Pembelajaran Fiqh Muqāran Dan Implikasinya Terhadap Perilaku Toleransi Santri Di Pesantren Mahasiswi
Pembelajaran Fiqh Muqāran Dan Implikasinya Terhadap Perilaku Toleransi Santri Di Pesantren Mahasiswi
Pembelajaran Fiqh Muqāran Dan Implikasinya Terhadap Perilaku Toleransi Santri Di Pesantren Mahasiswi
Oleh:
Aviatun Khusna
NIM: 1520410029
TESIS
YOGYAKARTA
2017
ii
iii
iv
v
vi
vii
ABSTRACT
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
A. Konsonan Tunggal
Huruf Keterangan
Nama Huruf Latin
Arab
ا Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
ب Ba’ b Be
ت Ta’ T Te
ج Jim J Je
ح ḥa ḥ ha (dengan
bawah)
titik di
د Dal D de
ر ra’ R Er
س sin S Es
ix
ص ṡad ṣ es (dengan titik dibawah)
غ gain G ge
ف fa’ F Ef
ق qaf Q Qi
ك kaf K ka
ل lam L El
م mim M Em
ن nun N En
و wawu W We
ه ha’ H Ha
ي ya’ Y Ye
x
عدة Ditulis ‘iddah
C. Ta’ Marbutah
(ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah terserap
ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya kecuali
apabila dikehendaki lafal aslinya)
Apabila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
2. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harkat, fathah, kasrah, dan
dammah ditulis t.
D. Vokal Pendek
________ ditulis i
____’___
ditulis a
_____ُ__
ditulis u
xi
E. Vokal Panjang
F. Vokal Rangkap
xii
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof
xiii
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
xiv
KATA PENGANTAR
َّ الر ْْحن
الرحِيْ ِم
ْ ه
َّ ِاّلل بِس ِم
ِ
َّ َ ْ َ َّ ه َ َْ َْ َ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َْ ْ ُ ه َ ه
ُّ لَع ا ُ ُم ْور
ادلنْ َيا َو ه
َواش َه ُد ان. أش َه ُد ان َلا َِهل ا َِلاّلل.ادلِي ْ ِن ِ وبِهِ نستعِي و.ب العال ِمي
ِ اْلمد ِّللِ ر
َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َ َّ َ ُ َ َ ْ ُ َ َّ ً َ ُ ْ ُ ه َ ه ُ َّ َ ه َ َ ه
. ا َّما بَ ْع ُد.ي ِ اللهم ص ِل وسل ِم لَع ُمم ٍد ولَع ا ِهل ِ وصحبِهِ اْجع.ِ ُممدا رسول اّلل
Puji dan syukur tidak lupa dipanjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
melimpahkan kenikmatan serta kasih sayang-Nya kepada kita semua. Shalawat dan
salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw yang telah
penyusunan tesis ini tidak adakan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, pada
1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
5. Segenap Dosen dan Karyawan Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
xv
6. Bapak Miftakhussurur dan Ibu Narsinah tercinta yang senantiasa memberikan
semangat, motivasi, dan do’a untuk penyelesaian tesis ini. Terima kasih atas
semua yang bapak ibu lakukan, semoga Allah Swt memberikan pahala dan
barakahnya. Serta adikku yang tercinta Danial Izzat yang telah mengajarkanku
7. Umi Masbihah dan Abi Syatori selaku pengasuh pesantren Mahasiswi Darush
Shalihat Yogyakarta. Terima kasih banyak atas ilmu tentang kehidupan selama
8. Para ustadz dari Rumah Fiqh Indonesia. Terima kasih banyak atas semua ilmu
yang telah diberikan. Banyak ilmu yang belum penulis ketahui sebelum belajar
9. Suamiku, mas Diyono. Terima kasih banyak untuk dukungan dan motivasinya.
Semoga perjuangan ini untuk menyelesaikan studi ini akan berbuah dengan
amal kebaikan.
10. Pengurus Harian Darush Shalihat (ammah Farida, ammah Annasikhah, ammah
Ajeng) dan kakak delapan (Ika, Puthy, Muthiah, Fitri, Eep, Ria, Leni, Tya,
Lilis, Satri, Nurul, Uci, Rodhi, Shofi, Hilda, Ummah), semoga Allah kuatkan
11. Adik-adikku Darush Shalihat angkatan sembilan (Ita, Rahma, Hikmah, Diki,
Aci, Diah, Syakira, Liana, Tita, Yanti, Syifa, Nasrah, Adzka, Nisa Rabbani,
Devi, dan yang lainnya), semoga Allah istiqomahkan kalian untuk terus
xvi
12. Teman-temanku di PAI Reguler angkatan 2015 (dea, mba ifa, ita, mba ulin,
mba ida, mba nur, mas mail, mas imam, bahar, mas kholil dan lainnya). Terima
setinggi langit. Semoga kita dipertemukan kembali di waktu dan tempat yang
terbaik.
13. Teman-teman di LDK UIN Sunan Kalijaga dan PPK Fakultas Saintek UIN
14. Semua pihak yang telah ikut berjasa dalam penyusunan tesis ini yang tidak
Semoga amal baik yang telah diberikan dapat diterima disisi Allah SWT
xvii
DAFTAR ISI
xviii
5. Pendidikan Nilai dalam Perilaku Toleransi ......................... 76
6. Peran Lembaga dalam Menanamkan Perilaku Toleransi .... 81
xix
DAFTAR TABEL
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Pembelajaran fiqh
dauroh fiqh.
xxi
BAB I
PENDAHULUAN
aliran. Meskipun demikian, antara muslim yang satu dengan muslim yang
mereka adalah Islam. Salah satu wujud kerukunan adalah adanya kemauan
untuk saling membantu, menolong dan saling menghargai satu sama lain.
Dalam sejarah umat Islam, hal yang merusak keutuhan umat dan
1
Syah Waliyullah Ad-Dahlawi, Beda Pendapat di Tengah Umat sejak Zaman Sahabat
hingga Abad keempat, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010), hal. vii-viii
1
Adanya perbedaan pendapat telah masuk ke dalam seluruh aspek
olah, segala sesuatu yang ada pada umat ini, seperti berbagai kewajiban,
larangan dan ajaran, mendorong pada munculnya ikhtilāf yang tidak dapat
cabang (furū’) dan ijtihad fiqh. Bukan dalam masalah inti, dasar dan
teguh kepada dalil yang lebih kuat, meski harus meninggalkan tradisi 4.
atau pandangan yang bisa mendekatkan pemahaman orang lain pada suatu
2
Thaha Jabir Fayyadh al-Awani, Etika Berbeda Pendapat dalam Islam, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 2001), hal.10
3
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan: Muqaddimah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing,
2015), hal. 428
4
Syah Waliyullah Ad-Dahlawi, Beda Pendapat di Tengah Umat sejak Zaman Sahabat hingga
Abad keempat, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010), hal. vii-viii
2
masalah dan membantu memperlihatkan hal-hal lain yang masih ada
yang tidak boleh ditentang. Adapun perbedaan pendapat yang tercela ialah
Islam.5
manusia yang sama rata dalam berbagai hal. Perbedaan yang jika dilihat
mempertajam daya analisisnya, saat ini berubah menjadi daya negatif yang
yang paling benar dibanding kaum muslim yang lain dalam pandangan dan
ijtihad atas hal yang cabang (furū’) yang bersifat parsial. Dengan
5
Jamal Sulthan, Masalah-masalah Khilāfiah dan Jalan Keluarnya, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1997), hal.27-28
6
Thaha Jabir Fayyadh al-Awani, Etika Berbeda Pendapat dalam Islam, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 2001), hal.10-11
3
demikian, sangat sulit menghindar dari perlakuan kasar kelompok tersebut.
