Linguistik

C’era una volta uno dei primi ominidi del genere Homo. Un giorno scoprì di essere in vena di chiacchierare; cominciò e non smise più. Questo mitico progenitore può essere chiamato come testimone per scagionare la lingua inglese, accusata spesso di attentare alla purezza di altri idiomi parlati oggi dall’Homo sapiens sapiens? È una delle chiavi di lettura con cui affrontare uno degli ultimi libri scritti dal linguista germanico Harald Haarmann (Braunschweig, 1946), autore di una quarantina di saggi. Il volume si intitola, in tedesco, Weltgeschichte der Sprachen: Von der Frühzeit des Menschen bis zur Gegenwart (Storia mondiale delle lingue. Dai primi tempi dell'uomo ai giorni nostri), pubblicato per la prima volta nel 2016; ora viene proposto da Bollati Boringhieri in italiano, con un titolo più accattivante: Storia universale delle lingue. Dalle origini all’era digitale. Il sommario che si legge in copertina recita: “Una panoramica impressionante sulle lingue del mondo e il loro sviluppo, in una prosa chiara e accessibile”. Va specificato che la prosa di sicuro è chiara; tuttavia è facilmente accessibile soltanto a chi ha un minimo di confidenza con la linguistica e con i suoi termini tecnici. Insomma, un lettore alle prime armi deve farsi un po’ le ossa in materia, soprattutto nell’affrontare i capitoli più complessi. Tuttavia non serve uno sforzo sovrumano per acquisire la confidenza necessaria allo scopo di gustare come si deve quest’opera: inizia da quel primo uomo chiacchierone, cioè dai primi passi intrapresi dalla nostra specie logorroica, per arrivare alle lingue usate oggi nel mondo, che sono tra 6.000 e 6.500.

Mata Kuliah Semantik. Dosen Pengampu Dewi Herlina, S.S., M.Pd. (semester 4) - Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, UNSIKA.

Pengakuan dosa:
"Mohon maaf, makalah kali ini bukan dari kelompok saya. Kepada para pemilik, maaf juga saya tidak izin. Tapi tidak dibanding terhapus sia-sia, lebih baik saya unggah saja. Semoga bermanfaat bagi pembaca walau banyak kekurangan (misal ada daftar) pustaka). "

Kollokationen sowie weitere typische Fügungen der Wissenschaftssprache (etw. steht im Gegensatz zu etw.; es stellt sich die Frage nach etw.) gelten in der schriftlichen Produktion als eine enorme Fehlerquelle. Dies trifft insbesondere auf die Produkte von Studierenden zu, wobei sich die Fehlerquote im Falle des Deutschen als fremder Wissenschaftssprache weiter erhöhen kann. Schriftliche Formulierungen zu beurteilen und zu verbessern ist ein wichtiges und bewährtes methodisches Prinzip. In Bezug auf die Alltägliche Wissenschaftssprache (Ehlich 1993), also die fächerübergreifenden Elemente der wissenschaftlichen Varietät des Deutschen, wurde diese Methode jedoch noch nicht erschöpfend angewandt. Von dem großen Stellenwert sowie dem möglichen Potenzial dieser Methode in der Forschung der Wissenschaftssprache zeugt auch, dass dem Aufgabentyp „Studentische Produktionen beurteilen/verbessern“ in dem aktuellen Lehr- und Arbeitsbuch von Graefen; Moll (2011) eine große Bedeutung zukommt. Diesem Prinzip entsprechend wurden linguistische Seminararbeiten von ungarischen Germanistikstudierenden auf die Korrektheit der wissenschaftssprachlichen Kollokationen hin überprüft und einer Analyse unterzogen. In diesem Beitrag wird das Ergebnis dieser Analyse präsentiert.

Bahasa merupakan suatu system lambing bunyi yang bersifat arbiter. Maksudnya, tidak ada hubungan wajib antara lambing yang berwujud kata atau laksem dengan benda atau konsep yang ditandai. Misalnya kita tidak dapat menjelaskan kenapa benda yang biasa dipakai menulis yang terbuat dari kayu dinamakan <pencil> dan bukan <sinpel> atau <pelsin>.

