Catalogue

In this essay there is an attempt to answer those questions deemed fundamental in order to scientifically set up a thematic catalogue of Sgambati’s compositions. When the author was still living, why had several of his works doubled in number- ing? Which of them belong to the official corpus? How many compositions did he actually write and how can we order them?
To answer these queries, the essay is structured into two different parts. In the first one, there is a philological research aimed at tracking the origin of the double numbering; in the second one, the entire compositional activity of Sgambati known to us through synoptic tables is organized.
All the most important biographic profiles, all the dictionary terms dedicated to Sgambati during the 1900s have always offered a double numbering, without providing the specific origin. In the essay, two original sources are identified: Giovanni Sgambati: Katalog seiner hauptsächlichsten Werke bis auf die Neuzeit vervollständigt (printed in 1910 by Schott, publisher of the majority of Sgambati’s works) and the essay I musicisti italiani contemporanei: Giovanni Sgambati (“Rivista musicale italiana”, xix, 1912), written by Alberto De Angelis under the supervision of the composer. From the comparison of the two different numerical orders, inconsistencies, gaps and discrepancies arise. In the essay it is shown how some of these gaps can be completed thanks to archive sources. Where the support of the sources is missing, the historic research helps. One must reflect upon the last years of the composer’s life, upon the image of himself he wanted to leave behind and how deriving from the latter changes of heart on the nature and dimension of the corpus of his works.
The second part of the essay offers the catalogue of Sgambati’s works. It does not contain information related to the status of the manuscript sources nor to the subsequent printed editions and it does not correlate them with the biographic data, but it organizes, integrates, completes and corrects the lists of works so far prepared by numerous scholars researching Sgambati’s figure (among others Domenico Carboni, Dudley Newton and Sergio Martinotti). The catalogue is divid- ed into five sections. The first one contains all the numbered compositions. The numbering follows and compares Schott’s and De Angelis’ numeration. In the second and third sections, all the numbered compositions, dated or not dated, are listed. In the fourth, all Sgambati’s works which have been transcribed by other composers. Finally, the last contains all the didactic works.

Parts Catalogue, Yamaha RX-King (3KAF) Indonesia

Julukan Raja Jalanan, Ini Dia Sejarah Yamaha RX-King di Indonesia

Indra Fikri - Selasa, 20 Agustus 2019 | 20:20 WIB

MOTOR Plus-online.com - Di era 90-an, motor Yamaha RX-King menjadi raja jalanan di Indonesia.

Sebelum ada Yamaha RX-King, padahal jauh sebelum model ini muncul, ada Yamaha sebelumnya yang juga tren pada masanya.

Pada saat itu, motor ini juga sering dicap negatif, karena sering digunakan untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum seperti menjambret.

Berikut ini sejarah Yamaha RX-King di Indonesia.

1. Yamaha RX100 (1977)

Nah ini dia sesepuhnya dari keluarga jambret, Yamaha RX100 meluncur pada tahun 1977.

Mesinnya dua tak dengan kubikasi hanya 100cc dengan power 11,5 dk dengan top speed 110 km/jam, terbilang kencang tuh pada masanya!

Yang bikin legendaris, meski punya mesin dua tak konsumsi bensinnya irit banget Sob! Satu liter bisa buat 40 km!

Sebetulnya sebelum RX100, ada RX125 Twin yang dijual di Indonesia pada tahun 1976.

Hanya saja, RX125 Twin bukan keluarga RX karena aslinya bernama RD125 dan hanya ganti nama saja saat masuk Indonesia.

2. Yamaha RX125 (1979)

Nah generasi selanjutnya, GridOto.com bahas RX125 satu silinder yah, bukan yang twin.

Mesin dua tak-nya punya kubikasi asli 123cc yang bisa menyemburkan power sampai 13 dk.

Oh ya, sama seperti RX100, Yamaha RX125 masih dibekali 4 percepatan.

3. Yamaha RX-K (1980)

Power maksimal 17,5 dk dan bisa digeber sampai 150 km/jam, kebut banget pada masanya!

Yamaha RX-K ini merupakan CBU dari Jepang, makanya punya kedok lampu alias bikini fairing.

Sayangnya motor ini kurang laku di pasar Indonesia dan hanya bertahan hingga tahun 1983 saja.

4. Yamaha RX-S (1981)

Kalau bapakmu anak motor yang udah mainan motor dari tahun 1980-an, pasti deh bingung dengan banyaknya seri Yamaha RX yang bertebaran saat itu.

Setelah RX-K, Yamaha kembali meluncurkan RX-S yang punya kubikasi 115 cc.

Sama seperti RX-K, Yamaha RX-S juga didatangkan langsung dari Jepang dari tahun 1981 hingga 1983.

5. Yamaha RX-Special (1983)

Makin bingung lagi nih pecinta motor dua tak di Indonesia ketika Yamaha meluncurkan RX-Special.