didominasi oleh hawa nafsu dalam jiwa seseorang. Pikiran dan anggota
namun etika dan moral dari semua itu telah dilupakan sehingga saling
yang dihasilkan oleh ulama yang cakap dalam melakukan ijtihad telah
berusaha menta’wil ayat dan hadis untuk diselaraskan dengan jalan pikiran
mereka.8
7
Ibid., hal.17
8
Ibid., hal.18
4
cara pandang dan pikiran diantara mereka tidak mengakibatkan terjadinya
target dan tujuan yang lebih besar. Mereka berusaha menghilangkan dan
disebutkan dalam sebuah riwayat ketika ada seorang laki-laki yang pernah
diberitakan oleh Rasulullah Saw kepada para sahabat bahwa dia termasuk
ahli surga. Ketika sahabat meneliti perilaku dan amal orang tersebut,
ternyata dia tidak pernah tidur karena banyak ibadah, namun hatinya tidak
ada rasa dengki kepada muslim yang lain. Perilaku tersebut yang dicontoh
9
Ibid., hal.19
10
Yusuf Qardhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat Antar Sesama Muslim, Memahami
Perbedaan yang Diperbolehkan dan Perpecahan yang dilarang, (Robbani Press: Jakarta, 2007),
hal. 20-21
5
Perbedaan yang rawan dijadikan perbedaan misalnya ketika
menentukan hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha dengan memakai metode
atau dikeraskan atau tidak dibaca sama sekali. Duduk istirahat dan turun
untuk bersujud dengan kedua tangan sebelum lutut atau sebaliknya, Qunut
dalam shalat shubuh, apa saja yang membolehkan jama’ antara dua shalat
awal Ramadhan dan Idul Fitri, apakah dengan rukyah satu orang saja atau
dari perpecahan. Cara yang lain yaitu dengan mengikuti jalan salāfuṣṣālih,
wal jamaah serta mendalami dan memahami agama yang didapat dari para
11
Abbas Arfan, Geneologi Pluralitas Madzhab dalam Hukum Islam, (Malang: UIN Malang
Press, 2008), hal. 237
12
Yusuf Qardhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat Antar Sesama Muslim, Memahami
Perbedaan yang Diperbolehkan dan Perpecahan yang dilarang, (Robbani Press: Jakarta, 2007),
hal. 21
13
Naser Abdulkarim, Perpecahan Umat Islam, (Solo: Pustaka Mantiq, 1994), hal. 7-8
6
Krisis moral yang menjadi penghambat untuk persatuan umat Islam,
tidak akan hilang kecuali dengan cara mereformasi cara pikir mereka,
akal umat Islam, mengurut kembali prioritas yang selama ini hilang dan
membangun generasi yang akan datang dengan situasi tersebut.14 Salah satu
masing. Studi ini merupakan studi yang paling banyak manfaatnya dan
paling tinggi nilainya. Dengan sistem ini, menjadi luaslah fiqh Islam yang
pendapat antara para imam tersebut15. Dan menjadi penggerak yang kuat
dalam mendidik akhlak seseorang sehingga akan tumbuh sikap anti fanatik
(tasamuh/toleransi)
14
Yusuf Qardhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat Antar Sesama Muslim, Memahami Perbedaan
yang Diperbolehkan dan Perpecahan yang dilarang, (Robbani Press: Jakarta, 2007), hal. 20
15
Hasbi Ash-Ashiddieqy, Pengantar Ilmu Perbandingan Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), hal.5
7
bahkan sampai kepada pembunuhan sebagaimana yang telah diuraikan
Sumber hukum syara’ yang paling asasi hanyalah Al-Qur’an dan As-
Sunnah, akan tetapi karena metode, daya dan kemampuan yang dimiliki
berbeda-beda pula. Namun perbedaan itu terbatas hanya pada hal-hal yang
furū’ yang memang sengaja dibiarkan guna menjadi rahmat bagi umat
sejak 18 tahun yang lalu. Pesantren ini berorientasi agar bisa menghasilkan
peradaban umat Islam yang tercermin pada ilmu dan kemuliaan akhlak para
santri, juga umat Islam pada umumnya. Penelitian ini akan membahas
16
Muslim Ibrahim, Fiqih Muqāran, (Jakarta: Erlangga, 1991), hal. 2
8
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut:
Ṣālihāt Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
9
perilaku toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
2. Secara Praktis
pelajaran fiqh.
dalam memberikan solusi terkait dengan karakter generasi saat ini serta
tersebut.
10
pentingnya pembelajaran Fiqh Muqāran untuk menanamkan karakter-
E. Kajian Pustaka
11
Islaman pada anak, sehingga pelaksanaan kegiatan ke-Islaman kurang
adanya komitmen diri bahwa segala sesuatu akan selesai jika dilakukan
dengan baik.17
17
Khamid Mashudi, Pemberdayaan Kinerja Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
12
2. Tesis Arif Shaifudin tahun 2015, program studi Pendidikan Islam
sistem formal, (b) sistem non formal, (c) sistem organisasi, (d) sistem
Berbasis Karakter “Tasamuh” (Studi Kasus di SMP Negeri 5 Yogyakarta), Tesis, (Program studi
Pendidikan Islam konsentrasi Pendidikan Agama Islam (PAI) Program Pascarsaja UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2012), hal. vi
13
lingkungan, dan hormat/menghargai. Sedangkan faktor pendukung dan
dan siswa yang menunjang, (b) media pembelajaran yang memadai, (c)
iklim dan tradisi pesantren yang mendukung, (d) figurasi kyai dan
yang memadai, dan (f) komunikasi yang akrab antara lembaga dengan
(d) minimnya budaya kritis, (e) efektivitas kegiatan belum merata, dan
18
Arif Shaifudin, Manajemen Peserta Didik Berbasisi Pesantren dalam Pembentukan
Karakter (Studi Atas MA Salafiyah Mu’adalah Pondok Tremas Pacitan, Tesis, (Program studi
Pendidikan Islam konsentrasi Manajemen dan Kebijakan Pendidikan Islam (MKPI), Program
Pascarsaja UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015), hal. ix
14
perbedaan keyakinan orang lain, menjalin kerjasama dalam bidang
19
Istiqomah Fajri Perwita, Strategi Guru PAI dalam Membina Sikap Toleransi Antar Umat
Beragama terhadap Siswa SMP N 1 Prambanan Klaten, Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), hal. viii
20
Edi Susanto, “Pluralitas Agama : Meretas Toleransi Berbasis Multikulturalisme Pendidikan
Agama”, Jurnal Tadris STAIN Pamekasan, Volume 1. Nomor 1 tahun 2006, hal.42
15
dalam segala segmen. Terdapat beragam pola atau model manusia
akan status, rasa aman ataupun kebutuhan akan harga diri. Orang
substantifnya. Orang bisa saja rajin shalat, sering naik haji dengan ONH
Plus misalnya, tetapi tidak memahami apa hakikat shalat dan hajinya,
16
kedua, intrinsik, agama dipahami sebagai comprehensive
hanya ulama atau pemimpin agama, tetapi juga pemimpin bangsa yang
21
Nurotun Mumtahanah,”Pengembangan Sistem Pendidikan Pesantren dalam Meningkatkan
Profesionalisme Santri”, Jurnal STAI Al Hikmah Tuban Vol 5, No 1 tahun 2015.
17
sistem pendidikan terpadu seperti diproyeksikan sebagai alternatif
tantangan apapun di era global ini. Pada saat ini, profesionalisme santri
multikultural saat ini. Uṣūl al- fiqh dipercaya sebagai sumber nilai
22
Rusli, “Pedagogi Uṣūl al-Fiqh berbasis Pendidikan Perdamaian Di Era Multikultural”,
Jurnal Ulul Albab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Vol. 20 No. 2 tahun 2013.
18
pembuatan batasan yang demokratis. Dalam mentransfer pengetahuan
dan nilai-nilai ini, seorang pendidik harus berpijak pada dua pendekatan
19
Tabel. 1.1 Kesamaan dan Perbedaan Penelitian
20
peneliti memfokuskan
tentang kajian fiqih
dalam menanamkan
karakter toleransi.
4 Edi Susanto. “Pluralitas Agama : Sama-sama Toleransi yang
Meretas Toleransi membahas digunakan berbasis
Berbasis sebuah multikulturalisme
Multikulturalisme keberagamaan pendidikan agama dan
Pendidikan dalam sebuah tidak
Agama”, pendapat. memfokuskannya pada
Jurnal Tadris Perbedaan tidak salah satu agama,
STAIN Pamekasan, dijadikan alasan namun antar agama.