Transliterasi Hikayat Merong Mahawangsa versi R. J. Wilkinson, bab yang pertama, telah diterbitkan semula oleh Syafiq Hadzir dengan kerjasama Unit Pemeliharaan dan Pendigitalan di Bahagian Teknologi Maklumat dan Prasarana Ilmu Perpustakaan Tun Seri Lanang, Universiti Kebangsaan Malaysia ke dalam bentuk PDF bertujuan untuk memupuk semangat kecintaan kita kepada bangsa, bahasa ibunda dan tanah air.

Abstrakt: Sowohl im Albanischen als auch im Deutschen wird mit dem Indikativ etwas in sachlicher Feststellung als tatsächlich und wirklich, als gegeben dargestellt und ohne Bedenken anerkannt.  In beiden Sprachen ist das Futur eine minimal markierte Form. Die temporale Hauptbedeutung des Verbs im Futur Indikativ ist, es eine Handlung ausdrücken, die in der Zukunft geschehen wird. Die vorliegende Arbeit hat sich zum Ziel gesetzt, eine theoretische und praktische Handlung darzustellen, was Ähnlichkeiten und Unterschiede des Futurs Indikativ im Deutschen und im Albanischen betrifft – illustriert mit sehr gut argumentierten und ausreichenden Beispielen.

Schlüsselwörter: Zukunft, Präsens, Vermutung, Aufforderung, Temporalangaben

Transliterasi Hikayat Merong Mahawangsa versi R. J. Wilkinson, bab yang kedua, telah diterbitkan semula oleh Syafiq Hadzir dengan kerjasama Unit Pemeliharaan dan Pendigitalan di Bahagian Teknologi Maklumat dan Prasarana Ilmu Perpustakaan Tun Seri Lanang, Universiti Kebangsaan Malaysia ke dalam bentuk PDF bertujuan untuk memupuk semangat kecintaan kita kepada bangsa, bahasa ibunda dan tanah air.

Fonologi adalah ilmu bahasa (linguistik) yang membicarakan tentang bunyi serta organisasai bunyi sebagai unsur-unsur linguistik, tentang proses terbentuknya bunyi, dan juga tentang perubahan bunyi. Objek kajian dari fonologi sendiri adalah fonem dan fonetik. Umumnya fonologi/ ashwat pada bahasa Jawa dibagi menjadi tiga bagian berdasakan kriteria tertentu, yaitu vokal, konsonan, dan semivokal. Selain itu, proses terjadinya fonologi bahasa Jawa oleh faktor bunyi berupa penambahan segmen, yaitu seperti penambahan bunyi nasal [n] di antara dua vokal, pelesapan segmen berupa pelesapan bunyi obstruen tidak bersuara yang terletak setelah nasal dan pelesapan vokal rendah yang terletak sebelum bunyi vokal.

Sinonim adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun memiliki artiatau pengertian yang sama atau mirip. Sinomin dapat juga disebut sebagai persamaan kata atau padanan kata.

Hubungan antara semantik dan sinonim yaitu sinonim merupakan salah satu relasi makna yang terdapat pada semantik. Menurut Abdul Chaer "sinonim merupakan hubungan semantik yang menyatakan kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya".

Ada beberapa faktor yang dapat membentuk kata yang bersinonim. Kata-kata tersebut memiliki arti yang sama namun berbeda faktor situasi dan kondisi penggunaan. Faktor tersebut antara lain adalah :
• Berdasarkan Faktor Formal / Non Formal
• Berdasarkan Faktor Sosial
• Berdasarkan Faktor Tempat
• Berdasarkan Faktor Waktu
• Berdasarkan Faktor Bidangnya
• Berdasarkan Faktor Nuansa Makna

Modul Semantik Bahasa Indonesia berisi materi yang mudah dipahami. Modul ini membahas tentang konsep dasar semantik, aspek-aspek semantik, elemen bahasa, jenis-jenis makna, relasi makna, ketaksaan, analisis medan makna dan analisis komponen makna.