Kisahnya mirip dengan RX-K yang menjadi RX-King, ternyata RX-Special memang pengembangan dari RX-S.

Mesinnya sendiri sama dengan yang digunakan pada RX-S.

6. Yamaha RX-King Cobra (1983)

Akhirnya yang sudah ditunggu-tunggu, bisa dibilang inilah motor dua tak Yamaha yang paling legendaris di Indonesia.

Dibuatnya enggak asal-asalan, sebab Yamaha melakukan survey ke berbagai daerah.

Generasi pertama dari Yamaha RX-King diberi julukan Cobra karena bentuk setang dan tangkinya.

Mesin dua taknya masih rakitan Jepang, sedangkan rangkanya rakitan Indonesia.

Ini yang bikin mesin Yamaha RX-King Cobra dengan kode Y1-Y2 jadi incaran pebengkel dan kolektor.

Soal spesifikasi mesinnya, 135cc dengan power maksimal 18,2 dk dan torsinya 15,1 Nm di 8.000 RPM.

7. Yamaha RX-Z (1985)

Ibarat saudara kandung tapi beda jalan hidup, begitulah pengibaratan Yamaha RX-Z dengan RX-King.

Perbedaannya dengan RX King di panjang langkah silinder RX-Z yang 56 x 54 mm, sedangkan RX-King 58 x 50 mm.

Makanya RX-Z punya tagline sang penjelajah, karena memang tarikan napasnya lebih panjang kalau digeber.

Desainnya pakai kedok lampu, undercowl, sampai model knalpotnya bikin RX-Z terlihat lebih modern dan racy dibandingkan RX-King.

Oh ya, ada versi full fairing dari RX-Z yang diberi nama Yamaha RZ-R.

8. Yamaha RX-R (1988)

Baru tau ada Yamaha RX-R? Wajar, populasinya memang sedikit di Indonesia.

Selain itu kurang laku dibanding RX-King karena desainnya sama, tapi kubikasinya lebih sedikit jadi kesannya nanggung banget.

Yamaha RX-R menggunakan mesin 115 cc yang mirip dengan Yamaha RX-Special.

Jaman sekarang, Yamaha RX-R dengan kondisi baik jadi collector's item buat para pecinta Yamaha RX-series karena emang langka banget yang beredar.

9. Yamaha RX-King Master (1996)

Generasi kedua dari Yamaha RX-King ini muncul di tahun 1996 hingga 2001.

Perbedaannya dengan RX-King Cobra, mulai RX-King Master mesinnya sudah dibuat di Indonesia.

10. Yamaha New RX-King (2002)

Nah kalau yang satu ini adalah generasi terakhir dari keluarga RX-King sebab dihentikan produksinya karena regulasi emisi.

Padahal RX-King New ini sudah ada penambahan catalytic converter pada knalpotnya sehingga emisinya bisa ditekan.

Selain itu, karena ada catalytic converter itulah asapnya tidak ngebul seperti generasi lamanya, sehingga sering dikatakan RX-King empat tak karena tak ada asapnya.

Uniknya, lampu depannya balik jadi bulat seperti RX100 dan RX125.

RX-King dengan segala perjalanan panjangnya harus dihentikan di tahun 2008.

Tapi karena namanya sudah terlalu legendaris, justru di zaman now harganya malah menjadi tinggi.

Kalau ada yang kondisinya masih baik, dijamin harganya bisa gila-gilaan.

https://www.motorplus-online.com/read/251824945/julukan-raja-jalanan-ini-dia-sejarah-yamaha-rx-king-di-indonesia?page=all

Pesona Yamaha RX King yang Tak Lekang Oleh Waktu
Ridwan Arifin - detikOto
Jumat, 28 Sep 2018 10:52 WIB

Siapa tak kenal dengan merk RX King, motor yang diberi julukan 'motor jambret' ini masih menghiasi jalanan di Indonesia. Julukan motor jambret disebut karena karakter tarikan dari mesin 2 tak yang kencang, dibalut dengan volume 135 cc, sempat menjadi jaya di era tahun 90an, dan kini berbagai kalangan mulai memburunya.

Meski berumur tua, harganya pun bisa melambung tinggi, tidak ada patokan harga yang pasti apalagi bila kondisinya masih mulus. Pasalnya RX King kini tidak lagi diproduksi oleh Yamaha, walhasil menyebabkan stoknya terbatas namun peminatnya masih banyak.

Sebagai bukti di Otobursa Tumplek Blek 2018, ada salah satu RX-King yang dibanderol Rp 50 juta. RX-King itu milik Gilbert Ciputra dari King's Club Djakarta. Itu adalah RX-King Special Edition lansiran 2003 yang merupakan perayaan hari jadi RX-King ke-20 tahun.

Pemilik RX King kini pun tidak identik dengan orang tua, anak muda pun tampil bangga menungganginya. Seperti Hendar yang baru saja lulus dari bangku SMA, mempunyai RX King Cobra tahun 1994 yang diturunkan dari ayahnya seorang pensiunan tentara.

