Sustainability in The
International Monetary System”. Sebuah Tesis dari Tekin Kose untuk mendapatkan gelar master
of sains di Middle East Technical University. 2008., 7.
68
Bdk. Dengan Cesarano, Filopo. 2006. monetary theory and bretton woods. New York. Cambrigde
University Press., 21.
67
40
Dengan kata lain faktor perang dapat mengubah kondisi politik dan ekonomi entah
secara nasional, regional, maupun internasional. Fakta bahwa Eropa mengalami
kekacauan akibat perang. Sedangkan daerah Amerika tidak terkena dampak
langsung dari perang. Dengan demikian, posisi Inggris yang perlahan-perlahan
digeser oleh Amerika menjadi logis.
Posisi Amerika sebagai pemimpin mengalami gangguan, penyebabnya
adalah adanya kelesuan Ekonomi (Great Depresion) pada tahun 1929. Krisis
tersebut disebabkan oleh perdagangan dunia yang lesu mengakibatkan rendahnya
pendapatan, tingginya tinggkat pengangguran. Ahkirnya, Emas tidak digunakan
lagi sebagai “The Gold Standard” oleh Inggris pada tahun 1931 dan Amerika pada
tahun 1933.
Setelah perang dunia pertama (1914-1915) muncul lagi perang dunia kedua
(1939-1945) dan dilanjutkan dengan perang dingin antara barat dan uni soviet, pada
periode ini tepatnya pada tahun 1944 diadakan pertemuan di Bretton Wood, New
Hamsphire, Amerika. Pertemuan ini diadakan dengan tujuan menciptakan suatu
sistem moneter. Latar belakangnya, muncul masalah selama masa perang yakni
Hyperinflation, Great Depresion, Strictly Fixed Exchange Rates, Protectionist
Policies.
Pertemuan ini merupakan inisiatif dari Amerika dan Inggris. Kedua negara
ini juga memiliki agenda masing-masing dalam pertemuan ini. Amerika memiliki
tujuan untuk menciptakan stabilitas mata uang. Sedangkan, Inggris memiliki tujuan
untuk menciptakan fleksibilitas kebijakan moneter. Bahkan secara tak-langsung
pertemuan ini menjadi ajang perdebatan antara dua ekonom terkemuka yakni J. M.
41
Keynes69 and H.D.White70. Keynes memiliki rencara unuk menciptakan sebuah
organisasi internasional sebagai bank sentral. Tugas bank sentral ini adalah untuk
memberikan pinjaman kepada negara-negara yang membutuhkan bantuan finansial.
Sedangkan White, meiliki rencara untuk menciptakan nilai tukar tetap untuk
merangsang perdagangan.
Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi dari 44 negara. Negara-negara tersebut
adalah Australia, Belgia, Bolivia, Brazil, Kanada, Chile, China, Colombia, Costa
Rica, Cuba, Czechoslovakia, Republik Dominika, Ekuador, Mesir, El-Savador,
Etiopia, Perancis, Yunani, Guatemala, Haiti, Honduras, Iceland, India, Iran, Iraq,
Liberia, Luxembourg, Meksiko, Belanda, New Zealand, Nicaragua, Norwegia,
Panama, Paraguay, Peru, Filiphina, Polandia, Afrika Selatan, Uni Soviet (USSR),
Inggris Raya, Amerika Serikat, Uruguay, Venezuela, dan Yugoslavia. Sebagai
pengamat, Denmark, League Of Nations, International Labour Office, United
Nations Interim Commission On Food And Agriculture, United Nations Relief, dan
Rehabilitation Administration.71
Hasil dari perundingan tersebut dikenal dengan persetujuan Bretton wood
(Bretton Wood Agreement). Salah satu isi dari persetujuan tersebut adalah
perubahan mata uang international dari emas ke US Dollar72. Maka dari itu, US
Dollar dimasukkan ke dalam sistem moneter dunia. Posisi US Dollar dalam sistem
moneter dunia juga diperkuat oleh peran IMF dan Bank Dunia.
69
Ahli Ekonomi dari Inggris
Ahli Ekonomi dari Amerika
71
Lih. dalam Schuler, Kurt dan Bernkopf, Mark. 2014. “Who Was at Bretton Woods?”. Sebuah
Paper mengenai sejarah finansial. 1120 Avenue of the Americas, 4th Floor New York, NY
10036.