Pembahasan sinonim di dalam bahasa Arab dan al-Quran tidak terlepas dari pro dan kontra dikalangan linguistik Arab, masing-masing memberikan argument tersendiri dalam memandang sinonim. Namun, pada masing-masing argument tersebut tidak selaras satu sama lain untuk diperbandingkan, karena memiliki variable argument yang berbeda. Penulis menghimpun dan mencermati masing-masing argument kemudian memberikan sudut pandang berdasarkan pemahaman penulis. Pandangan satu sama lain bisa saling melengkapi atau dikompromikan, dan bisa juga terdapat alasan yang kuat yang dapat diterima dan dibenarkan. Kata Kunci : Sinonim, Makna, Isim, Fiil. PENDAHULUAN Al-Quran merupakan kalam Allah yang berisi pesan nasihat dan petunjuk bagi umat Islam untuk dijadikan pedoman dan diamalkan dalam berbagai aspek kehidupan. Gaya bahasa dalam al-Qur'an telah terbukti memiliki gaya bahasa paling indah dan santun dalam ketatabahasaan Arab. Pilihan kata yang terdapat di dalam al-Qur'an sesuai dengan keindahan dan kecocokan dalam struktur kalimat. Kalau dikaitkan dengan konteks ketuhanan dan keimanan, tentunya Tuhan lebih mengetahui pilihan kata yang terbaik dan sebagai umat Islam kita harus mengimaninya. Namun ketika berbicara dalam tataran linguistik, terdapat pro kontra mengenai adanya sinonimitas dalam al-Qur'an, maka hal ini perlu diulas. Kata dalam al-Qur'an sarat akan makna. Satu ungkapan bisa memiliki banyak pilihan kata, yang mana kata tersebut sesuai dengan konteks kalimat. Rasulullah merupakan tempat bertanya umat Islam dalam memahami makna dari kata yang asing dalam alqur'an, dengan menggunakan kata yang saling berdekatan makna. Permasalahan dimulai ketika ada beberapa kelompok linguistik yang berselisih menyikapi sinonim, baik itu dalam al-Qur'an maupun bahasa Arab, sinonim merupakan salah satu fenomena linguistik pada semua bahasa, termasuk juga bahasa Arab. Artinya, kata dalam bahasa Arab juga banyak yang bersinonim dengan isim yang lain. Akan tetapi studi tentang sinonim kata dalam bahasa Arab masih tergolong kurang dalam pembelajaran

Abstrak Makalah yang singkat ini menyajikan perubahan yang terjadi pada bahasa Jawa. Perubahan bahasa yang disajikan dalam makalah ini adalah perubahan secara internal. Perubahan secara internal merupakan perubahan yang terjadi dikarenakan kekuatan dari dalam tubuh bahasa itu sendiri. Fokus analisis perubahan bahasa dalam makalah ini adalah perubahan fonologi dan tata bahasa. Teori yang digunakan dalam makalah ini mengacu pada teori yang telah diaplikasikan pada perubahan bahasa oleh Soepomo Poedjosoedarmo dalam kumpulan makalah dan jurnal di Universitas Gadjah Mada (2008). Adapun data dalam makalah ini diperoleh dari buku tata bahasa Jawa Kuna dan Jawa Modern dan Kamus Jawa Kuna. Tujuan dikerjakannya makalah ini yaitu untuk mengetahui detail perubahan dalam hal fonologi dan tata bahasa. Perubahan bahasa semata mata hanya untuk menjadikan bahasa pada kurun waktu tertentu menjadi tetap dan fungsional.

Modul mata kuliah ini bertujuan memberikan pemahaman mengenai tentang konsep dan teori Wacana Bahasa Indonesia yang sesuai dengan perkembangan intelektual manusia sebagai pemakai bahasa maupun perkembangan bahasa itu sendiri. Pemahaman atas konsep dan teori ini akan memperluas pengetahuan mahasiswa dalam pembelajaran bahasa. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan kualitas profesi mereka sebagai seorang guru/pendidik.