"Saya disuruh ngerawat motor ini sama bapak, sekarang kan setelah bapak pensiun jadi lurah di kampung," kata Hendar kepada Detikoto.

Menurutnya desain RX King tidak akan dilekang oleh waktu. Pasalnya Hendar sendiri tetap mempertahankan orisinalitas dari RX King.

Untuk diketahui cikal bakal RX King sendiri bisa diendus dari datangnya Yamaha RX K tahun 1980 yang merupakan Completely Built Up (CBU) dari Jepang. Kemudian berlanjut pada series Yamaha RX S (1981), Yamaha RX Special (1983), Yamaha RX King Cobra (1983), RX King Master (1996), dan terakhir Yamaha The New RX-King (2002). Hingga pada akhirnya RX King berhenti produksi di tahun 2008.

https://oto.detik.com/motor/d-4232762/pesona-yamaha-rx-king-yang-tak-lekang-oleh-waktu

Nggak Susah Kok Merawat RX King Lawas
Jumat, 28 Sep 2018 14:13 WIB
Ridwan Arifin - detikOto

RX King disebut sebagai salah satu motor legendaris di Indonesia, sedari tahun 1983 hingga saat ini penampakan motor besutan Yamaha ini masih saja dapat ditemui di setiap sudut jalanan.

Dari segi performa, RX King dibekali kapasitas mesin 135 cc dengan sistem 2 tak. Menjadi primadona sebagai motor sport terlaris di era 90-an, bahkan hingga saat ini.

Percaya nggak nih Otolovers, untuk merawat motor legendaris ini tetap gress ternyata nggak perlu perlakuan istimewa. Hal itu diungkapkan oleh Hendar, salah satu pemilik Yamaha RX King Kobra besutan 1994 yang masih menjaga orisinalitasnya, motornya merupakan turunan dari bapaknya yang seorang pensiunan tentara.

"Kalau RX King saya sendiri paling sering ngecek oli sampingnya, dulu diajarin bapak begitu," kata Hendar kepada detikOto.

Oli samping 2 tak memang bekerja lebih keras dari oli mesin. Pasalnya oli samping sendiri bertugas untuk melumasi transmisi dan kopling.

Ia menambahkan untuk selalu melihat oli samping dalam tabung, jika jarum penunjuk oli samping ada di batas setengah, sebaiknya segera tambahkan sampai penuh.

"Kalau oli mesin paling minimal 2 bulan, soalnya kan ini motor bukan motor capek, konsultasi dulu sama bapak sebelum ganti," ungkap Hendar.

Hendar mengatakan kalau motor RX King jarang dipakai sebaiknya perlu untuk dipanaskan terlebih dahulu.

"Ini penting nih, minimal dihidupin 10 sampai 15 menit-lah," katanya.

Memang pada umumnya bila motor jarang dipakai bukan berarti terhindar dari masalah. Pasalnya jika motor tidak dihidupkan secara lama oli akan mengendap di dasar mesin.

Selain itu, sepeda motor dalam keadaan diam terlalu lama juga bisa penyebab terjadinya karat di dalam tangki karena kondisi bahan bakar yang masih tersisa di dalamnya.

https://oto.detik.com/tips-and-tricks-motor/d-4233107/nggak-susah-kok-merawat-rx-king-lawas

Nah mungkin ada yang masih bertanya2 mengapa VW Safari ini juga dikenal dengan istilah VW Pak Camat. Hampir seluruh pak Camat se-Indonesia menggunakannya. Alasan menggunakan VW Safari adalah ketika itu infrastruktur kota2 belum sebaik sekarang. Guna melaksanakan tugas2nya sebagai abdi negara, Pak Camat butuh kendaraan yang tangguh, fleksibel, bisa diajak dijalanan jelek (sedikit offroad) serta mudah perawatannya.

VW Safari ato VW tipe 181 basisnya adalah kendaraan militer Jerman di perang dunia II, Kubelwagen. VW Safari menggunakan mesin 1500 & 1600 cc dengan girboks 4 tingkat percepatan. Rentang produksi VW Safari mulai tahun 1969 s.d. 1983. Keunikan VW Safari adalah pintu2nya menggunakan bahan baja, jendela2nya bisa dicopot & bahkan kaca depannya bisa dilipat.