72
Bdk. Dengan tulisan Peter Kenedy dalam what is money (editor ; Jhon Smithin) yang berjudul
“A Marxis Account of The Relationship Between Commocity Money and Symbolic Money in The
Context of Contemporary Capitalist Development”., 194.
70
42
Kekuatan Oligopolistik para pemenang dalam Perang Dunia II juga
berpengaruh dalam hegemoni US Dollar. Negara-negara barat (secara umum) dan
Amerika (khusus) merupakan negara dengan sumber yang mapan. Sumber dalam
hal politik dan ekonomi melalui industri-industrinya. Kekuasaan sekelompok
negara ini dengan mudah membawa mata uang Amerika yang lebih stabil dari mata
uang lainnya menjadi mata uang international. Apalagi yang mau dipertengtangkan
dengan negara-negara ini? Negara ini sudah memiliki kekuatan militer yang solid.
Kekuatan ekonomi yang mapan. Siapa yang ingin melawan mereka? Jika mau
melawan mau dalam konteks apa? Karena dalam militer dan ekonomi saja negaranegara pemenang Perang Dunia II merupakan negara-negara paling unggul.
Sebagai Negara-negara yang unggul mereka dapat menciptakan suatu korporasi
internasional yang dapat mengatur sistem ekonomi dunia. Korporasi ini dapat
berguna untuk membuat aturan, membantu negara-negara yang mengalami
masalah ekonomi, dan regulator sistem moneter dunia. Korporasi internasional itu
kini berbentuk IMF dan Bank Dunia.
5.2 Kritik Georg Simmel
Simmel hidup pada masa sebelum Dollar menjadi mata uang internasional.
Tetapi, pemikirannya mengenai uang menjadi insight baru untuk memaknai
perkembangan uang dewasa ini terutama dalam hal hegemoni US Dollar. Kritik
Simmel berisi tentang pemaknaan kembali uang sebagai sebuah nilai yang
berkaitan dengan kebebasan individu.
Simmel berpendapat bahwa uang merupakan sebuah substansi yang
merepresentasikan diri dan nilainya dalam bentuk dalam (fisik) uang. Nilai dari
43
uang merupakan hasil ciptaan subjek, dengan kata lain subjek merupakan kreator
nilai73. Sebagai kreator nilai, ia memiliki kebebasan untuk menentukan nilai
tersebut.
Kebebasan manusia terkait dengan perkembangan uang dalam konteks
ekonomi. Simmel berargumen bahwa kedekatan relasional antara uang,
individualisasi, dan perluasan lingkaran hubungan sosial, ditunjukan oleh suatu
bentuk perdagangan74. Perdagangan menunjukan relasi yang jelas antara uang,
individualisasi dan aspek sosial, yakni bahwa disatu sisi, perdagangan
mengembangkan uang dan sisi lainnya, memperluas persahabatan. Perluasan
tersebut secara langgsung juga berarti pendekatan, dengan kata lain melalui
perdagangan relasi antar individu dalam suatu kelompok semakin dekat. David
Frisby75, memperluas pandangan Simmel ini dengan menyebutkan bahwa
perluasan uang dalam konteks ekonomi dapat diasosiasikan juga dengan
perkembangan kebebasan individual yang juga berlaku sama dengan semua
manusia.76
Perluasan uang dalam konteks ekonomi dapat berarti pula penetapan jenis
medium untuk mengakomodasi adanya perdagangan oleh individu yang bebas.
Kata “individu” dapat diartikan juga sebagai suatu kelompok atau dalam bahasan
ini adalah negara. Negara berhak untuk menetukan mata uang mereka sebagai
sebuah medium pertukaran dalam perdaganggan. Analogi yang tepat untuk
73
Lih. Bab III mengenai nilai dan realitas., 23.
Lih. Dalam Simmel, Georg. op.cit., 148.
75
David Frisby adalah Profesor dalam bidang Sosiologi di Universitas Glasgow yang banyak
menulis mengenai Georg Simmel.
76
Lih. Dalam Frisby, David. 1992. “Simmel and Since:Essays on Georg Simmel’s Social Theory”.
London. Routlde., 68.