Volume 1. Nomor untuk Dalam penelitian ini,
1. 2006 “ menimbulkan toleransi mencakup
konflik dan dalam beragama,
perpecahan, bukan antar agama.
akan tetapi
sebagai
perbaikan bagi
nilai-nilai
kepribadian dan
kemanusiaan.
5 Nurotun “Pengembangan Pesantren Sistem pendidikan
Mumtahanah Sistem Pendidikan menjadi wadah pesantren terintegrasi
Pesantren dalam bagi santri dalam oleh elemen Islam
Meningkatkan belajar disiplin yang bercirikan
Profesionalisme ilmu agama Indonesian, ilmu
Santri”
sebagai bekal pengetahuan dan
Jurnal STAI Al
hidup di sistem pendidikan
Hikmah Tuban Vol
masyarakat terpadu seperti
5, No 1 tahun 2015,
nantinya. diproyeksikan sebagai
alternatif untuk
mengatasi tuntutan
masyarakat sipil.
Sementara,
pnelitian yang dikukan
penulis pada elemen
islam saja yaitu
pembelajaran fiqh dan
implementasinya
terhadap perilaku
toleransi.
6 Rusli “Pedagogi Usul al- Peran uṣūl al - Nilai-nilai yang
Fiqh berbasis fiqh dalam terdapat dalam
Pendidikan mengkonstruksi sumber hukum Islam,
Perdamaian Di Era nilai-nilai seperti Al-Qur’an,
21
Multikultural”. pendidikan yang sunnah, ijma‘, qiyas,
Jurnal Ulul Albab mampu istiṣlāh, istihsān, sadd
UIN Maulana Malik menghargai aẕ-ẕarī‘ah, dan
Ibrahim Malang perbedaan, maqāṣid asy-
Vol. 20 No. 2 tahun keadilan dan syarī‘ah,diterjemahkan
2013, persamaan. ke dalam masyarakat
dan diterapkan secara
menyeluruh di dalam
lembaga-lembaga
pendidikan.
Sementara, penelitian
penulis tidak semua
nila-nilai tersebut
digunakan, hanya yang
menjadi rujukan dari
ulama yang digunakan
sebagai landasan
hukum.
7 Dody S. Truna. “Id‘ā’ al-ḥaq wa Membahas Tulisan ini berfokus
ḥudūd al-tasāmuḥ fī toleransi yang pada pernyataan klaim
tarbīyat al- dapat membela kebenaran dari para
Islāmīyah: Dirāsah ajaran Islam dari penulis Muslim dari
awwalīyah fi al- kemunafikan buku pelajaran
kutub al- dan bid'ah. Pendidikan Agama
muqarrarah li tadrīs Islam bagi siswa
māddah al- tingkat tersier di
Islāmīyah bi al- Indonesia. Sementara
jāmi‘āt al- penelitian yang
Indūnīsīya”. dilakukan penulis
Jurnal Studia fokus pada
Islamika UIN Syarif pembelajaran fiqh
Hidayatullah yang diambil dari
Jakarta, Volume 20 pendapat ulama.
No. 3 tahun 2013.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
22
research). Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama yaitu
2. Pendekatan penelitian
Shalihat Yogyakarta.
24
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010). Hal. 60
25
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 24
23
pengalaman fenomenologikal yaitu studi tentang kesadaran dari
perspektif seseorang.26
a) Observasi
26
Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2000), hal. 29
27
Ibid., hal. 64
24
instrumen yang berupa item-item tentang kejadian atau tingkah
b) Wawancara (Interview)
28
Ibid., hal. 72
25
c) Dokumentasi
kuesioner.
lain sebagainya.
29
Ibid., hal. 82
26
musyrifah, ustadz dan ustadzah yang mengampu fiqh muqāran dan
yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau
30
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D,
(Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 300
27
5. Metode analisis data
digarap oleh peneliti. Dalam tesis ini Analisis data selama di lapangan
banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Makin
kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data
dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan
penyajian data, selain dengan teks naratif, juga dapat berupa grafik,
31
Ibid., hal. 337
28
matrik, tabel. Dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk
antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat
32
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 99
29
data “yang tidak berbeda” antara data yang dilaporkan oleh peneliti
yang tinggi.34
stabilitas data atau temuan. Maka apabila peneliti lain mengulangi atau
33
Ibid., hal. 117
34
Ibid., hal. 118
35
Ibid., hal. 118
36
Ibid., hal. 118
30
Dalam pengujian keabsahan data, metode peneltian kualitatif
a. Uji Kredibilitas
b. Pengujian Transferability
dipercaya.
37
Ibid., hal. 121-131
31
c. Pengujian Depenability
reliabel.
d. Pengujian Konfirmability
32
G. Sistematika Pembahasan
penelitian.
33
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
sebagai berikut:
fiqh serta adanya perbedaan dalam fiqh yang dimulai dari kegiatan
fiqh.
pada saat dauroh fiqh, meskipun santri juga tetap diajarkan tentang fiqh
ilmu yang berkaitan dengan fiqh muqāran seperti uṣūl fiqh, ‘ulūmul
pendapat para ulama tentang hukum dari suatu masalah yang sedang
224
dikaji beserta dalil yang mereka pakai dalam menentukan hukum
225
B. Saran-saran
suatu hal yang mudah mengingat backround santri yang berasal dari
diharapkan.
226
dan ustadzah harus siap ketika dihadapkan pada kondisi perubahan
lingkungan tersebut.
ustadz dan ustadzah saja, namun butuh intervensi dari semua pihak
C. Kata Penutup
Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan seru sekalian alam yang telah
menyelesaikan tesis ini. “Tiada gading yang tak retak”, manusia tidak
227
ini masih terdapat banyak kekurangan disana-sini sehingga penulis
membuat karya tulis ilmiah yang lebih baik pada masa yang akan datang.
cerdas dari segi akhlak dan budi pekertinya. Ᾱmīn yā rabbal ‘ālamīn.
228
DAFTAR PUSTAKA
Alwan Khoiri, dkk, Akhlak Tasawuf, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga, 2005
Anshory, Isnan, Jika Semua Memiliki Dalil, Bagaimana Aku Bersikap?, Jakarta:
Rumah Fiqih Publishing, 2016
Ansory, Isnan, Mengenal Ilmu-ilmu Syar’i dan Skala Prioritas dalam Belajar
Islam, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2016
Khon, Abdul Majid, Ikhtisar Tarikh Tasyri’ Sejarah Pembinaan Hukum Islam
dari Masa ke Masa, Jakarta: Amzah, 2013
Perwita, Istiqomah Fajri, Strategi Guru PAI dalam Membina Sikap Toleransi
Antar Umat Beragama terhadap Siswa SMP N 1 Prambanan Klaten,
Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014
Pedoman Observasi
1. Letak geografis Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
2. Situasi dan kondisi lingkungan Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
3. Kurikulum dan pembelajaran Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
4. Sarana dan prasarana Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
5. Kondisi Santri dan musyrifah Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
6. Perilaku toleransi santri Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
Pedoman Dokumentasi
1. Identitas Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
2. Letak geografis Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
3. Sejarah dan perkembangan Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
4. Struktur Organisasi Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
5. Sarana dan prasarana Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta
6. Data keadaan ustadz/ustadzah, musyrifah dan santri Pesantren Mahasiswi Darush
Shalihat Yogyakarta
7. Dokumentasi/foto kegiatan-kegiatan, slogan yang terkait dengan perilaku toleransi
Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat Yogyakarta.
Gambar Nama-nama Ulama yang ditempel di Pintu Kamar Santri
Catatan Lapangan 1
Metode Pengumpulan Data : Observasi
Deskripsi Data :
Hari ini penulis menyerahkan surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kepada Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat
untuk melakukan penelitian. Penulis sudah melakukan pra penelitian di pesantren tersebut
sejak bulan Desember tahun 2015.
Interpretasi Data:
Dari Kegiatan tersebut merupakan langkah lanjutan untuk lebih memahami tema
penelitian yang penulis lakukan di Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat.