Nah karena ketangguhannya menghadapi rintangan di pelosok2 daerah, VW Safari menjadi andalan tugas sehari2 Pak Camat ketika itu. Jika mas bro tertarik dengan VW Safari, rada susah mencari orang yang ngejualnya karena sudah menjadi barang koleksi. Kalopun ada yang ngejualnya, harganya pasti mahal…

https://blognyamitra.wordpress.com/2011/03/23/sedikit-mengenal-mobilnya-pak-camat/

Homo ludens presenta diferentes posiciones respecto al videojuego y plantea preguntas que obligan a poner en cuestión nuestras certezas. A diferencia de otras exposiciones sobre el tema, basadas en aspectos históricos, simbólicos y visuales, esta adopta una perspectiva crítica: invita al espectador a reflexionar y a tomar partido, al tiempo que muestra todas las interpretaciones y potencialidades de los videojuegos: desde su impacto en el mundo del arte, la computación y la ciencia a los indie games que aportan visiones alternativas que permiten romper estigmas y estereotipos y contribuir a la aparición de una nueva sensibilidad social o medioambiental. El catalogo a cura de Luca Carrubba contiene  textos de autores invitados de: Dr. Oliver Pérez-latorre, Dr. Flavio Escrivano, Maria Luján Oulton, Dr.a Eurídice Cabañes Martinez, Dr. Carlos Scolari y Dr. Daniel Muriel.

Введение.
В первый научный каталог (общ. ред. каталога: Н. Проказина. – Москва : Лингва-Ф, 2019. – 520 с. : ил.) частного московского собрания Валерии и Константина Мауергауз вошли 159 картин более 70 западноевропейских художников XVI–XVIII веков. Представлено преимущественно искусство северных школ — немецкой, фламандской, голландской. Главное место уделено наследию Питера Брейгеля Старшего и его влиянию на европейское искусство конца XVI–XVII веков. Крупный раздел связан с творчеством Питера Брейгеля Младшего (около 30 работ), Яна Брейгеля Старшего и Яна Брейгеля Младшего. Среди известных имен в каталоге можно также встретить произведения Л. Кранаха Старшего, Я. ван Кесселя, Ф. Снайдерса, Д. Тенирса Младшего, Я. ван Гойена, А. ван Остаде, Л. Джордано и других.

Introduction.
The first scientific catalogue of the private Moscow collection of Valeria and Konstantin Mauergauz (Ed.: N. Prokazina. – Moscow: Lingva-F, 2019. - 520 pp.: ill.) includes 159 paintings by more than 70 Western European artists of the 16th–18th centuries. Art of the Northern Schools — German, Flemish, Dutch — is primarily represented. Pride of place is given to the heritage of Pieter Bruegel the Elder and his influence on European art in the late 16th–17th centuries. A major section is connected with the work of Pieter Brueghel the Younger (about 30 works), Jan Bruegel the Elder, and Jan Brueghel the Youngerthe
catalogue, works can be found by such famous names as Lucas Cranach the Elder, Jan van Kessel, Frans Snyders, David Teniers the Younger, Jan van Goyen, Adriaen van Ostade, and Luca Giordano.

The Galician Catalogue typologically records Galician tales within the European oral tradition. It orders them under the internationally recognized ATU (Aarne–Thompson–Uther) index system, uses regional catalogues classification, and includes new cataloguing proposals for uncatalogued ethno-texts. Galicia’s rich narrative tradition of the past has now practically disappeared, which has led the editor to also index tales of which there is only one version.
The Galician Catalogue is enriched by its subject index, which includes the names of the most frequent themes and motifs, the characters and their actions. The work should be regarded as a model reference on the folktale heritage of Galicia and the areas sharing the Galician language in Asturias, Leon, Zamora and Caceres (Valle de las Ellas). For researchers in International folktales, it will also be an invaluable source of information.

Camiño Noia Campos (Santiago de Compostela, 1945) is Professor emerita at the University of Vigo (Pontevedra). Occupying the Chair of Galician Literature, she has devoted a large part of her research to collecting and transcribing oral folktales. In 2002, Professor Noia published the collection Contos galegos de tradición oral, the basis for the Catálogo tipolóxico do conto galego, published in 2010. The latter includes a complete example tale of each type, using the approach of Julio Camarena and Maxime Chevalier in the Spanish Catalogue, Catálogo tipológico del cuento folklórico español. Noia has also published articles in Galician, Spanish and French on various aspects of Galician oral tales.

Il corso, indirizzato a catalogatori già in possesso di nozioni teoriche e pratiche di catalogazione, si soffermerà sulle voci d’autorità come elementi essenziali all’interno della descrizione bibliografica, focalizzandosi in particolare sui collegamenti alle figure responsabili della pubblicazione, produzione e distribuzione delle risorse, ovvero gli editori, gli stampatori e i librai, e sui loro emblemi distintivi, le marche tipografiche. Sarà dato ampio spazio all’analisi di risorse antiche messe a disposizione dalla biblioteca della Federazione delle Clarisse Urbaniste a Viterbo e a repertori e altri strumenti indispensabili per l’identificazione e la descrizione degli editori e delle marche.
Per ulteriori informazioni e per conoscere le modalità di iscrizione clicca qui: https://www.centrostudisantarosa.org/catalogare-il-materiale-a-stampa-antico/