Die Fehleranalyse gilt seit langem als eine wertvolle Hilfe beim Fremdsprachenunterricht, weil sowohl Lernende als auch Lehrende dadurch wichtige Informationen über den Spracherwerbsprozess bekommen können. Auch die vorliegende Arbeit beabsichtigt mit Hilfe der Fehleranalyse zu Erkenntnissen über die fehleranalytische Kompetenz der künftigen Deutschlehrer zu gelangen. Ausgangspunkt dieser Studie war die Frage, ob es eine direkte Verbindung zwischen dem Sprachniveau und der fehleranalytischen Kompetenz der Studierenden gebe. An der Untersuchung haben 37 Studierenden der Gazi Universität teilgenommen, von denen sieben Rückkehrende aus Deutschland waren und über gute Sprachkenntnisse verfügten. Alle Probanden befanden sich im sechsten Semester und hatten sich im Rahmen der angewandten Linguistik ein semesterlang mit der Fehleranalyse befasst. Den Probanden wurden zwei Texte vorgelegt, deren Fehler sie identifizieren und anhand eines Rasters klassifizieren mussten. Es hat sich herausgestellt, dass bei der Fehleridentifizierung die Fremdsprachenkenntnisse ein entscheidender Faktor waren. Bei der Fehlerklassifizierung dagegen, schienen die Fremdsprachenkenntnisse eher eine untergeordnete Rolle zu spielen.

Anahtar Sözcükler: Hata, Hata analizi, Almanca öğretmenliği, Yabancı dil olarak

Hata analizi yabancı dil öğrenim süreci hakkında gerek öğretmene, gerekse öğrenciye önemli veriler sunduğundan yabancı dil derslerine önemli katkı sağlayan bir unsur olarak görülmektedir. Mevcut çalışmayla da gelecekteki Almanca öğretmenlerinin hata analizi yetileri hakkında bulgular elde edilmesi amaçlanmıştır. Çalışmanın çıkış noktasını öğrencilerin dil seviyeleri ile hata analizi yetileri arasında doğrudan bir bağ olup olmadığı sorusu oluşturmaktadır. Araştırmaya yedisi Almanya'dan kesin dönüş yapmış olan 37 Alman dili eğitimi öğrencisi katılmıştır. Araştırmanın yapıldığı dönemde üniversite eğitiminin 6. yarıyılında bulunan tüm katılımcılar hata analizi konusunu Uygulamalı Dilbilim dersi kapsamında teorik ve uygulamalı olarak işlemişlerdir. Katılımcılara ikişer adet metin verilerek bu metinlerin içindeki hataları bulmaları ve sınıflandırmaları istenmiştir. Elde edilen verilerden dil yetilerinin hataların tespit edilmesinde son derece belirleyici olduğu görülmüştür. Hataların sınıflandırılmasında ise dil yetilerinin hataların tespit edilmesi aşamasına oranla daha az önemli olduğu anlaşılmıştır.

Language is an important aspect of life. With human language, people can convey imformation to one another in spoken or written form. With human language, it is able to express the impression message that are felt to other humans. Therefore, many people want to learn a forgein language other than their mother language (a language is often used in everyday life). In learning Arabic, of course there are dificults. Dificults/ problem with learning Arabic arethe elements that hamper the successful implementation of learning arabic, these problems include: linguistic difficultiesincluding namely phonetic, sound system problem, vocabulary, writing, morphology, syntax, and sematics. And non linguistic problem, including from the elements of teacher or educators, students, teaching materials, and media or infrastrukture, as well as sosiocultural differences between Indonesia and Arabic, of course, have different social conditions which are a problem in learning Arabic.

Language, as a tool of communication, attracted serious attention from linguists who formulate theories of language. Noam Chomskys's generative transformative theory, among others, is believed to have put impacts on the development of linguistics. The theory suggested that language skills are a congenital human potential (innate) rather than a nature product. This article examines the relevance of generative transformative theory with Arabic learning as a foreigh language. It argued that the theory is reasonably though not fully relevant in this context. The reason is that Arabic contains universal characteristics as any other languages in the world.

Über 100 alt- und neutestamentliche Stilarten Ausdrucksweisen, Redeweisen und Gliederungsformen. Eine Auswahl mit Beispieltexten alphabetisch geordnet.

Eine Entdeckungsreise für Bibelleser: Anschaulich wird gezeigt, in welcher sprachlichen und poetischen Vielfalt die biblischen Schreiber ihre Botschaft übermitteln. Jede Stilart wird kurz beschrieben und an mehreren Beispielen illustriert.

