B4M2
B4M2
B4M2
SISTEM DIGESTIF
SALURAN PENCERNAAN ATAS
KELOMPOK 8
ASTRID AINUN
NIM.1510015001
ANDI ERIKA SAFITRI
NIM.1510015005
OLGA FANNY TANTIWI NURDIN NIM.1510015022
SYELLA CHINTYA DEWI NIM.1510015050
MUHAMMAD FACHRI NIM.1510015057
YEDIAL DWI PUTRA SIMANGUNSONG NIM.1510015065
ANANDA PURNAMA MAZNA NIM.1510015069
RUTH PUTRI E. SAGALA NIM.1510015071
MAISSY NAFRIAMURTISARI NIM.1510015073
ADELINE ARUNG LABI NIM.1210015082
Tutor :
Dr.dr. Yadi M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan laporan diskusi kelompok
pada Blok 4 Sistem Digestif Modul 2 Saluran Pencernaan Bawah ini dengan tepat
waktu.
Laporan ini dibuat sebagai bukti jalannya diskusi kelompok kecil kami. Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr.dr Yadi M.Kes selaku pembimbing
diskusi kami dan juga semua pihak (dosen pakar, mahasiswa, dll.) yang terlibat dalam
proses belajar kami sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Kami berharap agar
laporan ini dapat bermanfaat bagi setiap pembacanya untuk meningkatkan wawasan
dan kompetensi di bidang ilmu kedokteran.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
kami. Sebagai penutup kami berharap, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat
bagi setiap pembaca.
Kelompok 8
DAFTAR ISI
ii
Kata pengantar................................................................................... ii
Daftar isi.............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Tujuan Pembelajaran............................................................. 1
1.3 Manfaat Pembelajaran........................................................... 1
BAB I
iii
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan anatomi dan histologi saluran pencernaan
bawah
2. Mahasiswa dapat menjelaskan fisilogi dan motilitas saluran pencernaan
bawah
3. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme absorpsi
4. Mahasiswa dapat menjelaskan kerja enzim pencernaan
5. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme defekasi
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan histologi saluran pencernaan
bawah
2. Mahasiswa dapat mengetahui fisiologi dan motilitas saluran pencernaan
bawah
3. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme absropsi
4. Mahasiswa dapat mengetahui kerja enzim pencernaan
5. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme defekasi
BAB II
PEMBAHASAN
iv
bisa defekasi selama 5 hari terakhir ini. Keluhan disertai rasa penuh di perut kiri bagian
bawah. Dari anamnesis diketahui pasien ini mempunyai kebiasaan tidak suka makan
sayur, konsumsi buah yang jarang, dan kurang minum air putih. Pada pemeriksaan
fisik abdomen dokter menemukan redup pada topografi colon descenden dan
peristaltik yang menurun. Dokter menjelaskan pada pasien tersebut bahwa kebiasaan
dietnya selama inimungkin saja mempengaruhi proses absorpsi diususnya dan kurang
aktifnya enzim pencernaan sehingga menimbulkan keluhan konstipasi seperti yang
dirasakan pasien sekarang.