Catatan Lapangan 2
Metode Pengumpulan Data : Dokumentasi
Deskripsi Data :
Narasumber dari dokumentasi ini adalah mba Kiki Sakina selaku musyrifah Darush
Shalihat. Dokumentasi yang dikumpulkan berupa rundown kegiatan pembelajaran fiqh dan
latar belakang dilaksanakannya kegiatan tersebut.
Interpretasi Data:
Dari dokumen tersebut, peneliti mendapatkan data tentang kegiatan pembelajaran
fiqh dan latar belakang dilaksanakannya kegiatan tersebut. Peneliti mendapatkan data
dengan cara dikirim email oleh mba kiki karena beliau sedang berada di luar kota.
Catatan Lapangan 3
Metode Pengumpulan Data : Dokumentasi
Deskripsi Data :
Narasumber dari dokumentasi ini adalah mba Fitri Cahyani selaku musyrifah
Darush Shalihat. Dokumentasi yang dikumpulkan berupa kurikulum kegiatan
pembelajaran fiqh, evaluasi serta catatan rapat dari kegiatan tersebut.
Interpretasi Data:
Dari dokumen tersebut, peneliti mendapatkan data tentang kurikulum kegiatan
pembelajaran fiqh, evaluasi serta catatan rapat dari kegiatan tersebut. Peneliti mendapat
dokumen berupa kertas yang berisi catatan-catan terkait data tersebut.
Catatan Lapangan 4
Metode Pengumpulan Data : Dokumentasi
Deskripsi Data :
Hari ini penulis menyerahkan surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kepada Pesantren Mahasiswi Darush Shalihat
untuk melakukan penelitian. Penulis sudah melakukan pra penelitian di pesantren tersebut
sejak bulan Desember tahun 2015.
Interpretasi Data:
Dari kegiatan tersebut merupakan langkah lanjutan untuk lebih mendalami tema penelitian
yang penulis lakukan di pesantren mahasiswi Darush Shalihat.
Catatan Lapangan 5
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Deskripsi Data :
Penulis tidak sengaja bertemu dengan Miftakhul Fitria Ningrum, Santri Darush
Shalihat angkatan 9. Beliau bercerita bahwa hari Sabtu tanggal 3 Desember, mereka
menonton aksi bela Islam 3 dari bada shubuh sampai jam 11 pagi dengan diselingi
penguatan materi dari Ummi maupun pemandu. Mereka sangat tertarik untuk melihat video
tersebut dari awal sampai akhir. Isi dari video itu adalah orasi maupun ceramah dari ustadz
yang sangat menyinggung tentang fiqh Muqaaran.
Interpretasi Data:
Dari kegiatan tersebut semakin menguatkan tentang adanya penanaman perilaku
toleransi dalam pembelajaran fiqh muqaaran. Salah satunya melalui metode watching
video. Berdasarkan wawancara dengan santri tersebut, mereka kagum dengan
kebijaksanaan ulama dalam menetapkan suatu masalah terkait shaf shalat dan perbedaan
yang selama ini terjadi di masyarakat. Ulama menghimbau agar perbedaan itu bukan untuk
menjadi alasan perpecahan, karena umat Islam adalah saudara dalam islam dan iman.
Catatan Lapangan 6
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Islam Indonesia dengan mengambil Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan
2014.
Penulis bertanya tentang pembelajaran fiqh muqāran yang diikuti mempunyai
pengaruh terhadap perilaku toleransi. Informan menjawab: “Jelas ada. Karena kita tahu
tentang perbandingan madzhab karena sudah belajar tentang fiqh empat madzhab. Ketika
kita melihat seorang perempuan tidak pakai kaos kaki, saya beranggapan mungkin dia
Hanafi. Ada ustadz besar yang cukup terkenal di daerahku tapi keluarganya yang
perempuan tidak memakai kaos kaki, mungkin dia pakai madzhab Hanafi”.
Penulis bertanya lagi tentang bagaimana pandangan sebelum mengikuti
pembelajaran fiqh, terhadap kelompok yang berbeda madzhab dengan kelompok anda,
informan menjawab: “Merasa biasa saja. Karena dari kecil diajari mama untuk menerima
perbedaan. Tapi masih saja ada perasaan kenapa dia seperti itu. Masih timbul pertanyaan.
Kalau sekarang, sudah lebih biasa saja”.
Interpretasi Data:
1. Informan merasa memiliki perilaku toleransi setelah belajar fiqh muqāran karena
didalamnya dipelajari tentang fiqh empat madzhab. Contoh toleransinya ketika dia
menyikapi seseorang yang tidak memakai kaos kaki memakai madzhab Hanafi. Tidak
menyalahkan kenapa tidak memaka kaos kaki.
2. Sebelum belajar fiqh muqāran, informan merasa biasa ketika terdapat kelompok yang
berbeda dengannya karena sudah ditanamkan oleh keluarganya namun masih timbul
pertanyaan. Setelah belajar fiqh muqāran, informan merasa lebih biasa dan sudah
memahami kenapa kelompok tersebut berbeda madzhab.
Catatan Lapangan 7
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Gadjah Mada dengan mengambil Jurusan Kedokteran Umum angkatan 2014.
Penulis bertanya tentang karakter apa saja yang didapatkan setelah mengikuti pembelajaran
fiqh muqāran, informan menjawab: “Lebih berhati-hati, misal ketika wudhu diniatkan pas
awal memulai wudhu agar sah wudhunya dan sah shalatnya. Banyak ilmu yang baru tahu
disini. Niat puasa juga benar-benar dilakukan, ketika sudah adzan ya jangan makan. Ketika
di kampus menemukan madzhab yang berbeda, tidak langsung mempertanyakan, karena
sudah paham bahwa madzhab ada empat. Tidak langsung menjudge kalau mereka itu salah.
Jadi paham batas-batas toleransinya seperti apa”.
Interpretasi Data:
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Gadjah Mada dengan mengambil Jurusan Kedokteran Umum angkatan 2014.
Penulis bertanya tentang apakah pembelajaran fiqh yang diikuti mempunyai
pengaruh terhadap perilaku toleransi, informan menjawab: “Berpengaruh, ketika di
kampus, ada yang pengetahuan shalatnya berbeda dengan kita. Tidak langsung
menyalahkan. Tapi ketika itu hal-hal yang mendasar, misal kakinya kelihatan saat shalat,
akan diingatkan”.
Penulis bertanya lagi tentang bagaimana pandangan sebelum mengikuti pembelajaran fiqh
terhadap kelompok yang berbeda madzhab dengan kelompoknya, informan menjawab:
”Menganggapnya hal itu sesuatu yang perlu dipertanyakan. Kenapa seperti itu, kenapa
berbeda-beda, bukankah Rasul mengajarkannya yang sama. Ketika melihat ada telunjuk
yang bergerak dan ada yang tidak ketika tasyahud, yang benar yang mana. Dulu banyak
pertanyaan, tapi tidak langsung menganggap bahwa itu salah. Di kampus, yang mengisi
kajian tentang satu madzhab aja, ketika bertanya tentang masalah fiqh, disalahkan karena
hanya 1 persepektif saja”.
Interpretasi Data:
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Negeri Yogyakarta dengan mengambil Jurusan Bimbingan Konseling
angkatan 2013.
Penulis bertanya tentang karakter apa saja yang didapatkan setelah mengikuti
pembelajaran fiqh muqāran, informan menjawab:” Fiqh merupakan esensi ilmu tentang
bagaimana menyikapi perbedaan. Jadi, paham tentang madzhab, jadi tahu alurnya kenapa
terjadi perbedaan. Perbedaan adalah suatu keniscayaan agar lebih bisa menghargai dan
menghindari perpecahan serta tidak menyalahkan yang lain. Sekarang sudah bisa
menjelaskan ketika ada yang tanya”.
Penulis bertanya lagi tentang, apa yang anda ketahui tentang toleransi dalam agama islam,
informan menjawab: “Toleransi dalam Islam tidak mungkin terjadi perbedaan pada hal
yang ushul seperti shalat lima waktu, shalat maghrib tidak mungkin shalat jadi empat
rakaat. Jadi, jangan sampai bermusuhan. Ketika ada perbedaan yang akan terjadi
perpecahan, itu merupakan sesuatu yang memalukan”.