A pesar de la importancia de Eduardo Torres (1872-1934) como compositor en el panorama español de principios del siglo XX, su producción musical no ha recibido hasta ahora toda la atención que merece. Acaso la parte más conocida y estudiada de su catálogo sea la obra para órgano, a través de aproximaciones y estudios de diverso género y calado.
En este trabajo, se presenta un catálogo de los manuscritos originales de Eduardo Torres clasificados simplemente como “Apuntes de órgano” o como “Manuscritos sin título” que se conservan en el Fondo Almandoz del archivo Eresbil de Rentería.
El estudio de estos manuscritos ha permitido identificar hasta 26 copias autógrafas de piezas para órgano de Eduardo Torres que aparecieron publicadas principalmente en las colecciones Cantos íntimos y El organista español, así como dos obras inéditas y numerosos apuntes y esbozos para este instrumento.
Así mismo, se han identificado los manuscritos autógrafos de un total de 48 composiciones vocales en latín y castellano, además de una gran cantidad de obras incompletas y apuntes. Un apartado significativo lo constituyen los apuntes para obras orquestales o piezas vocales con orquesta, igualmente representadas en este fondo.
Con todo ello, se pretende hacer una aportación significativa al catálogo de obras musicales de Eduardo Torres, con la aportación de nuevos datos sobre su producción.

Palabras clave: Eduardo Torres, Norberto Almandoz, Eresbil, catalogación, música para órgano, música vocal.


Despite Eduardo Torres (1872-1934) being a relevant composer in the Spanish musical landscape in the early XX century, his musical legacy has not received, so far, the attention it deserves. Perhaps the best known and studied portion of his catalogue are his organ works.
This study presents a catalogue of the original manuscripts written by Eduardo Torres, classified merely as “Apuntes de órgano” (Sketches for organ) or as “Manuscritos sin título” (Untitled manuscripts), which are kept as part of “Fondo Almandoz” (Almandoz’s fund) in the Eresbil archive in Rentería.
The investigation of these manuscripts has allowed the identification of up to 26 autograph copies of organ works by Eduardo Torres that were mainly published in the Cantos íntimos and El organista español collections.
Additionally, it has permitted identifying autograph manuscripts of a total of 48 compositions in Latin and Spanish, including a vast amount of incomplete works and sketches. A significant fragment is constituted by outlines for orchestral works or vocal pieces with orchestra, also represented within this fund.
With all of this, it’s intended to contribute significantly to the catalogue of musical works by Eduardo Torres, with the addition of new data about his production.

Keywords: Eduardo Torres, Norberto Almandoz, Eresbil, cataloguing, organ music, vocal music.

40 anni, 360 fra cataloghi e varie pubblicazioni. Ecco il nostro Catalogus. Redatto tra febbraio e novembre sotto il segno del confinamento, è un omaggio a tutti coloro che hanno fatto parte di questa storia, amici e no. 29 esemplari recano un originale multiplo di Gianni Emilio Simonetti ispirato al «Dictionnaire des idées reçues» di Gustave Flaubert. Nel Natale di prigionia cerchiamo rifugio nella memoria, naufraghi dell'analogico sabotiamo gli algoritmi con l'amicizia e i ricordi. Non per salvare l'analogico ma per poter continuare a vivere.
- - - -
40 years, 360 catalogs and various publications. Here find our Catalogus. Drawn up between February and November during the confinement, it is a tribute to all tthe people who have been part of this history, friends and otherwise. Inside 29 copies there is a multiple original by Gianni Emilio Simonetti inspired by Gustave Flaubert's «Dictionnaire des idées reçues». In the Christmas of imprisonment we seek a refuge in the memory, castaways of the analogical era we sabotage the algorithms with friendship and memories. Not to save the analogical era but to keep on living.

Saggio introduttivo del catalogo di dipinti, arazzi e sculture della Pinacoteca civica di Fermo. Il contributo che ricostruisce la storia dell'arte della città e del suo territorio fra XV e XIX secolo utilizzando in prevalenza il patrimonio conservato nella Pinacoteca civica.

El Catálogo general de publicaciones de la Universidad Pedagógica Nacional se presenta al público general para evidenciar las
apuestas académicas de la Universidad que analizan el pasado, relatan el presente y proyectan el futuro de lo que serán los
retos que como comunidad académica tenemos para la difusión del conocimiento social en general y educativo en particular.

After more than 40 years of Vivaldi research, including this 1st issue of the works’ catalogue, Peter Ryom placed the supervision and continuation of the renowned “RV” in the hands of the recognized Vivaldi scholar Federico Maria Sardelli.
Vivaldi research has been subject to amazingly numerous changes in recent years. For example, the number of works attributed to Vivaldi has increased by 17(!). In return, a number of works have had to be identified as spurious and moved to the appendix.  Changes also occurred in the source research and evaluation. Current literature was incorporated, together with the findings of new cross-connections within the inventory of works. In short, hardly a stone was left unturned!
Federico Maria Sardelli has critically edited all addenda and corrigenda, meticulously documenting and organizing them clearly.
The result is a state-of-the-art “RV,” giving new impetus to Vivaldi research and a secure reference work to the practitioner and music lover.