v
2. diserap diusus halus colon, terjadilah haustra dan pergerakan
massa(gerakan maju mundur dan pergerakan agar feses lebih jauh
pembentukan feses/tinja, lalu H2O dan garam yang ada dufeses didorong
untuk diserap dan akhirnya feses menjadi padat colon descenden, terjadi
kontraksi sigmoid dan dinding rektum, sfingter anus internus dan eksterna
berelaksasi sehingga feses dapat dikeluarkan
3. air membantu penyerapan, karena sayur juga memiliki serat yang tinggi
4. - nutrisi(jika lemak, mencernanya lebih lama)
- struktur(gangguan motilitas)
- psikiatri
5. – frekuensi makanan
- serat
- mineral
6. ya, karena diet memiliki berbagai macam, contohnya saja diet karbo, diet kalori
7. air, garam, lemak, protein, besi, kalsium, karbohidrat
8. mengandung anterokinase, aminopeptidase, disakaridase. Juga terdapat lipase
yang ada diusus, mengubah lemak menjadi monosakarida
9. bagian kolonnya penuh karena makanan yang ada diusus besar tidak bisa
dikeluarkan sehingga terjadinya konstipasi
10. absorpsi monosakarida dimulut disederhanakan menjadi disakarida oleh
bantuan enzim pankreas dan amilase liur. Kemudian disakarida tersebut
disederhanakan kembali menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase lalu
hasilnya yaitu glukosa dan galaktosa akan diseraap oleh usus melalui simporter
sglt sedangkan fruktosa memasuki sel melalui glut 5. Glukosa, fruktosa dan
galaktosa kemudian akan keluar sel melalui glut 2 untuk memasuki darah
11. suka menunda BAB, makan makanan yang kurang serat, kurang minum air
putih
12. usus halus : duodenum, jejenum, ileum
usus besar: colon ascenden, trasnversum, descenden, sigmoid, sekum,
rektum, apendix
13. – tonik : akibat dari perubahan tonus
- pendulum : gerakan memanjang/ memendek
- segmentasi : gerakan otot yang membentuk segmen
- peristaltik : gerak pendorong isi usus halus
- fili : mengakibatkan cairan disekitar diganti menjadi cairan yang baru
14. iya karena batas dikatakan batas konstipasi adalah seminggu 3 kali melakukan
defekasi
15. ada
16. karena diet mengandung komposisi protein yang dikonsumsi, protein
berpengaruh pada pembentukan enzimnya
2.4 Strukturisasi
Makanan/Minuman
vi
Sistem Pencernaan Atas
Sistem Pencernaan Bawah
Usus Halus Anus Usus Besar
2.7 Sintesis
Learning Objective 1
Menjelaskan Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan Atas
vii
1. Duodenum (usus duabelas jari)
Pars superior dan bagian proksimal pars descendens duodeni berkembang dari
foregut; bagian duodenum yang lain berkembang dari midgut. A. Mesentrica superior
yang terdapat di collum pankreas menyilang duodenum pars inferior dalam
perjalanannya menuju ke mesenterium.
Pars ascendens duodeni melanjutkandiri sebagai jejenum di sisi kiri vertebra limbalis
kedua. Di tempat itu, bagian ujung duodenum itu difiksasi oleh ligamentum
suspensorium duodeni (ligamentum trenz) yang memisahkan pencernaan atas dan
bawah.
Bagian usus halus yang dinamakan jejenum terletak di bagian proksimal dan ileum di
bagian distal. Jejenum memiliki panjang 2.5 m, Ileum memiliki panjang 3.6 m . Jadi,
panjang kedua bagian ini bersama-sama bisanya berkisar dari 4-7 m. Keduanya
melekat pada dinding abdomen posterior melalui mesenterium. Permukaannya dilapisi
viii
oleh peritoneum viscerale dan menerima darah dari a.mesentrica superior.
Ileum mempunya banyak jaringan limfe dan jejunum memiliki lebih banyak vili
intestinalis untuk penyerapan makanan. Kondisi anatomis ini menjelaskan mengala
pasien demam tifoid (typhoid fever) yang mengenai jaringan limfe, lebih berisiko
mengalami rultur ileum daripada ruptur jejenum.
Usus halus melekat pada dinding abdomen posterior melalui mesenterium. Radix
mesenterii dimulai di flexura duodenojejunalis dan berakhir di pertemuan ileum dengan
caecum (iliocaecal junction) di sebelah kanan vertebra lumbalis ketiga. Panjang radix
mesenteriu hanya sekitar 20-25 cm. Radix ini melintasi pars duodeni, aorta
abdominalis, vena cava inferior, ureter kanan, dan m.psoas major kanan. Cabang-
cabang a. Mesenterica superior yang mengurus jejunum dan ileum terletak di antara
kedua lapisan mesenterium.
Pada ileocaecal junction, terdapat katup berdaun dua yang mencegah isi caecum dan
colon mengalami refluks dan mengalir balik ke ileum, yaitu katup ileocaecal.