Interpretasi Data:
1. Karakter yang didapatkan setelah mengikuti pembelajaran fiqh muqāran, informan
mendapatkan ilmu tentang bagaimana menyikapi perbedaan, memahami tentang
madzhab dan dapat menghargai ketika ada perbedaan.
2. Informan memahami toleransi dalam Islam bukan pada sesuatu yang ushul (pokok)
seperti jumlah raka’at shalat, sehingga tidak perlu dipermasalahkan ketika perbedaan
tersebut bukan pada hal-hal yang ushul.
Catatan Lapangan 10
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Negeri Yogyakarta dengan mengambil Jurusan Bimbingan Konseling
angkatan 2013.
Penulis bertanya tentang Penulis bertanya tentang apakah pembelajaran fiqh yang diikuti
mempunyai pengaruh terhadap perilaku toleransi, informan menjawab:” Iya, jelas. Karena
itu yang aku dapatkan banget. Waktu Madrasah Aliyah dulu, ada pelajaran fiqh tapi hanya
sekedar tahu. Sekarang belajar fiqh di DS, belajar perbedaan sehingga bisa muncul perilaku
toleransi. Tentang bid’ah dalam masyarakat sedikit lebih paham dalam menyikapi bid’ah
itu. Sekarang sudah tidak sepaneng banget. Tidak merasa kagetan ketika ada orang yang
bertanya, “dalilnya mana?” sudah tidak terlalu kaget sama dalil. Sekarang lebih paham jika
kita tidak bisa merujuk ke Qur’an dan hadist langsung, karena kita muqallid. Pas dauroh
kemarin, saya semangat banget. Totalitas buat belajar fiqh. Pas dauroh selesai, materinya
langsung saya ketik agar meresapnya semakin kuat. Karena materinya direkam, jadi bisa
cerita langsung ke mereka (masyarakat), jadi merasa senang”.
Interpretasi Data:
1. Informan merasa mempunyai perilaku toleransi setelah mengikuti pembelajaran fiqh
muqāran karena didalamnya diajarkan tentang perbedaan serta tentang fenomena di
masyarakat seperti bid’ah dan bagaimana cara menyikapinya.
2. Informan tidak merasa kaget ketika ada yang bertanya tentang dalil, karena dia
menyadari tidak bisa langsung merujuk kepada Al-Quran dan Hadist. Informan merasa
dirinya sebagai muqallid yang harus ikut kepada pendapat ulama.
Catatan Lapangan 11
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Gadjah Mada dengan mengambil Jurusan Biologi angkatan 2013.
Penulis bertanya tentang karakter apa saja yang didapatkan setelah mengikuti pembelajaran
fiqh muqāran, informan menjawab:” Lebih berhati-hati, merasa untuk menyempurnakan
ibadah yang dilakukan dari materi yang pernah dipelajari, seperti wudhu, rukunnya ada 6
telapak tangan, muka, tangan, rambut kepala, kaki dan tertib dan ditambah sunnah-sunnah
yang lain. Misal di fakultas, di skretariat organisasi ada tikus, saya membersihkannya dulu
agar tidak terkena najis. Sekarang sudah tambah takut ketika mau ibadah, karena takut kena
najis. Fiqh itu unik karena disana banyak belajar tentang perbedaan. Tidak terlalu fanatik
pada taraf yang sesuai. Fiqh itu unik karena disana banyak belajar tentang perbedaan. Tidak
salah, karena mereka dasarnya ini. Kita manut sama madzhab A terus yakin pada ibadah
yang dilakukan karena sudah tahu urutannya dari madzhab-madzhab tersebut. Karena
sudah tahu dasarnya.”.
Interpretasi Data:
1. Karakter yag didapat informan setelah mengikuti pembelajaran fiqh muqāran, yaitu
lebih berhati-hati misalnya tentang najis dan merasa perlu untuk menyempurnakan
ibadah dari materi-materi yang telah dipelajari.
2. Informan memiliki perilaku tidak fanatik karena masing-masing madzhab memiliki
dasarnya. Dan mereka sudah mempelajari tentang perbedaan-perbedaan yang ada.
Catatan Lapangan 12
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan mengambil Jurusan Teknik Sipil
angkatan 2014.
Penulis bertanya tentang karakter apa saja yang didapatkan setelah mengikuti pembelajaran
fiqh muqāran, informan menjawab:” Jadi lebih ingin tahu. Ternyata dulu pahamnya ilmu
fiqh itu saklek. Ternyata ada murā’atul ikhtilāf dan lebih luas. Disini, pembawaan dari
ustadz menarik dan sejarah fiqh itu juga dijelaskan. Semuanya ada ketentuannya, tidak
boleh secara logika. Kalau najis ketentuannya seperti ini, thaharah seperti ini jadi lebih
berhati-hati dalam bersikap. Contoh dalam kebiasaan ketika ke kamar mandi memakai
sandal dan seterusnya.
Interpretasi Data:
1. Karakter yang didapat informan setelah mengikuti pembelajaran fiqh muqāran, yaitu
lebih berhati-hati dalam bersikap misalnya memakai sandal ke dalam kamar mandi
untuk menghindari terkena najis.
2. Informan merasa memiliki sikap tidak kaku dalam belajar fiqh karena didalamnya
banyak terjadi perbedaan.
Catatan Lapangan 13
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Gadjah Mada dengan mengambil Jurusan Biologi angkatan 2013.
Penulis bertanya tentang apakah pembelajaran fiqh muqāran yang kalian ikuti mempunyai
pengaruh terhadap perilaku toleransi, informan menjawab:” Sangat mempengaruhi. Dulu
saya pernah mengaji kesana-sini. Ketika sedang liburan, saya keliling di Jogja. Saya
bingung ketika pertama kali ke Jogja lalu melihat banyak kelompok, karena di tempat
asalku yaitu NTB hanya ada kelompok NU dan Muhammadiyah. Akhirnya saya mengaji
di berbagai kelompok-kelompok itu dan akhirnya tinggal disini. Disini (Dāruṣ Ṣālihāt)
diajarkan sama ummi, sebelum kita menjadi hafiżah (penghafal Quran), kita diajarkan fiqh
terlebih dahulu. Menurut saya, itu sudah pas banget. Karena ketika saya di fakultas, masih
ada yang belum bisa menerima perbedaan. Setelah belajar fiqh di DS, saya bisa dekat
dengan semua kalangan. Dan tidak menyalahkan kelompok/orang yang berbeda dengan
kita. Jika aku pegang madzhab ini, insyaAllah benar. Mereka yang berbeda juga punya
pegangan, bisa jadi mereka yang benar. Saya merasa sudah sangat toleransi, sudah merasa
nyaman ketika komunikasi dengan orang yang berbeda harakah.”
Interpretasi Data:
1. Informan merasakan sudah memiliki perilaku toleransi setelah mengikuti
pembelajaran fiqh muqāran, terutama ketika melihat banyak kelompok. Dan
memahami tentang pentingnya belajar fiqh sebelum belajar Qur’an.
2. Informan menganggap kelompok yang berbeda dengannya mempunyai pegangan
sehingga bisa jadi benar. Dengan bersikap toleransi, informan merasa nyaman ketika
berkomunikasi dengan orang yang berbeda harakah.
Catatan Lapangan 14
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Gadjah Mada dengan mengambil Jurusan Biologi angkatan 2013.
Penulis bertanya tentang sebelum mengikuti pembelajaran fiqh, bagaimana
pandangan anda terhadap kelompok yang berbeda madzhab dengan kelompok anda,
informan menjawab:”Pandangan melihat hal itu, kenapa orang-orang ini berbeda, pusing
aku melihatnya. Kalau sudah islam, ya sudah islam saja. kenapa mereka tidak bersatu
membangun islam bersama-sama. Tapi aku juga berfikir tidak mungkin orang-orang itu
membuat kelompok tapi tanpa tujuan. Tapi aku juga tidak bisa menyalahkan mereka karena
aku tidak punya ilmu. Sebelumnya aku mengaji ke suatu kelompok yang mereka tidak
memakai hadist ahad. Aku jadi tambah bingung. Aku bertanya ke bude yang di kelompok
selain kelompokku. Aku hanya bisa heran karena bingung mau menyalahkan tapi tidak
punya ilmu.”