74
44
menjelaskan munculnya mata uang sebagai sebuah medium pertukaran tersebut
adalah analogi roda.
Roda memiliki ruas-ruas yang sama panjangnya. Ruas-ruas tersebut
berporos pada suatu pusat. Kesatuan antara pusat dan ruas-ruas tersebut
membentuk suatu roda yang utuh. Roda akan bisa bergerak jika menjadi satu
kesatuan antara poros, ruas, dan roda.
Keterkaitan antara analogi roda dan uang yakni bahwa ruas-ruas merupakan
manifestasi dari mata uang yang diciptakan oleh setiap negara. Sangat
memungkinkan bila setiap mata uang itu berbeda akan tetapi dari perbedaan itu
persamaan yang muncul adalah adanya kesamaan jarak antar ruas-ruas tersebut
dengan poros utamanya. Hal ini menampakkan adanya kesetaraan antara mata uang
satu dengan lainnya.
Poros adalah manifestasi dari substansi ; nilai uang. Adanya berbagai
macam mata uang tak kan terlepas dari poros utamanya yakni substansi ; nilai uang
sebagai sesuatu hal yang abstrak. Dengan kata lain, uang sebagai sebuah substansi
mencari bentuknya dalam (fisik) uang yakni mata uang saat ini. Dengan demikian
sejalan dengan pemikiran Simmel mata uang tidak akan pernah muncul jika tidak
bersumber dari porosnya yakni substansi uang sebagai sebuah nilai yang abstrak.
Kesatuan antara poros dan ruas-ruas menjadi bagian terpenting dari roda.
Roda tersebut dapat dimanifestasikan sebagai suatu sistem moneter dunia.
Berdasarkan analogi ini tersirat bahwa kesatuan sistem moneter didukung oleh satu
poros yang sama yakni substansi uang. Selain itu didukung pula oleh kesatuan dari
ruas-ruasnya yakni mata uang yang nilainya sebenarnya sama. Dengan kata lain,
45
Simmel ingin menegasi adanya hegemoni US Dollar sebagai sebuah sistem mata
uang internasional.
Adanya hegemoni US Dollar telah mereduksi peran substansial dari uang.
Alasannya yang menjadi poros justru US Dollar AS bukan lagi substansi uang.
Sebagai contoh adanya kurs dari setiap mata uang terhadap Dollar. Adanya kurs ini
sudah jelas menunjukkan adanya ketidak seimbangan. Implikasinya jika ada
ketakseimbangan US Dollar maka akan sangat berpengaruh pada mata uang
lainnya. Contohnya adalah krisis moneter yang dialami Negara Indonesia pada
tahun 1997/98. Salah satu penyebab utamanya adalah nilai tukar Rupiah terhadap
US Dollar yang mengalami penurunan yang sangat tajam.77 Dengan demikian
secara tidak langgsung Simmel ingin menegasi Hegemoni US Dollar. Aspek
historis yang menunjukkan posisi AS di dunia selama dan pasca peran dunia ke II
tidak dapat menjadi alasan yang mendasar untuk menjadikan US Dollar sebagai
sebuah mata uang internasional.
Simmel mengkritik adanya kekuasaan oligopolistik dalam sistem moneter.
Dalam Kaca mata Simmel, sistem moneter bukanlah hasil penciptaan dari entitas
politik apapun. Sistem moneter adalah produk yang tidak disengaja dari evolusi
sosial. Sistem kekuasaan oligopolistik mengafirmasi adanya sekelompok orang
atau negara yang mengatur sistem moneter. Simmel menolaknya, karena tujuan
adanya politik maupun ekonomi adalah masyarakat78. Dalam bahasa Simmel,
sistem yang digunakan dalam masyarakat bukanlah sistem aristrokasi melainkan
demokrasi (sosial-demokrasi). Dengan demikian, implikasinya sistem moneter
77
Hal ini diungkapkan oleh Lepi. T. Tarmidi dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar
Madya di FEUI dengan judul “Krisis Moneter : tahun 1997/1998 dan Peran IMF”.
78
Bdk. Firsby, David. “Georg Simmel”. op.cit., 104
46
diperuntukkan oleh masyarakat (seluruh umat manusia) melalui bentuk interaksi
antar individu.