Usus halus mengisi regio umbilicalis, regio lateralis (lumbalis) kiri kanan, dan
hypogastrium di abdomen. Ujung distal usus halus terdapat di regio inguinalis kanan
(right iliac region) pada titik McBurney (suatu titik pada 2/3 lateral garis yang
menghubungkan umbilicus dengan crista iliaca anterior superior(SIAS), tempat bagian
ini berhubungan dengan caecum.
ix
Caecum adalah ujung proksimal colon dengan appendix vermiformis yang melekat
padanya. Keduanya adalah organ intraperitoneum. Caecum tidak memiliki
mesenterium, tetapi appendix vermiformis melekat ke dinding abdomen melalui
mesoappendix yang berisi a.appendicularis di dalamnya. Appendix vermiformis
berukuran panjangn sekitar lima hingga sepuluh sentimer dan perlekatannya ke
caecum bervariasi. Pelekatan itu biasanya pada posisi retrocaecal.
Struktur colon yang spesifik dimulai pada appendix vermiformis. Ada tiga taenia coli,
yaitu tiga pita otot longitudinal yang tebal dan sempit dan dibentuk oleh serabut otot
longitudinal colon; dimulai di pelekatan appendix ke caecum dan berakhir sewaktu
colon menjadi rectum.
Tiga taenia coli tersebut ialah:
Taenia Mesocoli
Taenia Omentalis
Taenia Libera
Caecum berlanjut sebagai colon ascendens yang kemudian menjadi colon ascendens
yang kemudian menjadi colon transversum sesudah melewati flexura colica dextra.
Colon ascendens terletak retroperitonial dan colon transversum terletak intraperitoneal
bersama mesocolonnya. Mesocolon itu dilapisi di anteriornya oleh momentum majus.
Di sisi kiri abdomen, dekat dengan limpa, colon transversum melanjutkan diri sebagai
colon descendens di flexura coli sinistra. Colon descendens yang terletak
retroperitoneal selanjutnya menjadi colon sigmoideum bersama mesocolonnya.
Colon sigmoideum melanjutkan diri sebagai rectum yang merupakan tabung lurus di
dalam pelvis. Di ujung caudalnya, sesudah flexura anorectalis, rectum menjadi canalis
analis dan anus. Anus mempunyai m.spincter ani internus yang berada di bawah
kendali sistem saraf otonom, dan m. Spinchter ani externus yang dikendalikan oleh
saraf somatik, dalam hal ini n. Pudendus. Di tempat ini, dan juga di canalis analis,
vena-vena di dindingnya membentuk jejaring (hemorhoidal) yang dapat membesar
pada orang yang bermasalah dengan hepar dan pada wanita hamil (blokade pada v.
x
Portae hepatis).
Suplai darah organ yang embriologis berasal dari foregut-yaitu lambung, hati, dan
bagian proximal duodenum-datang dari truncus coeliacus, cabang aorta abdominalis di
anterior vertebra thoracica ke sepuluh. Organ yang berasal dari midgut-yaitu bagian
distal duodenum, jejenum, ileum, caecum, colon ascendens, dan bagian proximal
colon transversum-menerima darah dari a.mesenterica superior. Bagian tractus
digestivus lain yang berasal dari hindgut, yaitu bagian distal colon transversum, colon
descendens, colon sigmoideum, dan bagian atas rectum mendapatkan suplai darah
dari a. Vertebra lumbal III . A. Mesenterica superior dicabangkan oleh aorta
abdominalis setinggi vertebra lumbalis pertama, superior terhadap a. Renalis.
Learning Objective 2
Menjelaskan fisilogi dan motilitas saluran pencernaan bawah
xi
perlahan menggerakkan kimus menelusuri usus halus. Kimus secara perlahan
bergerak maju karena frekuensi segmentasi menurun di sepanjang usus halus.