El Catálogo general de publicaciones de la Universidad Pedagógica Nacional se presenta al público general para evidenciar las
apuestas académicas de la Universidad que analizan el pasado, relatan el presente y proyectan el futuro de lo que serán los
retos que como comunidad académica tenemos para la difusión del conocimiento social en general y educativo en particular.

La categoria di scrittura viene “messa alle corde” quando applicata a pratiche con radici storico-culturali non occidentali. In questa tesi il khipu andino, manufatto che supporta narrazioni attraverso corde intrecciate, nodi e colori, verrà utilizzato come caso di studio per mettere in luce i limiti di tale categoria. Il suo utilizzo si basava sulla memoria del realizzatore o su un codice di significati condiviso? Attraverso le testimonianze dei cronisti e le osservazioni degli accademici contemporanei emergerà che l’utilizzo della categoria di scrittura per descrivere o indagare il khipu può portare a benefici ma anche ad incomprensioni. In appendice un catalogo dei khipu presenti nelle collezioni italiane.

Il Pontificio Istituto Liturgico presenta il nuovo elenco delle tesi di licenza e di dottorato che sono state discusse dal 1961 al 2015. Il volume contiene l’elenco nominale degli autori e dei rispettivi titoli. Sono riportati anche i nomi dei professori moderatori e le aree di studio, che vogliono essere un pratico segno di approccio alla liturgia in base alle sue varie diramazioni e ai diversi oggetti di indagine. Inteso come nuovo strumento di catalogazione del fondo d’Archivio, il volume è il contributo che riprende le fila della storia della scienza liturgica e rende noto il lavoro svolto. In quanto catalogo delle tesi di licenza e dottorato, è lo strumento offerto agli alunni ed ex-alunni perché essi possano orientarsi nel lavoro svolto, considerare le possibilità di ricerca e intraprendere nuovi itinerari di studio e approfondimento della liturgia della Chiesa.

Mention  oubliée / omise  de l'inventaire (Omitted PhD in the inventory).
Doctorat en sciences de l’ Université Pierre et Marie Curie in Paris  France  (Paris VI, Paris 6, UPMC renommée « Paris Sorbonne »  toujours à ce jour en Mars 2022..
Titre du doctorat  en sciences : Synthèse et propriétés pharmacologiques d'inhibiteurs du métabolisme de l'acide N-Acetyl-Aspartyl-Glutamique (NAAG)
PhD Title: Synthesis and pharmacological properties of inhibitors of the metabolism of the N-Acetyl-Aspartyl-Glutamic acid (NAAG)
PhD in  neuropharmacology (Pierre et Marie University,  or UPMC or Paris 6 or  Paris VI  renamed Sorbonne University as of  March 2022).

Soutenance orale  novembre 1991  Oral defense :  november 1991

This PhD work was funded by the French Ministry of research and technology  which granted -on competition- to Valérie Serval  a  3-year-fellowship. Cette thèse a été conduite grâce à une allocation de recherche du Ministère de la Recherche et de la Technologie obtenue  sur concours par Valerie Serval  pour une durée de 3 ans  commençant en Octobre 1988.

The thesis was awarded with  honors and the congratulations of the jury chaired by Professor Andrée Marquet  with Professor Jacques Glowinski.
Cette thèse  fut soutenue avec les félicitations du jury présidé par Professeur Andrée Marquet avec  Professeur Jacques Glowinski.

jury : Marquet, Andrée (chemist https://www.academie-sciences.fr/fr/Liste-des-membres-de-l-Academie-des-sciences-/-M/andree-marquet.html ), Glowinski, Jacques (1936-2020  neuropharmacologist https://www.academie-sciences.fr/fr/Colloques-conferences-et-debats/hommage-jacques-glowinski.html  & 10.5802/crbiol.44),  Martinez, Jean (chemist  http://ibmmpeptide.com/jean-martinez ), Doble Adam (neurobiologist)  and Solange Lavielle (chemist).

Las relaciones políticas entre España y Flandes favorecieron la llegada de pinturas y otras obras de arte a nuestro país. Junto a la nobleza, las vías comerciales controladas desde Amberes fueron determinantes en la circulación de estas obras. Entre las familias de marchantes y pinto- res destacaron los Forchondt que comerciaron intensamente con Es- paña y abrieron tiendas en Sevilla y Cádiz. Entre las pinturas destaca- ron las realizadas sobre cobre, como las que llegaron a la catedral de Jaén, con temas muy variados entre los que no podían faltar los de ca- rácter religioso y las copias de grandes maestros. Entre los pintores que satisficieron este mercado destacó Gabriel Franck sobre el que se profundiza en este trabajo.