In anschaulicher Weise wird dem Leser vor Augen geführt, in welcher sprachlichen und poetischen Vielfalt die biblischen Schreiber ihre Botschaft übermitteln. Jede Stilart wird zunächst kurz beschrieben und dann an mehreren Beispielen aus dem Alten und Neuen Testament illustriert. Das Buch eignet sich gleichermaßen für eine Entdeckungsreise für Bibelleser wie auch als Beispielsammlung zur Hermeneutik, der Lehre von der Auslegung der Bibel.

Abstrak Makalah yang singkat ini mengkaji tentang fenomena sandhi yang terjadi pada suatu bahasa. Persandhian merupakan proses fonologis dan morfologis yang dapat dijumpai dalam berbagai bahasa di seluruh dunia. Sandhi yang berasal dari kata Sanskerta berarti "penyatuan" secara umum dibagi menjadi dua yaitu sandhi dalam dan sandhi luar. Makalah ini berfokus kepada persandhian yang ada di dalam bahasa Jawa Kuna. Di dalam bahasa Jawa Kuna ternyata terdapat banyak fenomena persandhian, baik sandhi dalam maupun sandhi luar. Tersedianya banyak data persandhian menjadi alasan pokok untuk mengkaji fenomena tersebut pada bahasa Jawa Kuna. Adapun analisis dalam makalah ini dibagi menjadi dua yaitu sandhi dalam dan sandhi luar pada bahasa Jawa Kuna. Sandhi dalam berkaitan dengan pembentukan suatu kata dengan proses morfologis di antara afiks dengan bentuk dasar. Ditemukan suatu kesimpulan bahwasanya afiks Jawa Kuna yang terdiri dari prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks beserta bentuk dasarnya dapat terjadi persandhian. Sandhi luar yang berkaitan dengan penggabungan dua kata berpotensi terjadi suatu persandhian dengan kemungkinan sebelas gabungan kategori. Adapun sebelas kategori tersebut adalah N + N, V + Prep, V + V, Adj + N, N + V, Pron Per + V, Pron Per + Prep, Pron Dem + V, Adv + V, V + N, N + Adj.

Bertutur merupakan satu aktivitas mengujarkan kalimat yang memiliki makna untuk mencapai tindak sosial tertentu seperti berjanji, memberi nasehat, meminta sesuatu, dan lain-lain. Tindakan tersebut dinamakan tindak tutur, atau tindak ilokusioner. Bertutur berarti berkomunikasi antara pelaku tutur, yaitu penutur dan petutur. Penutur adalah orang yang bertutur dan petutur adalah orang yang diajak bertutur dan sering juga disebut dengan mitra tutur/lawan tutur. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tak pernah lepas dari aktivitas bertutur. Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa, bertutur memiliki makna mencapai tindak sosial tertentu seperti memberi nasehat, meminta sesuatu, dan lain-lain adakalanya lawan tutur merasa tersinggung atau merasa tak enak hati.
Di dalam kegiatan bertutur, penutur tidak sekedar menyampaikan pesan, tetapi ia juga membangun hubungan sosial dengan petutur (mitra tutur). Penutur perlu memilih strategi bertutur yang dapat mengungkapkan pesan secara tepat dan tuturan itu dapat membangun hubungan sosial. Dengan kata lain, penutur tidak ‘asal buka mulut dalam bicara’ tetapi ia harus memikirkan terlebih dahulu tuturan yang akan dituturkannya. Anjuran bahwa sebelum orang bertutur, orang perlu memikirkan apa yang akan dituturkannya, seperti yang dianjurkan di dalam ungkapkan bahasa Minang Kabau, yaitu “mangok dahulu sabalun mangecek”. Untuk mencapai tujuan bertutur yang kedua, yaitu membangun hubungan sosial, penutur kadang-kadang bertutur dengan mengabaikan makna referensial ujaran yang dituturkan atau penutur sekadar melakukan komunikasi fatis (bertutur sekadar untuk basa-basi).
Oleh sebab itu, dalam bertutur diperlukan suatu strategi bertutur untuk menjaga kesopanan bertutur atau kesantunan  dalam bertutur. Selain itu, strategi bertutur sangat diperlukan dalam suatu tindak tutur, karena dalam suatu ujaran yang penyampaiannya baik, akan menggunakan strategi bertutur yang tepat, sehingga maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur tersampaikan dengan baik.