Interpretasi Data:
Sebelum mengikuti pembelajaran fiqh, informan merasa aneh ketika melihat orang-
orang yang berbeda. Menurutnya ketika sudah Islam, harus sama dan tidak ada perbedaan.
Namun dia tidak bisa menyalahkan karena merasa belum punya ilmu dan tidak mungkin
mereka membuat kelompok tanpa tujuan.
.
Catatan Lapangan 15
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Gadjah Mada dengan mengambil Jurusan Ilmu dan Industri Peternakan 2014.
Penulis bertanya tentang karakter apa saja yang didapatkan setelah mengikuti
pembelajaran fiqh muqāran: ” Hati-hati dalam memakai hadis, menghargai orang yang
berbeda dengan kita, tidak mengkafirkan orang lain, lebih bisa positive thinking dan
menghargai dan mencintai ulama serta tidak menyepelekan mereka.”
Interpretasi Data:
Setelah mengikuti pembelajaran iqh muqāran, informan lebih bisa bersikap dan
berfikir positif terhadap kelompok yang berbeda dengannya.
Catatan Lapangan 16
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Deskripsi Data :
Informan merupakan santri Darush Shalihat angkatan IX yang berasal dari
Universitas Gadjah Mada dengan mengambil Jurusan Ilmu dan Industri Peternakan 2014.
Penulis bertanya tentang apakah pembelajaran fiqh muqāran yang kalian ikuti
mempunyai pengaruh terhadap perilaku toleransi, informan menjawab: ”Ya, jelas sekali.
Karena dulu sebelum belajar, saya hanya mengetahui beberapa madzhab. Ketika belajar
fiqh, belajar madzhab. Ketika ada yang berbeda, tidak apa-apa. Itu saudara kita.
Toleransinya akan semakin tinggi.”
Penulis bertanya lagi tentang pandangan anda sebelum belajar fiqh muqāran
terhadap kelompok yang berbeda madzhab dengan kelompok anda, informan menjawab:
“Merasa aneh. Kenapa Islam beda-beda. Aku pernah mendengar tentang 70 golongan. Aku
terlalu percaya diri bahwa aku termasuk dalam golongan itu. Yang berbeda. Jangan-jangan
dia sesat. Karena aku belum tau. Dulu aku berfikir bahwa mereka itu salah”.
Interpretasi Data:
1. Informan merasakan memiliki perilaku toleransi setelah belajar fiqh muqāran.
2. Sebelum mengikuti pembelajaran fiqh muqāran, informan merasa aneh ketika melihat
perbedaan. Merasa menganggap dirinya termasuk dalam 70 golongan dan
menganggap orang lain sesat dan salah.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. TK Pertiwi Pageralang, tahun lulus 2000
b. SD Negeri 2 Pageralang, tahun lulus 2005
c. Mts Wathoniyah Islamiyah, tahun lulus 2008
d. MA Wathoniyah Islamiyah, tahun lulus 2011
e. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun lulus 2014
2. Pendidikan Non Formal
C. Riwayat Pekerjaan
1. Guru Al-Qur’an di SD Baitussalam Prambanan Tahun 2013
2. Guru PAI di SMK Negeri Tempel
3. Mahasiswa Pendamping di Program PPK Fakultas Sanitek UIN Sunan Kalijaga tahun
2012-2014
4. Guru PAI di SMP TahfidzQu Yogyakarta tahun 2015-sekarang
5. Guru Qur’an di SD Al-Islam Tambakbayan
D. Prestasi/Penghargaan
1. Juara 1 Paralel kelas II di MAWI Kebarongan pada tahun 2010
2. Mahasiswi Tercepat Terbaik Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga tahun 2014
3. Juara 3 lomba menulis artikel Bahasa Arab di Pusat Bahasa UIN Sunan Kalijaga tahun
2012
4. Juara 2 lomba menulis di KAMMI UIN Sunan Kalijaga 2012
E. Pengalaman Organisasi
1. Anggota UKM Kordiska UIN Sunan Kalijaga tahun 2011
2. Anggota Forum Lingkar Pena Yogyakarta 2013
3. Sekretaris Departemen Medjar LDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2012
4. Sekretaris Departemen Kajian LDF Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta tahun 2012
5. Sekretaris Departemen Humas KAMMI Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2013
1. Kondisi realita masyarakat saat ini, mahasiswa melihat Jogja itu kota pelsajar yang
sangat hijau. Lihat saja broadcast kajian itu tiap hari dari subuh sampai malam itu selalu
ada. Intinya saat ini sangat banyak majelis ilmu, tetapi mengapa dengan segitu
banyaknya ustadz dan ustadzah, masalah-masalah yang kecil saja belum terselesaikan?
Jadi orang belajar, ya belajar saja. Tidak ada yang kemudian fokus ekonomi, sehingga
ekonomi kita tak kunjung membaik. Politik juga. kemudian banyak yang
berkesimpulan bahwa para ulama itu hanya terfokus kepada ilmu tentang ibadah
(hablumminallah). Padahal, apabila kita belajar imam mazhab, mereka juga belajar
tentang hal keduniaan.
Jadi, realitanya juga teman-teman kami serta masyarakat di luar sana justru banyak
yang kemudian bertanya soal hukum ini kepada yang dengan-dengan belum memiliki
ilmu (seperti kita). Karena memang kita yang tiap hari bersentuhan langsung dengan
mereka. Misal juga nanti dokter, dia juga kemungkinan besar akan ditanya pasiennya.
Jadi, kita yang tidak memiliki basic pesantren, belajar ilmu ini juga baru kemarin di
DS, kemudian bingung. Ini dalilnya bagaimana?
Jawab :
Dari jenderal sudirman,“Kamu tidak akan menang kecuali kamu kuat kamu tidak
akan kuat kecuali apabila kamu bersatu, kamu tidak akan bersatu apabila kamu tidak
sering silaturahmi.” Hal yang perlu dipertayakan, majelis ilmu isinya apa? Karena
sebenarnya masalah shalat itu bukannya tidak beres. Sudah beres dari dulu, hanya saja
diungkit-ungkit lagi. Apabila kalian memang belum memiliki kapasitas untuk
mejelaskan dalil, maka jangan seperti orang yang sudah ahli. Tetapi, ketika posisi
kalian sebagai penyampai materi akan lebih bagus. Karena kewajiban kita berdakwah.
Tetapi kalian jelaskan menurut imam ini begini, menurut kitab ini begitu. Secara jelas
dan bereferensi dan juga dengan bahasa personal yang tidak menggurui.
Salah satu alasan bagi masyarakat bertanya kepada kalian mungkin karena apabila
bertanya kepada ustadz itu munculnya gap. Jadi, mereka lebih menyukai bertanya
kepada teman yang sejawat. Mereka (masyarakat) bertanya untuk mencari kenyamanan
dan ketenangan yang hanya akan didapat apabila bertanya kepada yang sejawat. Maka,
“Penari yang baik itu yang mengerti irama gendang.”
Jangan tersenyum kepada orang buta, jangan berbisik kepada orang tuli. Mengapa?
Sia-sia kita dengan teman kita itu biasanya lebih cocok, se-frekuensi. Mungkin
kebanyakan ustadz bahasanya terlalu tinggi. Misalnya ada pengajian ibu-ibu, ustadznya
menyampaikan soal kebijakan luar negeri kita. Kita sebagai penyampai harus tahu
irama gendang. Berbicara dengan ibu-ibu, dengan mahasiswa, caranya
menyampaikannya pasti berbeda. Sebisa mungkin obrolannya tidak menyakiti.
1
Dokumentasi tulisan santri pada acara fiqh pada tanggal 21-22 Januari 2016
2. Ketika dalam bermazhab berbeda, memang kita harus menerima, tetapi terkadang di
masyarakat timbul keresahan begini, iya berbeda sih, tetapi kok bedanya jauh gitu
(seperti perbedaan dalam mazhab Hanafi yang cenderung bertentangan dengan mazhab
lain)?