Manual de búsqueda en el Catálogo del Archivo Histórico de Dominicos Provincia Hispania, disponible desde el año 2016. El AHDOPE presenta la nueva página web en la que se pueden consultar los fondos existentes desde 1218 hasta 1951. Entre los documentos más interesantes destacan las bulas de Honorio III de 1218 y 1221 para que los frailes pudieran predicar, un buen número de cartas de fray Diego de Deza, privilegios originales de los Reyes Católicos, privilegios de los maestros generales de la Orden al convento de San Esteban, un ejemplar del índice de libros prohibidos publicado por el inquisidor Valdés en 1559, comentarios de Fr. Francisco de Vitoria, el Libro Nuevo de Memoria, los volúmenes originales de los historiadores de San Esteban, los cinco tomos inéditos de la Historia del P. Esteban Mora, entre muchos otros. Además, el Archivo dispone de un rico repositorio fotográfico con imágenes desde el siglo XIX.
A pesar de las pérdidas tras la Guerra de Independencia, la Exclaustración, la Guerra Civil, los incendios y demás accidentes, se conserva una gran colección de pergaminos de distintos conventos. El Fondo B, correspondiente a los documentos posteriores a 1835, es el más rico, tanto en la parte conventual como en la provincial. La base de datos cuenta con casi 11 000 fichas, algunas muy extensas y con varios documentos desarrollados. El Archivo pone a disposición de los usuarios el manual de uso de la aplicación descargable en la página principal (archivo.dominicoshispania.org) para que se puedan localizar los datos fácilmente.
El AHDOPE se integra en Acces to Memory (AtoM), aplicación web de código abierto, basada en estándares de descripción archivística, multilingüe y capaz de gestionar múltiples repositorios.
Parte de la documentación está digitalizada pero únicamente consultable en el archivo, tras previa solicitud por vía telefónica o electrónica. Cualquier persona puede contactar con este archivo en los siguientes medios.
Convento de San Esteban de Salamanca
Plaza Concilio de Trento, s/n, C.P. 37001.
Página Web: archivo.dominicoshispania.org
Teléfono: 923 273 099
E-mail: ahdope@dominicos.org
Horario de visitas y consultas: de lunes a viernes de 9:30 a 13:30

The author assigns ten fibulae, distributed only in Friuli and in the Soča region, to a new type of Middle La Tène construction fibulae, named by him the “San Floriano type.” Until now different authors have ascribed them to various types, e.g. the Kastav and Picugi types of fibulae. Four of them are of silver, the rest are bronze. The reverted foot is decorated with three knobs, between which there are usually collars. The spring consists of ten or twelve coils made of round wire. The cord is wrapped around the bow from the inside. The type can be dated to the LT D1 phase and subdivided into variant A with a semi-oval bow of circular cross-section, variant B with a knob on the bow, and variant C with a richly decorated flat bow.

L’autore attribuisce dieci fibule, diffuse solamente in Friuli e nell’Isontino, a un nuovo tipo delle fibule dello schema medio La Tène, denominato da lui “tipo San Floriano”. Vari autori le hanno attribuite finora a tipi diversi, per esempio Kastav e Picugi. Quattro di esse sono in argento, il resto è in bronzo. La staffa ripiegata è decorata da tre globetti, tra i cui ci sono abitualmente delle costolature. La molla è composta di dieci o dodici avvolgimenti, fatti da un filo a
sezione circolare. La corda è avvolta attorno all’arco dall’interno verso esterno. Il tipo può essere datato in fase LT D1 e suddiviso in variante A con un arco semiovale dalla sezione circolare, in variante B con un globetto sull’arco e in variante C con un arco appiattito e riccamente decorato.

C’est un thème fréquent dans la poésie grecque, particulièrement dans la littérature hymnique, que celui des parcours effectués par un être héroïque ou divin. Si nous avons choisi d’analyser l’itinéraire suivi par Létô - l’une des divinités les plus discrètes, malgré son haut rang – à la recherche d’un site propre à accueillir la naissance de son fils, comme le raconte la suite délienne de l’Hymne homérique consacré à Apollon, c’est parce que cet exemple procure la plus ample description d’errance d’un dieu. En passant en revue les étapes successivement franchies par Létô, on s’aperçoit que même si la déesse erre dans un très grand nombre de lieux, son trajet nous est présenté de façon tout à fait linéaire. Voici nos questions: comment les dieux errent-ils ? Quels sont les mécanismes de déplacement opérant lors d’un parcours errant comparés à ceux des voyages précisément orientés qu’effectuent, en règle générale, les figures divines ? Les différentes étapes de l’itinéraire de Létô, tout au long d’un catalogue de toponymes, ont-elles une valeur spatiale ? Quel rôle joue le procédé du catalogue dans la construction du cheminement ? Enfin, quel rôle joue la description de ce voyage dans la structure de l’Hymne homérique à Apollon ?