Sel-sel pemacu di duodenum secara spontan mengalami depolarisasi lebih cepat
daripada sel – sel serupa yang ada di bagian hilir usus, dengan kontraksi-
kontraksi segmentasi terjadi di duodenum pada kecepatan 12 kali per menit
dibandingkan dengan hanya 9 kali per menit di ileum terminal. Karena
segmentasi terjadi lebih sering di bagian usus halus daripada di bagian bawah,
maka secara rata lebih banyak kimus yang terdorong maju daripada yang
terdorong mundur. Kimus secara perlahan bergerak di bagian atas ke bagian
bawah usus halus, dengan terdorong maju mundur selama perjalannya agar
terjadi pencampuran yang merata dan penyerapan. Mekanisme propulsif yang
lambat ini menguntungkan karena menyediakan cukup waktu bagi
berlangsungnya proses pencernaan dan penyerapan. Isi usus halus biasanya
memerlukan 3 sampai 5 jam untuk melintasi usus halus.
MIGRATING MOTILITY COMPLEX, menyapu usus hingga bersih diantara
waktu makan. Ketika sebagian besar makanan telah diserap, kontraksi
segmentasi berhenti dan diganti diantara waktu makan oleh migrating motility
complex. Motilitas diantara waktu makan berbentuk gelombang peristaltik lemah
berulang yang bergerak dengan jarak pendek ke hilir sebelum lenyap.
Gelombang berawal dilambung dan bermigrasi menelusuri usus. Setiap
gelombang peristaltik baru dimulai ditempat yang sedikit lebih ke hilir ke usus
halus. Gelombang peristaltik pendek ini memerlukan waktu sekitar 100 sampai
150 menit untuk akhirnya bermigrasi ke ujung usus halus, dengan setiap
kontraksi menyapu maju sisa makanan sebelumnya plus debris mukosa dan
bakteri menuju kolon. Setelah akhir usus halus tercapai, siklus dimulai kembali
dan terus berulang sampai kedatangan makanan berikutnya. Migrating motility
complex diperkirakan diatur diantara waktu makan oleh hormon, yang
disekresikan selama keadaan tidak makan oleh sel-sel endokrin mukosa usus
halus. Ketika makanan berikutnya tiba, aktivitas segmental kembali dimulai dan
migrating motility complex terhenti. Pelepasan motilin dihambat oleh makan.
xii
Kontraksi ini, yang menyebabkan kolon membentuk haustra, serupa dengan
segmentasi usus halus tetapi terjadi jauh lebih jarang. Interval antara dua
kontraksi haustra bisa mencapai 30 menit. Lokasi kantung haustra secara
bertahap berubah sewaktu segmen yang semula melemas dan membentuk
kantung, mulai berkontraksi secara perlahan. Sementara bagian yang tadinya
berkontraksi, melemas secara bersamaan membentuk kantung baru. Gerakan ini
menyebabkan gerakan maju mundur sehingga secara perlahan mengaduk isi
kolon dan menyebabkan isi kolon terpajan ke mukosa absorptif. Gerakan ini
dikontrol oleh refleks-refleks lokal yang melibatkan pleksus intrinsik.
GERAK PERGERAKAN MASSA merupakan gerakan pendorong feses.
Tiga atau empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan
mencolok motilitas saat segmen-segmen besar kolon ascendens dan transversum
berkontraksi secara simultan, mendorong tinja sepertiga sampai tiga perempat
panjang kolon dalam beberapa detik. Kontraksi ini disebut dengan gerakan massa,
mendorong isi kolon ke bagian distal usus besar, tempat bahan disimpan sampai
terjadi defekasi.
Learning Ojective 3
Menjelaskan Mekanisme Abropsi
A. Absorpsi karbohidrat
1. Polisakarida makanan, tepung, dan glikogen diubah menjadi
disakarida maltose melalui kerja amilase liur dan pankreas.
2. Maltosa dan disakarida makanan laktosa dan sukrosa masing-
masing diubah menjadi bentuk monosakarida oleh disakaridase
(maltase, laktase, dan sukrase-isomaltase) yang terletak di brush
border sel epitel usus halus.
3. Monosakarida glukosa dan galaktosa diabsorpsi ke dalam sel epitel
oleh transport aktif dependen-energi dan Na+ (melalui simporter
SGLT) Yang terletak di membran luminal.