Jawab :
Pendapat Imam mazhab adalah tuntunan untuk kita dalam mengamalkan. Satu yang
ingin kita capai yaitu : ketanangan dalam ibadah kepada Allah. Jadi, harus dibedakan
antara mengamalkan dan menyampaikan. Kita menyampaikan itu tidak harus
diamalkan. Kita menyampaikan sesuatu kebaikan, misalnya tentang hukum Islam,
boleh dan sah-sah saja kita menyampaikan yang paling sesuai untuk dia, walaupun itu
tidak kita lakukan karena mungkin kurang sesuai. Termasuk ketenangan dalam
bersosialisasi. Menyampaikan perbedaan itu harus. Tetapi harus melihat terlebih
dahulu apa yang harus diedukasikan terlebih dahulu. Apakah cukup kita terangkan
fatwanya para ulama atau perlu penjelasan juga mengenai perbandingan mazhab.
Ustadz tidak boleh egois juga. Penari yang baik itu yang mengerti irama gendang.
Jangan sampai penyampaian kita membuat perpecahan, tetapi muatan yang
disampaikan juga harus jujur, utuh, tidak ditutup-tutupi atau bohong. Contoh kisahnya
adalah kaidah Ibnu Mas’ud (ulama zaman itu) dan Utsman bin Affan (pemimpin
negara waktu itu) yang berbeda pendapat saat shalat jama’. Hal yang perlu diperhatikan
dalam penyampaian :
a. Hati-hati
b. Apakah masyarakat sudah teredukasi atau belum.
2. Pendapat memakai kaos kaki wajib. Kita selama ini menggembar-gemborkan bahwa
memakai kaos kaki wajib. Padahal itu masih khilafiyah. Sekarang, banyak syiar-syiar
yang seperti itu melalui poster, panflet, medsos, dan sebagainya. yang mewajibkan
memakai kaos kaki (menutup kaki). Apakah sebaiknya kita lanjutkan atau bagaimana
ketika sekarang kita tahu ada beberapa pendapat yang tidak mewajibkan?
Jawab :
Dilanjutkan saja, tetapi dengan catatan tanpa ada tendensi yang fanatis atau saklek
atau bisa juga mensyiarkannya dengan menyebutkan "Ini pendapat jumhur ulama".
Jadi, tidak mutlak dan mengembalikannya sebagai fatwa jumhur ulama. Sehingga,
tendensinya bukan merendahkan pendapat lain. Di poster biasanya yang satu di
centang, yang satu di coret gitu. Jika seperti itu, seakan-akan pendapat yang satunya itu
bukan dari Al-Quran dan sunnah. Padahal kita tahu yang berpendapat seperti itu juga
bukan orang sembarangan.
3. Bagaimana memilih diantara pendapat yang berbeda?
Jawab :
Ketika ada perbedaan pendapat, maka kita milih yang bikin kita tenang. Tetapi juga
tidak boleh berdasarkan nafsu.
Ada beberapa alternatif mengenai pendapat yang harus kita ambil :
Mazhab Hanbali : yang paling susah dan keras bagi kita. Karena esensi ibadah
wajib butuh effort.
Imam Ghazali dan beberapa ulama lain : Pendapat yang paling ringan.
- (dari Aisyah, H.R. Ahmad) --> nabi tidak diberi 2 pilihan kecuali beliau
memilih yang paling mudah.
- dalilnya "Allah itu suka yang ringan-ringan saja, selama pendapat yang
ringan itu tidak diikuti dengan hawa nafsu" (kata Imam Ghazali)
Pendapat Imam Syatibi : dengan ijtihad, maka dipilih mana yang paling benar
menurut kita, yang paling menenangkan bagi kita. Karena terkadang kita
menemukan yang meringkankan tetapi hati tidak tenang. Kita pilih berdasarkan
kata hati.
Pendapat keempat : ikuti mazhab nasional (daerahnya) karena lebih nyaman
dari segi sosial dan jalur penyampaian ilmunya ada (jalurnya lebih jelas).
4. Ustadz mengatakan apabila kita harus memahami dalil dalam setiap gerak shalat, maka
shalat kita sekarang tidak sah semua. Karena kita tidak tahu itu dalilnya apa saja. Tetapi
di buku Muqaddimah Bab 6, disebutkan ada taqlid yang haram yaitu taqlid tentang
hukum syara’. Hukum syara’ itu ada 2 macam, yaitu : 1. Hukum Syara’ yang Qath’i
(kita tidak boleh taqlid) dan (2) Hukum Syara’ yang diketahui dengan penelitian dan
mencari dalil seperti hal-hal furu’iyah. Maksud dari pengertian itu bagaimana Ustadz?
Jawab :
Dalam masalah qath’i itu tidak boleh bertaqlid. Maklum minaddiini bi dhoruurah.
Wajibnya shalat, wajibnya zakat, yang bisa diperoleh tanpa mempelajari ilmu lebih
dalam. Jangankan kita, bahkan orang kafir saja tahu. Allah sudah mengilhamkan itu
kepada setiap manusia. Untuk masalah dzanninya itu baru yang taqlid. Shalat
hukumnya wajib, kita tahu. Tetapi hal yang dzanni seperti doa iftitah, dan sebagainya
itu kita mengikuti Imam yang memahami dalilnya.
5. Najis pada anjing, Apakah najis ada pada sebagian tubuhnya atau seluruh tubuhnya?
bagaimana cara menyucikannya? setahu saya ada pebedaan. Pada umumnya najis
anjing ada pada air liurnya. Sedangkan babi terdapat pada seluruh tubuhnya. Cara
menyucikan keduanya berbeda. Apabila air liur anjing dengan menggunakan tanah
sedangkan babi cukup dengan antiseptic. Apakah itu benar ?
Jawab :
Ada hadits “Apabila anjing menjilat, maka cucilah dengan 7 kali”. Perkara thaharah itu
perkara ta’abbudiy, perkara ritual yang tidak ada alasannya. Jika dalam wahyu
dikatakan mencuci sebanyak 7 kali. Maka, kita mencucinya 7 kali. Lantas, jika kita
bertanya “Mengapa harus 7 kali, bukannya mencuci sebanyak 1 kali saja sudah bersih?”
jawabannya, karena wahyunya memeritahkan sebanayk 7 kali. Begitupula anjing
dikatakan najis, karena memang dalam wahyu Allah mengatakan demikian. Sama
halnya dengan hukum memakan babi yaitu haram. Alasan pengharamannya bukan
karena babi itu menyebabkan penyakit, tetapi karena memang Allah yang
memerintahkan. Perkara karena babi menyebabkan penyakit dan seterusnya hanyalah
tambah saja. Lantas, mengapa orang-orang nonis yang memakan babi jauh lebih sehat
dibandingkan kita ? Kembali lagi, ini adalah perkara taa’bbudy yang tidak ada
alasannya. Perkara ada penelitian yang menyatakan bahwa babi itu memang banyak
membawa dampak yang buruk bagi tubuh, itu boleh-boleh saja. Tetapi tidak boleh
dijadikan sebagi tujuan. Alasan kita tidak memakan babi harus bertujuan untuk
mengikuti wahyu.
Contoh :
- Mengusap khuf, thaharah tujuannya untuk membersihkan, tetapi menyapu atasnya
bukan bawahnya. Padahal yang kotor bawahnya.
- Mengeluarkan air kencing, yang menyebabkan seseorang berhadats kecil. Jika
dilogikakan, air kencing yang dikeluarkan itu jumlah banyak. Kemudian air
kencing yang dikeluarkan hukumnya najis. Tetapi, kawajibannya hanya berwudhu.
Sementara itu, orang yang mengeluarkan air mani yang hanya beberapa cc dan tidak
najis. Tetapi kewajibannya adalah bersuci dengan mandi besar. Seharusnya, kecil
ya kecil. Besar ya besar.
- Ketika mengeluarkan angin (kentut), kita dihukumi berhadats. Kemudian
kewajiban kita bersuci dengan berwudhu. Saat kita wudhu, yang kita basuh adalah
wajah, dan seterusnya. Apabila difikir-fikir, yang kentut pantat kok yang diusap
muka. Apa salahnya muka ?