Kritik Simmel diolah oleh pemikir ekonomi lainnya melalui konsep
masyarakat. Sistem yang digunakan bukan aristrokrasi melainkan demokrasi.
Implikasinya adalah penambahan jenis mata uang yang berlaku Internasional.
Sekarang ada 5 jenis mata uang yang berlaku internasional, yakni US Dollar
(Amerika), Euro (Eropa), Paundsterling (Inggris), Yen (Jepang), dan Yuan (China).
Selain itu, kritik Simmel yang dapat diolah adalah fokus pada masyarakat. Kegiatan
ekonomi maupun politik tujuannya adalah masyarakat. Caranya dengan menolak
proteksionisme dan melakukan integrasi ekonomi global79. Integrasi ini dapat
dilakukan dengan cara, pertama, konektifitas pasar. Kedua, peningkaatan kepekaan
terhadap ganguan asing. Ketiga, peningkatan Keterbukaan pasar. Integrasi ekonomi
global memperlihatkan bahwa harga domestik dan internasional bergerak secara
bersamaan.
Bdk. Dengan tulisan Robert E Keleher dalam “Money And The Nation Of State” (ed. Kevin Dowd
dan Richard H Timberlake, jr) yang berjudul “Global Economy Integration’ Trends And
Alternative Policy Responses’”., 305.
79
47
BAB V
SIMPULAN DAN PENUTUP
5.1 Uang dalam perspektif Georg Simmel.
Simmel berpendapat bahwa setiap transaksi dalam bidang ekonomi muncul
dari fakta pertukaran (exchange). Fakta tersebut adalah saya menginginkan sesuatu
yang dimiliki oleh orang lain. Kemudian, ia akan memberikan barang tersebut jika
saya memberikan barang ---milik saya--- yang ia inginkan juga. Dari fakta tersebut,
Simmel melihat bahwa ada suatu benda yang dapat menjadi simbol universal untuk
mengakomodasi proses pertukaran tersebut, yakni uang. Dengan demikian Uang
merupakan bentuk termurni dari suatu pertukaran.
Uang dalam perspektif Simmelian, merupakan suatu nilai yang abstrak.
Nilai yang abstrak tersebut termanifestasi dalam bentuk (fisik) uang. Uang dan
pertukaran sangatlah berhubungan. Hubungan adalah eksistensi dari nilai uang.
48
Karena uang adalah media dalam proses pertukaran, maka tanpa adanya pertukaran
nilai dari suatu uang tersebut tidak ada. Maka dari itu, posisi uang ada di dalam
pertukaran karena uang merupakan simbol yang merepresentasikan nilai yang
abstrak ; substansial dan uang berfungsi sebagai media pertukaran.
Perkembangan uang linear dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain
pemaknaan akan uang akan terus berubah seturut perkembangan zamannya. Tetapi,
hal yang substansial tidak akan berubah. Hal yang substansial itu adalah substansi
uang sebagai sebuah simbol yang merepresentasikan suatu nilai yang abstrak.
Sesuai dengan contoh yang telah dijelaskan dalam paper ini bahwa adanya
perkembangan pemaknaan uang adalah munculnya mata uang sebagai media dalam
bidang ekonomi.
Pandangan Simmel mengenai uang secara tidak langsung mengkritik
relaitas dewasa ini, bahwa US Dollar adalah mata uang international yang memiliki
pengaruh. Hegemoni US Dollar, seperti yang telah dijelaskan dalam paper ini, telah
mereduksi makna substansial uang. Simmel menolak adanya kekuasaan
oligopolistic dalam memunculkan mata uang internasional. Simmel juga
mengkritik adanya fenomena mata uang tunggal di dunia ini. Saran yang dapat
diungkapkan melalui kerangka berpikir Simmel adalah penyadaran kembali nilai
intrinsik uang. Kemudian, penciptaan suatu sistem moneter yang berfokus pada
masyarakat secara luas.