4. Monosakarida fruktosa memasuki sel dengan difusi pasif terfasilitasi
melalui GLUT-5.
5. Glukosa, galaktosa , dan fruktosa keluar sel di membrane basal oleh
difusi pasif terfasilitasi melalui GLUT-2.
6. Monosakarida-monosakarida memasuki darah oleh difusi pasif.
B. Absorpsi protein
1. Protein makanan dan endogen dihidrolisis menjadi asam-asam
xiii
amino konstituennya dan beberapa fragmen peptide kecil oleh
pepsin lambung dan enzim proteolitik pankreas.
2. Berbagai peptide kecil dikonversi menjadi asam-asam amino
pembentuknya oleh aminopeptidase yang terletak di brush border
sel epitel usus halus.
3. Asam amino diserap ke dalam sel epitel oleh transport aktif
sekunder dependen-energi dan Na+ melalui sebuah simporter.
Berbagai asam amino diangkut oleh pembawa yang bersifat spesifik
untuk asam amino tersebut.
4. Beberapa peptide kecil diabsorpsi oleh jenis simporter yang berbeda
yang digerakkan oleh transport aktif tersier dependen-energi, H+
dan Na+.
5. Sebagian besar peptide kecil yang terabsorpsi diuraikan menjadi
asam-asam amino oleh peptidase intrasel.
6. Asam-asam amino keluar sel pada membrane basal melalui
berbagai pembawa pasif.
7. Berbagai asam amino memasuki darah melalui difusi sederhana.
(sejumlah kecil di- dan tripeptidase juga memasuki darah secara
utuh).
C. Absorpsi lemak
1. Lemak makanan dalam bentuk globulus lemak besar yang terdiri
dari trigliserida diemulsifikasi oleh kerja deterjen garam-garam
empedu menjadi suspense butiran-butiran halus lemak. Emulsi
lemak ini mencegah menggumpalnya butiran-butiran lemak
sehingga meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk
diserang lipase pankreas.
2. Lipase menghidrolisis trigliserida menjadi monogliserida dan asam
lemak bebas.
3. Produk-produk tak larut air ini dibawa ke permukaan luminal sel
epitel usus halus dalam misel yang larut air, yang terbentuk oleh
garam empedu dan konstituen-konstituen empedu lainnya.
4. Ketika misel mendekati permukaan epitel absorptive, monogliserida
dan asam lemak meninggalkan misel dan secara pasif berdifusi
menembus dwilapis lemak membrane luminal.
5. Monogliserida dan asam lemak bebas tediresintesis menjadi
trigliserida di dalam sel epitel .
6. Trigliserida-trigliserida ini menyatu dan dibungkus oleh suatu lapisan
lipoprotein dari reticulum endoplasma untuk membentuk kilomikron
yang larut air.
7. Kilomikron dikeluarkan melalui membrane basal sel oleh
eksositosis.
xiv
8. Kilomikron tidak dapat menembus membrane basal kapiler darah
sehingga kilomikron masuk ke pembuluh limfe yaitu lakteal sentral.
D. Absorpsi besi
1. Hanya sebagian besi yang ditelan yang berada dalam bentuk dapat
diserap, baik besi heme maupun Fe2+.
2. Besi diabsorpsi menembus membrane luminal sel epitel usus oleh
pembawa heme dan Fe2+ yang dependen energy yang berbeda.
3. Besi dalam diet yang diserap ke dalam sel epitel usus halus dan
segera dibutuhkan untuk produksi sel darah merah dipindahkan ke
dalam darah oleh transporter besi membrane yaitu feroportin.
4. Di darah, besi yang diserap diangkut ke sumsum tulang dalam
bentuk terikat ke transferin yaitu suatu pembawa protein plasma.
5. Besi dalam makanan yang diserap yang tidak segera digunakan
disimpan di sel epitel sebagai feritin, yang tidak dapat dipindahkan
ke dalam darah.