BAB MANDI
1. Kapan waktu pelaksanaan mandi sebelum sholat ied? Awalnya adalah ketika terbit
matahari. Mazhab Imam Malik itu tidak ada jeda mandi dengan berangkat. Jadi
setelah mandi dan rapi2 diri langsung berangkat.
2. Batas nifas? Bedanya dengan darah wiradah (darah yang keluar ketika bayi keluar)
salah satu imam bahwa pecah ketuban itu masuk nifas. Nifas paling cepat sehari
semalam. Kemudian maksimal 60 hari. Selebihnya darah istihadoh. Normalnya 40
hari. Sama kayak hamil. Hamil itukan paling cepat 6 bulan paling lama 2 tahun. Di
mazhab imam malik lamanya hamil 3 tahun. Karena imam syafi'i di kandungan 2
tahun.
3. Bagaimana wanita haid yang potong kuku dan potongan rambut? Di syafi'i di
makruhkan saja. Tapi beberapa ulama menganjurkan dikumpulkan dan diikuti
mandi. Karena nanti ketika diakhirat nanti bakal datang anggota tubuh yang bilang
belum disuciin, padahal ketika masuk akhirat semua dalam keadaan suci. Tapi ini
bukan sebuah kewajiban. Artinya kalau sulit jangan capek2 nyari mereka yang
emang susah dicari.
BAB NAJIS
1. Ada tiga jenis yang keluar selain darah, ada mani, madzi, wadhi (setelah kencing, eh
keluar lagi setetes dua tets). Jadi semua yang keluar dari kemaluan najis kecuali air
mani. Madzi itu kalau tinggi syahwatnya keluar madzi. Pasangan sebelum melakukan
hubungan, nah ketika syahwatnya tinggi, keluar madzi. Mani itu diujung syahwat. .
2. Tata cara menghingkan najis yang melekat di diri. Intinya hilang bau, warna dan bau.
Kalau digosok2 gak ilang, ini dimaafkan. Tinta bukan najis. Kalau tatoan, bukan najis,
tapi dosa. Untuk wudhunya sah atau tidak, dasarnya adalah air itu tidak masuk dalam
tubuhnya, lihat dulu cat tato itu menutupi pori-pori untuk masuknya air. Kalau nutupi
ya tidak sah, kalau tidak menutupi, ya sah.
3. Kenapa untuk beristinja' bisa pakai batu? Karena memang Nabi saw melakukan itu.
Apakah ada ilat untuk bisa diqiyaskan dengan benda lain? Bisa selama bentuknya
padat. Misal, tisu. Istijmal (istinja' dengan menggunakan batu atau sejenisnya,
syaratnya benda itu padat dan tidak hancur untuk dipakai bersuci. Dan merupakan
benda suci, tidak kasar (karena bisa melukai), dan tidak halus (tidak bisa mengangkat
najis). Harus minimal 3 batu. Tapi dalam Fathul Qorib itu tidak harus 3 batu cukup 1
batu dengan 3 sapuan sisi yang berbeda.intinya kalau satu batu bisa dipakai dengan 3
sisi yang berbeda, maka bisa digunakan. Tapi kan susah. Maka 3 batu. Kalau dengan
satu batu, najis yang ada di satu sisi tidak nyamber ke sisi yang lain, maka itu kan harus
batu yang besar. Intinya bisa diqiyaskan yang penting bukan benda cair.
4. Kenapa tidak boleh buang air dekat pohon? Inilah islam dengan ramatan lil 'alamin.
Perilaku demikian adalah sebuah kemakruhan khawatir pohonnya tidak berbuah/tidak
nyaman untuk berteduh karena ada cairan itu. Termasuk membuang air di atas lubang.
Karena khawatir ada semut di dalamnya. Inilah Islam, aturannya bisa bermanfaat atau
melindungi tumbuhan dan hewan. Kalau binatang dikasihi, apalagi manusia. Islam itu
penuh kasih sayang, jangan galak2. Maka budaya bunuh2an itu tidak ada dalam ajaran
agama Islam. Bahkan kita diajari tentang bagaimana untuk jaga silahturahmi. Pertama,
tetap jaga silahturahmi dan jangan putuskan silahturahmi. Kedua, beri hadiah keorang
yang tidak kita sukai. Ketiga maafkan. Jadi bukan “saya lebih baik dari dia”, karena
itu kata2 iblis ketika menolak perintah Allah swt untuk sujud ke Nabi Adam as.
Nangisnya orang yang bertaubat itu lebih baik dari dzikirnya orang sholih. Karena
nangisnya itu menimbulkan ketaatan, dari pada ketaatan yang menghasilkan
kesombongan. Kata Nabi saw jangan memendam dendam.
BAB NIAT
1. Apakah dalam satu ibadah puasa bisa lebih dari dua niat? Kalau puasa sunnah,
diniatkan atau tidak, tetap dapat. Jadi dalam ibadah2 sunnah diijinkan, ketika kita
masuk masjid lagi adzan, kita tunggu kemudian setelah adzan kita sholat sunnah
qobliah, nah sholat tahiyyatul masjid udah kerangkum dalam sholat qobliyah. Karena
menurut mazhab Syafi'i, sholat tahiyaatul masjid itu sholat ketika dia baru masuk
masjid. Pun dengan puasa. Tapi untuk mayoritas ulama mazhab berpendapat puasa
wajib tidak bisa dibarengi dengan puasa sunnah. Tapi kalau kata ulama azhari
membolehkan merangkapnya puasa wajib dengan puasa sunnah.
2. Bagaimana mengganti merubah niat dari munfarid ke imam ketika di tepuk? Dalam
sholat terjamaah syaratnya itu makmum harus niat jadi makmum, sedang imam tidak
di syaratkan niat jadi imam. Berubah atau tidaknya kita jadi imam tetap sah asal
makmum niat jadi makmum. Kalau imam berniat sholat jamaah tapi niat sendiri maka
dia pahala sendiri. Dan imam yang berjamaah niat jamaah maka dapat pahala jamaah.
Dan di imam syafi'i tidak mensyaratkan adanya persamaan niat antara imam dengan
makmum. Misal sholat tarawih sudah berjalan sedang kita baru datang maka ketika
kita ingin sholat isya', maka boleh kita jamaah dengan imam yang lagi sholat taraweh
itu. Yang dimaksud dengan menyelisihi imam adalah gerakannya bukan pada niat. Ini
karena di jaman dulu sahabat sholat berjamaah selain di masjid nabawi punya langgar
pribadi. Dan mereka sholat juga disana. Ketika Nabi saw berdzikir di Masjid Nabawi,
datang orang masuk ke Masjid Nabawi untuk sholat dan melihat kanan kiri untuk
berjamaah. Kemudian Rasul saw menawarkan sedekah diri dengan sholat berjamaah
dengan orang itu. Sahabat sholat sunnah dan orang itu sholat fardhu.
3. Saya sedang puasa sunnah syawal tapi belum qodho. Kemudian dapat saran dari guru
saya untuk mengganti niat puasa. Ini bagaimana ya? Sebenarnya menjalankan puasa
sunnah sedangkan belum selesai puasa qodhonya maka itu tidak apa2, tapi sangat
dianjurkan untuk puasa qodho dulu. Sedangkan Imam Ahmad mensyaratkan puasa
qodho dulu. Tapi soal merubah niat sunnah ke wajib itu tidakbisa. Karena udah beda
adab niatnya. Sesama puasa sunnah bisa dirubah niatnya sampai sebelum dzuhur. Tapi
kalau sunnah ke wajib tidak bisa karena puasa wajib diniatkan sebelum fajar. Dan
emang udah beda.
4. Najis itu kan membatalkan wudhu, cairan apapun yang keluar dari dua lubang itu.
Kalau misalkan kita mengikuti bahwa keputihan tidak najis (IMAM NAWAAWI), itu
tetap batal kah wudhuya? Batal, apapun yang keluar. Memang tidak najis, tapi tetap
harus wudhu. Kemudian, bagaiman kalau terus2an keluar seperti darah istihadhoh
bagaimana ini ustadz? Berarti disumpel dulu.