Amongst the papers of Bob Cobbing at the British Library are two lists the poet compiled of his visual art works. Taken together, the lists record 153 works produced between 1942 and 1973. Information from these two documents has been collated to generate a single list, prefaced by an introduction and illustrated by photographs taken by the author of a number of Cobbing’s art works that remain with the poet’s wife and collaborator, Jennifer Cobbing. The purpose of the exercise is to provide a convenient document of reference to the relatively unknown body of visual art works that immediately preceded Cobbing’s emergence as a sound and visual (or concrete) poet in the mid-1960s, and to enjoin to discussion a body of work that, although continuous with the more familiar concrete work that followed, has been little seen since it was first exhibited.

Chusanzang jiji 出三藏記集is the earliest complete Buddhist catalogue. It includes numerous records about Zhi Qian. These records are not always reliable and they differ from each other. Nevertheless, they are important materials allowing us to understand Zhi Qian's translations.
Chusanzang jiji contains variety of catalogues and prefaces. What is more, it also includes Sengyou’s judgment. This is why there are differences in the records of Zhi Qian's translations. This article analyzes all Zhi Qian's records present in Chusanzang jiji, such as the preface to Liaoben shengsi jing 了本生死經, the notice to the combined edition of Shoulengyan jing 首楞嚴經, the preface to the combined edition of Weimojie jing 維摩詰經. The differences between various records and the causes of this situation are also discussed.
It can be proved that the main sources of records about Zhi Qian's translations present in Chusanzang jiji are Dao’an lu 道安錄 and Bie lu 別錄. The former text is a catalogue, but the content of the latter one is unknown, therefore its reliability is questionable. Based on the existing materials, it cannot be proved that Bie lu is a catalogue. Bie lu should be a general reference to the catalogues referred to by Sengyou, such as the catalogues created by the venerable persons in Guan Zhong (關中諸賢經錄).
The Chusanzang jiji quotes sources which cannot be judged reliably. This means that we should be more careful when we study Zhi Qian's translations using the materials from Chusanzang jiji.
The purpose of this article is to discuss the records of Buddhist texts translated into Chinese based on the example of Zhi Qian. It can help us to build a more reliable foundation for future study on the history of Buddhist translations.
《出三藏記集》是現存最早的完整佛經目錄，在這部目錄中，對三國時期重要的譯者支謙有多筆記載。這些記載不一定可靠，相互間也存在差異，但卻是我們認識支謙譯經的重要材料。
《出三藏記集》廣泛地使用了各家經錄以及不同經典的經序，而且還加入了自身的判斷，因此對支謙譯經的記載會存在差異。本文逐一分析了《出三藏記集》中對支謙譯經的所有記載，比如〈《了本生死經》序〉、〈合《首楞嚴經》記〉、〈合《維摩詰經》序〉等等。此外，也探討了不同記載之間的差異以及成因。
研究發現，《出三藏記集》記載支謙譯經的主要的材料來源是《道安錄》與「別錄」。前者是一部具體的經錄，後者所指稱的內容卻不得而知，因此可靠程度也存疑。從現有的材料來看，無法說明「別錄」是一部經錄的名稱。「別錄」應是泛指，指代一批僧祐所參考的目錄，比如無法確定具體名稱的「關中諸賢經錄」。
《出三藏記集》引用了這些無法判斷可靠性的材料來源，這也意味著我們根據它來研究支謙譯經時，應該更加謹慎。
《出三藏記集》是建構譯經史的重要材料，本文的宗旨在於以支謙為個案，討論《出三藏記集》對漢譯佛經的記載，希望未來在研究譯經史的時候，能夠建立在更為可靠的基礎上。

Resumo. Este trabalho apresenta os principais problemas enfrentados no levantamento de fontes e no estabelecimento da autoria de cada composição no catálogo de obras de João de Deus de Castro Lobo (Ouro Preto, 1794-Mariana, 1832), mestre de capela da Catedral de Mariana (MG) de 1825 até sua morte. A partir do estudo de normas internacionais de catalogação da obra de compositores e de catálogos referenciais da música sacra de compositores específicos, foi realizada a consulta, descrição e análise de mais de 900 fontes manuscritas em acervos de 90 instituições brasileiras, constatando-se o quase total desaparecimento dos seus autógrafos e a existência de cópias de tradição das mesmas obras com três tipos de indicação de autoria: 1) de João de Deus de Castro Lobo; 2) de vários outros compositores; 3) sem nenhuma indicação de autoria. Distinguindo “indicação de autoria” de “atribuição de autoria” e do “estabelecimento de autoria”, o trabalho demonstra a impossibilidade de se determinar com segurança a relação das obras efetivamente escritas por João de Deus de Castro Lobo, e não propõe a catalogação das “obras completas desse autor”, mas sim de suas “possíveis composições remanescentes”, por meio da classificação de cada obra catalogada em um dos sete níveis de possibilidade de autoria, formulados para incluir todos os casos constatados ao longo da pesquisa.

Palavras-chave: Música sacra; Catálogo crítico e temático; Descrição de fontes musicográficas; Estabelecimento de autoria; Composições remanescentes; Níveis de possibilidade de autoria.