6. Besi yang tidak digunakan ini keluar di tinja sewaktu sel-sel epitel
yang mengandung feritin tersebut terlepas.
7. Besi dalam makanan yang tidak diserap juga akan keluar melalui
tinja.
E. Absorpsi kalsium
Jumlah kalsium yang diserap memasuki membrane luminal sel epitel
usus halus menuruni gradien elektrokimianya melewati saluran Ca2+
khusus, yang dihantarkan dalam sel oleh protein pengikat kalsium yang
disebut kalbidin, lalu keluar dari membrane basolateral menjadi 2
mekanisme dependen-energi: pompa Ca2+ ATPase transpor aktif
primer dan antiporter Na+-Ca2+ transport aktif sekunder. Vitamin D
sangat meningkatkan semua langkah pada absorpsi kalsium. Vitamin D
melaksanakan efek ini hanya setelah ia diaktifkan di hati dan ginjal,
suatu proses yang didorong oleh hormone paratiroid. Karena itu, sekresi
hormone paratiroid meningkat sebagai respon terhadapo penurunan
konsentrasi Ca2+ dalam darah. Dalam keadaan normal dari sekitar
1000mg Ca2+ yang dikonsumsi setiap hari, hanya 2/3 yang diserap di
usus halus dan sisanya keluar melalui tinja.
F. Absorpsi vitamin
Vitamin larut air terutama diserap secara pasif bersama air, sedangkan
vitamin larut-lemak dibawa dalam misel dan diserap secara pasif
bersama produk-produk akhir pencernaan lemak. Sebagian vitamin juga
dapat diserap oleh pembawa jika diperlukan. Vitamin B12 bersifat unik
karena bahan ini harus berikatan dengan faktir intrinsic lambung agar
xv
dapat diserap melalui proses endositosis yang diperantarai oleh
reseptor di ileum terminal.
Learning Objective 4
1. Enzim Enterokinase
Enzim ini adalah enzim yang membantu dalam mengaktifkan enzim-enzim
proteolitik pancreas yang bekerja pada usus halus misalnya enzim tripsinogen
dan lainnya.
2. Disakaridase (maltase, sukrase-isomaltase dan laktase)
Enzim ini bekerja pada maltose, dekstrin a-limit dan disakarida diet. Maltose
diuraikan menjadi glukosa oleh bantuan enzim maltase dan sukrase-isomaltase
sedangkan dekstrin a-limit hanya dapat diuraikan oleh sukrase-isomaltase dan
akhir pencernaan disakarida sukrosa dan laktosa diselesaikan oleh enzim
sukrase isomaltase dan lactase.
3. Aminopeptidase
Yang menghidrolisis hampir semua fragmen peptide menjadi asam asam amino
yang dapat diserap oleh usus halus.
Learning Objective 5
Mekanisme Defekasi
Pada sebagian besar waktu, rektum tidak berisi fases. Hal ini sebagian adalah akibat
dari kenyataan bahwa terdapat sfinter fungsional yang lemah sekitar 20 cm dari anus
pada perbatasan antara kolon sigmoid dan rektum. Di sini terdapat juga sebuah sudut
tajam yang menambah resistensi terhadap pengisian rektum.
Bila gerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rektum, segera timbul
xvi
keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rektum dari relaksasi sfingter
anus.
Pendorongan massa feces yang terus-menerus melalui anus dicegah oleh kontraksi
tonik dari (1) sfingter ani internus, penebalan otot polos sirkular sepanjang beberapa
sentimeter yang terletak tepat di sebelah dalam anus, dan (2) sfingter ani enternus,
yang terdiri atas otot lurik volunter yang mengelilingi sfingter internus dan meluas ke
sebelah distal. Sfingter eksternus diatur oleh serat-serat saraf dalam somatis dan
karena itu di bawah pengaruh volunter, dalam keadaan sadar atau setidaknya dalam
bawah sadar, secara bawah sadar sfingter eksternal biasanya secara terus-menerus
mengalami kontriksi kecuali bila ada implus kesadaran yang menghambat kontriksi.