Sejalan dengan kerangka berpikir Simmelian, seseorang yang menyadari
adanya nilai intrinsik uang sebagai media pertukaran ; simbol seharusnya ia dapat
mendorong adanya kesejahteraan sosial dan keadilan. Tidak mungkin dalam suatu
49
pertukaran terjadi ketidakseimbangan. Alasannya, pertukaran mensyaratkan
adanya kesamaan nilai objek tersebut. Jika tidak secara otomatis maka jalan yang
dapat ditempuh adalah penyadaran kembali makna intrinsik uang sebagai simbol
pertukaran. Selain itu cara praktis yang dimungkinkan untuk menciptakan
kesejahteraan sosial adalah integrasi ekonomi global dan penambahan jumlah mata
uang yang berlaku secara internasional.
Maka dari itu, Dimensi sosial uang dalam kerangka berpikir Simmelian
adalah makna interaksi. Uang tidak akan bernilai tanpa adanya pertukaran.
Pertukaran adalah bentuk interaksi antar subjek-objek maupun subjek dengan
subjek lainnya. Dimensi politis uang adalah demokrasi (sosial-demokrasi). Uang
ataupun sistem moneter adalah produk evolusi sosial bukannya produk politik.
Tidak ada kekuasaan kelompok yang dapat menjadi dominator dalam sistem
moneter. Karena tujuan dari adanya politik dan ekonomi adalah masyarakat.
Dimensi kultural uang adalah sifat linearitas. Perkembangan uang selalu
berkembang secara linear menurut zamannya. Hal yang tetap adalah substansi
uang.
Ahkirnya, penulis menyakini bahwa pandangan Simmel mengenai uang
bertujuan untuk menggali kembali hal-hal yang substansial mengenai uang.
Pemaknaan uang ala Simmelian ini membuat uang dapat bereksistensi sesuai
dengan subtansinya melalui interaksi dalam pertukaran. Hal yang dicari adalah
pemanfaatan uang secara efektif dalam dunia modern. Dengan mengetahui dan
memahami pandangan Simmel ini, penulis yakin bahwa manusia akan lebih bijak
dalam memaknai uang.
50
Penulis menyadari dan menyakini bahwa hal-hal yang telah diuraikan
dalam paper ini dapat menjadi dasar filosifis terciptanya harmonisasi dan
kebijaksanaan dalam pemaknaan uang dalam dunia modern ini, sebagaimana yang
dirumuskan dalam judul paper ini yakni “Memaknai Uang Dalam Budaya Modern
Menurut Georg Simmel”. Simmel sungguh mengkonstruksi secara fundamental
bagaimana manusia dapat memaknai uang sebagai medium pertukaran yang
tanpanya uang tidak dapat mengeksistensikan nilainya.
51
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Utama (Primary Source)
Simmel, Georg. 2004 (third-ed). “Philosophy of Money”. London. Routledge.
Sumber Penunjang (Secondary Sources)
Ariew, Roger, dkk. 2015. “Historical Dictionary of Descartes and Cartesian
Philosophy”. Lanham, Maryland 20706. Rowman & Littlefield.
Budi Hardiman, Francisco. 2007. “Filsafat Fragmentaris ’Deskripsi, Konstruksi,
dan Dekonstruksi’. Yogyakarta. Kanisius.
Deleuze. Gilles and Guattari, Felix. 1994. “What is Philosophy?”. New York.
Colombia Press.
Eichengreen, Bary. 2007. “Global Imbalances and The Lessons of Bretton Woods”.
Cambridge. MIT Press.
------------------------. 2008. “Globalizing Capital: A History of The International
Monetary System”. New Jersey. Princeton University Press.
------------------------. 2011. “Exorbitant Privilege: The Rise and Fall Of The
Dollar”. New York. Oxford Press.
Firsby, David. 2002. “Georg Simmel”. Routladge. London.
------------------. 1992. “Simmel and Since: Essays on Georg Simmel’s Social
Theory”. London. Routlde.
Frisby, David and Featherstone, Mike. 1997. “Simmel on Culture : Selected
Writings Theory, Culture & Society”. London. Sage Publications.
52
Hamersma, Harry. 1990. “Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern”. Jakarta.
Gramedia.
Helle, Horst. J.2013. “Massages From Georg Simmel”. Leiden. Koninklijke Brill
NV.
Hughes, Fiona. 2007. “Kant’s Aesthetic Epistemology ‘Form and World’.
Edinburgh. Edinburgh University Press.
Kees, Bertens. 1975. ”Ringkasan Sejarah Filsafat”. Yogyakarta. Kanisius.