The phenomenon of gender neutrality in the German language has been a subject of linguistic observation since a few decades. This topic is still seen as controversial because of its specific, feministic character. The main aim of the given MA thesis is to find out, to what extent German language learners are able to apply gender-neutral German language. Moreover, it is important to examine not only the situation among language learners, but also German teachers. The aim is to examine, to what extent German teachers teach gender-neutral German in their classes and what attitude they present towards the very topic. The empirical research of the given MA thesis enables the examination of that phenomenon which then should show how is the situation in German as a foreign language classes when it comes to applying gender-neutral German.

Hikayat Merong Mahawangsa versi R. J. Wilkinson bab yang ketiga ini telah diterbitkan semula oleh Syafiq Hadzir dengan kerjasama Universiti Kebangsaan Malaysia ke dalam bentuk PDF bertujuan untuk memupuk semangat kecintaan kita kepada bangsa, bahasa ibunda dan tanah air.

Pragmatik tidak dapat dipisahkan dari konteks. Konteks dan pragmatik ibarat ikan dengan air. Ikan tidak dapat hidup tanpa air, sebaliknya fungsi air tidak terlalu sempurna jika tidak ada ikan-ikan berenang dan hidup di dalamnnya. Itu berarti jika yang dibicarakan adalah pragmatik mau tak mau harus diicarakan pula konteks atau sebaliknya. Pada dasarnya seorang peneliti bahasa dapat mengkaji bahasa dari bentuknya saja. Misalnya, ia meneliti sebuah bahasa dari segi fonologinya saja; atau dari segi morfologi, sintaksis, dan semantiknya; atau keempat aspek tersebut diteliti semua. Hasil penelitian itu hanyalah berupa bentuk gramatikalnya. Jika penelitian itu diterapkan dalam penggunaan bahasa sehari-hari, penjelasan atau pendeskripsian kurang memadai seperti contoh berikut ini.
(1)  Ibu  : Airnya sudah masak, Mbak?
      Anak : Kopi atau teh Bu?
(2)  Ali dimainkan bola
Contoh pada tuturan (1) di atas jika diteliti dari bentuk saja, hasilnya menjadi kurang jelas atau taksa. Ketaksaan ini terjadi karena tuturan anak seharusnya berupa jawaban, namun yang muncul adalah pertanyaan. Jawaban yang seharunya dikatakan si anak misalnya Ya Bu, kompornya saya matikan. Contoh tuturan (2), Ali sebagai subjek kalimat tidak seharunya dimainkan bola. Kalimat yang benar untuk memperbaiki itu adalah bola dimainkan oleh Ali. Dari kedua contoh ini, pemakaian bahasa sehari-hari sangat dipengaruhi oleh konteks. Dengan demikian konteks akan mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh penutur.

Bahasa bersifat dinamis. Dari masa ke masa bahasa senantiasa mengalami perubahan. perubahan tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan dalam tataran linguistik seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikal, maupun bahasa sebagai kode yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi.

Kajian sosiolinguistik sebagaimana kita ketahui adalah bahasa dilihat dari pemakainya. Dalam hal ini diantaranya adalah penutur, dengan siapa penutur berbahasa, apa yang dibahas dalam tuturan, untuk apa tutur dilakukan, dan bahasa apa yang digunakan penutur. Terkait dengan penutur dan bahasa yang digunakan penutur, dalam sosiolinguistik dikenal istilah bilingualisme dan diglosia. Bilingualisme sudah tidak asing lagi bagi kita. Di televisi, radio, dan media-media penyiaran lain sering kali menggunakan istilah bilingual, seperti dalam film-film asing, terdapat tulisan "bilingual" di pojok atas layar televisi. Tulisan bilingual tersebut artinya film itu ditayangkan dengan dua bahasa, yaitu bahasa asli film dan bahasa terjemahan. Lalu bagaimana bilingualisme di dalam kajian sosiolinguistik? Dan apa itu diglosia? Pembahasan lebih lajut mengenai bilingualisme dan diglosia akan diuraikan dalam makalah ini sebagai berikut.