Refleks Defekasi
Biasanya, defeksi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refleks-refleks ini adalah
refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik setempat di dalam dinding
rektum.
Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen
yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltik
di dalam kolon desenden, sigmoid dan rektum, mendorong feses ke arah anus. Pada
saat gelombang peristaltik mendekati anus, sfringter ani internus relaksasi oleh sinyal-
sinyal penghambat dari pleksus mienterikus; jika sfingter ani eksternus juga secara
sadar, dan volunter berelaksasi pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.
Refleks defekasi mienterik intrinsik yang berfungsi dengan sendirinya secara normal
bersifat relatif lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, jenis lain,
suatu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medula spinalis.
Bila ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan pertama ke
dalam medula spinalis dan kemudian secara refleks kembali ke kolon desenden,
sigmoid, rektum dan anus melalui serat-serat saraf parasimpatos dalam nervus
pelvikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltik dan
juga merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refleks defekasi
mienterik intrinsik defekasi yang kuat, yang kadak efektif dalam mengosongkan usus
besar sepanjang jalan dari felksura splenikus kolon sampai ke anus.
Sinyal-sinyal defekasi yang masuk ke medula spinalis menimbulkan efek-efek lain,
seperti mengambil napas dalam, penutupan glotis, dan kontraksi otot-otot dinding
abdomen untuk mendorong isi feses dari kolon ke bawah dan pada saat yang
bersamaan menyebabkan dasar pelvis mengalami relaksasi ke bawah dan menarik
keluar cincin anus untuk mengeluarkan feses.
Bila keadaaan memungkinkan untuk defekasi, refleks defekasi secara sadar dapat
xvii
diaktifkan dengan mengambil napas dalam untuk menggerakkan diafragma turun ke
bawah dan kemudiam mengontraksikan otot-otot abdomen untuk meningkatkan
tekanan dalam abdomen, jadi mendorong isi feses ke dalam rektum untuk
menimbulkan refleks-refleks yang baru. Refleks-refleks yang ditimbullan dengan cara
ini hampir tidak selektif seperti refleks yang timbul secara alamiah, karena alasan inilah
orang yang terlalu sering menghambat refleks alamiahnya cenderung mengalai
konstipasi berat.
Pada bayi baru lahir dan pada beberapa orang dengan medula spinalis yang dipotong,
refleks defekasi otomatis menyebabkan pengosongan usus bagian bawah pada saat
yang tidak tepat sepanjang hari karena tidak adanya pengontrolan secara sadar
melalui kontraksi atau relaksasi volunter sfingter ani eksternus.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
xviii
Saluran pencernaan bawah merupakan bagian yang harus kita ketahui sebab
setelah kita mempelajari saat Modul 1 yaitu saluran pencernaan atas lalu masuk ke
saluran pencernaan bawah dimana organ kita pada pencernaan akan mencerna
makanan yang masuk dari saluran pencernaan atas.
Begitu juga dengan enzim - enzim yang bekerja pada saluran pencernaan bawah
contoh nya adalah eterpkinase, disakaridasedan jugaaminopeptidase serta dapat
mengetahui mekanisme dari absropsi yang terdidiri dari abropsi karbohidrat, protein,
lemak, dll.
Jadi dari laporan ini kami berharap para pembaca dapat mengerti fisiologi dari
masing - masing organ pencernaan dari usus halus, usu besar lalu sampai keluar dari
anus dan juga para pembaca dapat mengerti mekanisme absorpsi dan juga
bagaimana cara keja enzim pada saluran pencernaan.
3.2 Saran
Dalam proses pembelajaran PBL yaitu dalam diskusi kelompok kecil banyak hal
yang harus lebih kami perhatikan. Begitupun dalam pembuatan laporan hasil diskusi
ini, dimana dalam laporan hasil diskusi ini mungkin masih ada kesalahan dalam
penyusunannya sehingga kelak kami membutuhkan saran ataupun kritik yang dapat
diberikan agar kami dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan
laporan kelompok kami kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
xix
Guyton, Arthur C and Jhon E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sherwood, Lauralee. 2012.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
xx