Malpas, Jeff (editor). 2003. “From Kant To Davidson: Philosophy and The Idea of
The Transcendental”. London. Routledge
Russel, Matheson. 2006.”Husserl :A Guide for The Perplexed”. London.
Continuum.
Smith, David. 1982.“Das Kapital Untuk Pemula”.Terj.Ugoran Prasad.Yogyakarta.
Insist Press.
Smithin, John, (editor). 2000. “What is Money”. London. Routledge.
Sumber Jurnal Ilmiah, Tesis, dan Makalah Ilmiah.
Kamolnick, Paul. 2001. “Simmel’s Legacy for Contemporary Value Theory: A
Critical Assessment”. Sociological Theory (vol 19:1).
Köse, Tekin. 2008. “The Dominance Of The Dollar and Its Sustainability in The
International Monetary System”. Tesis.Middle East Technical University.
Lehtonen, T-K. & O. Pyyhtinen. 2008. “On Simmel’s Conception of Philosophy”.
Continental Philosophy Review, Vol 41 (3).
53
Owsley, Richard. 1994.”Simmel, Modernism, and Phenomenology”. New MexicoTexas. Vol.16.
Rachmat, Agus, April-Agustus 2005,“ Landasan Etis Kegiatan Ekonomi”. Jurnal
Melintas. Th. 21,No.64.
Riyanto, Armada, April 2008. “The Union of Mind and Body in The Cartesian
Dualism”. Jurnal Melintas. Vol 24. No.1.
Sassatelli, Roberta. “From Value to Consumption. A Social Theoretical
Perspective on Simmel’s Philosophie Des Geldes”. Acta Sociologica (vol
43). 2000.
Schuler, Kurt dan Bernkopf, Mark. 2014. “Who Was at Bretton Woods?”. Paper
History of Finance. 1120 Avenue of the Americas, 4th Floor New York, NY
10036.
Smith, Gregory. 1989. “A Simmelian Reading of Goffman”. Disertasi. United
Kingdom. University of Salford.
Tarmidi, Lepi. T. pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Madya di FEUI
dengan judul “Krisis Moneter : tahun 1997/1998 dan peran IMF”.
Sumber Internet (Website)
Coser, Lewis A, “Biographie of Georg Simmel”
<http://www.socio.ch/sim/biographie/index.htm>
Dikunjungi pada 25 September 2017. 17.20 WIB.
54
Reporters Without Borders, “Rupiah Kembali Melemah Terhadap Dollar AS”
<https://bisnis.tempo.co/read/1032305/rupiah-kembali-melemah-terhadapdolar-as> Dikunjungi pada 15 November 2017. 21.45 WIB.
Bank Indonesia ,“Kurs Tengah Beberapa Mata Uang Asing Terhadap Rupiah di
Bank Indonesia dan Harga Emas di Jakarta (rupiah), 2000 – 2015”
<https://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1335>
Dikunjungi pada 16 November 2017. 17.45 WIB
David Barboza, “Q&A: Why the Dollar Remains the Reserve Currency”
<https://economix.blogs.nytimes.com/2014/03/26/qa-why-the-dollar-
remains-the-reserve-currency/>
Dikunjungi pada 15 November 2017. 21.35 WIB.
Reporters Without Borders, “Gymnasium (German school)”
<https://www.britannica.com/search?query=Gymnasium>.
Dikunjungi pada 19 September 2017. 17.36 WIB.
Bill Conerly, “Future Of The Dollar As World Reserve Currency”
<https://www.forbes.com/sites/billconerly/2013/10/25/future-of-the-dollaras-world-reserve-currency/#5ef91ac4e065>
Dikunjungi pada 15 November 2017. 21.40 WIB.
Richard Best, “How the U.S. Dollar Became the World's Reserve Currency”
55
<https://www.investopedia.com/articles/forex-currencies/092316/how-us-
dollar-became-worlds-reserve-currency.asp>
Dikunjungi pada 15 November 2017. 21.30 WIB.
John Edward ,“The US Will Remain the World's Reserve Currency”
<https://www.investopedia.com/articles/investing/090715/us-will-remainworlds-reserve-currency.asp>
Dikunjungi pada 11 November 2017. 21.30 WIB.
56